1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Teori Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan penduduk yang telah masuk dalam usia kerja. Undang – Undang No. 13 tahun 2003 Bab 1 passal 1 ayat 2 mendefinisikan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk di suatu negara terlebih dahulu dibedakan menjadi dua golongan yaitu golongan tenaga kerja dan golongan bukan tenaga kerja, yang tergolong sebagai tenaga kerja adalah penduduk yang berada pada usia kerja, sebaliknya yang tidak tergolong tenaga kerja adalah penduduk yang belum berada pada usia kerja. Penentuan usia kerja berbeda-beda di masing-masing negara, seperti contohnya Indonesia yang menetapkan batasan usia kerja minimum adalah 10 tahun tanpa ada umur maksimum, yang artinya penduduk yang telah berusia 10 tahun otomatis masuk sebagai golongan usia kerja. Lain halnya bank dunia yang menetapkan batas usia kerja yaitu antara 15 hingga 64 tahun (Dumairy, 1996:74). Masih menurut Dumairy, tenaga kerja di pilah kembali kedalam dua kelompok yaitu kelompok angkatan kerja dan kelompok bukan angkatan kerja. Kelompok angkatan kerja adalah penduduk yang telah menginjak usia kerja yang bekerja atau memiliki pekerjaan tetapi untuk sementara waktu sedang tidak bekerja dan yang yang sedang mencari pekerjaan, sedangkan kelompok bukan
28
Embed
BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 ... II.pdf · terjadi defisit anggaran belanja yang dibiayai pemerintah dengan cara mencetak uang baru, karena panen gagal,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1.1 Landasan Teori dan Konsep
2.1.1 Teori Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan penduduk yang telah masuk dalam usia kerja.
Undang – Undang No. 13 tahun 2003 Bab 1 passal 1 ayat 2 mendefinisikan tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat. Analisis ketenagakerjaan, secara garis besar penduduk di suatu
negara terlebih dahulu dibedakan menjadi dua golongan yaitu golongan tenaga
kerja dan golongan bukan tenaga kerja, yang tergolong sebagai tenaga kerja
adalah penduduk yang berada pada usia kerja, sebaliknya yang tidak tergolong
tenaga kerja adalah penduduk yang belum berada pada usia kerja. Penentuan usia
kerja berbeda-beda di masing-masing negara, seperti contohnya Indonesia yang
menetapkan batasan usia kerja minimum adalah 10 tahun tanpa ada umur
maksimum, yang artinya penduduk yang telah berusia 10 tahun otomatis masuk
sebagai golongan usia kerja. Lain halnya bank dunia yang menetapkan batas usia
kerja yaitu antara 15 hingga 64 tahun (Dumairy, 1996:74).
Masih menurut Dumairy, tenaga kerja di pilah kembali kedalam dua
kelompok yaitu kelompok angkatan kerja dan kelompok bukan angkatan kerja.
Kelompok angkatan kerja adalah penduduk yang telah menginjak usia kerja yang
bekerja atau memiliki pekerjaan tetapi untuk sementara waktu sedang tidak
bekerja dan yang yang sedang mencari pekerjaan, sedangkan kelompok bukan
2
angkatan kerja adalah penduduk yang telah menginjak usia kerja yang tidak
bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak sedang mencari pekerjaan. Menurut
BPS (2001) yang masuk dalam kelompok angkatan kerja adalah penduduk usia
kerja yang selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik yang bekerja
maupun sementara tidak bekerja karena suatu sebab, seperti pegawai sedang cuti
atau petani yang sedang menunggu musim panen. Disamping itu mereka yang
tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari, berusaha atau mengharap
pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja, sedangkan yang
dimaksud bukan kelompok angkatan kerja adalah kelompok penduduk yang
selama seminggu yang lalu mempunyai kegiatan yang tidak termasuk dalam
angkatan kerja, seperti pelajar yang sedang sekolah dan ibu rumah tangga.
Haryo Kuncoro (2002) menjelaskan, penyerapan tenaga kerja adalah
banyaknya lapangan kerja yang sudah terisi yang tercermin dari banyaknya
jumlah penduduk bekerja. Penduduk yang bekerja terserap dan tersebar di
berbagai sektor perekonomian. Terserapnya penduduk bekerja disebabkan oleh
adanya permintaan akan tenaga kerja. Indonesia dengan jumlah penduduk yang
besar berarti memiliki sumber daya yang besar pula (Barthos, 2001:15). Oleh
karena itu, sumber daya manusia yang berupa tenaga kerja harus dimanfaatkan
semaksimal mungkin. Tenaga kerja yang ada harus mampu diserap oleh semua
kegiatan dan sektor ekonomi. Penyerapan tenaga kerja bisa di kaitkan dengan
keseimbangan interaksi antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga
kerja, yang di mana permintaan tenaga kerja pasar dan penawaran tenaga kerja
pasar secara bersama menentukan suatu penggunaan tenaga kerja keseimbangan
3
(Fuad Kadafi, 2013). Dalam dunia kerja atau dalam hal penyerapan tenaga kerja
setiap sektornya berbeda-beda untuk penyerapan tenaga kerjanya, misalnya saja
tenaga kerja di sektor formal. Penyeleksian tenaga kerjanya di butuhkan suatu
keahlian khusus, pendidikan, keahlian dan pengalaman untuk bisa bekerja pada
sektor formal (Don Bellante and Mark Janson : 2006). Usaha perluasan lapangan
pekerjaan yang dapat dilakukan untuk menyerap tenaga kerja dapat dilakukan
dengan dua cara :
1) Pengembangan industri yaitu jenis industri yang bersifat padat karya yang
dapat menyerap relatif banyak tenaga kerja dalam industri termasuk
industri rumah tangga.
2) Melalui berbagai proyek pekerjaan umum, misalnya pembuatan jembatan,
jalan raya atau bendungan.
2.1.2 Teori Inflasi
Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana terjadi kenaikan
harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Inflasi memiliki tingkat
yang berbeda dari satu periode ke periode lainnya dan berbeda pula dari satu
negara ke negara lainnya (Sadono Sukirno, 2001:15). Boediono (2008:155) juga
mendefinisikan inflasi merupakan kecendrungan dari harga-harga untuk naik
secara umum dan terus menerus, akan tetapi kenaikan harga dari satu atau dua
barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada sebagian besar dari harga-harga
barang lainnya.
4
Dilihat dari intensitasnya, Boediono (2005:162) menggolongkan inflasi yang
terjadi dalam suatu periode menjadi empat, yaitu :
1) Inflasi ringan, yaitu apabila tingkat inflasi atau kenaikan harga besarnya
kurang dari 10% per tahun.
2) Inflasi sedang, yaitu apabila tingkat inflasi atau kenaikan harga besarnya
antara 10% sampai 30% per tahun.
3) Inflasi berat, yaitu apabila tingkat inflasi atau kenaikan harga besarnya
antara 30% sampai 100% per tahun.
4) Hiper inflasi, yaitu apabila tingkat inflasi besarnya diatas 100% per tahun.
Muana Nanga (2005:238) mengemukakan bahwa terdapat beberapa teori
yang berkembang, yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab timbulnya
inflasi, diantaranya adalah :
1) Pandangan Kaum Klasik dan Monetaris
Kaum klasik menyebutkan bahwa penyebab utama timbulnya inflasi atau
kenaikan harga adalah karena kenaikan atau pertumbuhan jumlah uang
beredar yang nantinya akan berpengaruh terhadap perubahan tingkat
harga. Hal yang senada juga dikemukakan kaum monetaris yang
mengklaim inflasi itu merupakan fenomena moneter, sedikit berbeda
dimana mereka mengatakan, pertumbuhan jumlah uang beredar nantinya
juga akan berpengaruh terhadap output dan kesempatan kerja.
2) Pandangan Keynes
Di dalam model keynesian, jumlah uang beredar hanyalah salah satu
faktor dan bukan satu-satunya faktor penentu tingkat harga. Namun di
5
dalam jangka pendek, ada banyak faktor lain menurut keynesian yang
mempengaruhi tingkat harga, seperti pengeluaran konsumsi rumah tangga
(C), pengeluaran investasi (I), pengeluaran pemerintah (G) dan pajak (T).
3) Pandangan Aliran Ekspektasi Rasional dan Ekonomi Sisi Penawaran
Para teoritisi dari aliran ekspektsasi rasional (rational expectation atau
Ratex) percaya bahwa perubahan yang bersifat antisipatif di dalam jumlah
uang yang beredar (money supply) hanya akan membawa dampak pada
tingkat harga (P) dan tidak mempunyai pengaruh terhadap output (Y) dan
kesempatan kerja.
4) Pandangan Kaum Strukturalis
Kaum strukturalis mengindentifikasi beberapa kendala atau hambatan
yang menjadi penyebab kenaikan harga atau inflasi di negara-negara
sedang berkembang, yaitu : (1) kendala penawaran bahan pangan yang
bersifat inelastis, (2) kendala devisa yang timbul karena nilai penerimaan
devisa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan akan barang impor,
(3) kendala fiskal yang timbul karena tidak mencukupinya sumberdaya
keuangan dalam negeri.
Hasil penelitian yang dilakukan penelitian yang dilakukan Lutfi dan Hidayat
(2003) yang menganalisis prilaku inflasi menyimpulkan bahwa variabel jumlah
uang beredar berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap inflasi di
Indonesia. Wahjuanto (2010) juga menyimpulkan bahwa variabel jumlah uang
beredar dan suku bunga (SBI) berpengaruh signifikan terhadap laju inflasi di
Indonesia.
6
Samuelson dan Nordhaus (1997:324) menjelaskan, penyebab inflasi
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Inflasi tarikan permintaan (Demand-Pull Inflation) terjadi akibat
permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi
produktif perekonomian dan memicu perubahan pada tingkat harga.
Permintaan agregat biasanya dipicu oleh membanjirnya jumlah uang
beredar di pasar.
2) Inflasi dorongan-biaya (Cost-push inflation) terjadi akibat adanya
peningkatan biaya selama periode pengangguran tinggi dan penggunan
sumber daya yang kurang aktif. Hal ini, akan menyebabkan kelangkaan
produksi dan kelangkaan distribusi meskipun secara umum tidak ada
peningkatan permintaan secara signifikan.
Berdasarkan asalnya, inflasi di golongkan menjadi dua (Djinar Setiawina,
2004:152), yaitu :
1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation), timbul karena
terjadi defisit anggaran belanja yang dibiayai pemerintah dengan cara
mencetak uang baru, karena panen gagal, dan karena gagalnya pasar serta
akibat-akibat lainnya yang nantinya berakibat pada mahalnya harga bahan
makanan.
2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation), timbul karena
kenaikan harga-harga diluar negeri atau di negara-negara langganan
berdagang kita dan atau karena adanya kenaikan tarif import barang.
7
Nopirin (2000:32) efek dari adanya inflasi diantaranya, dapat
mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk
nasional. Berikut dijelaskan beberapa efek dari inflasi, yaitu:
1) Efek terhadap pendapatan (equity effect), bersifat tidak merata dimana
disatu sisi ada yang dirugikan tetapi disisi lainnya ada yang diuntungkan
dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap,
orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas dan
orang/pihak yang memberikan pinjaman uang dengan bunga lebih rendah
dari laju inflasi akan menderita kerugian karena adanya inflasi.
Sebaliknya, mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan
prosentase lebih besar dari laju inflasi atau mereka yang memiliki
kekayaan bukan dalam bentuk uang dimana nilainya akan naik dan
meningkat dengan prosentase lebih besar dari laju inflasi justru akan
mendapatkan keuntungan dari adanya inflasi
2) Efek terhadap efisiensi (efficiency effects), inflasi dapat pula mengubah
pola alokasi faktor-faktor produksi. Ini dapat terjadi karena adanya
kenaikan permintaan akan berbagai macam barang, yang kemudian
kenaikan permintaan tersebut mendorong terjadinya perubahan produksi
barang tertentu.
3) Efek terhadap output (output effects), dimana disini dipertanyakan apakah
inflasi akan menyebabkan kenaikan atau penurunan output. Inflasi
memang mungkin dapat menyebabkan terjadi kenaikan produksi dengan
alasan, dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang
8
mendahului kenaikan upah sehingga pengusaha diuntungkan dengan
keadaan ini. Keuntungan pengusaha akan meningkat, dengan keuntungan
ini juga akan mendorong kenaikan produksi dan kenaikan produksi juga
mampu mendorong kenaikan permintaan akan tenaga kerja. Namun
sebaliknya, apabila laju inflasi cukup tinggi (hyper inflation) justru akan
menyebabkan penurunan ouput.
Masing-masing Negara memiliki cara tersendiri untuk mengatasi masalah
inflasi yang terjadi dinegaranya. Pada umumnya masalah inflasi dapat diatasi
dengan dua cara, yaitu :
1) Kebijakan Moneter
Ketut Nehen (2012:333) menjelaskan, kebijakan moneter adalah setiap
kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau oleh Bank Indonesia ataupun secara
bersama-sama di dalam bidang keuangan atau bidang moneter. Kebijakan moneter
dapat dilakukan melalui instrument-instrumen berikut, yaitu :
a) Politik diskonto (Politik uang ketat): Bank Indonesia menerapkan
kebijakan melalui pengendalian suku bunga. Suku bunga yang dikenal
dengan istilah BI Rate pada umumnya akan dinaikkan oleh Bank
Indonesia dengan maksud mengurangi jumlah uang yang beredar.
b) Operasi Pasar Terbuka (OPT): Bank Indonesia bertindak sebagai
pembeli dan penjual di pasar surat berharga atau di pasar devisa.
Apabila inflasi yang terjadi telah melampaui sasaran yang telah
ditetapkan maka Bank Indonesia akan menjual obligasi atau surat
9
berharga ke pasar modal untuk menyerap dan menekan
perkembangan uang yang beredar di masyarakat.
c) Penetapan cadangan wajib minimum: laju inflasi yang terjadi dapat
dikurangi melalui penetapan cadangan wajib minimum dalam bentuk
giro yang tidak lain adalah simpanan minimum yang harus dipelihara
oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia.