9 BAB II KAJIAN TEORI 2. 1 Pelatihan 2.1.1 Pengertian Pelatihan Pelatihan (training) merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja tenaga kerja (Simamora, 2006). Menurut Undang-undang No 13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 9 memberikan pengertian tentang pelatihan kerja sebagai berikut: “Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktifitas, disipiln, sikap dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan.” Menurut Soebagio (2002: 35) pelatihan adalah “pembelajaran yang dipersiapkan agar pelaksanaan pekerjaan yang sekarang meningkat kinerjanya”. Sedang Oemar Hamalik (2007) mengemukakan bahwa pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangakaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja
36
Embed
BAB II KAJIAN TEORIrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15560/2/T2... · 2018-07-24 · BAB II KAJIAN TEORI 2. 1 Pelatihan 2. 1 ... “pembelajaran yang dipersiapkan agar pelaksanaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
KAJIAN TEORI
2. 1 Pelatihan
2.1.1 Pengertian Pelatihan
Pelatihan (training) merupakan proses
pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian,
konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan
kinerja tenaga kerja (Simamora, 2006). Menurut
Undang-undang No 13 Tahun 2003 pasal 1 ayat 9
memberikan pengertian tentang pelatihan kerja sebagai
berikut:
“Pelatihan kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta
mengembangkan kompetensi kerja, produktifitas, disipiln,
sikap dan etos kerja pada tingkat ketrampilan dan keahlian
tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan
pekerjaan.”
Menurut Soebagio (2002: 35) pelatihan adalah
“pembelajaran yang dipersiapkan agar pelaksanaan
pekerjaan yang sekarang meningkat kinerjanya”.
Sedang Oemar Hamalik (2007) mengemukakan bahwa
pelatihan adalah suatu proses yang meliputi
serangakaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan
dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan
kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga
profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja
10
peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna
meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam
suatu organisasi.
Sedangkan Rivai (2004) menegaskan bahwa
pelatihan adalah proses sistematis mengubah tingkah
laku pegawai untuk mencapai tujuan organisasi.
Pelatihan berkaitan dengan keahlian dan kemampuan
pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya saat ini.
Pelatihan memiliki orientasi saat ini dan membantu
pegawai untuk mencapai keahlian dan kemampuan
tertentu agar berhasil melaksanakan pekerjaan.
Sikula dalam Sumantri (2000: 2) mengartikan
pelatihan sebagai proses pendidikan jangka pendek
yang menggunakan cara dan prosedur yang sistematis
dan terorganisir. Dalam hal ini para peserta pelatihan
akan mempelajari pengetahuan dan ketrampilan yang
sifatnya praktis untuk tujuan tertentu. Sedangkan
menurut Center for Development Management and
Productivity, pelatihan adalah belajar untuk mengubah
tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan
mereka. Pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses
memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja
untuk menguasai ketrampilan khusus atau membantu
untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan
pekerjaan mereka.
Dari beberapa pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa pelatihan merupakan usaha sadar
dan terencana untuk meningkatkan pengetahuan,
11
ketrampilan dan sikap seseorang sehingga mampu
melaksanakan tugas dengan lebih baik dalam rangka
meningkatkan kinerjanya.
2.1. 2 Tujuan Pelatihan bagi Guru
Diadakannya pelatihan tentunya mempunyai
tujuan-tujuan tertentu, baik bagi peserta itu sendiri
maupun bagi kepentingan organisasi, hal ini perlu
diperhatikan karena tujuan-tujuan tersebut
sesungguhnya merupakan landasan penetapan metode
pelatihan mana yang akan dipakai, materi yang akan
dibahas, pesertanya dan siapa saja tenaga pengajarnya
untuk dapat memberi subjek yang bersangkutan.
Tujuan pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap saja, akan tetapi
juga untuk mengembangkan bakat seseorang, sehingga
dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
Menurut Simamora (2006: 276) pelatihan
diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan
mengembangkan kompetensi kerja guna meningkatkan
kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan. Adapun
tujuan dari pelatihan yaitu memperbaiki kinerja guru,
memutakhirkan keahlian guru, mengurangi waktu
pembelajaran guru agar kompeten dalam pekerjaan,
membantu memecahkan masalah operasional,
mempersiapkan guru untuk promosi, memotivasi guru
dan mengorientasikan guru terhadap
organisasi/sekolah.
12
Sedangkan menurut Moekijat (2003) tujuan
pelatihan adalah: 1) untuk mengembangkan
ketrampilan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan
dengan lebih cepat dan lebih efektif; 2) untuk
mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan
dapat diselesaikan secara rasional; 3) untuk
mengembangkan sikap sehingga menimbulkan
kemauan kerja sama dengan teman-teman pegawai dan
pimpinan.
Hal senada juga dikemukakan oleh Mathis dan
Jackson (2002) bahwa tujuan pelatihan dapat dibuat
untuk wilayah apapun dengan menggunakan salah
satu dimensi berikut: 1) kuantitas pekerjaan yang
dihasilkan dari pelatihan; 2) kuantitas pekerjaan
setelah pelatihan; 3) batasan waktu dari pekerjaan
setelah pelatihan dan; 4) penghematan biaya sebagai
hasil dari pelatihan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa tujuan pelatihan adalah untuk peningkatan
pengetahuan, ketrampilan dan sikap sehingga dapat
meningkatkan kinerja seseorang dan kemampuan
untuk bekerjasama.
2.1.3 Model-model Pelatihan
Pelatihan sebagai sebuah konsep program yang
bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
seseorang (sasaran didik), berkembang sangat pesat
dan modern. Perkembangan model pelatihan saat ini
13
tidak hanya terjadi pada dunia usaha, akan tetapi pada
lembaga-lembaga profesional tertentu termasuk
lembaga pendidikan.
Model-model pelatihan yang dapat diberikan
kepada seorang guru tergantung dari ketrampilan yang
dibutuhkan dalam pekerjaan, kualifikasi dari para guru
dan permasalahan nyata yang sedang dan akan
dihadapi oleh sekolah tersebut. Menurut Iswari (2009)
model pelatihan ada empat macam yaitu pelatihan
peningkatan, pelatihan penyegaran, pelatihan dalam
pekerjaan (On the Job Training) dan pelatihan di luar
pekerjaan (Off the Job Training).
Pelatihan penyegaran dan peningkatan
dimaksudkan supaya seorang guru selalu dapat
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan maupun
teknologi yang baru sehingga seorang guru selalu up to
date pengetahuan atau ketrampilannya. Pelatihan di
luar pekerjaan (Off the Job Training) adalah pelatihan
yang lebih banyak menekankan dalam mengajarkan
teknik-teknik yang paling baik, sehingga menjadi
terbiasa dalam pekerjaan yang rutin. Sedangkan
latihan dalam pekerjaan (On the Job Training) adalah
pelatihan yang ditujukan dalam hal penguasaan suatu
pekerjaan yang spesifik dalam lingkup kerjanya.
Menurut Allison dan Joseph dalam Mustofa
(2003), pelatihan dalam dunia pendidikan luar sekolah
ada tiga yaitu:
14
1. Training Needs Assessmnet (TNA) artinya adalah
kebutuhan pelatihan sangat berkaitan erat
dengan kebutuhan belajar. Kebutuhan belajar
diartikan dengan kesenjangan di antara
kemampuan yang telah dimiliki dengan
kemampuan yang dituntut, atau dipersyaratkan
dalam kehidupan sasaran didik (peserta
pelatihan). Kemampuan tersebut menyangkut
kemampuan pengetahuan, sikap, nilai dan
tingkah laku sesuai dengan aspek yang menjadi
kebutuhan dalam dunia kerjanya. Ada tiga model
pelatihan TNA yaitu model induktif, deduktif dan
klasik. Pendekatan yang digunakan dalam model
induktif menekankan pada usaha yang dilakukan
dari pihak yang terdekat, langsung dan dari
bagian-bagian ke arah pihak yang luas dan
menyeluruh. Sedangkan pendekatan model
deduktif dilakukan secara umum, dengan
sasaran yang luas. Untuk model klasik
disesuaikan dengan bahan belajar yang telah
ditetapkan dengan kurikulum atau program
belajar dengan kebutuhan belajar yang dirasakan
peserta pelatihan.
2. Subject Matter Analysis (SMA) artinya adalah
pelatihan disesuaikan dengan pendekatan,
strategi dan materi latihan. Model pelatihan ini
proses dan langkah-langkahnya disesuaikan
dengan perkembangan kemampuan peserta
pelatihan, masalah-masalah yang perlu
15
dipecahkan, kebutuhan kurikulum dan
metodologi pelatihannya.
3. Approaches to Training and Development (ATD)
artinya adalah pendekatan untuk pelatihan dan
pengembangan ini menyediakan pengenalan yang
komprehensif dan praktis untuk bidang pelatihan
dan pengembangan organisasi sumber daya
manusia. Dalam hal ini adanya survei tentang
metode, fungsi dan tujuan dari pelatihan; dari
penilaian kebutuhan pelaksanaan serta
menggambarkan setiap langkah dari program
pelatihan yang efektif.
Beberapa model pelatihan yang dilakukan
lembaga pemerintah departemen dan non-departemen
di antaranya adalah pre-service training (pra jabatan),
in-service training (latihan dalam jabatan) dan social
service training (latihan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat). Pelatihan-pelatihan tersebut di
antaranya berdasar pada konsep kebutuhan jabatan
(Mustofa, 2003).
Salah satu pelatihan yang menggunakan model
in-service training adalah pelaksanaan pemberdayaan
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
adalah salah satu wadah atau forum pembinaan
profesional guru mata pelajaran yang berada pada
suatu wilayah kabupaten/kota/kecamatan/sekolah
untuk meningkatkan pengetahuan, penguasaan
16
materi, teknik mengajar, metode mengajar, mengelola
kelas dan proses interaksi antara guru dan murid
dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM).
Adapun tujuan dari terbentuknya MGMP adalah:
(1) untuk memotivasi guru dalam rangka meningkatkan
keyakinan diri sebagai guru profesional, (2) untuk
menyatakan kemampuan dan kemahiran guru dalam
melaksanakan pembelajaran, (3) untuk mendiskusikan
permasalahan yang dihadapi dan dialami oleh guru
dalam melaksanakan tugas sehari-hari dan mencari
solusi alternatif pemecahannya, (4) untuk membantu
guru memperoleh informasi teknis edukatif, (5) saling
berbagi informasi dan pengalaman, (6) mampu
menjabarkan dan merumuskan agenda reformasi
sekolah (school reform).
MGMP juga mempunyai tujuan untuk mengubah
budaya kerja anggota musyawarah kerja
(meningkatkan pengetahuan, kompetensi dan kinerja)
dan mengembangkan profesionalisme guru melalui
kegiatan-kegiatan pengembangan profesionalisme di
tingkat MGMP, meningkatkan mutu proses pendidikan
dan pembelajaran yang tercermin dari peningkatan
hasil belajar peserta didik dan meningkatkan
kompetensi guru melalui kegiatan-kegiatan di MGMP.
Selain itu MGMP mempunyai peran sebagai: 1)
reformator, dalam classroom reform, terutama dalam
reorientasi pembelajaran efektif, 2) mediator, dalam
pengembangan dan penigkatan kompetensi guru,
17
terutama dalam pengembangan kurikulum dan sistem
pengujian, 3) supporting agency, dalam inovasi
manajemen kelas dan manajemen sekolah, 4)
collaborator, terhadap unit terkait dan organisasi
profesi yang relevan, 5) evaluator dan developer school
reform dalam konteks MPMBS, dan 6) clinical dan
academic supervisor, dengan pendekatan penilaian
appraisal.
2.1.4 Tahap-tahap Pelatihan
Pelatihan dirasa penting manfaatnya karena
tuntutan pekerjaan dan jabatan sebagai akibat dari
perubahan situasi dan kondisi kerja, kemajuan
teknologi dan semakin ketatnya persaingan dalam
organisasi. Menurut Hasibuan (2003) bahwa proses
atau langkah-langkah pelatihan hendaknya dilakukan
dengan memperhatikan sasaran, kurikulum, sarana,
peserta, pelatihan dan pelaksanaan.
Setiap pelatihan harus terlebih dahulu
ditetapkan secara jelas sasaran yang ingin dicapai agar
pelaksanaan program pelatihan dapat diarahkan ke
pencapaian tujuan organisasi. Sedangkan Siagian
(2003) menyatakan berbagai langkah yang perlu
ditempuh dalam pelatihan yaitu penentuan kebutuhan,