Top Banner
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Review Hasil Penelitian Terdahulu Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mereview hasil penelitian yang telah diteliti oleh peneliti sebelumnya melalui beberapa jurnal nasional maupun jurnal internasional. Review hasil penelitian terdahulu sangat berguna untuk dijadikan sebagai bahan dasar penelitian dan menambah pengetahuan dan wawasan dalam memperoleh data informasi penelitian. Judul yang akan dibahas tentang “Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial Distress Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol”, penulis akan memaparkan penjelasan teori tersebut dan beberapa hasil penelitian terdahulu. Beberapa review hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut: Penelitian pertama yang telah diteliti oleh Ramly, dkk (2019). Di dalam penelitian ini bertujuan untuk memprediksi financial distress dengan menggunakan informasi fundamental seperti menguji hubungan antara current ratio, debt to equity ratio, return on asset, dan inventory turnover terhadap financial distress. Dalam penelitian ini menggunakan data yang berupa laporan keuangan pada perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis data yang digunakan adalah Teknik analisis regresi linear. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa variabel current ratio dan return on asset memberikan pengaruh positif terhadap financial distress. Sedangkan variabel debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap financial distress dan variabel inventory turnover tidak berpengaruh terhadap financial distress. Penelitian kedua yang dilakukan oleh Lubis dan Patrisia (2019). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel independent yaitu activity ratio (ITO, RTO, LTDER), leverage (DR), dan firm growth (SG) terhadap variabel dependen adalah financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
23

BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

Nov 14, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Review Hasil Penelitian Terdahulu

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mereview hasil

penelitian yang telah diteliti oleh peneliti sebelumnya melalui beberapa jurnal

nasional maupun jurnal internasional. Review hasil penelitian terdahulu sangat

berguna untuk dijadikan sebagai bahan dasar penelitian dan menambah

pengetahuan dan wawasan dalam memperoleh data informasi penelitian. Judul

yang akan dibahas tentang “Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Financial

Distress Dengan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Kontrol”, penulis akan

memaparkan penjelasan teori tersebut dan beberapa hasil penelitian terdahulu.

Beberapa review hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut:

Penelitian pertama yang telah diteliti oleh Ramly, dkk (2019). Di dalam

penelitian ini bertujuan untuk memprediksi financial distress dengan menggunakan

informasi fundamental seperti menguji hubungan antara current ratio, debt to

equity ratio, return on asset, dan inventory turnover terhadap financial distress.

Dalam penelitian ini menggunakan data yang berupa laporan keuangan pada

perusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari

tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis data yang digunakan adalah Teknik

analisis regresi linear. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa variabel current

ratio dan return on asset memberikan pengaruh positif terhadap financial distress.

Sedangkan variabel debt to equity ratio berpengaruh negatif terhadap financial

distress dan variabel inventory turnover tidak berpengaruh terhadap financial

distress.

Penelitian kedua yang dilakukan oleh Lubis dan Patrisia (2019). Penelitian

ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel independent yaitu activity ratio

(ITO, RTO, LTDER), leverage (DR), dan firm growth (SG) terhadap variabel

dependen adalah financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di

Page 2: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

Bursa Efek Indonesia periode 2013 hingga 2017. Penelitian ini dalam pengambilan

sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan populasi yang diambil

sebanyak 152 perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan memperoleh

sampel penelitian sebanyak 119 sampel. Teknik analisis data yang digunakan dalam

penelitian adalah teknik analisis regresi logistik. Hasil penelitian ini menyatakan

bahwa activity ratio, leverage, dan firm growth memiliki pengaruh signifikan

terhadap financial distress dan selain itu juga inventory turnover, receivable

turnover dan long term debt to equity ratio berpengaruh terhadap financial distress

Penelitian ketiga yang dilakukan oleh Nugraha dan Fajar (2018). Tujuan di

dalam penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh current ratio, debt to asset

ratio, working capital turnover dan net profit margin perusahaan terhadap financial

distress pada PT Panasia Indo Resources Tbk periode 2012-2016. Metode dalam

penelitian ini adalah explanatory survei dengan pendekatan kuantitatif. Sumber

data dalam penelitian ini merupakan sekunder yang dilihat dari laporan keuangan.

Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa current ratio dan net profit margin

berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Sedangkan debt to assets ratio

dan working capital turnover tidak berpengaruh signifikan terhadap financial

distress.

Penelitian keempat dilakukan oleh Dimyati dan Maulidianty (2018). Dalam

penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah variabel bebas yaitu rasio

keuangan (current ratio, return on asset, total turnover asset, debt to total assets)

dapat memprediksi variabel terikat yaitu kesulitan keuangan di perusahaan

pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini memperoleh

17 sampel penelitian yang telah memenuhi kriteria. Penelitian ini menggunakan

metode analisis data yaitu analisis diskriminan dan Anova. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa semua variabel independen yaitu current ratio, return on

asset, total turnover asset, dan debt to total assets dapat memprediksi financial

distress, tetapi hanya variabel return on asset yang bisa membentuk fungsi

diskriminan dalam memprediksi financial distress pada perusahaan pertambangan.

Page 3: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

Penelitian kelima yang dilakukan oleh Kariani dan Budiasih (2017).

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independent

yaitu likuiditas (current ratio), leverage (debt to total asset ratio), operating

capacity (perputaran total aset) pada variabel dependen yaitu financial distress

dengan firm size sebagai variabel pemoderasi. Populasi penelitian meliputi

perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2012 sampai

2015 dan memperoleh populasi sebanyak 121 perusahaan. Metode yang digunakan

di penelitian ini adalah metode purposive sampling sehingga memperoleh sampel

penelitian sebanyak 13 perusahaan. Hipotesis diuji dengan menggunakan analisis

regresi moderasi. Hasil dari analisis penelitian ini menunjukkan bahwa likuiditas

tidak berpengaruh terhadap financial distress, leverage memberikan pengaruh

negatif pada financial distress, dan operating capacity tidak memberikan pengaruh

pada financial distress. Sedangkan pengaruh likuditas dan operating capacity tidak

mampu dimoderasi dengan variabel firm size, tetapi pengaruh leverage mampu

dimoderasi dengan variabel firm size.

Penelitian internasional yang dilakukan oleh Zulkifli, et al (2019).

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti faktor-faktor penentu efisiensi pada

perusahaan financial distress di Malaysia dan juga menncari bukti yang

menunjukkan relevansi dari inventory turnover to current asset, account

receivable, inventory turnover, firm size, return on asset, working capital, total

asset turnover, liquidity, tangible asset, dan investment opportunities yang

menunjukkan pentingnya faktor-faktor ini dalam menentukan tingkat efisiensi

dalam perusahaan financial distress. Didalam penelitian ini populasi yang di ambil

adalah seluruh perusahaan yang mengalami tertekan secara finansial dan terdaftar

oleh Bursa Malaysia dengan persyaratan Catatan Praktek 4 (PN4), Catatan Praktek

17 (PN17) dan Amandemen PN17 (APN 17) masing-masing dari 15 februari 2001

hingga 31 desember 2011. Daftar seluruh emiten perusahaan yang terkena financial

distress diperoleh dari pengumuman media siaran dan situs web Bursa Malaysia

dari januari 2001 sampai desember 2011. Sampel penelitain yang diperoleh terdiri

dari 190 perusahaan yang memenuhi kriteria data tidak hilang. Hasil dari penelitian

menyatakan bahwa inventory turnover to current asset, account receivable, dan

inventory turnover berpengaruh signifikan untuk menentukan tingkat efisiensi

Page 4: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

terhadap perusahaan yang terkena financial distress. Selain itu juga firm size, return

on asset, working capital, total asset turnover, liquidity, tangible asset, dan

investment opportunities tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap

perusahan yang terkena financial distress.

Penelitian internasional selanjutnya yang telah dilakukan oleh Onyango dan

Ngahu (2018). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh variabel

independent yaitu manajemen modal kerja (Cash conversion cycle) terhadap

variabel dependen yaitu kesulitan keuangan di industri perhotelan di Nairobi.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif. Populasi penelitian yang terdiri

dari 100 hotel di Nairobi dan menargetkan seluruh manajer keuangan di semua

hotel. Untuk pengambilan sampel penelitian, peneliti menggunakan metode

pengambilan sampel acak sederhana untuk memilih 50 hotel dengan petugas

keuangan sebagai responden. Pengumpulan data yang dilakukan dengan

menggunakan kuesioner. Data analisis dalam penelitian ini menggunakan statistic

deskriptif. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa manajemen modal kerja

diproksikan dengan siklus konversi tunai (cash conversion cycle mempengaruhi

secara signifikan terhadap manajemen financial distress.

Penelitian internasional yang dilakukan oleh Delavar, dkk (2015). Tujuan

dalam penelitian ini adalah untuk meneliti hubungan antara manajemen modal

kerja, kinerja perusahaan dan financial distress pada perusahaan yang terdaftar di

Bursa Efek Teheran. Penelitian ini diklasifikasikan sebagai studi kuantitatif,

induktif, dan terapan yang bertujuan untuk menemukan hubungan antar variabel.

Populasi penelitian yang diambil berupa semua perusahaan yang terdaftar di TSE

dan memperoleh sampel penelitian sebesar 71 perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Teheran periode 2004 sampai 2012. Dalam penelitian ini untuk mengukur

kinerja dengan cara menggunakan Tobin Q-ratio, sedangkan untuk financial

distress diukur dengan cara indeks Zscore, dan untuk manajemen modal kerja

diukur dengan siklus perdagangan bersih. Dalam pengujian hipotesis, penelitian ini

menggunakan model regresi berganda dengan menggunakan perangkat lunak

SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan

antara manajemen modal kerja dan kinerja perusahaan dan hasil selanjutnya

Page 5: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

menunjukkan bahwa kesulitan keuangan tidak berpengaruh pada hubungan antara

manajemen modal kerja dan kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa

Efek Tehran.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Analisis Laporan Keuangan

Menurut Prastowo dan Rifka dalam Suprihatin dan Mansur (2016), Analisis

laporan keuangan merupakan suatu proses pertimbangan dalam mengevaluasi

posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang, pada masa

lampau dan pada masa depan. Dan tujuan utama perusahaan menganalisis laporan

keuangan adalah untuk memprediksi dan menentukan mengenai nilai dari hasil

kinerja perusahaan di masa depan. Analisis laporan keuangan merupakan salah satu

alat dalam memprediksi perusahaan yang sedang mengalami kebangkrutan.

Menurut Subramanyam dan Wild (2017), Analisis Laporan Keuangan

(financial statement analysis) merupakan bagian yang penting dari bidang analisis

bisnis. Analisis bisnis adalah proses mengevaluasi atas prospek ekonomi dan risiko

perusahaan untuk bertujuan pengambilan keputusan. Hal tersebut meliputi analisis

atas lingkungan bisnis, strateginya, serta posisi keuangan dan kinerja. Analisis

laporan keuangan merupakan alat dan teknik analitis terhadap laporan keuangan

bertujuan untuk memperoleh estimasi dan kesimpulan yang berguna dalam analisis

bisnis (Subramanyam, 2017).

Terdapat 3 (tiga) teknik analisis laporan keuangan yang lazim yang

digunakan, yaitu:

1. Analisis horizontal yaitu analisis dengan cara membandingkan neraca dan

laporan laba rugi beberapa tahun terakhir secara berurutan. Tujuannya untuk

memperoleh gambaran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi baik dalam

neraca maupun laporan laba rugi, sehingga dapat memperoleh suatu gambaran

selama beberapa tahun terakhir apakah terjadi kenaikan atau penurunan.

2. Analisis vertikal adalah analisis dengan cara menghitung proporsi pos-pos

dalam neraca dengan suatu jumlah tertentu dari neraca atau proporsi dari unsur-

unsur tertentu dengan jumlah tertentu dari laporan laba rugi.

Page 6: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

3. Analisis rasio adalah menunjukkan hubungan diantara pos-pos terpilih dari

data laporan keuangan. Rasio adalah pedoman dalam mengevaluasi posisi dan

operasi perusahaan dan melakukan perbandingan dengan hasil-hasil dari tahun

sebelumnya atau perusahaan-perusahaan lain.

2.2.2 Financial Distress

2.2.2.1 Pengertian Financial Distress

Menurut Platt dan Platt dalam Fahmi (2019: 93), Financial distress

didefinisikan sebagai dimana suatu perusahaan sedang mengalami terjadinya

penurunan kondisi kinerja keuangan sebelum terjadinya kebangkrutan atau

likuidasi. Awal bermulanya terjadinya financial distress ketika perusahaan

mengalami ketidakmampuan dan tidak tersedianya dana untuk melunasi kewajiban-

kewajiban jangka pendek yaitu kewajiban likuiditas dan kewajiban solvabilitas

yang telah jatuh tempo kepada kreditur. Kondisi financial distress memiliki banyak

cara untuk mengindetifikasinya seperti penelitian yang dilakukan Brahmana (2007)

dalam Golijot dan Mahardika (2019) menyatakan apabila perusahaan sedang

mengalami kondisi financial distress berarti laba bersih (net income), laba operasi,

dan nilai buku ekuitas yang dimiliki oleh perusahan selama beberapa tahun

memiliki sifat negatif. Menurut Kordestani dalam Yudiawati dan Indriani (2016)

apabila perusahaan mengalami kerugian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dapat

di katakan bahwa perusahaan tersebut terindikasi financial distress. Ginting (2017)

kesulitan keuangan (financial distress) disebabkan oleh biaya modal perusahaan

yang dikeluarkan lebih besar daripada pendapatan yang diperoleh. Kondisi ini dapat

membuat perusahaan mengalami kesulitan keuangan (financial distress) yang bisa

mengarah kepada kebangkrutan.

2.2.2.2 Dampak Financial Distress

Menurut Fachrirudin dalam Ginting (2017), ada beberapa definisi financial

distress menurut tipe, yaitu:

Page 7: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

1. Economic failure (kegagalan ekonomi); yaitu dimana kondisi perusahaan

memiliki pendapatan perusahaan yang tidak cukup untuk menutupi biaya-biaya

yang dikeluarkan termasuk cost of capital dan bisnis perusahaan tetap

melanjutkan operasinya sepanjang kreditur mau bersedia menerima tingkat

pengembalian di bawah pasar.

2. Business failure; yaitu dimana keadaan perusahaan menghentikan operasinya

dikarenakan mengalami kerugian terus-menerus.

3. Technical insolvency; yaitu dimana ketidakmampuan perusahaan untuk

memenuhi kewajiban ketika jatuh tempo. Hal ini menunjukan bahwa perusahaan

sedang mengalami kekurangan likuiditas sementara dan harus diberikan

beberapa waktu untuk perusahaan dapat melunasi kewajibannya. Disisi lain,

technical insolvency merupakan tanda gejala awal kegagalan ekonomi yang

mungkin perhentian pertama perusahaan menuju kebangkrutan.

4. Insolvency in bankruptcy; yaitu dimana perusahaan memiliki nilai buku utang

lebih besar daripada nilai pasar aset saat ini. Kondisi tersebut sangat serius

karena dapat mengarahkan pada likuidasi bisnis.

5. Legal bankruptcy; yaitu perusahaan dapat dikatakan mengalami kebangkrutan

secara hukum apabila perusahaan mengajukan tuntutan sesuai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

2.2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress

Menurut Yadiati, ada beberapa faktor yang mempengaruhi financial

distress yaitu:

1. Usia perusahaan; semakin lama perusahaan itu ada, maka kemungkinan kecil

perusahaan akan mengalami kebangkrutan.

2. Ukuran perusahaan; semakin besar perusahaan, maka semakin kecil perusahaan

mengalami kebangkrutan.

3. Pertumbuhan; tingkat pertumbuhan yang meningkat, maka perusahaan akan

lebih cenderung bertahan.

4. Kondisi ekonomi makro; tingkat kegagalan perusahaan selama resesi.

Page 8: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

5. Sektor; tingkat kegagalan perusahaan yang tinggi biasanya di beberapa sektor

industry.

6. Manusia; tingkat kegagalan perusahaan terjadi karena akibat dari tingkat

pendidikan, usia, dan pengalaman sebelumnya dari pemilik manajer.

7. Jenis perusahaan; ada sedikit kegagalan dalam waralaba.

8. Lokasi; lokasi menentukan tingkat kegagalan perusahaan. Tingkat kegagalan

yang rendah di daerah lokasi pendesaan.

2.2.2.4 Penyebab Terjadinya Financial Distress

Penyebab perusahaan berada dalam kondisi kesulitan keuangan (financial

distress) yaitu akibat dari pengelolaan si perusahaan buruk atau belum baik

meskipun perusahaan memiliki susunan aset dan struktur keuangan baik.

Pengelolaan yang buruk dapat disebabkan konflik keagenan antara manajer dan

pemegang saham (Fardiana et al, 2019). Menurut Damoran dalam Ginting (2017),

penyebab perusahaan mengalami financial distress disebabkan oleh factor internal

dan eksternal. Faktor-faktor dari dalam perusahaan yaitu :

1. Permasalahan pada arus kas,

Permasalahan pada arus kas disebabkan ketika pendapatan yang diterima

perusahaan dari hasil kegiatan operasi seperti penjualan tidak cukup menutupi

pengeluaran-pengeluaran yang timbul atas aktivitas operasi perusahaan dan

terjadinya kesalahan manajemen ketika mengelola arus kas dalam pembiayaan

operasional perusahan sehingga memperburuk kondisi perusahaan dikarenakan

arus kas perusahaan mengalami defisit.

2. Jumlah utang yang semakin besar,

Perusahaan dalam mengatasi kesulitan keuangan biasanya melakukan

peminjaman melalui bank akibat dari biaya-biaya yang timbul dari aktivitas

perusahaan. Hal ini menimbulkan kewajiban baru bagi perusahaan untuk

melunasi hutang di masa mendatang dengan pembayaran pokok dan bunga

pinjaman. Ketika tagihan tersebut jatuh tempo, dan keadaan perusahaan tidak

memiliki dana untuk melunasi tagihan hutang tersebut, maka pihak kreditur akan

Page 9: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

menyita harta perusahaan untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang tidak

dapat dipenuhi oleh perusahaan.

3. Mengalami kerugian selama beberapa tahun

Kerugian operasional perusahaan dapat menimbulkan arus kas yang

negatif dikarenakan beban operasional lebih besar daripada pendapatan yang

diterima perusahaan sehingga perusahaan tidak mampu untuk menutupi biaya-

biaya yang timbul dari aktivitas perusahaan. Hal ini menyebabkan perusahaan

mengalami kesulitan keuangan (financial distress)

Penyebab faktor internal belum tentu salah satu penyebab perusahaan

mengalami financial distress, karena selain itu masih terdapat faktor yang

disebabkan dari eksternal perusaaan. Faktor eksternal perusahaan biasanya lebih

bersifat makro dimana cakupannya cukup luas. Contoh faktor eksternal yaitu dari

kebijakan pemerintah dan kebijakan lembaga bank atau nonbank. Dimana

kebijakan pemerintah berupa tarif pajak yang meningkat yang menyebabkan beban

usaha yang ditanggung oleh perusahaan pun meningkat, selain itu kebijakan

lembaga bank atau nonbank berupa suku bunga pinjaman yang meningkat, yang

dapat mengarah pada peningkatan beban bunga perusahaan.

2.2.3.5 Manfaat Informasi Financial Distress

Informasi financial distress mempunyai beberapa kegunaan adalah sebagai

berikut:

1. Mempermudah tindakan manajemen untuk melakukan pencegahan masalah

sebelum terjadinya kesulitan keuangan.

2. Membantu manajemen dalam mengambil tindakan merger atau take over

bertujuan agar perusahaan mampu mengelola perusahaan dengan baik dan

melunasi hutang-hutangnya

3. Sebagai peringatan dini mengenai bahaya dari kebangkrutan di masa datang.

2.2.3 Manajemen Modal Kerja

Page 10: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

Manajemen modal kerja adalah kegiatan yang mencakup keseluruhan

fungsi manajemen mengenai aktiva lancar dengan kewajiban lancar suatu

perusahaan. Manajemen modal kerja bisa menjadi salah satu aspek yang harus

diperhatikan didalam perusahaan. Jika perusahaan tidak dapat mengelola dan

mempertahankan tingkat modal kerja, maka kemungkinan perusahaan akan berada

dalam keadaan insolvency. Dimana perusahaan memiliki aktiva lancar yang cukup

sedikit sehingga perusahaan tidak mampu menutupi keseluruhan hutang lancar dan

perusahaan terpaksa harus dilikuidasi. Aktiva lancar yang cukup tinggi akan dapat

menutupi seluruh hutang lancar sehingga hal ini menggambarkan tingkat keamanan

(margin of safety) (Olfimarta, et al 2019). Manajemen modal kerja melibatkan

pengendalian dan perencanaan asset lancar dan hutang lancar dengan cara

menghilangkan risiko ketidakmampuan dalam memenuhi hutang jangka pendek

dan menghindari kelebihan investasi dalam aset. Menurut Martono & Harjito

(2004) didalam Olfimarta, et al (2019), ada beberapa alasan yang mendasari

seberapa pentingnya manajemen modal kerja:

a. Aktiva lancar dari perusahaan harus memiliki aktiva lancar yang cukup bessar

dibanding jumlah aktiva lainnya secara keseluruhan.

b. Adanya hubungan secara langsung antara pertumbuhan dengan kebutuhan

dana untuk membeli aktiva lancar.

c. Manajer keuangan perlu memberikan porsi waktu yang sesuai untuk mengelola

hal-hal yang berkaitan dengan modal kerja.

d. Keputusan modal kerja akan berdampak secara langsung pada laba, dan harga

saham perusahaan.

Modal kerja merupakan suatu dana perusahaan yang tersedia untuk

diinvestasikan dalam bentuk aktiva lancar seperti kas dan setara kas, persediaan,

sekuritas (surat-surat berharga), dan piutang. Modal kerja memiliki peran yang

sangat penting bagi perusahaan dalam mempertahankan hidup operasional

perusahaan karena modal kerja digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan

kegiatan operasional sehari-hari seperti membiayai hutang yang telah jatuh tempo,

pembelian bahan baku, membiayai gaji karyawan, membiayai seluruh biaya

operasional, dan pembayaran lainnya. Dana modal kerja yang dialokasikan

Page 11: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

diharapkan menerima pengembalian dan hasil penjualan yang dihasilkan selama

dalam waktu periode yang tidak lama. Dana yang diterima tersebut dapat

dipergunakan kembali untuk melakukan kegiatan operasional perusahaan

selanjutnya dan dana akan terus berputar selama perusahaan tersebut masih

beroperasi (Fadli, 2017).

Jika modal kerja dikelola dengan baik, maka perusahan tidak perlu

mengalami kesulitan dan hambatan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya

serta tidak perlu meminjam uang dari pihak lain seperti kreditur dan hanya perlu

meningkatkan kualitas perusahaan termasuk kualitas keuangannya agar para

investor tertarik dalam menanamkan modal (saham) mereka ke dalam perusahaan

sehingga perusahaan dapat memenuhi seluruh kewajiban jangka pendeknya yang

jatuh tempo. Sebaliknya jika pengelolaan modal kerja tidak baik akan

menyebabkan aktivitas operasional perusahaan menjadi terganggu sehingga

menyebabkan kemungkinan terjadi kegagalan perusahaan dalam mempertahankan

perusahaan dan berpotensi akan mengalami financial distress atau dilikuidasi.

Penggunaan modal kerja yang efektif dan efisien akan memperoleh peningkatan

aktiva dan penurunan passive.

2.2.3.1 Tujuan manajemen Modal Kerja

Menurut Kasmir (2018), tujuan manajemen modal kerja bagi perusahaan,

yaitu:

1. Untuk memenuhi kebutuhan likuditas perusahaan

2. apabila modal kerja perusahaan yang dimiliki cukup, maka perusahaan

mempunyai potensi kemampuan dalam memenuhi kewajiban pada waktu jatuh

tempo.

3. Kemungkinan perusahaan memperoleh tambahan dana dari para kreditur,

apabila rasio keuangannya memenuhi syarat.

4. Untuk memaksimalkan penggunaan aktiva lancar guna meningkatan penjualan

dan laba.

Page 12: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

5. Dapat mempertahankan kelangsungan perusahaan apabila sewaktu-waktu

terjadi krisis modal kerja akibat turunnya nilai aktiva lancar.

6. Dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dikarenakan memungkinkan perusahaan

memiliki persediaan yang cukup.

2.2.3.2 Sumber Manajemen Modal kerja

Menurut Kasmir didalam (Fadli, 2017), sumber modal kerja adalah

kebutuhan modal kerja yang mutlak disediakan perusahaan dalam bentuk apapun.

Sehingga untuk memenuhi kebutuhan itu perusahaan memerlukan sumber-sumber

modal yang dapat dicari dari berbagai sumber yang tersedia. Tetapi dalam

pemilihan sumber modal perlu diperhatikan untung rugi dari modal kerja kerja

tersebut dan pertimbangan ini harus dilakukan agar tidak menjadi sebuah beban

perusahaan untuk dimasa depan atau akan menimbulkan masalah yang diinginkan”.

Sumber modal kerja yang digunakan yaitu terdiri dari:

1. Hasil Operasi perusahaan

2. Penjualan aktiva tetap

3. Penjualan surat berharga

4. Penjualan obligasi

5. Dana hibah

6. Memperoleh pinjaman

7. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga, dan

8. Sumber lainnya

2.2.4 Pengertian Current Ratio

Rasio lancar (Current Ratio) merupakan rasio yang menggambarkan apakah

perusahaan mampu memenuhi seluruh kewajiban lancarnya dengan aktiva lancar.

Menurut Subramanyam (2017), alasan menggunakan rasio lancar (current ratio)

dikarenakan kemampuannya dapat mengukur:

Page 13: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

a. Cakupan liabilitas jangka pendek. Semakin tinggi jumlah aktiva lancar

terhadap liabilitas jangka pendek, maka semakin tinggi jaminan liabilitas jangka

pendek perusahaan yang akan dibayarkan.

b. Penyangga saat terjadinya kerugian. Semakin tinggi penyangga, maka

semakin kecil risiko. Hal ini dikarenakan tersedianya margin of safety untuk

menutup penurunan nilai aset lancar non kas dan akhirnya aset tersebut dapat

dilikuidasi.

c. Cadangan dana likuid. Rasio lancar sebagai ukuran margin of safety terhadap

ketidakpastian arus kas perusahaan. Ketidakpastian ini seperti kerugian yang

luar biasa yang sewaktu-waktu dapat menurunkan arus kas.

Aset lancar (current ratio) diharapkan dapat direalisasikan sebagai kas atau

dijual atau dikonsumsi dalam jangka satu tahun. Jika perbandingan aset lancar yang

dimiliki semakin tinggi daripada utang jangka pendeknya berarti semakin tinggi

perusahaan dapat menutupi utang-utang jangka pendek tersebut yang telah jatuh

tempo. Tetapi menurut munawir dalam Ginting (2017), tingkat current ratio yang

tinggi, belum tentu juga suatu perusahaan dapat menjamin membayar utang-utang

tersebut yang sudah jatuh tempo dikarenakan distribusi dari aktiva lancar tidak

menguntungkan. Dikarenakan apabila tingkat jumlah persediaan yang tinggi

daripada tingkat penjualan yang relatif rendah, maka tingkat perputaran persediaan

suatu perusahaan akan rendah sehingga menunjukkan over investment dalam

persediaan tersebut.

Menurut Kasmir (2018:135), standar rasio current ratio yakni 200 % (2:1)

dianggap telah cukup baik atau memuaskan bagi suatu perusahaan. Artinya dengan

hasil rasio seperti itu dapat dikatakan perusahaan telah berada di titik aman dalam

jangka pendek dan juga standar rasio ini belum tentu dapat ditentukan untuk seluruh

perusahaan. Dikarenakan jumlah modal kerja dan besarnya rasio tergantung pada

beberapa faktor.

2.2.6 Pengertian Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)

Page 14: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

Perputaran persediaan (inventory turnover) adalah rasio yang

menggambarkan berapa kali persediaan barang dijual dan diadakan kembali setiap

periode akuntansi. Perputaran persediaan yang tinggi menunjukkan perputaran

tersebut dalam satu tahun semakin tinggi sehingga ini menandakan bahwa

manajemen mampu mengelola persediaannya dengan efisien dan juga

menandakann bahwa persediaan dapat terjual dengan cepat sehingga keuntungan

yang diperoleh semakin tinggi (Syafitri dan Wibowo, 2016). Sebaliknya jika

perputaran persediaan semakin menurun, maka menandakan bahwa kurangnya

efektivitas manajemen persediaan dalam mengelola persediaan (Hanafi, 2012:78)

dikarenakan jumlah persediaan yang tersimpan digudang akan kecil sehingga

apabila sewaktu-waktu terjadi kejadian diluar perhitungan, maka aktivitas produksi

perusahaan menjadi terganggu dan hal ini berpengaruh pada sisi penjualan serta

perolehan keuntungan (Fahmi, 2014).

Menurut Fahmi (2014) Tingkat perputaran persediaan dapat diketahui dari:

a. Perputaran persediaan bahan baku (raw material turnover), yaitu jumlah bahan

baku yang digunakan dalam suatu periode dibagi rata-rata persediaan bahan

baku selama periode tersebut.

b. Perputaran persediaan barang dalam proses (work in process turnover), yaitu

jumlah pekerjaan yang ditransfer menjadi produk jadi dibagi rata-rata

pekerjaan dalam proses persediaan selama periode tersebut.

c. Perputaran persediaan barang jadi (finished goods turnover), yaitu dinyatakan

seluruh biaya produk yang dijual dibagi rata-rata biaya persediaan barang jadi.

Perputaran persediaan mengukur berapa lama (dalam hari) rata-rata

persediaan yang tersimpan sehingga pada akhirnya terjual (Hery, 2015:214).

Menurut Surya, dkk (2017), perputaran akan meningkat apabila persediaan

meningkat seiring juga permintaan konsumen meningkat. Kalau persediaan

meningkat berarti penjualan yang diterima perusahaan menjadi semakin banyak

sehingga perolehan laba yang diterima semakin maksimal. Cara menghitung rasio

perputaran persediaan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: pertama, dengan

membandingkan antara pokok barang yang dijual dengan nilai persediaan dan

kedua, dengan membandingkan antara penjualan nilai sediaan (Kasmir, 2018).

Page 15: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

2.2.7 Perputaran Total Aset (Total Asset Turnover)

Perputaran total asset (total asset turnover ratio) merupakan rasio yang

digunakan untuk menggambarkan sejauh mana keseluruhan aset yang dimiliki oleh

perusahaan terjadi perputaran secara efektif (Fahmi, 2014). Selain itu, perputaran

total aset merupakan rasio yang mengukur semua aktiva yang dimiliki perusahaan

dan mengukur berapa jumlah penjualan yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva

(Kasmir, 2018:185). Apabila Total Asset Turnover suatu perusahaan bernilai

rendah berarti perusahaan memiliki kelebihan total aset sehingga perusahaan belum

mampu memanfaatkan total aset yang dimiliki secara maksimal untuk menciptakan

penjualan sehingga perusahaan kemungkinan berpotensi mengalami financial

distress (Agustini dan Wirawati, 2019). Sebaliknya semakin tinggi perputaran total

aset maka semakin efektif pengelolaan total aset perusahaan untuk menghasilkan

penjualan. Rasio ini dapat menjadi sinyal bagi investor dan kreditur untuk

melakukan investasi dan kreditnya di perusahaan karena perusahaan tersebut telah

dinilai baik dalam pengelolaan perusahaan.

2.2.8 Debt to Total Asset Ratio

Menurut Hery (2017), Debt to asset ratio (DAR) menggambarkan seberapa

besar utang perusahaan yang digunakan untuk membiayai aset. Rasio ini mengukur

persentase penggunaan dana dari kreditur yang dihitung dengan membandingan

antara total utang perusahaan dengan total aktiva yang dimiliki (Curry dan

Banjarnahor,2018). Rasio ini juga mengukur seberapa besar utang perusahaan

berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva (Kasmir, 2018). Dari hasil pengukuran,

apabila tingkat debt to asset ratio semakin tinggi menunjukkan semakin berisiko

perusahaan dikarenakan semakin besar utang yang digunakan untuk pembelian

asset. Sehingga dikhawatirkan perusahaan berpotensi mengalami ketidakmampuan

dalam memenuhi seluruh utang-utangnya dengan aktiva yang dimiliki dan

pemegang saham akan kehilangan seluruh investasinya, serta perusahaan semakin

sulit untuk memperoleh tambahan pinjaman dari kreditur. Sebaliknya apabila

Page 16: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

tingkat debt to asset ratio semakin rendah, maka semakin kecil perusahaan dibiayai

dengan utang (Kasmir, 2018).

2.2.9 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu ukuran yang menunjukkan besar kecilnya

suatu perusahaan yang diukur dengan berbagai macam cara, seperti nilai total aset,

log size, nilai pasar saham, dan lain sebagainya. Skala ukuran perusahaan umumnya

dibagi dalam 3 kategori, yaitu perusahaan besar, perusahaan menengah dan

perusahaan kecil. Variabel kontrol ukuran perusahaan didalam penelitian ini harus

didasarkan oleh total aktiva yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Menurut Harahap

(2017), Perusahaan yang memiliki total aset yang tinggi akan kemungkinan

perusahaan berpotensi mengalami kebangkrutan semakin kecil. Hal ini dikarenakan

total aktiva yang besar dapat dikatakan bahwa perusahan tersebut tergolong pada

ukuran perusahaan yang besar sehingga pertumbuhan laba yang diperoleh

perusahaan juga cenderung semakin tinggi, sebaliknya jika perusahaan memiliki

total aktiva yang kecil berarti perusahaan tersebut tergolong pada ukuran

perusahaan yang kecil sehingga cenderung memperoleh perumbuhan laba yang

rendah dan kemungkinan perusahaan akan berpotensi mengalami financial distress

menjadi tinggi.

Menurut Mulyawan, 2015:247, ukuran perusahaan dapat menentukan

bahwa apabila suatu perusahaan semakin besar, maka semakin besar pula tingkat

utang perusahaan dan menurut hasil penelitian yang dilakukan Harahap (2017),

ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap financial distress. Hal ini

dikarenakan besar kecilnya ukuran perusahaan tidak membuktikan bahwa

perusahaan akan terhindar dari masalah keuangan sehingga dapat diartikan bahwa

perusahaan yang tergolong ukuran perusahaan yang besar akan tetap mengalami

masalah keuangan/ kesulitan keuangan dan begitu dengan sebaliknya perusahaan

yang tergolong pada ukuran perusahaan yang kecil juga akan mengalami masalah

keuangan.

Page 17: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

2.3 Hubungan Antar Variabel Penelitian

Hubungan antar variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

2.3.1 Pengaruh Current Ratio Terhadap Financial Distress

Current ratio merupakan rasio yang mengukur dengan cara

membandingkan aset lancar dengan kewajiban lancar perusahaan dan menunjukkan

kesanggupan perusahaan dalam membayar kewajiban lancarnya dengan

menggunakan aktiva lancar. Aset lancar suatu perusahaan dapat dijadikan uang

dalam waktu yang singkat, sedangkan utang lancar yaitu hutang perusahaan jangka

pendek yang mesti dilunasi dalam waktu paling lama satu tahun (Kasmir,

2010:134).

Menurut Yudiawati dan Indriani (2016) menyatakan bahwa current ratio

berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Hal ini dikarenakan

bahwa apabila current ratio semakin tinggi maka semakin besar aset lancar yang

tidak diperlukan, sehingga tidak memberikan pendapatan. aset yang tidak

diperlukan tersebut tidak dapat digunakan oleh perusahaan untuk membayar

keseluruhan kewajiban lancarnya. Sehingga kemungkinan perusahaan mengalami

financial distress semakin tinggi. Tetapi hal ini bertentangan dengan Pratama

(2020) yang menyatakan bahwa likuiditas yang diproksikan current ratio tidak

berpengaruh terhadap financial distress. Hal ini ditunjukkan bahwa likuiditas yang

tinggi berarti perusahaan memiliki aset yang lebih besar daripada hutangnya, maka

kemungkinan perusahaan tidak mengalami financial distress. Sebaliknya apabila

perusahaan memiliki aset yang kecil daripada hutangnya, maka kemungkinan

perusahaan akan mengalami financial distress.

2.3.2 Pengaruh Perputaran Persediaan Terhadap Financial Distress

Perputaran persediaan adalah rasio yang mengukur berapa kali dana yang

ditanam dalam persediaan dalam satu periode (Kasmir, 2018:180). Perputaran

persediaan juga mengukur berapa lama (dalam hari) rata-rata persediaan yang

Page 18: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

tersimpan sehingga pada akhirnya terjual (Hery, 2015:214). Dengan kata lain, rasio

ini menggambarkan seberapa cepat persediaan barang dagang berhasil dijual

kepada pelanggan.

Perputaran persediaan yang semakin tinggi menandakan bahwa manajemen

mampu mengelola modal kerjanya berupa persediaan dengan efisien dan juga

menandakan bahwa persediaan dapat terjual dengan jangka waktu yang relatif

semakin singkat sehingga keuntungan yang diperoleh semakin tinggi (Hery,

2017:187) dan selain itu semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami

financial distress.

Apabila perusahaan persediaan semakin rendah, maka hal ini menandakan

bahwa kurang efisien manajemen perusahaan dalam mengelola persediaan (Hanafi,

2012:78). Hal ini disebabkan modal kerja yang tertanam dalam persediaan

mengalami penumpukan di Gudang (over investment) karena lambannya penjualan

persediaan dan hal ini mengakibatkan rendahnya tingkat pengembalian investasi.

Sehingga semakin tinggi tingkat kemungkinan perusahaan mengalami financial

distress. Penelitian yang dilakukan Permadi dan Isynuwardhana (2020)

menyatakan bahwa inventory turnover berpengaruh negatif terhadap financial

distress. Namun hal ini bertentangan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Andayani, dkk (2016) yang menyatakan bahwa operating capacity yang

diproksikan inventory turnover tidak berpengaruh terhadap financial distress.

2.3.3 Pengaruh Perputaran Total Asset Terhadap Financial Distress

Rasio perputaran total aset (Total Asset Turnover) mengukur keefektivitas

suatu perusahaan dalam mengelola asetnya. Menurut Agustini dan Wirawati (2017)

menunjukkan bahwa rasio aktivitas yang diproksikan perputaran total aset

berpengaruh negatif terhadap financial distress. Karena jika perputaran total asset

semakin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa semakin efektif perusahaan mampu

mengelola asetnya untuk menghasilkan sebuah penjualan. Perputaran total asset

yang tinggi akan membuat sinyal bagi investor maupun kreditur untuk melakukan

menanam sahamnya atau pinjamannya karena perusahaan yang diinvestasikannya

Page 19: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

itu telah dinilai baik dalam pengelolaan perusahaan. Apabila perusahaan tidak dapat

mengelola keseluruhan aset perusahaan secara maksimal, maka penjualan

perusahaan juga tidak akan bisa maksimal. Sehingga perusahaan kemungkinan

akan berpotensi mengalami financial distress. Sedangkan pernyataan tersebut

bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Aisyah, et al (2017)

menyatakan bahwa total asset turnover tidak berpengaruh terhadap financial

distress. Karena besar atau kecilnya nilai total asset turnover yang dimiliki

perusahaan dapat mengalami financial distress.

2.3.4 Pengaruh Debt to Total Assets Terhadap Financial Distress

Debt to total asset ratio adalah rasio yang membandingkan hutang jangka

pendek dengan total aktiva. Rasio ini digunakan untuk mengetahui resiko financial

yang akan terjadi di masa sekarang atau di masa depan. Karena apabila nilai rasio

ini semakin kecil, maka kondisi keuangan perusahaan akan semakin aman dan

terhindar resiko kesulitan keuangan. Menurut Hery (2017), Debt to asset ratio

(DAR) menggambarkan seberapa besar utang perusahaan yang digunakan untuk

membiayai aset. Apabila tingkat debt to asset ratio semakin tinggi menunjukkan

semakin berisiko perusahaan dikarenakan semakin besar utang yang digunakan

untuk pembelian asset. Sehingga perusahaan berpotensi mengalami kesulitan

keuangan dan pemegang saham akan kehilangan seluruh investasinya.

Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Mulyani (2019) serta Golijot dan

Mahardika (2019) mengatakan bahwa debt to asset ratio memiliki pengaruh positif

terhadap financial distress dan hal ini menyimpulkan bahwa apabila tingkat debt to

asset ratio semakin tinggi maka semakin besar utang yang digunakan untuk

pembelian aset. Sehingga hal ini mengurangi kemampuan perusahaan untuk

mendapatkan tambahan pinjaman dari kreditur karena dikhawatirkan bahwa

perusahaan tidak mampu melunasi utang-utangnya dengan keseluruhan aset yang

dimilikinya dan akibatnya tingkat resiko kemungkinan perusahaan mengalami

financial distress semakin tinggi. Namun hal ini bertentangan dengan penelitian

Page 20: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

yang dilakukan oleh Aisyah, dkk (2017) menyatakan bahwa debt to asset ratio tidak

memiliki pengaruh terhadap financial distress.

2.3.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress

Ukuran perusahaan menggambarkan seberapa besar total aset yang dimiliki

oleh suatu perusahaan. Semakin besar total aset suatu perusahaan, maka kondisi

financial perusahaan akan lebih stabil sehingga potensi perusahaan untuk

mengalami financial distress akan semakin kecil. Sebaliknya, semakin kecil total

aset yang dimiliki oleh perusahaan, maka kemungkinan perusahaan akan berpotensi

mengalami financial distresss (Harahap, 2017).

2.3 Pengembangan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai

berikut:

H1 : Current ratio berpengaruh negatif terhadap financial distress.

H2 : Perputaran persediaan berpengaruh negatif terhadap financial distress.

H3 : Perputaran total aktiva berpengaruh negatif terhadap financial distress.

H4 : Debt to asset rasio berpengaruh positif terhadap financial distress.

H5 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap financial disress.

2.4 Kerangka Konseptual Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini dapat diringkas menjadi kerangka pemikiran.

Dalam gambaran ini menunjukkan bahwa penelitian ini menggunakan financial

distress sebagai variabel dependen yang akan dipengaruhi oleh manajemen modal

kerja yang diproksikan dengan current ratio, inventory turnover, total asset

turnover, debt to asset ratio sebagai variabel independent dan ukuran perusahaan

Page 21: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

sebagai variabel control. Gambaran kerangka konseptual dapat dilihat dari gambar

pada dibawah ini:

Page 22: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis

Gambar 2.4

Kerangka Konseptual Penelitian

Manajemen Modal

Kerja

Current Ratio

Inventory

Turnover Ratio

Total Asset

Turnover Ratio

Debt to Total

Asset Ratio

Financial

Distress

Variabel Kontrol:

Ukuran perusahaan

Variabel Independent: Variabel

Dependent:

Page 23: BAB II PEMBAHASANrepository.stei.ac.id/1187/3/BAB II.pdfperusahaan Property dan Real Estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Teknik analisis