BAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA A. Sejarah Perbuatan Melawan Hukum Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses generalisasi, yakni dengan berkembangnya suatu prinsip perbuatan melawan hukum yang sederhana, tetapi dapat menjaring semua (catch all), berupa perbuatan melawan hukum yang dirumuskan sebagai perbuatan yang merugikan orang lain, yang menyebabkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian tersebut harus mengganti kerugian. Rumusan tersebut kemudian diambil dan diterapkan di negeri Belanda yang kemudian oleh Belanda dibawa ke Indonesia, yang rumusan seperti itu sekarang kita temukan dalam Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia. Rumusan perbuatan melawan hukum yang berasal dari KUH Perdata Prancis tersebut pada paruh kedua abad ke-19 banyak mempengaruhi perkembangan teori perbuatan melawan hukum (tort) versi hukum Anglo Saxon 40 1. Sistem Civil Law Perkembangan sejarah tentang perbuatan melawan hukum (PMH) di negeri Belanda dapat dibagi dalam tiga periode: 41 40 Munir Fuady, Perbandingan Hukum Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 80. 41 Ibid., hal. 84-85 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
14
Embed
BAB II KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
KAJIAN HUKUM PERBUATAN MELAWAN HUKUM MATERIL DALAM HUKUM PIDANA
A. Sejarah Perbuatan Melawan Hukum
Hukum di Prancis yang semula juga mengambil dasar-dasar dari hukum
Romawi, yaitu teori tentang culpa dari Lex Aquilla, kemudian terjadi proses
generalisasi, yakni dengan berkembangnya suatu prinsip perbuatan melawan
hukum yang sederhana, tetapi dapat menjaring semua (catch all), berupa
perbuatan melawan hukum yang dirumuskan sebagai perbuatan yang merugikan
orang lain, yang menyebabkan orang yang karena salahnya menimbulkan
kerugian tersebut harus mengganti kerugian. Rumusan tersebut kemudian diambil
dan diterapkan di negeri Belanda yang kemudian oleh Belanda dibawa ke
Indonesia, yang rumusan seperti itu sekarang kita temukan dalam Pasal 1365
KUH Perdata Indonesia. Rumusan perbuatan melawan hukum yang berasal dari
KUH Perdata Prancis tersebut pada paruh kedua abad ke-19 banyak
mempengaruhi perkembangan teori perbuatan melawan hukum (tort) versi hukum
Anglo Saxon40
1. Sistem Civil Law
Perkembangan sejarah tentang perbuatan melawan hukum (PMH) di negeri
Belanda dapat dibagi dalam tiga periode:41
40 Munir Fuady, Perbandingan Hukum Perdata, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hal. 80.
41 Ibid., hal. 84-85
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Periode sebelum tahun 1838
Burgerlijk Wetboek (BW) di negeri Belanda baru dikodifikasikan pada
tahun 1838, secara otomatis ketentuan seperti Pasal 1365 KUH Perdata di
Indonesia bahkan belum ada di Belanda.
b. Periode antara tahun 1838-1919
Setelah BW Belanda dikodifikasi, mulailah berlaku ketentuan dalam Pasal
1401 (yang sama dengan Pasal 1365 KUH Perdata Indonesia) tentang perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad). Meskipun kala itu sudah ditafsirkan
bahwa yang merupakan perbuatan melawan hukum, baik berbuat sesuatu (aktif
berbuat) maupun tidak berbuat sesuatu (pasif) yang merugikan orang lain baik
yang disengaja maupun yang merupakan kelalaian sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 1366 KUH Perdata Indonesia, tetapi sebelum tahun 1919, dianggap
tidak termasuk ke dalam perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut hanya
merupakan tindakan yang bertentangan dengan kesusilaan atau bertentangan
dengan putusan masyarakat perihal memperhatikan kepentingan orang lain.
c. Periode setelah tahun 1919
Terjadi penafsiran luas melalui putusan Hoge Raad terhadap perbuatan
melawan hukum dalam Pasal 1401 BW Belanda atau 1365 KUH Perdata
Indonesia kasus Lindenbaum versus Cohen. Perkembangan tersebut adalah
dengan bergesernya makna perbuatan melawan hukum, dari semula yang cukup
kaku kepada perkembangannya yang luas dan luwes.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Munir Fuady menyebut rumusan dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai
“rumusan ajaib” yang diharapkan dapat mencakupi setiap macam perbuatan
melawan hukum, seperti satu jenis obat yang dapat mengobati segala macam
penyakit.
Di Belanda sendiri, saat ini terdapat perumusan yang memiliki inti yang
sama, namun dengan susunan kata yang berbeda yaitu dalam Nieuw Nederlands
Burgerlijk Wetboek, konsep onrechtmatigedaad terdapat dalam buku 6 titel 3
artikel 162. Perbuatan Melawan Hukum dirumuskan sebagai42
Adalah hal yang sangat masuk akal bahwa perumusan baru ini lebih jelas,
oleh karena mengenai unsur perbuatan melawan hukum, tidak hanya mencakup
:
“Als onrechtmatige daad worden aangemerkt een inbreuk op een recht en een
doen of nalaten in strijd met een wettelijke plicht of met hetgeen volgens
ongeschreven recht in het maatschappelijk verkeer betaamt, een ander behoudens
de aanwezigheid van een rechtvaardigingsgrond”.
(Terjemahannya bebasnya yaitu : Perbuatan melawan hukum adalah perbuatan
yang melanggar hak (subyektif) orang lain atau perbuatan (atau tidak berbuat)
bertentangan dengan kewajiban menurut undang-undang atau bertentangan
dengan apa yang menurut hukum tidak tertulis yang seharusnya dijalankan oleh
seorang dalam pergaulannya dengan sesama warga masyarakat dengan mengingat
adanya alasan pembenar menurut hukum.)
42 M. Erza Pahlevi, Perbedaan Perbuatan Melawan Hukum dan Perbuatan Menurut Hukum, http://semuatentanghukum.blogspot.com/2009/12/perbedaan-perbuatan-melawan-hukum-dan.html, diakses 4 maret 2013, pukul 16.12.
Menurut bahasa Belanda, melawan hukum adalah wederrechtelijk (weder:
bertentangan dengan, melawan; recht: hukum). Menurut Pendapat para ahli di
dalam buku Teguh Prasetyo mengenai pengertian melawan hukum antara lain
adalah dari:
a. Simon: Melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum pada umumnya.
b. Noyon: Melawan hukum berarti bertentangan dengan hak subjektif orang lain.
c. Pompe: Melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum dengan pengertian
yang lebih luas, bukan hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga
dengan hukum yang tidak tertulis.
d. Van hamel: Melawan hukum adalah onrechmatig atau tanpa hak/ wewenang.
e. Hoge raad: Dari arrest-arrest-nya dapat disimpulkan, menurut HR melawan
hukum adalah tanpa hak atau tanpa kewenangan. (arrest 18-12-1911 W 9263).
f. Lamintang: Berpendapat, perbedaan diantara pakar tersebut antara lain
disebabkan karena dalam bahasa Belanda recht dapat berarti ”hukum” dan
dapat berarti “hak.” Ia mengatakan, dalam bahasa Indonesia kata
wederrechtelijk itu berarti “secara tidak sah” yang dapat meliputi pengertian
“bertentangan dengan hukum objektif” dan “bertentangan dengan hak orang
lain atau hukum subjektif”.45
“onrechmatig tidak lagi hanya berarti apa yang bertentangan dengan hak orang
lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, melainkan juga apa
Hoge Raad pada tanggal 31 Januari 1919, N. J. 1919, W. 10365 berpendapat,
antara lain sebagai berikut:
45Teguh Prasetyo dan Abdul Hakim Barkatullah, Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasai dan Deskriminalisasi. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, hal. 31-32
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
yang bertentangan baik dengan tata susila maupun kepatutan dalam pergaulan
masyarakat.”46
3) Harus ada kerugian.
Melawan hukum artinya meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan (melawan hukum formil) namun apabila perbuatan
tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-
norma kehidupan sosial dalam masyarakat (melawan hukum materil) maka
perbuatan tersebut dapat dipidana. Menentukan perbuatan itu dapat dipidana,
pembentuk undang-undang menjadikan sifat melawan hukum sebagai unsur yang
tertulis. Tanpa unsur ini, rumusan undang-undang akan menjadi terlampau luas.
Sifat ini juga dapat dicela kadang-kadang dimasukkan dalam rumusan delik culpa.
Jika unsur melawan hukum itu dengan tegas terdapat di dalam rumusan delik,
maka unsur juga harus dibuktikan, sedangkan jika dengan tegas dicantumkan
maka tidak perlu dibuktikan. Untuk menentukan apakah suatu perbuatan
dikatakan perbuatan melawan hukum diperlukan unsur-unsur:
1) Perbuatan tersebut melawan hukum;
2) Harus ada kesalahan pada pelaku;
47
Suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum
bukan hanya berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam perundang-undangan
melainkan juga berdasarkan asas-asas keadilan atau asas-asas hukum yang tidak
tertulis dan bersifat umum dalam suatu perkara, misalnya faktor negara tidak
46Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal 44
47Theodorus M. Tuanakotta, Menghitung Kerugian Keuangan Negara Dalam Tindak Pidana Korupsi, Salemba Empat, 2009, hal. 73
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dirugikan, kepentingan umum dilayani dan terdakwa sendiri tidak mendapat
untung.
B. Jenis – Jenis Sifat atau Perbuatan Melawan Hukum
Ajaran sifat melawan hukum memiliki kedudukan yang penting dalam hukum
pidana di samping asas Legalitas. Ajaran ini terdiri dari ajaran sifat melawan
hukum yang formal dan materil.
a. Ajaran Sifat Melawan Hukum Formal
Sifat melawan hukum formal terjadi karena memenuhi rumusan delik
undang undang. Sifat melawan hukum formal merupakan syarat untuk dapat
dipidananya perbuatan. Ajaran sifat melawan hukum formal adalah apabila suatu
perbuatan telah memenuhi semua unsur yang termuat dalam rumusan tindak
pidana, perbuatan tersebut adalah tindak pidana. Jika ada alasan-alasan pembenar
maka alasan-alasan tersebut harus juga disebutkan secara tegas dalam undang-
undang.
b. Ajaran Sifat Melawan Hukum Materil
Sifat melawan hukum materil merupakan suatu perbuatan melawan hukum
yang tidak hanya terdapat di dalam undang-undang (yang tertulis), tetapi harus
dilihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis juga. Sifat melawan hukum
itu dapat dihapuskan berdasar ketentuan undang-undang maupun aturan-aturan
yang tidak tertulis.48
Ajaran sifat melawan hukum materil adalah memenuhi semua unsur
rumusan delik, perbuatan itu juga harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat
48Teguh Prasetyo,Op.cit., hal. 34-35
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela. karena itu ajaran ini mengakui
alasan-alasan pembenar di luar undang-undang, dengan kata lain, alasan pembenar
dapat berada pada hukum yang tidak tertulis. Menurut D. Schaffmeister,
pengertian melawan hukum itu ada 4 kelompok yaitu:
1) Sifat melawan hukum secara umum
2) Sifat melawan hukum secara khusus
3) Sifat melawan hukum secara materil
4) Sifat melawan hukum secara formil49
49D. Schaffmeister, Hukum Pidana, diterjemahkan oleh J. E. Sahetapy. Liberty, Yogyakarta, 2003, Cet. Kedua, hal. 39
Ad. 1. Sifat melawan hukum secara umum semua delik tertulis atau tidak tertulis
sebagai bagian inti delik dalam rumusan delik, harus melawan hukum baru dapat
dipidana, jadi tidak perlu dicantumkan di dalam surat dakwaan adanya melawan
hukum dan juga tidak perlu dibuktikan. Contoh: pembunuhan.
Ad. 2. Sifat melawan hukum secara khusus Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun
1999 yang secara tegas mencantumkan “melawan hukum” dengan sendirinya
“melawan hukum” harus dicantumkan di dalam surat dakwaan sehingga harus
dibuktikan adanya “melawan hukum”. Jika tidak dapat dibuktikan putusan bebas.
Ad. 3. Sifat melawan hukum secara materil bukan perbuatan yang bertentangan
dengan undang-undang saja, tetapi juga perbuatan yang bertentangan dengan
kepatutan, kelaziman di dalam pergaulan masyarakat dipandang sebagai perbuatan
melawan hukum.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ad. 4. Sifat melawan hukum secara formil seluruh bagian inti delik apabila sudah
dipenuhi atau dapat dibuktikan, dengan sendirinya dianggap perbuatan itu telah
melawan hukum. Menurut Moeljatno ada perbedaan antara pandangan yang
formal dengan pandangan yang materil, maka perbedannya yaitu :
1. Mengakui adanya pengecualiaan/penghapusan dari sifat melawan
hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis,
sedangkan pandangan yang formal hanya mengakui pengecualian yang tersebut
dalam undang-undang saja, misalnya Pasal 44 KUHP, mengenai kurang
sempurnanya akal seseorang atau karena sakit berubah akal, Pasal 48 KUHP,
mengenai over macht, 49 KUHP, mengenai pembelaan terpaksa (noodweer); dan
2. Sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap perbuatan pidana,
juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-unsur tersebut, sedang
bagi pandangan yang formal, sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur daripada
perbuatan pidana. Hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata-
nyata, barulah menjadi unsur delik.50
Menurut Bambang Poernomo, sifat melawan hukumnya suatu perbuatan
terdapat dua ukuran, yaitu sifat melawan hukum yang formal atau formele
wederrechttelijkheidsbegrip dan sifat melawan hukum yang materil atau
materieele wederrechttelijkheidsbegrip. Melawan hukum formil apabila
perbuatannya dilihat semata-mata sebagai perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang, sesuai dengan rumus delik dan pengecualiaannya, seperti daya
paksa, pembelaan terpaksa, itu pun karena ditentukan secara tertulis dalam
50Moeljatno , Op.Cit., hal. 134
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
undang-undang. Sebaliknya, melawan hukum materil, melihat perbuatan melawan
hukum itu tidak selalu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dan
suatu perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang dapat dikecualikan
sebagai perbuatan yang tidak melawan hukum. Dengan demikian, dalam
pandangan sifat melawan hukum materil, melawan hukum dapat diartikan baik
melawan peraturan perundang-undangan, maupun hukum di luar peraturan
perundang-undangan.51
C. Perbuatan Melawan Hukum Materil Dalam Hukum Pidana
Dalam hukum pidana, sifat melawan hukum memiliki empat makna yakni:
Pertama, perbuatan melawan hukum diartikan syarat umum dapat dipidananya
suatu perbuatan sebagaimana definisi perbuatan pidana yakni kelakuan manusia
termasuk dalam rumusan delik, bersifat melawan hukum dan dapat dicela. Kedua,
kata melawan hukum dicantumkan dalam rumusan delik. Dengan demikian, sifat
melawan hukum merupakan syarat tertulis untuk dapat dipidananya suatu
perbuatan. Ketiga, sifat melawan hukum formal mengandung arti semua unsur
dari rumusan delik telah dipenuhi. Keempat, sifat melawan hukum materil
mengandung dua pandangan sebagai berikut:52
1. Dari sudut perbuatannya mengandung arti melanggar atau membahayakan
kepentingan hukum yang hendak dilindungi oleh pembuat undang-undang
rumusan delik.
51Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hal. 115
52http://gagasanhukum.wordpress.com/2010/03/25/perbuatan-melawan-hukum-materil-(Bagian III) diakses tanggal 4 maret 2013, pukul 17. 30 WIB
2. Perbuatan melawan hukum berarti bahwa perbuatan seseorang melanggar
atau bertentangan dengan kaidah materil yang berlaku baginya, oleh karena itu
dengan sendirinya berarti bahwa memidana orang yang tidak melakukan
Pada umumnya para
sarjana hukum menyatakan bahwa melawan hukum merupakan unsur-unsur dari
tiap-tiap delik baik dinyatakan secara eksplisit atau tidak, tetapi tidak semua Pasal
dalam KUHP mencantumkan unsur melawan ini secara tertulis, hal ini disebabkan
oleh beberapa hal, antara lain:
1. Bilamana dari rumusan undang-undang, perbuatan yang tercantum sudah
sedemikian wajar sifat melawan hukumnya sehingga tidak perlu dinyatakan secara
eksplisit;
54Lamitang, Op.Cit., hal. 332
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perbuatan pidana adalah onzining, tidak masuk akal, sifat melawan hukumnya
perbuatan merupakan salah satu syarat pemidanaan.55
Keberadaan formale wederrechtelijkheid tidak menjadi persoalan karena
secara eksplisit menjadi unsur dari suatu pasal, sehingga untuk menentukan
apakah seseorang itu wederrechtelijk atau tidak cukup apabila orang itu melihat
apakah perbuatan itu telah memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan
delik atau tidak. Hal ini tentunya berbeda dengan materiele wederrechtlikheid.
Terhadap hal ini memang menjadi persoalan karena di negeri Belanda sendiri
ajaran materiele wederrechtlikheid kurang berkembang, sedangkan persoalannya
menjadi lain karena di Indonesia berkembang pula hukum tidak tertulis yaitu
hukum adat yang memungkinkan sifat melawan hukum tidak berdasarkan hukum
tertulis dan terdapat dalam KUHP tetapi unsur melawan hukum itu ada dalam
kehidupan masyarakat yang tidak tertulis. Perkembangan ajaran sifat melawan
hukum yang materil di Indonesia ternyata tidak seperti yang terjadi di Belanda.
Meskipun sebelumnya Mahkamah Agung dalam kasasinya tanggal 17 Januari
Pembicaraan mengenai dasar atau alasan penghapus pidana yang meliputi
alasan pembenar dan alasan pemaaf maka sifat melawan merupakan alasan
pembenar, artinya jika alasan sifat melawan hukum dari suatu perbuatan hapus
atau tidak terbukti maka terdakwa harus dibebaskan. Unsur sifat melawan hukum
ini tidak hanya sifat melawan hukum yang bersifat formil (formele
wederrechtelijkheid) maupun sifat melawan hukum yang materil (materiele
wederretelijkheid).
55Andi Zainal Abidin, Asas-Asas Hukum Pidana (Bagian Pertama), Alumni, Bandung, 1987, hal. 269-270
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1962 No. 152 K/Kr/1961 menganut paham formale wederrechtelijkheid, tetapi
perkembangan selanjutnya menunjukan hal yang sebaliknya. Sejak Mahkamah
Agung mengeluarkan Keputusan No. 42 K/Kr/1965 tanggal 8 Januari 1966, badan
peradilan tertinggi ini secara terang-terangan menganut ajaran sifat melawan
hukum yang materil (materiele wederrechtlikheid) sebagai alasan pembenar.56
Kaidah hukum yang ditarik dari putusan tersebut adalah sebagai berikut:57
Keputusan ini dianggap sebagai yang pertama tentang pengakuan penggunaan
ajaran materiele wederrechtlikheid yang selanjutnya digunakan pula dalam
beberapa putusan Mahkamah Agung yang lain.
”Suatu tindakan dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya
berdasarkan suatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga
berdasarkan asas-asas keadilan atau asas-asas hukum yang tidak tertulis dan
bersifat umum, sebagai misalnya 3 faktor :
a. negara tidak dirugikan;
b. kepentingan umum dilayani;dan
c. terdakwa tidak mendapat untung.
58
56Verdianto I. Bitticaca, Op,Cit., hal. 52 57http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5329/6/Chapter%20II.pdf, diakses
tanggal 4 Maret 2013, pukul 17.45 WIB 58Lihat juga putusan MARI No. 30 /K/Kr/1969 dalam kasus jual beli vespa bekas, MARI
NO. 72 K/Kr/1970 dalam kasus penarikan cek kosong Caltex, MARI No. 43 K/Kr/1973, dalam kasus Komisi Dokter Hewan, MARI No. 97 K/Kr/1973 dalam kasus Deposito Telkom, MARI No. 81 K/Kr /1973 dalam kasus Reboisasi Hutan.