1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sistem Informasi Manajemen Dalam setiap organisasi, informasi merupakan bahan pokok bagi pembuatan keputusan, infromasi dapat menuokong penuh bagi pembuatan keputusan apabila berlangsung dalam sebuah system. Scanian (dalam Davis, 1985:50) mengemukakan bahwa system merupakan keseluruhan yang kompleks dan teratur, suatu rancangan atau gabungan dari bagian yang membentuk suatu kesatuan menyeleuruh. Kebutuhan organisasi dalam system informasi berkaitan dengan teknik pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan dengan mudah menemukan kembali saat diperlukan serta penyaluran informasi. Sebuah system informasi adalah melakukan semua pengolahan transaksi yang perlu untuk organisasi serta memberikan dukungan informasi dan pengolahan untuk fungsi manajemen termasuk dalam hal pengambilan keputusan. Membahas konsep informasi tidak terlepas dari komunikasi, oleh karena informasi akan atau baru memiliki nilai bilamana telah dikomunikasikan. Oleh Davis (dalam Darsowiyono, 1984:83) mengemukakan pendapatnya tentang konsep komunikasi sebagai proses penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain (the process of passing information and understanding from one person to another). makna yang dapat diperoleh ketika informasi dikomunikasikan adalah terdapatnya pemahaman yang serupa antara dua orang atau lebih yang melakukan komunikasi. Karena dengan adanya
24
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/Bab 2_09-183.pdf · perspectif, dan learning and growth perspective dengan six sigma balanced score card ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistem Informasi Manajemen
Dalam setiap organisasi, informasi merupakan bahan pokok bagi pembuatan
keputusan, infromasi dapat menuokong penuh bagi pembuatan keputusan apabila
berlangsung dalam sebuah system. Scanian (dalam Davis, 1985:50) mengemukakan bahwa
system merupakan keseluruhan yang kompleks dan teratur, suatu rancangan atau gabungan
dari bagian yang membentuk suatu kesatuan menyeleuruh.
Kebutuhan organisasi dalam system informasi berkaitan dengan teknik
pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, dan dengan mudah menemukan kembali saat
diperlukan serta penyaluran informasi. Sebuah system informasi adalah melakukan semua
pengolahan transaksi yang perlu untuk organisasi serta memberikan dukungan informasi
dan pengolahan untuk fungsi manajemen termasuk dalam hal pengambilan keputusan.
Membahas konsep informasi tidak terlepas dari komunikasi, oleh karena informasi
akan atau baru memiliki nilai bilamana telah dikomunikasikan. Oleh Davis (dalam
Darsowiyono, 1984:83) mengemukakan pendapatnya tentang konsep komunikasi sebagai
proses penyampaian informasi dan pengertian dari seseorang kepada orang lain (the
process of passing information and understanding from one person to another). makna yang
dapat diperoleh ketika informasi dikomunikasikan adalah terdapatnya pemahaman yang
serupa antara dua orang atau lebih yang melakukan komunikasi. Karena dengan adanya
2
kesamaan pemahaman atau persepsi merupakan tujuan komunikasi, sebagaimana
dikemukakan Gondokusumo (1992:1) bahwa tujuan utama dari komunikasi adalah supaya kedua
pihak menangkap informasi dan ide itu dengan pengertian yang sama seperti pengertian pihak
pertama, atau dengan kata lain tujuan komunikasi adalah penyampaian informasi sehingga ada
kesesuaian paham.
Komunikator haruslah menguasai informasi yang akan disampaikan. Apabila
komunikator kurang atau tidak tepat dalam memberikan informasi, maka akan terjadi kekaburan
dalam diri komunikan, sehingga komunikasi tersebut tidak berkualitas.
Untuk memberikan gambaran konseptual komunikasi informasi yang berkualitas, perlu
memiliki ukuran tentang informasi itu sendiri, seperti dikemukakan Supriyono (1987:298) bahwa
ukuran untuk mengetahui berkualitas atau tidaknya informasi, berupa
1) Akurat, informasi harus benar dan sesuai realitas;
2) Tepat waktu, tidak terlambat dan baru serta masih segar;
3) Relevan, informasi bermanfaat bagi pemakainya merupakan koreksi terhadap informasi
sebelumnya.
Informasi yang akurat, tepat waktu dan relevan dapat digunakan dalam manajemen.
Untuk memberikan pemahaman tentang manajemen itu sendiri, pakar Longenecker dan Pringle
(1984:4) mengemukan pengertian konsep manajemen sebagai proses pencapaian dan
pengkombinasian sumber-sumber daya manusia, financial, dan fisikal guna mencapai tujuan
primer organisasi yakni memproduksi sebuah produk atau jasa yang diinginkan oleh segmen
tertentu dalam masyarakat. Bilamana dikaitkan informasi dengan manajemen itu sendiri maka
informasi diperlukan dalam proses organisasi mencapai tujuan utamanya, termasuk dalam hal
3
memproduksi barang dan jasa yang disediakan untuk keperluan masyarakat selaku pengguna
barang dan jasa.
Dalam manajemen terdapat sistem-sistem yang kompleks, seperti dikemukakan Cleland
dan King, 1983 (dalam Nisjar dan Winardi, 1997:48), sistem-sistem kompleks telah berhasil
menemukan sejumlah keterampilan yang menurut pakar ini berkaitan erat dengan manajemen
yang baik dalam berbagai lingkungan baru. Lebih lanjut Cleland dan King berpendapat bahwa
manajemen dengan sistim-sistim kompleks, harus memiliki:
1) Suatu pemahaman tentang teknologi bisnis mereka
2) Suatu pemahaman tentang konsep-konsep dasar manajemen
3) Suatu gaya interpersonal yang menunjang kemampuan mereka untuk melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan dan tugas-tugas tertentu dengan bantuan pihak lain
4) Suatu kemampuan untuk mengkonseptualisasikan dan beroperasi dengan memanfaatkan
sebuah pendekatan system.
2.2 Tingkat Kinerja Pelayanan Kinerja atau sering dikenal sebagai performance berkaitan dengan kepengelolaan atau
manajemen suatu organisasi dalam upaya mencapai tujuan yang telah disepakati sebelumnya.
Karena kinerja berkaitan dengan kepengelolaan, maka istilah manajemen kinerja seringkali
dijumpai jika dibandingkan dengan istilah kinerja secara parsial.
Manajemen kinerja merupakan salah satu kebutuhan bagi setiap organisasi untuk
dijalankan, dengan mengutamakan bentuk kerjasama dalam organisasi secara harmonis dan
terpadu terhadap penyelenggara organisasi baik sebagai pimpinan maupun sebagai bawahan,
dengan orientasi kepada proses pelaksanaan, hasil serta evaluasi yang dicapai.
4
Dalam organisasi publik dikenal istilah laporan akuntabilitas, yang pada intinya memuat
tentang seberapa besar tingkat pencapaian organisasi dalam menyelenggarakan tugas dan
fungsinya. Kondisi demikian dapat diartikan bahwa laporan yang dimaksud pada hakekatnya
merupakan bentuk capaian kinerja yang disampaikan menurut tata pelaporan yang telah
ditentukan. Laporan terhadap hasil kegiatan suatu organisasi publik selanjutnya menjadi bahan
evaluasi bagi organisasi lainnya yang memiliki tugas dan fungsi melakukan evaluasi terhadap
capaian kegiatan yang dilaporkan oleh suatu organisasi.
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi
organisasi, senantiasa dilaksanakan secara terpadu dan harmonis diantara pegawai yang terlibat,
baik sebagai pimpinan maupun sebagai bawahan, adalah dimaksudkan untuk mencapai tujuan
organisasi itu sendiri. Sebagai tolok ukur keberhasilan suatu organisasi dapat dilihat dari kinerja
personil yang terlibat didalamnya, dengan melakukan evaluasi. Oleh LAN (200:6) menentukan
indikator-indikator dalam melakukan evaluasi terhadap kinerja, karena melalui evaluasi kinerja
dapat memerankan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Memberi informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan, program dan kegiatan yaitu
mengenai seberapa jauh kebutuhan, nilai kesempatan telah dicapai.
2. Memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik.
3. Memberikan sumbangan pada aplikasi metedo analisis kebijakan, termasuk perumusan
masalah dan rekomendasinya.
Fungsi-fungsi evalusi kinerja sebagaimana dikemukakan oleh LAN tersebut di atas,
memberikan gambaran bahwa evaluasi kinerja merupakan salah satu cara untuk menemukenali
permasalahan yang dihadapi organisasi dalam kaitannya dengan proses penyelenggaraan
5
kegiatan oleh karyawan atau personil didalamnya. Dengan teknik ini maka setiap permasalahan
yang dihadapi dapat diatasi dalam proses penyelenggaraan kegiatan organisasi dimasa
berikutnya.
Selain permasalahan yang dihadapi suatu organisasi dalam penyelenggaraan kegiatannya,
melalui evaluasi kinerja dapat diketahui tingkat keberhasilan organisasi secara keseluruhan atau
terhadap keberhasilan bagian organisasi, sehingga pada kondisi demikian evaluasi kinerja dapat
dijadikan sebagai stimulus bagi sub organisasi lain yang kinerjanya belum maksimal, dengan
cara mengidentifikasi factor penghambat untuk dicarikan pemecahannya, dan mempertahankan
kesuksesan yang telah dicapai.
Balanced Score Card yang diperkenalkan oleh Kaplan (1996) dikembangkan dengan
penilaian kinerja yang menggabungkan ukuran kualitatif dan kuantitatif melalui 4 (empat)
perspektifnya yaitu customer perspective, financial perspective, internal bisnis process
perspectif, dan learning and growth perspective dengan six sigma balanced score card
diharapkan dapat menjadi ukuran yang valid dan sekaligus sebagai pendekatan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan kualitas layanan publik melalui perumusan strategy pemerintah
yang terintegrasi, berorientasi masa depan, kepuasan pelanggan, dan pandangan secara
menyeluruh.
Dengan mengukur perubahan kepuasan pelanggan dari waktu ke waktu atau dari satu
sistem ke sistem yang berbeda pada kondisi regulasi yang sama, akan dapat diuji hasil apakah
keberadaan sebuah sistem informasi yang dikembangkan telah memenuhi harapan masyarkat
yang dilayani.
Tuntutan reformasi birokrasi, khususnya peningkatan kualitas layanan publik dengan
dinamika lingkungan dampak dari globalisasi dan perkembangan teknologi informasi tidak
6
dengan mudah dipenuhi pemerintah, hal ini dipersulit dengan belum tersusunnya strategi
nasional yang menyeluruh (komprehensif dan terpadu) dan sistematis untuk mewujudkan good
governance di Indonesia (Dwiyanto, 2005),
Meskipun langkah-langkah perbaikan seperti beberapa undang-undang (UU No.32 /2004
tentang Pemerintah Daerah, UU No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Daerah, UU No.8/2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-
undang) telah ditetapkan sebagai kerangka acuan penyelenggaraan pemerintah daerah. Kesulitan
yang dihadapi tersebut menyangkut :
1) Implementasi good governance memiliki dimensi yang luas, sehingga banyak aspek yang
saling terkait dan memerlukan intervensi dan koordinasi antar berbagai pihak yang
terkait,
2) informasi yang merupakan salah satu aspek yang sangat strategis dan menjadi gerbang
utama reformasi birokrasi belum tersedia secara cepat, tepat dan akurat, dengan
ketersediaan informasi tersebut merupakan prioritas utama (entry point) untuk
memperbaiki kinerja government menuju birokrasi yang diharapkan pada masa depan
3) perbedaan kondisi antar instansi dan antar daerah yang beragam mengakibatkan
peningkatan kompleksitas permasalahan governance, dan
4) komitmen dan kepedulian dari stakeholders mengenai reformasi governance berbeda-
beda dan secara umum masih rendah. Dengan kendala tersebut, maka wajar masyarakat
mengharapkan peningkatan kualitas pelayanan publik segera dilakukan pemerintah,
7
sebagai tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat sesuai dengan amanat
pembukaan UUD 1945.
Berkaitan dengan pengembangan good governance yang memiliki kompleksitas tinggi, e-
government melalui penerapan system informasi manajemen menjadi salah satu variabel yang
menentukan tingkat keberhasilan kinerja sektor publik atau organisasi pemerintah.
Aspek penyelenggaraan pelayanan publik dapat dipergunakan sebagai langkah awal dan
penggerak utama guna mewujudkan perubahan penyelenggaraan good governance dengan
tujuan akhir adalah customer satisfaction.
Dijadikannya pelayanan publik sebagai indikator pendorong (lead indicator), karena
perubahan dalam pelayanan publik dapat dilakukan dan diukur secara mudah, serta dampak
terlihat secara lebih nyata (Dwiyanto, dkk, 2003).
Selain itu, dalam penyelenggaraan organisasi publik atau pemerintahan, aspek
kepemimpinan yang sekaligus sebagai inti dari manajemen, merupakan bagian strategis terhadap
keberhasilan pencapaian tujuan suatu organisasi, sebagaimana pendapat yang menyebutkan
bahwa kepemimpinan sebagai tambahan pengaruh yang melebihi dan mengatasi kepatuhan
mekanis pada pengarahan rutin organisasi (Katz dan Kahn, 1966:302 dalam Steers, 1977:169).
Makna kepemimpinan yang dikemukakan pakar ini, dapat ditafsirkan bahwa proses
kepemimpinan menciptakan daya partisipasi atau kesukarelaan bawahan dalam menjalankan
tugas dan pekerjaan yang dibebankan, tanpa ada tekanan dengan dominasi rasa takut terhadap
kewajiban seseorang/personil dalam organisasi.
Kondisi ini pula yang membedakan apakah suatu organisasi dapat terselenggara secara
efektif dan tidak efektif. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan
8
faktor yang menentukan efektivitas organisasi termasuk organisasi pemerintahan dalam
menyelenggarakan pelayanan publik.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No:
63/KEP/M.PAN/7/2003, Variabel-variabel pengukur dalam pelayanan publik dengan orientasi
hasil (lag indicator) adalah kepuasan pengguna jasa layanan publik/masyarakat yang
dicerminkan tingkat capaian efisiensi, transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi mudah untuk
diimplementasikan. Sehingga pengembangan sistem pelayanan publik yang berwawasan good
governance dengan obyektif kepuasan pelanggan relatif lebih mudah jika dibandingkan upaya
membudayakan nilai-nilai tersebut dalam keseluruhan aspek kegiatan masyarakat.
Menurut Parasuraman (1988), kepuasan akan jasa layanan publik dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu :
1) Kualitas jenis layanan
2) Kualitas pelayanan, yang dipersepsikan lima dimensi ukuran servqual yaitu :
a) bukti nyata (tangible)
b) kehandalan (reliability)
c) daya tanggap (responsiveness)
d) keyakinan (assurance)
e) dan kepedulian (emphaty)
3) Faktor emosional
4) Kepuasan harga/biaya layanan dan
5) Biaya dan kemudahan.
Kepuasan pengguna akan jasa layanan akan meningkat apabila persepsi pengguna
layanan akan seluruh atau sebagian unsur-unsur tersebut meningkat (memenuhi
9
harapan/expectation). Menurut Albrecht & Zemke (1990), kualitas pelayanan publik merupakan
hasil interaksi berbagai aspek, yaitu sistem pelayanan, sumber daya manusia, sumber pelayanan,
strategi dan pengguna jasa layanan/pelanggan (customer).
Berbagai alasan pelayanan publik relatif lebih mudah diimplementasikan karena :
1) Semua pihak menuntut perbaikan system penyelenggaraan pelayanan publik, sehingga
pelayanan publik menjadi satu hal yang dipentingkan masyarakat sebagai pengguna
jasa layanan publik (hak masyarakat), pelaku pasar (lokal dan global), dan pemerintah
(pemberi layanan). Bagi pemerintah meningkatnya penyelenggaraan pelayanan publik
dapat memperkecil biaya birokrasi, sehingga pada gilirannya kesejahteraan
masyarakat akan meningkat dan mekanisme pasar akan semakin efisien
2) Pelayanan publik merupakan ranah dari ketiga unsur (three parted) governance untuk
melakukan interaksi. Melalui pelayanan publik baik pemerintah, masyarakat sebagai
pengguna jasa layanan, dan pelaku pasar masing-masing akan melakukan check-
balanced, hal ini sesuai dengan positive theory (Watts and Zimmerman, 1986).
Menurut Dwiyanto (2003), Muara akhir dari pelayanan publik adalah meningkatnya
customer satisfaction, yang ditunjukkan oleh peningkatan trust dari pelaku pasar dan masyarakat
terhadap pemerintah, Governance and Decentralization Survey 2002 (GDS, 2002) menunjukkan
bahwa sebagian warga menganggap wajar terhadap praktik pungutan liar dan justru merasa lega
karena proses pelayanan cepat selesai.
Pengembangan tolok ukur dan indikator penyelenggaraan pelayanan publik dalam
kerangka good governance dapat dengan mudah diimplementasikan apabila didukung oleh
10
sumber daya manusia aparatur yang tanggap akan tuntutan masyarakat dan dinamisasi perubahan
lingkungan local dan global, berkualitas dan memiliki kompetensi sehingga mampu
melaksanakan tugas dan tanggung jawab dengan cepat, tepat, dan akurat sesuai dengan
kewenangan, komitmen tinggi, dan kapasitas yang dimilikinya.
Sehingga tercipta koordinasi dan sinergi antar beberapa instansi, unit, dan pihak terkait
yang semakin mantap, serta didukung dengan tersedianya sarana dan prasarana penunjang yang
memadai yang memungkinkan penyelenggaraan pelayanan publik secara cepat, tepat, murah,
non diskriminatif, transparan, akuntabel, efesien, dan efektif.
Faktor lain yang tidak kalah penting penyelenggaraan pelayanan public juga harus
didukung oleh organisasi, kelembagaan, manajemen proses pelayanan publik yang saling terpadu
dalam jalinan mata rantai system (value chain) yang saling terkait satu sama lain guna
meningkatkan kepuasan pengguna jasa layanan publik (customer satisfaction).
Terdapat empat pola/model penyelenggaraan pelayanan publik (Kep.MENPAN :
63/KEP/M.PAN/7/2003) yaitu
1) Fungsional
2) Terpusat
3) Terpadu, yang meliputi
a. Terpadu satu atap
b.Terpadu satu pintu
c. Gugus tugas.
11
Seiring dengan desentralisasi maka pola penyelenggaraan pelayanan publik terpadu
dibedakan menjadi 2(dua) yaitu satu atap (stand alone), dan satu pintu (one stop service).
Pada prinsipnya terdapat 4 (empat) model penyelenggaraan pelayanan publik terpadu
yang berkembang di Indonesia saat ini yaitu :
1) Terpadu satu atap-one stop service (one roof system-one stop service),
2) Terpadu satu atap proses berdiri sendiri (one roof system-stand alone),
3) Terintegrasi penuh dan satu atap (one stop service)
4) Terintegrasi namun tidak satu atap/berdiri sendiri (stand alone).
Pemisahan terpadu/ terintegrasi dibedakan atas keterhubungan proses back office dan
front office dan keterkaitan satu jenis/unit layanan dengan lainnya. Masing-masing jenis pola
tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Perbedaan tersebut juga
menyebabkan perbedaan support systemnya baik kompetensi SDM, koordinasi, teknologi, sarana
dan prasarana, maupun prosedur masing-masing pola.
Menurut Wibowo (2007:4) kinerja merupakan inplementasi dari rencana yang telah
disusun. Implementasi rencana dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan,
kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Wibowo juga mengemukakan bahwa kinerja organisasi
menunjukkan proses berlangsungnya kegiatan untuk mencapai tujuan.
Didalam proses pelaksanaan aktivitas harus selalu dilakukan monitoring, penilaian, dan
review atau peninjauan ulang terhadap kinerja personil sebagai sumber daya manusia. Melalui
monitoring dilakukan pengukuran dan penilaian kinerja secara periodik, sedangkan untuk
mengetahui pencapaian kemajuan kinerja dilakukan prediksi apakah terjadi deviasi pelaksanaan
terhadap rencana yang dapat menganggu pencapaian tujuan.
12
Atas dasar penilaian tersebut, dilakukan review bersama antara atasan dan bawahan untuk
mengetahui apakah terdapat kesalahan dalam proses kinerja. Berdasarkan hasil review, diberikan
umpan balik untuk melakukan koreksi terhadap perencanaan kinerja maupun implementasi
kinerja.
Di sisi lain untuk meningkatkan kinerja, dilakukan pembinaan personil atau sumber daya
manusia melalui coaching, mentoring, dan counseling. Kemampuan sumber daya manusia selalu
ditingkatkan melalui pelatihan dan pengembangan.
Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat deviasi antara progress
yang direncanakan dengan kenyataan. Apabila terdapat deviasi berupa progress yang lebih
rendah, perlu dilakukan langkah-langkah untuk memacu kegiatan agar tujuan yang diharapkan
dapat dicapai. Seberapa jauh tujuan tersebut dapat dicapai mencerminkan hasil kerja atau prestasi
kerja dan seringkali dinyatakan sebagai kinerja organisasi dan menunjukkan performa organisasi.
Hasil kerja organisasi dapat sama dengan tujuan yang ditetapkan, namun dapat pula lebih besar
atau bahkan lebih kecil dari harapan.
Demikian halnya dengan kinerja pelayanan yang menjadi fokus penelitian dalam karya
tulis ini, yang meneliti tentang proses pelayanan surat ijin usaha perdagangan di Kota Tangerang.
Dengan proses penilitian yang lebih fokus lagi terhadap jenis usaha kecil dan jenis usaha
menengah (sekaligus dalam penelitian ini bertindak sebagai variable dummy).
Kinerja pelayanan organisasi pemerintah daerah di Kota Tangerang yang diteliti, dengan
mengacu pada prosedur dan ketentuan penyelenggaraan pelayanan yang telah ditetapkan, dan
membandingkan dengan realitas pelayanan yang diselenggarakan pegawai organisasi.
13
Dalam kondisi demikian evaluasi terhadap penyelenggaraan pelayanan dapat dilakukan
dan bahkan lebih cocok jika masyarakat selaku pengguna jasa layanan yang melakukan evaluasi.
Walaupun dikeketahui bahwa dalam organisasi pemerintah, terdapat mekanisme evaluasi kinerja
yang dicapai dengan teknik pengukuran secara berkala.
Bilamana kinerja pelayanan ditempatkan pada posisi tingkat keberhasilannya melalui
evaluasi oleh masyarakat selaku pengguna jasa, maka keadaan ini akan turut mempengaruhi
sejauh mana layanan yang diterima masyarakat yang disediakan pemerintah (provider) adalah
sejalan dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Karena dengan kesesuaian kebutuhan dan harapan akan memudahkan untuk mengukur
tingkat kepuasan masyarakat dari proses penyelenggaraan pelayanan publik yang
diselenggarakan pemerintah daerah, termasuk di Kota Tangerang.
2.3 Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan obyek bahasan yang menarik, karena dapat dimulai dari sudut
mana saja untuk diteropong. Dan dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi perhatian
manusia.
Kepemimpinan diperlukan manusia karena adanya keterbatasan dan kelebihan-kelebihan
tertentu pada manusia. Disatu pihak manusia terbatas kemampuannya untuk memimpin, dipihak
lain ada orang yang mempunyai kelebihan kemampuan untuk memimpin. Disinilah awal
timbulnya pemimpin dan kepemimpinan.
Jika ditelusuri lebih lanjut, betapa pentingnya pemimpin dan kepemimpinan dalam suatu
kelompok jika terjadi suatu konflik atau perselisihan di antara orang-orang dalam kelompok, dan
pada saat demikian orang-orang membutuhkan cara penyelesaian untuk menjamin tumbuh dan
14
terjaminnya keteraturan dan dapat ditaati bersama. Disini orang-orang mulai menidentifikasi
dirinya pada kelompok, kehidupan bersama sangat diperlukan, dan konflik perlu dihindarkan.
Dalam kondisi ini peranan pemimpin sangat diperlukan.
Konsep dan pengertian kepemimpinan kadangkala diartikan sebagai pelaksanaan otorita
dan pembuatan keputusan (Dubin, 1967:1), dan sebagai suatu bentuk inisiatip untuk bertindak
dan menhasilkan suatu pola yang konsisten dalam rangka mencari jalan pemecahan dari suatu
persoalan bersama (Hemphill, 1954).
Namun, pengertian kepemimpinan yang banyak kita ketahui seperti yang dikemukakan
Terry (1960:493) dalam bukunya Principle of Management, sebagai kegiatan atau aktivitas untuk
mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.
Jika dikaitkan dengan pendapat pakar-pakar tersebut di atas, secara sederhana dapat
dikemukakan bahwa dalam suatu organsisasi terdapat struktur dan hirarki yang berada pada level
atas adalah juga berfungsi sebagai pimpinan atau pemimpin.
Dalam peran ini, diarahkan untuk terjadinya gerakan atau aktivitas organisasi yang
sejalan dengan prosedur kerja dan diarahkan pada proses pencapaian tujuan. Kepemimpinan
dalam hal ini berperan sebagai energi untuk menggerakkan orang-orang yang berada dalam
sebuah organisasi untuk bekerja dengan sebaik-baiknya dan memberikan jaminan rasa aman
serta kesejahteraan pelaksanaan kerja dalam organisasi.
Dalam konsep kepemimpinan terdapat model kepemimpinan kontijensi yang
dikembangkan oleh Fiedler (1976). Model ini berisi tentang hubungan gaya kepemimpinan
dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi tersebut dalam hubungannya dengan
dimensi-dimensi empiris, yaitu:
15
1) Hubungan pemimpin-anggota
2) Derajat dari struktur tugas
3) Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal.
Dimensi-dimensi empiris tersebut merupakan dimensi yang penting untuk menimbulkan
situasi menyenangkan, dengan ketentuan semakin tinggi dimensi-dimensi tersebut maka semakin
tinggi situasi menyenangkan dalam menyelenggarakan kepemimpinan organisasi. Dengan kata
lain suatu situasi akan menyenangkan jika:
a. Pemimpin diterima oleh para pengikutnya (derajat dimensi pertama tinggi)
b. Tugas-tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan dengan jelas (derajat
dimensi kedua tinggi)
c. Penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin
(derajat dimensi ketiga juga tinggi)
Demikian halnya jika terjadi sebaliknya, maka akan terjadi situasi yang tidak
menyenangkan. Dalam situasi yang menyenangkan, maka roda organisasi akan berjalan secara
efektif, karena didukung dengan regulasi atau ketentuan secara baik dan para pengikut dengan
setia mengikuti segala arahan yang disampaikan pemimpin.
Kaitannya dengan obyek yang diteliti dalam penulisan karya tulis ini, karena dalam
kepemimpinan yang efektif akan menjamin efektivitas penyelenggaraan organisasi maka dapat
disebutkan bahwa peran kepemimpinan dalam organisasi publik akan mempengaruhi produk
yang dihasilkan organisasi baik berupa barang maupun jasa publik secara baik atau berkualitas,
sehingga bermuara pada produk yang sesuai harapan dan berujung pada kepuasan masyarakat.
2.4 Kepuasan Masyarakat
Day (dalam Tse dan Wilton, 1988) mendefinisikan kepuasan pelanggan (pengguna
layanan pada layanan publik) sebagai respon pengguna layanan terhadap evaluasi
16
ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dipersepsikan dan kinerja actual yang dirasakan dan
diterima oleh pengguna jasa layanan.
Sedangkan, Kotler (1997) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai tingkat perasaan
seseorang setelah membandingkan kinerja yang diterima dan dirasakan dibandingkan dengan
harapan (expectation).
Foster (1997) menyatakan bahwa terdapat 101 cara yang relevan untuk meningkatkan
kepuasan diantaranya yaitu:
1) Kemudahan dihubungan dan akses atas lokasi pelayanan publik
2) Non stop service (tidak tutup pada waktu jam kerja)
3) Cepat dalam memberikan respon atas permintaan pengguna layanan (customer)