Top Banner
BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan Kebijakan persaingan dapat didefinisikan secara luas sebagai kebijakan pemerintah yangmendorong atau memelihara tingkat persaingan di pasar, dan termasuk tindakan pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perilaku perusahaan danstruktur industri dan pasar. Kebijakan persaingan pada dasarnya mencakupdua elemen: 21 1. Pertama mencakup, menempatkan seperangkat kebijakan yang mendorong persaingan baik di pasar lokal dan nasional, seperti mengenalkan kebijakan perdagangan yang telah disempurnakan, menghilangkan pembatasan praktek perdagangan, mendukung keluar masuk pasar, mengurangi intervensi pemerintah yang tidak perlu dan menempatkan lebih besar ketergantungan pada kekuatan pasar. 2. Kedua, yang dikenal sebagai hukum persaingan, yang terdiri dari undang- undang, keputusan dan peraturan peradilan yang secara khusus ditujukan untuk mencegah praktek bisnis anti-kompetitif, penyalahgunaan kekuatan pasar dan merger anti-kompetitif. Hal ini umumnya, difokuskan pada pengendalian praktik perdagangan yang membatasi (seperti perjanjian anti-kompetitif dan dari posisi dominan) dan merger 21 Secretariat ASEAN, ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, Agustus 2010, h.3 15 ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC) RANIYAH
58

BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

Feb 05, 2018

Download

Documents

hoangphuc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

15

15

BAB II

HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN

2.1 Definisi Kebijakan Persaingan

Kebijakan persaingan dapat didefinisikan secara luas sebagai kebijakan

pemerintah yangmendorong atau memelihara tingkat persaingan di pasar, dan

termasuk tindakan pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perilaku

perusahaan danstruktur industri dan pasar. Kebijakan persaingan pada dasarnya

mencakupdua elemen:21

1. Pertama mencakup, menempatkan seperangkat kebijakan yang mendorong

persaingan baik di pasar lokal dan nasional, seperti mengenalkan

kebijakan perdagangan yang telah disempurnakan, menghilangkan

pembatasan praktek perdagangan, mendukung keluar masuk pasar,

mengurangi intervensi pemerintah yang tidak perlu dan menempatkan

lebih besar ketergantungan pada kekuatan pasar.

2. Kedua, yang dikenal sebagai hukum persaingan, yang terdiri dari undang-

undang, keputusan dan peraturan peradilan yang secara khusus ditujukan

untuk mencegah praktek bisnis anti-kompetitif, penyalahgunaan kekuatan

pasar dan merger anti-kompetitif.

Hal ini umumnya, difokuskan pada pengendalian praktik perdagangan yang

membatasi (seperti perjanjian anti-kompetitif dan dari posisi dominan) dan merger

21

Secretariat ASEAN, ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, Agustus 2010, h.3

15

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 2: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

16

16

yang anti kompetitif juga mencakup ketentuan mengenai praktek-praktek

perdagangan yang tidak adil.

Perbedaan pengertian antara terminologi Kebijakan Persaingan Usaha

(Competition Policy) dengan Hukum Persaingan Usaha (Competition Law) pada

dasarnya terletak pada keluasan lingkup pengertian dan bidang pembahasan dari

kedua terminologi tersebut. Pengertian Kebijakan Persaingan Usaha melingkupi

pula pengertian dari Hukum Persaingan Usaha atau dengan kata lain bidang

Hukum Persaingan Usaha merupakan salah satu cabang pembahasan dalam

Kebijakan Persaingan Usaha.22

Hukum persaingan usaha berisi ketentuan-ketentuan substansial tentang

tindakan-tindakan yang dilarang (beserta konsekuensi hukum yang bisa timbul)

dan ketentuan-ketentuan prosedural mengenai penegakan hukum persaingan

usaha. Pada hakikatnya hukum persaingan usaha dimaksudkan untuk mengatur

persaingan dan monopoli demi tujuan yang menguntungkan. Apabila hukum

persaingan usaha diberi arti luas, bukan hanya meliputi pengaturan persaingan,

melainkan juga soal boleh tidaknya monopoli digunakan sebagai saran kebijakan

publik untuk mengatur daya mana yang boleh dikelola oleh swasta.23

22

Vautier, Kerrin M. and Lloyd, Peter J., International Trade and Competition Policy: CER,

APEC and The WTO, Institute of Policy Studies Victoria University of Wellington, New Zealand:

1997. Hal.3 dalam Syamsul Maarif dan B.C. Rikrik Rizkiyana, Posisi Hukum Persaingan Usaha

Dalam Sistem Hukum Nasional h.3, Maret 2004

23 Arie Siswanto, Hukum Persaingan usaha , Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002, h.23

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 3: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

17

17

2.1.1 Ruang lingkup Kebijakan dan Hukum Persaingan Usaha

Secara umum, ketentuan hukum persaingan secara substantif dan

prosedural didasarkan pada hukum primer yaitu dalam bentuk "Undang-Undang

Persaingan", sementara aturan pelaksanaan yang lebih rinci yang tersisa untuk

undang-undang sekunder dan tindakan "hukum lunak" (yaitu, pedoman dan

instrumen yang tidak mengikat lainnya). Undang-undang persaingan umumnya

menetapkan Lembaga/Otoritas Persaingan, yang bertanggung jawab atas

penegakan hukum persaingan. Tugas utama mereka adalah menyelidiki dan

mengadili kasus, dan pemberian sanksi untuk pelanggaran hukum persaingan.

Dalam beberapa sistem hukum, ajudikasi dapat diserahkan kepada otoritas

peradilan atau ketiga. Tergantung pada hukum nasional, Otoritas Kompetisi juga

dapat memberikan saran kepada Pemerintah dan administrasi publik tentang isu-

isu persaingan terkait dan memainkan peran advokasi dalam mempromosikan

kepatuhan dalam dunia bisnis dan menciptakan konsensus dalam masyarakat

umum.24

Hukum persaingan berlaku untuk para pelaku usaha, yaitu baik individu

atau perusahaan yang terlibat dalam kegiatan ekonomi yaitu, pembelian atau

penjualan barang atau jasa. Hal ini biasanya tidak dibedakan antara perusahaan

swasta dan milik negara, asalkan mereka terlibat dalam kegiatan ekonomi.25

Hukum persaingan umumnya melarang tiga praktek utama: (i) perjanjian

anti-kompetitif; (ii) penyalahgunaan posisi dominan atau monopoli; (iii) merger

24

Secretariat ASEAN, Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Bussines, 2013,

h.7-8

25Ibid h.8

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 4: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

18

18

anti-kompetitif. Hal ini juga dapat memiliki ketentuan yang berkaitan dengan

praktek-praktek komersial yang tidak adil.26

2.1.2 Macam-macam Praktek Anti Persaingan Usaha

Praktek anti persaingan usaha secara umum melarang tiga praktek utama

yaitu:27

1. Perjanjian anti-persaingan (anti-competitive agreements)

2. Penyalahgunaan posisi dominan atau monopoli (abuse of a dominant

position or a monopoly)

3. Merger anti-persaingan (anti-competitive mergers)

Selain hal di atas dapat juga mengatur ketentuan lain yang berhubungan dengan

praktek bisnis yang tidak sehat.

1. Perjanjian anti-persaingan (anti-competitive agreements)

Perjanjian anti persaingan adalah perjanjian atau penetapan antara pelaku

usaha yang berpengaruh negatif terhadap persaingan dalam pasar bersangkutan

(relevant market), (undang-undang persaingan sering menyebut perjanjian yang

"mencegah, membatasi atau mengganggu" persaingan atau kalimat serupa). Istilah

"perjanjian" tidak terbatas pada, perjanjian berlaku formal, tetapi biasanya

mencakup praktek-praktek bersama (yaitu, kolusi informal dan pengaturan non-

formal lainnya) serta keputusan oleh asosiasi pelaku usaha (terlepas dari apakah

mereka mengikat atau tidak) .28

26

Ibid h.8

27Ibid

28Ibid

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 5: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

19

19

Perjanjian anti-kompetitif bisa horizontal yakni antara pelaku

usaha yang beroperasi pada tingkat yang sama (baik produksi / distribusi /

penjualan) dalam rantai pasar (misalnya, antara dua atau lebih produsen,

dua atau lebih distributor)atau vertikal yaitu, antara pelaku usaha yang

beroperasi pada tingkat yang berbeda dari rantai pasar (misalnya, antara

produsen dan distributor). Kedua perjanjian horisontal dan vertikal pada

umumnya dikenakan larangan di atas, dengan beberapa pengecualian

(misalnya, di bawah hukum Singapura perjanjian vertikal, dengan

beberapa pengecualian, dikecualikan dari larangan).29

Perjanjian biasanya dilarang jika mereka memiliki efek anti-kompetitif.

Misalnya, suatu kartel mungkin bersepakat untuk menetapkan harga tinggi atau

menetapkan batas produksi pada setiap anggota kartel, yang juga menghasilkan

harga yang lebih tinggi. Otoritas persaingan harus membuktikan efek anti-

kompetitif, yang kadang-kadang sulit untuk dilakukan. Untuk membuatnya lebih

mudah bagi otoritas persaingan untuk mengambil tindakan terhadap kartel

beberapa yurisdiksi memungkinkan untuk tindakan hukum yang akan diambil

terhadap kartel dengan membuktikan bahwa kartel memiliki 'objek' atau niat

membatasi persaingan dalam beberapa cara.30

Perjanjian yang pada prinsipnya anti-kompetitif dapat dikecualikan,

asalkan mereka menghasilkan efek menguntungkan. Secara umum, perjanjian

yang dinyatakan dilarang dikecualikan hanya dengan cara tertentu atau izin oleh

29

Ibid

30

Ibid

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 6: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

20

20

Lembaga Persaingan atau lembaga lain yang berwenang. Hukum persaingan

biasanya menunjukkan kondisi di mana perjanjian anti-kompetitif dapat

dikecualikan dan ada prosedur yang harus diikuti untuk mendapatkan

pengecualian.31

2.Penyalahgunaan posisi dominan (abuse of a dominant position or a monopoly)32

Hukum persaingan melarang penyalahgunaan posisi dominan yaitu

monopoli atau perusahaan dengan kekuatan pasar yang besar. Biasanya

penyalahgunaan istilah mencakup praktik dimana pelaku usaha dengan kekuatan

pasar yang besar membatasi persaingan di pasar.

Gagasan posisi dominan, atau kekuatan pasar yang besar, dapat bervariasi

sesuai dengan perundang-undangan nasional. Umumnya, mengacu pada situasi di

mana pelaku usaha memiliki kekuatan ekonomi yang cukup untuk bertindak di

pasar tanpa memperhatikan apa yang pesaingnya (aktual atau potensial) lakukan.

Untuk menentukan dominasi, hukum persaingan dapat merujuk kepada pangsa

pasar dan/atau serangkaian indikator struktur pasar lainnya, seperti tingkat

integrasi vertikal, keunggulan teknologi, sumber daya keuangan, pentingnya nama

merek, dll.

Mencari atau mencapai posisi dominan biasanya tidak dilarang; hanya

penyalahgunaan posisi dominannya saja. Perilaku penyalahgunaan bisa menjadi

penyalahgunaan eksploitatif (menetapkan harga yang berlebihan atau kondisi

yang tidak adil bagi pelanggan) atau penyalahgunaan eksklusif (perilaku yang

31

Ibid h.8-9

32Ibid h.9

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 7: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

21

21

mengecualikan pesaing efisien dari pasar, seperti predatory pricing atau kontrak

berurusan eksklusif dengan satu-satunya pemasok bahan yang dibutuhkan untuk

produksi). Hukum persaingan dapat memberikan contoh perilaku penyalahgunaan

untuk memberikan kepastian bisnis yang lebih besar.

3. Merger Anti-Persaingan(anticompetitive mergers)

"Merger" mengacu pada situasi di mana dua atau lebih usaha,

yang sebelumnya independen satu sama lain, bergabung bersama. Definisi ini

mencakup transaksi dimana dua perusahaan hukum bergabung menjadi satu

("merger"), salah satu perusahaan mengambil kendali tunggal dari seluruh atau

sebagian dari yang lain ("akuisisi" atau"pengambilalihan"), dua atau lebih banyak

perusahaan memperoleh yang pengendalian bersama atas perusahaan lain (join

ventures) dan transaksi lainnya, dimana satu atau lebih usaha memperoleh kontrol

atas satu atau lebih usaha, seperti saling memimpin.33

Umumnya, hukum persaingan mencakup kategori berikut merger: merger,

akuisisi, dan usaha patungan (joint venture dapat diatur baik di bawah merger atau

ketentuan perjanjian anti-kompetitif lainnya). Merger hanya dilarang ketika

mereka menyebabkan pembatasan persaingan. Bagi banyak yurisdiksi tes merger

adalah apakah ada "berkurangnya besar kompetisi".34

33

Secretariat ASEAN, ASEAN Regional Guidelines on Competition Policy, Agustus 2010, h.11

34Ibidh.9

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 8: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

22

22

2.2 Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA)

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud kesepakatan dari

negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan

dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN.

AFTA dibentuk pada waktu KTT ASEAN ke-IV di Singapura tahun 1992. Pada

waktu itu disepakati tiga bentuk kesepakatan yang mengatur AFTA yaitu:

1. Deklarasi Singapura 1992;

2. The Framework Agreement on Enhancing ASEAN Economic

Cooperation;

3. Agreement on the Common Effective Preferential Tariff Scheme (CEPT-

AFTA Agreement).

ASEAN menyepakati mengenai AFTA didasarkan pada suatu motif atau

dorongan kuat yaitu kesadaran negara-negara ASEAN bahwa kawasan Asia

Tenggara telah dipinggirkan (being marginalized) atau paling tidak ASEAN pada

waktu itu merasa akan terpinggirkan dengan dibentuknya organisasi regional di

belahan dunia yang lain, misalnya di Eropa telah terbentuk EU atau European

Union (EU).35

Pada tahun 1992 EU mendeklarasikan pembentukan Pasar Tunggal Eropa

(European Single Market) yang dilaksanakan pada awal 1993 merupakan tahap

penting bagi integrasi ekonomi EU waktu itu. Sedangkan di Amerika terbentuk

North American Free Trade Agreement (NAFTA) yang anggotanya terdiri dari

Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko. Dengan terbentuknya dua organisasi

35

John Ravenhill, Economic Cooperation in South East Asia : Changing Incentives, 35 Asian

Survey 850, 1995, h.852

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 9: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

23

23

regional tersebut maka dikuatirkan sebagian besar porsi perdagangan dan

investasi dunia akan mengalir ke Amerika Utara dan Eropa Barat. Selanjutnya

investor dan perusahaan asing akan tidak tertarik lagi untuk menginvestasikan

modalnya di Asia Tenggara.36

AFTA ini ditempuh melalui mekanisme Skema CEPT sebagai mekanisme

utama perjanjian AFTA dengan cara dan jadwal tertentu yang disepakati bersama.

Sedangkan pelaksanaan AFTA ini diawasi, dikoordinasikan dan dikaji oleh

Dewan AFTA (AFTA Council) yang anggotanya terdiri dari para Menteri

Perdagangan negara ASEAN yang tugasnya dibantu oleh Pejabat Senior Ekonomi

ASEAN (SEOM). Dewan AFTA mempunyai tugas mencari penyelesaian atas

berbagai sengketa perdagangan yang terjadi di antara negara-negara anggota

ASEAN dan bertanggung jawab kepada sidang ASEAN Economic Ministers

(AEM).37

AFTA bukan merupakan suatu kerjasama ekonomi (economic co-

operation), seperti halnya ASEAN Industrial Project, atau ASEAN Industrial

Joint Venture yang dibentuk pada tahun-tahun 1970-an, namun AFTA merupakan

sebuah integrasi ekonomi (economic integration) yang mempunyai tujuan untuk

mengintegrasikan seluruh wilayah ASEAN dalam suatu area perdagangan bebas.

36

Deborah A Haas, Out of Others Shadows: ASEAN Moves toward Greater Regional

Cooperation in the Face of the EC and NAFTA, 9 American University Journal of International

Law & Policy, 809, 1994, h.811 dalam Koesrianti, Pembentukan ASEAN Economic Community

(AEC) 2015 : Integrasi Ekonomi Berdasar Komitmen Tanpa Sanksi, Law Review Volume XIII

N0.2, November 2013, h.192

37Koesrianti, Op.Cit., h.198

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 10: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

24

24

Terwujudnya perjanjian AFTA, merupakan bukti bahwa ASEAN sudah bekerja

berdasarkan aturan-aturan formal yang mengikat sebagai hukum.38

2.3 Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC)

Negara-negara ASEAN telah mengumumkan dengan jelas visi mereka

dalam hal konsep integrasi ekonomi regional dan tujuan dari AEC. Karakteristik

dari AEC secara resmi diidentifikasikan sebagai berikut:

pasar tunggal dan basis produksi

kawasan ekonomi yang kompetitif

pembangunan ekonomi yang setara

integrasi ke dalam ekonomi global

Dalam karakterisasi dari AEC tersebut, baik aspek internal maupun

internal dari integrasi regional adalah penting. Penciptaan pasar tunggal dan basis

produksi ingin dicapai melalui “four freedoms” yaitu dalam pergerakan lintas

batas dari barang (free flow of goods), jasa (free flow of services), modal (free flow

of capital) dan tenaga kerja (free flow of labour) secara internal di dalam kawasan

ASEAN.39

Selain itu, ini ditambah dengan kehadiran dari lembaga dan kebijakan

yang berhubungan dengan kompetisi (persaingan usaha), perlindungan konsumen,

38

Ibid h.199-200

39Llyod,P , What is a Single Market? An Application to the Case of ASEAN, ASEAN Economic

Bulletin 2,2005 dalam Wattanapruttipaisan, T. , A Brief on ASEAN Economic Integration, 2006,

h.65-251

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 11: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

25

25

hak atas kekayaan intelektual dan perkembangan infrastruktur yang lebih lanjut

akan mengurangi gesekan dalam perbatasan maupun di luar perbatasan.40

Pelaksanaan pembangunan ekonomi yang setara dicapai melalui antara

lain Pengembangan UKM dan Inisiatif integrasi ASEAN. Pengembangan UKM

dilakukan melalui ASEAN Policy Blueprint for SME Development (APBSD)

2004-2014 menguraikan kerangka kerja untuk pengembangan UKM di kawasan

ASEAN. APBSD ini terdiri atas program kerja strategis, langkah-langkah

kebijakan, dan keluaran yang diharapkan.

Mengingat adanya perbedaan tingkat pembangunan di antara Negara-

negara ASEAN, maka proses perluasan dan pendalaman integrasi ASEAN harus

disertai dengan kerjasama teknik dan pembangunan untuk mengatasi kesenjangan

dan mempercepat integrasi ekonomi dari Negara-Negara anggota ASEAN yang

masih tertinggal sehingga bermanfaat dari integrasi ASEAN tersebut dapat

dinikmati secara merata. Hal ini akan mendorong negara-negara anggota ASEAN

untuk maju bersama-sama.41

Bagi ASEAN terbentuknya kawasan perdagangan bebas yang dicapai

melalui mekanisme ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan suatu

keberhasilan karena tarif di kawasan telah berhasil secara bertahap diturunkan

sampai dengan nol.42

ASEAN kemudian ingin lebih meningkatkan kerjasama

40

Casey Lee and Yoshifumi Fukunaga, ASEAN Regional on Competition Policy, April 2013, h.3

41Secretariat ASEAN, Blueprint ASEAN Economic Community, Jakarta: Secretariat ASEAN,

Januari 2008, h.31

42Pembahasan AFTA dari sisi ekonomi lihat Kazonobu Hayakawa, Daisuke Hiratsuka, Kohei

Shiino, dan Seiya Sukegawa, Who uses FTA‟s, Institute of Developing Economies, July 2009

dalam Koesrianti, Pembentukan ASEAN Economic Community (AEC) 2015 : Integrasi Ekonomi

Berdasar Komitmen Tanpa Sanksi, Law Review Volume XIII No.2, November 2013, h.200

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 12: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

26

26

ekonomi tersebut. Perekonomian di negara-negara anggota ASEAN pada

umumnya terbuka untuk perdagangan dan investasi. Strategi pembangunan dari

sebagian besar negara-negara anggota ASEAN telah mensyaratkan industri yang

berorientasi ekspor yang didorong oleh (foreign direct investment/FDI).43

Disadari bahwa mengalirnya investasi asing ke kawasan ASEAN yaitu

dengan banyaknya perusahaan multinasional yang beroperasi di kawasan

membutuhkan penyalur barang (supplier) yang juga harus ada di kawasan

sehingga menyatu dengan pasar global ditambah dengan tersedianya barang-

barang produksi yang dihasilkan oleh supplier dari negara-negara ASEAN maka

akan sangat membantu negara-negara anggota ASEAN untuk semakin menarik

investor asing masuk ke kawasan. Hal inilah yang menjadi dasar pembentukan

AEC (semula tahun 2020, sejak KTT 2008 di Thailand diubah menjadi 2015).44

Sebelum terbentuknya AEC sebagai bagian dari Masyarakat ASEAN

(ASEAN Community), proposal AEC telah dipelajari oleh berbagai institusi,

seperti misalnya Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS), ASEAN Institutes

of Strategic and International Studies (ASEAN-ISIS) dan ASEAN Secretariat.

Proposal tersebut juga mendapatkan masukan dan saran-saran dari Dewan

Penasehat Bisnis ASEAN (ASEAN Business Advisory Council) karena negara-

negara ASEAN mengakui pentingnya masukan dari kalangan pebisnis bagi

integrasi ekonomi yang lebih besar. Bukan hanya itu, Komisi Eropa (The

European Commisison) juga membagi pengalaman mereka dengan ASEAN

43

ASEAN Regional on Competition Policy, Op.Cit., h.3

44Koesrianti, Op.Cit., h.200

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 13: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

27

27

ASEAN Economic Community

Pillar 1

Single Market &

Production Base

Pillar 2

Competitive Economic

Region

Pillar 3

Equitable Economic

Development

Pillar 4

Integration with

Global Economy

mengenai pengalaman EU berkaitan dengan integrasi ekonomi regional mereka.

Pembentukan AEC diinspirasi oleh Masyarakat Ekonomi Eropa (European

Economic Community/EEC).45

Meskipun ketiga pilar ASEAN yaitu ASEAN Political-Security

Community (APSC), ASEAN Economic Community (AEC), ASEAN Socio-

Cultural Community (ASCC) adalah sama kedudukannya dan sama pentingnya

bagi perkembangan ASEAN sebagai masyarakat regional, AEC adalah pilar yang

paling signifikan karena melalui pilar ini suatu masyarakat ekonomi yang benar-

benar menyatu akan diwujudkan dan manfaat kerjasama ekonomi akan dapat

dirasakan oleh seluruh negara anggota ASEAN. Diharapkan dengan adanya AEC,

maka persaingan di antara negara-negara ASEAN akan tumbuh dengan baik,

sehingga hal ini akan memperbaiki iklim investasi dan mempersempit dan

mengurangi kesenjangan di antara negara-negara ASEAN.46

Figure 2.1: Framework of ASEAN Economic Community

45

Ibid , h.201

46Ibid , h.201

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 14: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

28

28

2.4 Karakteristik Hukum Persaingan Usaha di negara-negara ASEAN

Hukum persaingan usaha secara relatif masih merupakan fenomena baru

di ASEAN. Gelombang pertama implementasi hukum persaingan muncul sebagai

akibat dari krisis keuangan di Asia pada tahun 1997-1998. Dua negara anggota

ASEAN yang sangat merasakan dampak dari krisis tersebut yaitu, Indonesia dan

Thailand, membuat hukum persaingan usaha di negara mereka pada tahun 1999.

Sejak saat itu, tiga negara anggota ASEAN yang lain bergabung untuk membuat

hukum persaingan usaha nasional. AEC telah memberikan dorongan lebih lanjut

untuk implementasi hukum persaingan usaha di tingkat regional.47

2.4.1. Indonesia

Di antara negara anggota ASEAN yang lain dengan hukum persaingan

usahanya, Indonesia dapat mengklaim memiliki rezim persaingan yang paling

matang dalam hal pengalaman penegakan hukumnya. KPPU (Komisi Pengawas

Persaingan Usaha, lembaga penegakannya, telah menangani total 249 kasus

selama periode 2000-2010.48

Undang-undang yang melarang tindakan anti persaingan ini muncul

sebagai konsekuensi dari dampak buruk krisis ekonomi yang terjadi di negara

Asia Timur pada tahun 1997 dalam perekonomian di Indonesia. Undang-undang

ini juga dibuat atas respon Amerika sebagai pertukaran atas bantuan keuangan

dari International Monetary Fund (IMF) untuk menyelesaikan neraca pembayaran

dan krisis rupiah. Sebagai bagian dari persyaratan, Indonesia juga

47

Ibid

48 Casey Lee dan Yoshifumi FUKUNAGA, ASEAN Regional on Competition Policy, April 2013,

h.16

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 15: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

29

29

menandatangani the Letter of Intentuntuk berkomitmen “menyelenggarakan

persaingan dalam ekonomi domestik dengan mempercepat privatisasi dan

memperluas peran sektor swasta dalam penyediaan infrasktruktur (IMF, 1997).49

Akan tetapi, perjanjian dengan IMF tersebut bukan merupakan satu-

satunya alasan penyusunan undang-undang tersebut. Sejak 1989, telah terjadi

diskusi intensif di Indonesia mengenai perlunya perundang-undangan

antimonopoli. Reformasi sistem ekonomi yang luas dan khususnya kebijakan

regulasi yang dilakukan sejak tahun 1980, dalam jangka waktu 10 tahun telah

menimbulkan situasi yang dianggap kritis.50

Timbul konglomerat pelaku usaha

yang dikuasai oleh keluarga atau partai tertentu, dan konglomerat tersebut

dikatakan menyingkirkan pelaku usaha kecil dan menengah melalui praktek usaha

yang kasar serta berusaha untuk mempengaruhi semaksimal mungkin penyusunan

undang-undang serta pasar keuangan.51

Dengan latar belakang demikian, maka disadari bahwa pembubaran

ekonomi yang dikuasai negara dan perusahaan monopoli saja tidak cukup untuk

membangun suatu perekonomian yang bersaing.52

Oleh karena itu dibentuklah

Undang-Undang Persaingan di Indonesia yaitu Undang-undang No.5 Tahun 1999

Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

49

G.Sivalingam, “Competition Policy in ASEAN”, The Singapore Economic Review : Journal of

the Economic Society of Singapore and the Department of Economics, National University of

SingaporeVol. 51, 2006, h.14

50Dr.Andi Fahmi Lubiset.al, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks dan Konteks, 2009, h.12

51Ibid

52Ibid h.13

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 16: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

30

30

Hukum persaingan usaha yang berlaku di Indonesia adalah Undang-

undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat. Dalam peraturan tersebut yang dimaksud dengan persaingan

usaha tidak sehat mencakup perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan

penyalahgunaan posisi dominan :

1. Perjanjian yang dilarang

a. Praktek Oligopoli (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk

menguasai produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang

dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat,

Pasal 4 UU No.5 Tahun 1999).

b. Penetapan Harga (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk:

menetapkan harga (kecuali dalam usaha patungan atau berdasar undang-

undang); diskriminasi harga; membuat harga di bawah harga pasar; atau

melarang penjualan kembali dengan harga yang lebih rendah dari harga

yang ditetapkan, Pasal 5-8 UU No.5 Tahun 1999).

c. Pembagian wilayah pemasaran (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih

untuk menetapkan wilayah pemasaran atau alokasi pasar sehingga dapat

mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal

9 UU No.5 Tahun 1999)

d. Pemboikotan (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menghalangi

pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama atau menolak untuk

menjual produk pelaku usaha lain, Pasal 10 UU No.5 Tahun 1999)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 17: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

31

31

e. Kartel (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk mempengaruhi harga

dengan mengatur produksi yang dapat mengakibatkan praktek monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 11 UU No.5 Tahun 1999).

f. Trust (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk membentuk gabungan

perusahaan dengan tetap mempertahankan kelangsungan perusahaan

masing-masing dengan tujuan untuk mengontrol produksi dan atau

pemasaran sehingga dapat mengakibatkan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat, Pasal 12 UU No.5 Tahun 1999).

g. Oligopsoni (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menguasai

pasokan agar dapat mengendalikan harga yang dapat mengakibatkan

praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 13 UU No.5

Tahun 1999).

h. Integrasi Vertikal (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih untuk menguasai

rangkaian produksi berkelanjutan yang dapat mengakibatkan persaingan

usaha tidak sehat dan merugikan masyarakat, Pasal 14 UU No.5 Tahun

1999).

i. Perjanjian Tertutup (perjanjian dua pelaku usaha atau lebih yang berisi

syarat bahwa penerima pasokan hanya akan memasok atau tidak akan

memasok produk tersebut kepada pelaku usaha lain; harus bersedia

membeli produk lainnya dari pemasok; atau mengenai harga atau

potongan harga yang akan diterima bila bersedia membeli produk lain atau

tidak membeli produk yang sama dari pelaku usaha lain, Pasal 15 UU

No.5 Tahun 1999).

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 18: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

32

32

j. Perjanjian dengan Pihak Luar Negeri (perjanjian dengan pelaku usaha luar

negeri yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat, Pasal 16 UU No.5 Tahun 1999).

2. Kegiatan yang Dilarang

a. Monopoli (pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi

dan pemasaran yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat, Pasal 17 UU No.5 Tahun 1999).

b. Monopsoni (pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan

atau menjadi pembeli tunggal yang dapat mengakibatkan praktek

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, Pasal 18 UU No.5 Tahun

1999).

c. Penguasaan Pasar (dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan,

sendiri atau bersama yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan

persainganusaha tidak sehat berupa: menghalangi pelaku usaha lain

untuk melakukan usaha yang sama; atau menghalangi konsumen untuk

bertransaksi dengan pelaku usaha tertentu; atau membatasi peredaran

dan penjualan produk; atau melakukan diskriminasi (Pasal 19 UU No.5

Tahun 1999); melakukan jual rugi untuk menyingkirkan pesaing (Pasal

20 UU No.5 Tahun 1999); dengan curang menetapkan biaya produksi

dan biaya lainnya (Pasal 21 UU No.5 Tahun 1999)).

d. Persekongkolan (dilarang melakukan tender kolusif (Pasal 22 UU No.5

Tahun 1999), bersekongkol mendapatkan rahasia perusahaan pesaing

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 19: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

33

33

(Pasal 23 UU No.5 Tahun 1999), bersekongkol untuk menghambat

produksi dan atau pemasaran pesaing (Pasal 24 UU No.5 Tahun 1999).

3. Penyalahgunaan Posisi Dominan:

a. Dilarang menggunakan posisi dominan secara langsung maupun tidak

untuk menetapkan syarat perdagangan guna menghalangi konsumen;

membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau menghambat pesaing

memasuki pasar bersangkutan. (Pasal 25 UU No.5 Tahun 1999).

b. Jabatan rangkap (dilarang merangkap jabatan direktur/komisaris di dua

perusahaan atau lebih bila perusahaan lainnya; berada dalam pasar

bersangkutan yang sama; atau memiliki keterkaitan dalam bidang dan

jenis usaha; secara bersama menguasai pangsa pasar; yang dapat

mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat), Pasal

26 UU No.5 Tahun 1999.

c. Pemilikan saham (dilarang pemilikan saham mayoritas pada beberapa

perusahaan sejenis apabila mengakibatkan satu atau sekelompok pelaku

usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar; atau dua atau tiga pelaku

usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% pangsa

pasar), Pasal 27 UU No.5 Tahun 1999.

4. Penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan (dilarang bila dapat

mengakibatkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dan ada

kewajiban notifikasi bila mengakibatkan penguasaan aset atau nilai tertentu),

Pasal 28 dan 29 UU No.5 Tahun 1999.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 20: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

34

34

UU No.5 Tahun 1999 berlaku untuk semua "pelaku usaha", yang

didefinisikan oleh Pasal 1 (5) UU No.5 Tahun 1999 sebagai "individu atau badan

usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau tidak, yang didirikan dan kegiatan

usaha yang berkedudukan atau melakukan kegiatan usaha dalam yurisdiksi

Republik Indonesia, baik secara mandiri maupun bersama-sama berdasarkan

kesepakatan, melakukan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi ". Oleh

karena itu, berlaku untuk setiap pelaku usaha yang melakukan bisnis di Indonesia,

termasuk, antara lain, BUMN dan anak perusahaan asing.

Selain itu, ada juga ketentuan Keputusan Presiden No.75 Tahun 1999 tentang

Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Komisi Pengawas Persaingan Usaha

merupakan lembaga pengawas persaingan usaha yang memiliki tugas sebagai

berikut :53

1. melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat

sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;

2. melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku

usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai

dengan Pasal 24;

3. melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan

posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli

53

Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor

3817)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 21: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

35

35

dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25

sampai dengan Pasal 28;

4. mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur

dalam Pasal 36;

5. memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang

berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;

6. menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-

undang ini;

7. memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada

Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

2.4.2. Malaysia

Malaysia mengambil langkah signifikan dengan ditetapkannya

Competition Act 2010 (CA2010). Undang-undang ini pada dasarnya adalah

hukum nasional Malaysia yang pertama kali mengatur persaingan (antitrust law)

secara komprehensif. Dengan berlakunya hukum tersebut, sekarang Malaysia

memiliki instrumen penting dalam kebijakan persaingan.54

Tujuan utama dari hukum persaingan adalah “untuk mendorong

pembangunan ekonomi dengan menggalakkan dan melindungi proses

persaingan”. Aspek utama dari tujuan ini adalah kesejahteraan konsumen yang

akan ditingkatkan dengan melarang perilaku anti persaingan usaha. CA2010

54

Casey LEE, Competition Law Enforcement in Malaysia : Some Recent Development, Januari

2014, h.1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 22: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

36

36

bersama dengan Consumer Protection Act 1999 (CPA1999) dapat dianggap

sebagai dua pilar utama perlindungan konsumen di Malaysia.55

Dibutuhkan waktu lebih dari dua dekade bagi Malaysia untuk

mengimplementasikan hukum nasional persaingan usahanya secara komprehensif.

Meskipun demikian, sementara berlakunya CA2010 sendiri merupakan prestasi

besar, ukuran kesuksesan yang sesungguhnya terletak pada efektivitas

pelaksanaannya. Proses penegakan hukum persaingan tidak dapat diterima begitu

saja. Thailand, salah satu negara yang paling awal di kawasan Asia Tenggara yang

memberlakukan undang-undang persaingan (pada tahun 1999), tidak membuat

banyak kemajuan dalam penegakan hukumnya.56

CA2010 ini mengatur ketentuan tentang perjanjian anti kompetisi yang

bersifat horizontal dan vertikal (Pasal 4) serta penyalahgunaan posisi dominan

(Pasal 10). Dalam Pasal 4 dari CA2010, perjanjian horizontal anti-kompetisi yang

per se illegal termasuk penetapan harga, pengendalian pangsa pasar / produksi /

distribusi dan persekongkolan tender. Namun, meskipun tindakan seperti itu

dilarang, perusahaan yang terlibat dalam praktik bisnis tersebut dapat dibebaskan

dari hukuman (memberikan manfaat bagi masyarakat karena melebihi biaya

mereka). Pengecualian individual (untuk perjanjian tertentu) atau pengecualian

blok (untuk kategori perjanjian) juga dapat diterapkan. Ini berarti bahwa mungkin

ada ruang untuk beberapa fleksibilitas dalam penegakan perjanjian horizontal anti-

kompetisi. Berbagai perjanjian vertikal anti-kompetisi (misalnya resale price

55

Ibid

56McEwin, I. and S.Thanitcul (2013), „Thailand‟, in Williams, M. (ed.), Political Economy of

Competition Law in Asia. Cheltenham and Northamton: Edward Elgar dalam Casey LEE,

Competition Law Enforcement in Malaysia : Some Recent Development, Januari 2014, h.1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 23: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

37

37

maintenance agreements, exclusive agreement, tie-in sale agreement dan lain

sebagainya) tidak tercantum dalam Undang-Undang. Padahal perjanjian tersebut

disebutkan dalam pedoman perjanjian anti persaingan. Larangan penyalahgunaan

posisi dominan dalam Pasal 10 dari Undang-Undang termasuk antara lain,

pemberlakuan harga transaksi yang tidak adil, penolakan untuk memasok,

predatory pricing dan strategi pencegahan masuk.57

Meskipun Undang-undang persaingan di Malaysia memiliki karakteristik

yang serupa dengan hukum persaingan di negara lain (dalam hal perilaku

persaingan yang dilarang), ada beberapa perbedaan mendasar yaitu tidak adanya

ketentuan tentang merger. Dari lima negara ASEAN yang telah menerapkan

hukum persaingan sampai saat ini, Malaysia adalah satu-satunya negara yang

memilih untuk tidak menyertakan kontrol merger dalam hukum persaingannya.58

Dalam penegakan CA2010, dibentuk sebuah otoritas lembaga pengawas

persaingan yaitu Malaysia Competition Commission (MyCC). Komisi Persaingan

Malaysia (MyCC) adalah badan independen yang dibentuk berdasarkan

Competition Commission Act 2010 (CCA2010) untuk menegakkan CA2010 dan

mulai beroperasi pada Juni 2011. Peran utamanya adalah untuk melindungi proses

yang kompetitif untuk kepentingan bisnis, konsumen dan ekonomi.59

57

Casey Lee, Competition Law Enforcement in Malaysia : Some Recent Developments, Januari

2014, h.3

58Ibid

59 Website resmi Malaysia Commission Competitionhttp://mycc.gov.my/about/ diakses pada

tanggal 6 Oktober 2014.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 24: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

38

38

Pada akhir 2012,MyCC mengeluarkan keputusan pelanggaran pertama di

Cameron Highlands Floriculturist Association (CHFA) berdasarkan upaya yang

terakhir pada penetapan hargadi ritel lokaldan pasar bunga grosir. Dalam kasus

ini, tidak ada sanksi denda yang dikenakan kepada CHFA karena mereka telah

setuju untuk menghentikan aktivitas penetapan harga.60

2.4.3 Singapura

Sebelum berlakunya Competition Act 2004, tidak ada aturan yang

berkenaan terhadap larangan tindakan anti-kompetitif dalam sistem hukum di

Singapura. Tiga perkembangan yang signifikan dan terkait erat dengan

perkembangan persaingan di Singapura terjadi di antara tahun 2000 dan 2003

menjelang diberlakukannya Competition Act 2004. Perkembangan pertama

berkaitan dengan liberalisasi kebijakan yang dikenalkan Singapura pada akhir

dekade sebelumnya dalam berbagai sektor monopoli di perekonomian

sebelumnya. Perkembangan kedua melibatkan laporan yang dibuat oleh beberapa

orang yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk menjadi Economic Review Committee

yang membuat beberapa rekomendasi tentang kebijakan nasional apa yang

dibutuhkan oleh Singapura untuk mencapai kemajuan ekonomi di milenium baru.

Perkembangan ketiga membentuk bagian penting dari latar belakang Hukum

Persaingan Singapura yang baru, terhubung dengan perjanjian bilateral

60

Casey Lee and Yoshifumi FUKUNAGA, ASEAN Regional on Competition Policy, April 2013,

h.17

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 25: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

39

39

perdagangan bebas yang ditandatangani oleh Singapura dan mitra dagangnya

selama ini.61

Singapore Competition Act didasarkan pada Great Britain Competition Act

1998 tetapi dengan beberapa perbedaan yang mencerminkan fakta bahwa

Singapura memiliki perekonomian yang kecil tapi terbuka. Misalnya, Pasal 47

yang membahas larangan yang berhubungan dengan penyalahgunaan posisi

dominan secara eksplisit mengatakan bahwa posisi dominan di mana saja di dunia

dapat melanggar pasal ini jika perilaku mereka memiliki efek anti persaingan di

Singapura. “47(1) Subject to section 48, any conduct on the part of one or more

undertakings which amounts to the abuse of a dominant position in any market in

Singapore is prohibited.”

“47 (3) In this section, “dominant position” means a dominant position within

Singapore or elsewhere.

Perjanjian vertikal juga dikecualikan dari Pasal 34 Prohibition Act (selama

perusahaan dominan tidak terlibat), yang mencerminkan pandangan bahwa

pembatasan vertikal biasanya pro-kompetitif, dan mereka yang tidak sering

dibatasi oleh persaingan internasional atau sulit dan mahal untuk mengevaluasi

faktor penting dalam sebuah negara kecil dengan sumber daya yang terbatas

secara administratif.62

61

Burton Ong, The Origins, Objectives and Structure of Competition Law in Singapore, 2006,

h.270-271

62 R Ian McEwin, Competition Law in Singapore, Maret 2011, h.1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 26: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

40

40

1. Ketentuan substantif yang dilaksanakan secara bertahap:

Tahap 1: Pada tanggal 1 Januari 2005, ketentuan mendirikan Competition

Commission of Singapore (CCS) diberlakukan.

2. Tahap 2: Pada tanggal 1 Januari 2006, ketentuan tentang anti perjanjian

kompetitif, keputusan dan praktek, penyalahgunaan dominasi, penegakan,

proses banding, dan daerah lain-lain mulai berlaku.

3. Tahap 3: Pada tanggal 1 Juli 2007, ketentuan-ketentuan lainnya yang

terkait dengan merger dan akuisisi mulai berlaku.

Dalam penegakan hukum persaingannya, Singapura membentuk sebuah

lembaga yang berwenang untuk mengawasi tindakan anti-persaingan yaitu

Competition Commission of Singapore (CCS) yang didirikan pada 1 Januari 2005

di bawah Kementerian Perdagangan dan Industri. Dalam siaran pers, Menteri

Perdagangan dan Industri mengatakan fungsi dan tugas CCS wajib untuk:63

Menghapuskan atau membatasi praktek-praktek yang memiliki efek buruk

pada persaingan di Singapura

Menjaga dan meningkatkan perilaku pasar yang efisien dan mendorong

persaingan dalam pasar di Singapura

Undang-Undang internasional sebagai perwakilan badan nasional Singapura

dalam bidang persaingan

63Ministry of Trade and Industry (MTI), Press Release, “Ministry of Trade and Industry Launches

Competition Commission” (December 30, 2004, available on the MTI Web site at

http://app.mti.gov.sg/default.asp?id=123&cat=1&intCategory=4

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 27: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

41

41

Menyarankan Pemerintah atau otoritas publik lainnya mengenai kebijakan

dan kebutuhan nasional yang berkaitan dengan masalah persaingan pada

umumnya.

2.4.4. Thailand

Thailand (bersama dengan Indonesia pada tahun 1999) adalah salah satu

negara ASEAN yang pertama kali mengimplementasikan hukum persaingan.

Pertumbuhan ekonomi yang pesat yang terjadi di Thailand dari 1987 sampai

199064

, membuat struktur ekonomi di Thailand berubah drastis.65

Oleh karena itu,

Kementerian Perdagangan Thailand (MOC) membentuk suatu Komite Kerja yang

terdiri dari pejabat MOC dan profesor universitas untuk memeriksa apakah Price

Fixing yang ada dan Anti-Monopoly Act 1979 (PFA) masih cocok untuk struktur

ekonomi yang sudah melalui periode pertumbuhan yang luar biasa.66

Komite

Kerja menyimpulkan bahwa PFA memiliki dua kelemahan serius.67

Pertama,

64

THE WORLD BANK, TRENDS IN DEVELOPING ECONOMIES 1996, 491 (1996) in Sakda

Thanitcul, Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis, Washington University Global

Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic

Development , January 2002, h.171

65

Pallop Rattanadara, Kodmai Karnkaenkan Tang Kanka Khong Pratettai [Thailand’s

Competition Law], 12 CHULALONGKORN L. REV. 1, 20-21 (2000) dalam Sakda Thanitcul,

Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis, Washington University Global Studies

Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic

Development , January 2002, h.171

66 See Price Fixing and Anti-Monopoly Act of 1979 (Thail.), available at

http://www.apeccp.org.tw/doc/Thailand/Competition/thcom02.html. dalam Sakda Thanitcul,

Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis h.171 , Washington University Global

Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic

Development , January 2002.

67

See Sutee Supanit, Economic Law Reform and Competition Policy, in LAW, JUSTICE AND

OPEN SOCIETY IN ASEAN 301 (Piruna Tingsabadh ed., 1997). dalam Sakda Thanitcul,

Competition Law in Thailand: A Preliminary Analysis h.171 , Washington University Global

Studies Law Review, Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic

Development , January 2002.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 28: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

42

42

tujuan utama dari PFA adalah untuk mengontrol harga pasar barang dan jasa

untuk kepentingan konsumen, dan ketentuan anti monopoli hanya berfungsi

sebagai langkah tambahan untuk mengendalikan harga.68

Kedua, untuk

menegakkan ketentuan anti monopoli dalam PFA, pertama-pertama adalah perlu

untuk menegakkan ketentuan penetapan harga.69

Kedua kelemahan tersebut

menimbulkan kesulitan hukum dan politik yang luar biasa untuk Thai Fair Trade

Commission (FTC) untuk menegakkan PFA. Bahkan, sejak diberlakukannya PFA,

lembaga penegak telah mengambil hanya satu tindakan terhadap penetapan harga

kartel.70

Konstitusi yang berlaku saat itu mengamanatkan pemerintah Thailand

untuk memberlakukan hukum persaingan agar "mendorong sistem ekonomi bebas

melalui kekuatan pasar ... memastikan ... persaingan yang sehat, melindungi

konsumen, dan mencegah ... monopoli”. Hal ini juga diyakini oleh beberapa ahli,

bahwa reformasi menuju berlakunya Undang-Undang Persaingan terjadi karena

tekanan dari International Monetary Fund (IMF) sebagai syarat dukungan

keuangan kepada Thailand setelah krisis ekonomi tahun 1997.71

68

Ibid

69Ibid

70Chaiyos Hemarajata, Kamatibay Kodmai Wadauy Karn Kamnodrakasinka Lae

KarnPONGKANKARPOOKAD [COMMENTARY ON THE PRICE FIXING AND ANTI-

MONOPOLY ACT OF 1979] 169-71 (1994).dalam Sakda Thanitcul, Competition Law in

Thailand: A Preliminary Analysis h.171 , Washington University Global Studies Law Review,

Volume 1 Issue 1 Symposium: APEC Competition Policy and Economic Development , January

2002.

71Roi Bak, Adv., Thailand‟s Competition Policy - Legal Analysis, Februari 2007, h.1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 29: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

43

43

Prinsip-prinsip hukum Thailand mengenai isu-isu anti-persaingan diatur

dalam Trade Competition Act, BE 2542 Tahun 1999 (TCA). Inti dari TCA

berfokus pada Bab III, Pasal 25-29 (Anti Monopoli):

Pasal 25 menangani tentang penyalahgunaan posisi dominan, melarang semua

pelaku usaha dengan dominasi pasar dari melakukan tindakan-tindakan berikut: 72

- Pasal 25 ayat(1) : unreasonably fixing or maintaining purchasing or selling

prices of goods or fees for services;

Penetapan harga yang tidak wajar untuk suatu barang atau jasa. Penurunan harga

yang dapat mengarah kepada „predatory pricing‟; situasi dimana pelaku usaha

mengurangi harga untuk barang atau jasa di bawah harga pasar dan bersedia untuk

mendapatkan kerugian yang besar untuk menghilangkan pesaingnya yang tidak

memiliki cukup modal untuk bertahan;

-Pasal 25 ayat (2) : unreasonably fixing compulsory conditions, directly or

indirectly, requiring other business operators who are his or her customers to

restrict services, production, purchase or distribution of goods, or restrict

opportunities in purchasing or selling goods, receiving or providing services or

obtaining credits from other business operators;

Memperbaiki situasi yang tidak wajar wajib bagi pelaku usaha lain, baik secara

langsung atau tidak langsung, untuk mencegah mereka atau konsumen mereka

membeli barang atau memperoleh jasa dari pelaku usaha lainnya.

-Pasal 25 ayat (3) : suspending, reducing or restricting services, production,

purchase, distribution, deliveries or importation without justifiable reasons, or

72

Ibid h.3, Februari 2002

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 30: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

44

44

destroying or causing damage to goods in order to reduce the quantity to be lower

than the market demand;

Pembatasan layanan, produksi, pembelian, dll atas barang atau jasa tanpa alasan

yang dapat dibenarkan, untuk merusak barang untuk mengurangi jumlah di bawah

permintaan pasar.

- Pasal 25 ayat (4) :intervening in the operation of business of other persons

without justifiable reasons

Campur tangan dalam pengerjaan bisnis orang lain tanpa alasan yang dibenarkan.

Pasal 25, sebagai sisa dari TCA, tidak melarang monopoli "sebagaimana

adanya", melainkan melarang penggunaan kekuatan dominan tersebut untuk

membatasi persaingan secara tidak wajar. Oleh karena itu, TCA menggunakan

"rule of reason", daripada "per-se" yang melarang secara otomatis adanya

monopoli apapun.73

Pasal 26 dari TCA menangani jenis "penggabungan usaha", yang

melarang merger yang mungkin mengakibatkan monopoli atau persaingan usaha

tidak sehat. TCA mengakui tiga jenis merger bisnis:

Pasal 26 ayat (1) TCA : a merger made by a producer with another producer, by

a distributor with another distributor, by a producer with a distributor, or by a

service provider with another service provider, which has the effect of

maintaining the status of one business and terminating the status of the other

business or creating a new business

73

Ibid h.3

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 31: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

45

45

Penggabungan antara entitas yang mengakibatkan pengakhiran satu usaha (atau

penciptaan bisnis baru) dengan tetap mempertahankan status lainnya; Pasal 26

ayat (2) TCA : a purchase of the whole or part of assets of another business with

a view to controlling business administration policies, administration and

management

Pembelian aset, secara keseluruhan atau sebagian dengan maksud untuk

mengontrol kebijakan administrasi bisnis, administrasi dan manajemen;

Pasal 26 ayat (3) TCA : a purchase of the whole or part of shares of

another business with a view to controlling business administration policies,

administration and management

Pembelian saham, secara keseluruhan atau sebagian dengan maksud untuk

mengontrol kebijakan administrasi bisnis, administrasi dan manajemen. Merger

bisnis seperti yang dijelaskan dalam Pasal 26 harus diizinkan selama izin dari

Komisi telah diperoleh.74

Pasal 27 melarang pembentukan kartel antar pelaku usaha dengan cara

yang sebesar monopoli, mengurangi atau membatasi persaingan. Oleh karena itu,

membutuhkan lebih dari satu pelaku usaha tunggal untuk terlibat dalam perilaku

anti-kompetitif. Kartel tersebut dalam keutamaan hambatan horisontal dan

vertikal tertentu, sebagai berikut:75

Pasal 27 ayat (1) TCA : fixing selling prices of goods or services as a single price

or as agreed or restricting the sale volume of goods or services;

74

Ibid h.3

75Ibid h.3-4

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 32: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

46

46

Penetapan harga jual untuk barang atau jasa, atau menyetujui untuk

membatasi volume penjualan tersebut.

Pasal 27 ayat (2) TCA : fixing buying prices of goods or services as a single price

or as agreed or restricting the purchase volume of goods or services;

Penetapan harga beli untuk barang atau jasa, atau menyetujui untuk membatasi

volume pembelian barang atau jasa tersebut.

Pasal 27 ayat (3) TCA : entering into an agreement with a view to having market

domination or market control;

Menyetujui penguasaan pasar atau pengendalian pasar;

Pasal 27 ayat (4) TCA : fixing an agreement or condition in a collusive manner in

order to enable one party to win a bid or a tender for the goods or services or in

order to prevent one party from participating in a bid or a tender for the goods or

services;

Perjanjian kolusif yang memungkinkan satu pihak untuk memenangkan tawaran

barang atau jasa untuk mencegah pihak lain ikut berpartisipasi dalam tender

barang atau jasa.

Pasal 27 ayat (5) TCA :fixing geographical areas in which each business operator

may distribute or restrict the distribution of goods or services, or fixing customers

to whom each business operator maysell goods or provide services to the

exclusion of other business operators from competing in the distribution of such

goods or services;

Membagi pasar geografis antara masing-masing pelaku usaha untuk

mengecualikan pelaku usaha lain dari bersaing di berbagai bidang seperti

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 33: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

47

47

sehubungan dengan penjualan barang atau pemberian jasa;

Pasal 27 ayat (6) TCA : fixing geographical areas in which each business

operator may purchase goods or services or fixing persons from whom business

operators may purchase goods or services;

Membagi pasar geografis antara masing-masing pelaku usaha untuk

mengecualikan pelaku usaha lain dari bersaing di berbagai bidang seperti dengan

hormat untuk membeli barang atau mendapatkan jasa;

Pasal 27 ayat (7) TCA : fixing the quantity of goods or services in which each

business operator may produce, purchase, distribute, or provide with a view to

restricting the quantity to be lower than the market demand;

Membatasi jumlah barang atau jasa di mana setiap pelaku usaha dapat beroperasi,

dengan tujuan untuk membatasi jumlah yang di bawah permintaan pasar

Pasal 27 ayat (8) TCA :reducing the quality of goods or services to a level lower

than that in the previous production, distribution or provision, whether the

distribution is made at the same or at a higher price;

Mengurangi kualitas barang atau jasa untuk tingkat yang lebih rendah dari situasi

sebelumnya, sementara distribusi dibuat di harga yang sama atau lebih tinggi;

Pasal 27 ayat (9) TCA : appointing or entrusting any person as a sole

distributor or provider of the same goods or services or the same kind of goods or

services;

Menunjuk distributor tunggal atau penyedia layanan untuk jenis barang atau jasa

yang sama;

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 34: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

48

48

Pasal 27 ayat (10) TCA : fixing conditions or practice with regard to the purchase

or distribution of goods or the provision of services in order to achieve the

uniform or agreed practice.

Penetapan situasi sehubungan dengan distribusi barang atau penyediaan jasa

"untuk mencapai keseragaman atau praktek yang disepakati”.

Pasal 28 yang berbunyi: “A business operator who has business relation

with business operators outside the Kingdom, whether it is on a contractual basis

or through policies,partnership, shareholding or any other similar form, shall not

carry out any act in order that a person residing in the Kingdom and intending to

purchase goods orservices for personal consumption will have restricted

opportunities to purchase goods or services directly from business operators

outside the Kingdom”

Pasal ini dimasukkan untuk mencegah situasi yang unik dimana satu pelaku usaha

dapat mencegah warganegara Thai dari pembelian barang atau jasa "langsung dari

pelaku usaha di luar Kerajaan". Pasal ini mengacu pada situasi dimana konsumen

Thailand yang kaya yang ingin membeli mobil mewah langsung dari pabrik asing

yang mana hal tersebut dilarang untuk berbuat demikian oleh perjanjian dengan

dealer lokal Thai.76

Pasal 28 sebenarnya melindungi distributor atau penyedia layanan asing

dengan memungkinkan mereka untuk menjual langsung kepada konsumen

Thailand dan melindungi konsumen Thai kaya yang ingin membeli barang atau

jasa dari perusahaan asing, sementara undang-undang persaingan lain

76

Ibidh.4

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 35: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

49

49

melaksanakan kebijakan yang berlawanan dengan melindungi perusahaan impor

lokal dari penyalahgunaan yang tidak adil oleh pelaku usaha asing.77

Pasal 29 dari TCA adalah mencakup semua ketentuan yang melarang

setiap tindakan yang "tidak bebas dan anti persaingan yang sehat" dan mencegah

pelaku usaha lain dari perilaku dalam menjalankan bisnis mereka. “A business

operator shall not carry out any act which is not free and fair competition and has

the effect of destroying, impairing, obstructing, impeding or restricting business

operation of other business operators or preventing other persons from carrying

out business or causing their cessation of business”. Bagian ini sangat umum dan

samar-samar, dan tidak memberdayakan Komisi Persaingan untuk dapat

menentukan aturan persaingan tidak sehat yang diperlukan untuk keberhasilan

pelaksanaan Pasal ini. Dengan tidak adanya aturan atau pedoman sehubungan

dengan Pasal ini, tidak jelas untuk menentukan apa kriteria dan kebijakan yang

berlaku untuk penggunaan Pasal 29 TCA.78

TCA menetapkan Trade Competition Commission (TCC) sebagai badan

utama dan satu-satunya yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan penegakan

Undang-undang persaingan ini. Menurut Bab II dari Undang-Undang, Office

Trade Competition Commission (OTCC) didirikan di Departemen Perdagangan

Internal di lingkungan Kementrian Perdagangan. Tugas utamanya adalah

penerapan dan pelaksanaan UU dan rekomendasi kepada Menteri Perdagangan

pada isi Peraturan Menteri berdasarkan Undang-Undang.

77

Ibid

78Ibid

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 36: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

50

50

Komisi diberi kuasa (oleh OTCC) untuk merekomendasikan sehubungan

dengan penerbitan peraturan menteri berdasarkan Undang-Undang,

memberitahukan pangsa pasar dan merger threshold yang diperlukan untuk

melaksanakan TCA, mempertimbangkan pengaduan, mengambil bukti, aturan

masalah dan prosedur, dll. TCA juga memberikan wewenang kepada TCC untuk

menunjuk sub-komite khusus untuk menyelidiki kasus-kasus tertentu dan

membuat rekomendasi kepada Komisi.

2.4.5. Vietnam

Hukum Persaingan Vietnam diundangkan untuk pertama kalinya pada

tanggal 9 November 2004 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2005. Penerapan

undang-undang ini selanjutnya berurusan dengan berbagai masalah UU

Persaingan secara lebih rinci, terutama:79

- Peraturan Pemerintah 116/2005 / ND-CP tanggal 15 September 2005

tentang Ketentuan rinci untuk pelaksanaan UU Persaingan;

- Peraturan Pemerintah 120/2005/ND-CP tanggal 30 September 2005pada

berurusan dengan pelanggaran hukum dan peraturan persaingan;

- Keputusan Pemerintah 05/2006 /ND-CP tanggal 1 September 2006 tentang

pembentukan, fungsi, tugas, wewenang dan struktur organisasi Dewan

Kompetisi; dan

79

Tran Anh Hung, Introduction to the Competiton Law of Vietnam, Inter-Pacific Bar Association

(IPBA Journal) No.57, Maret 2010, h.8

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 37: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

51

51

- Peraturan Pemerintah 06/2006 / ND-CP tanggal 1 September 2006 tentang

fungsi, tugas, wewenang dan struktur organisasi Departemen Manajemen

Kompetisi di bawah Kementerian Perdagangan.

Undang-undang Persaingan yang berlaku di Vietnam mencakup praktek-

praktek anti-persaingan yaitu sebagai berikut:

Pembatasan tindakan persaingan (Bab II), yang meliputi perjanjian,

penyalahgunaan monopoli/posisi dominan dan konsentrasi ekonomi

yang mendistorsi atau menahan persaingan di pasar; dan

Tindakan persaingan tidak sehat (Bab III), didefinisikan sebagai

praktek bisnis, yang bertentangan dengan standar umum etika bisnis

dan menyebabkan kerusakan aktual atau potensial untuk kepentingan

Negara, hak-hak hukum dan kepentingan perusahaan lain atau

konsumen.

Semua bentuk pelanggaran UU Persaingan ditangani oleh dua badan

utama yaitu Vietnam Competition Authority (VCA) dan Vietnam Competition

Council (VCC). VCA merupakan sebuah departemen yang dibentuk di bawah

Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan didelegasikan untuk menerapkan

lingkup yang luas dari tugas dan wewenang. VCA memiliki kekuasaan untuk,

antara lain:80

• Kontrol konsentrasi ekonomi;

80

Anh Tuan Nguyen, Vietnam: Overview:

http://globalcompetitionreview.com/reviews/60/sections/206/chapters/2351/vietnam-overview/

diakses pada tanggal 8 oktober 2014, h.5

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 38: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

52

52

• Menerima aplikasi untuk pengecualian dan juga menyarankan

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, atau perdana menteri;

• Melakukan investigasi perilaku anti-kompetitif; dan

• Menangani atau mengenakan sanksi praktik persaingan yang tidak adil

Dewan Kompetisi adalah badan eksekutif independen yang bertanggung

jawab untuk menangani kasus persaingan dan menyelesaikan keluhan sehubungan

dengan praktek yang menghambat kompetisi. Dewan Persaingan memiliki 11

sampai 15 anggota ditunjuk oleh Perdana Menteri.81

Dalam hal kompetisi, VCC

menetapkan Dewan yang Menangani Kasus Persaingan, terdiri dari setidaknya

lima anggota VCC. VCA akan memutuskan kasus persaingan tidak sehat dan

memutuskan apakah merger jatuh dalam kategori dilarang. Dalam semua kasus

lain, VCA menyampaikan laporan, masing-masing ke VCC (yang memutuskan

kasus pembatasan persaingan), ke Ministry of Industry and Trade (MoIT) (yang

memutuskan pengecualian untuk perjanjian pembatasan persaingan dan

konsentrasi ekonomi antara pihak yang sedang dalam bahaya atau pembubaran

atau kebangkrutan) atau Perdana Menteri (yang memutuskan pengecualian untuk

konsentrasi ekonomi yang mungkin memiliki efek memperluas ekspor atau

berkontribusi terhadap pengembangan sosial ekonomi, teknis dan pengembangan

teknologi).82

81

Tran Anh Hung, Introduction to the Competition Law of Vietnam, Inter-Pacific Bar Association

(IPBA Journal) No.57, Maret 2010, h.11

82Secretariat ASEAN, Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Bussines, 2013,

h.75

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 39: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

53

53

2.4.6 Filipina

Filipina mengadopsi pendekatan sektoral untuk kebijakan persaingan dan

penegakan hukum persaingannya dengan lebih dari 30 undang-undang

persaingan, hukum-industri tertentu dan kesejahteraan konsumen untuk

menangani praktek-kompetisi terkait. Sumber utama adalah sebagai berikut:83

1. The 1987 Constitution;

2. The Act to Prohibit Monopolies and Combinations in Restraint of Trade

(Act No. 3247);

3. The Revised Penal Code (Act No. 3815), as amended;

4. The New Civil Code (Republic Act No. 386);

5. Amending the Law Prescribing the Duties and Qualifications of Legal

Staff in the Office of the Secretary of Justice (Republic Act No. 4152); and

6. Executive Order No. 45, series of 2011, Designating the DOJ as the

Competition Authority.

1. The 1987 Constitution

Di bawah Konstitusi84

, negara diberi mandat untuk mengatur atau

melarang monopoli, kombinasi yang mengekang perdagangan dan praktek

persaingan tidak sehat lainnya, demi kepentingan umum. Ketentuan ini didasarkan

pada USSherman Act.

83

Secretariat ASEAN, “ASEAN Experts Groups Member (Phillipine)”,

http://www.aseancompetition.org/aegc/aegc-members/philippines , 2013, diakses pada 2

November 2014

84Constitution of Phillipines, Article XII, Section 19

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 40: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

54

54

Perlu dicatat bahwa Konstitusi Filipina tidak melarang monopoli secaraper

se. Monopoli tidak ilegal dengan sendirinya, dibandingkan dengan kombinasi

yang mengekang perdagangan dan praktek persaingan tidak sehat lainnya. Yang

terakhir yaitu praktek persaingan tidak sehat harus dilarang tanpa kecuali. Namun,

karena Konstitusi tidak mendefinisikan apa yang merupakan monopoli yang

melanggar hukum, atau apa itu kombinasi yang mengekang perdagangan atau

praktik persaingan tidak sehat, undang-undang yang terpisah dan / atau

yurisprudensi adalah dasar untuk membuat definisi tersebut.85

2. The Revised Penal Code (Act No. 3815), as amended

Republic Act (R.A.) No. 3815 sebagaimana telah diubah, atau dikenal

sebagai Revisi KUHP tersebut, menghukum perilaku anti-persaingan yang

merupakan kejahatan di masyarakat. Pasal 186 RepublicAct (R.A.) No. 3815

mendefinisikan dan menghukum monopoli dan kombinasi yang mengekang

perdagangan sementara Pasal 187 RepublicAct (R.A.) No. 3815 menetapkan

hukuman pidananya.86

Kombinasi yang mengekang perdagangan didefinisikan sebagai:

1. “Any agreement, whether in the form of a contract or conspiracy or

combination in the form of trust or otherwise, resulting in the restraint of

trade or commerce”

85

Anthony Amunategui Abad, Recommendations ForPhillipine Anti-TrustPolicy And Regulation ,

2004, h.3

86Ibid

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 41: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

55

55

Setiap perjanjian, baik dalam bentuk kontrak atau konspirasi atau

kombinasi dalam bentuk kepercayaan atau sebaliknya, yang

mengakibatkanhambatan perdagangan

2. “Preventing by artificial means free competition in the market”

Mencegah arti semu kebebasan berkompetisi di sebuah pasar.

3. “Any manner of combination, conspiracy, or agreement between or among

manufacturers, producers, processors, or importers of any merchandise or

object of commerce, or with any other persons, for the purpose of making

transactions prejudicial to lawful commerce, or increasing the market

price of such merchandise or object of commerce or of any other article in

the manufacture, production, or processing, or importation of which such

merchandise or object of commerce is used.

Setiap cara kombinasi, konspirasi, atau kesepakatan antara atau di antara

pabrikan, produsen, pengolah, atau importir dari setiap barang atau objek

perdagangan, atau dengan orang lain, untuk tujuan membuat transaksi

yang merugikan hukum perdagangan, atau meningkatkan harga pasar

barang dagangan atau objek perdagangan atau pasal lain dalam

pembuatan, produksi, atau pengolahan, atau impor yang barang atau benda

perdagangan tersebut digunakan.

Sedangkan monopoli ilegal didefinisikan sebagai:

1. “Monopolizing any merchandise or object of trade or commerce”

Memonopoli setiap barang atau objek perdagangan.

2. “Combining with any other person or persons to monopolize any

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 42: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

56

56

merchandise or object of trade or commerce, in order to alter the

price there of by spreading false rumors or making use of any other

artifice to restrain free competition in the market.”

Menggabungkan dengan orang atau orang lain untuk memonopoli

Setiap barang atau benda perdagangan atau perdagangan, untuk mengubah

harga yang ada dengan menyebarkan desas-desus palsu atau

memanfaatkan kecerdasan lain untuk menghambat persaingan bebas di

pasar.

The Revised Penal Code juga menghukum kecurangan lainnya dalam

perdagangan dan industri seperti menandai emas atau perak palsu dan mengubah

merek dagang.

3. The New Civil Code (Republic Act No. 386)

R.A. No. 386 (1949) sebagaimana telah diubah, atau dikenal sebagai Kode

Sipil Filipina dan yang mulai berlaku pada bulan Agustus 1950, memungkinkan

macam-macam kerugian yang timbul dari persaingan tidak sehat dalam usaha

pertanian, komersial, atau industri atau tenaga kerja.87

Hal ini juga memungkinkan

macam-macam kerugian yang timbul dari penyalahgunaan dalam pelaksanaan hak

dan dalam pelaksanaan tugas88

, misalnya, penyalahgunaan posisi pasar yang

dominan dengan monopoli. Cukup khas, KUHPerdata tidak mendefinisikan

persaingan yang tidak sehat dan hanya menyebutkan daftar sarana yang

persaingan yang tidak sehat dapat dilakukan: kekuatan, intimidasi, penipuan,

87

Pasal 28 R.A. No. 166 (1947)

88Pasal 19R.A. No. 166 (1947)

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 43: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

57

57

machination, atau tindakan lain yang tidak adil, menindas atau merupakan high

hand method lainnya.89

4. Executive Order No. 45, series of 2011, Designating the DOJ as the

Competition Authority.

Menyadari kebutuhan untuk mempromosikan persaingan Presiden

Benigno S. Aquino III menandatangani Executive Order No 45, 2011, dengan

menunjuk Departemen Kehakiman sebagai Otoritas Kompetisi. Executive Order

No. 45 menetapkan Office for Competition (OFC) di bawah Sekretaris Kehakiman

untuk melaksanakan, antara lain, tugas dan tanggung jawab untuk menyelidiki

semua kasus yang melibatkan pelanggaran undang-undang persaingan dan

mengadili pelanggar untuk mencegah, membatasi dan menghukum monopolisasi,

kartel dan kombinasi yang mengekang perdagangan.90

2.4.7 Brunei Darussalam

Brunei Darussalam saat ini tidak memiliki undang-undang yang

komprehensif yang mengatur persaingan secara umum. Pada tahun 2011,

bagaimanapun, Brunei Darussalam memulai proses untuk mempersiapkan

rancangan undang-undang kompetisi nasional.91

Dalam hal ini juga, ketentuan yang berhubungan dengan dasar-dasar

persaingan telah dilaksanakan di sektor telekomunikasi oleh Otoritas untuk Info-

komunikasi Teknologi Industri Brunei Darussalam (Authority for Info-

89

Ibid h.4

90Secretariat ASEAN, Op.Cit h.45, 2010

91Secretariat ASEAN, Op.Cit., h.12

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 44: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

58

58

communications Technology Industry of Brunei Darussalam/AITI).AITI

berwenang untuk para pemegang lisensi di bawah Peraturan Telekomunikasi 2001

(Telecommunication Order). Perilaku pemegang lisensi di pasar telekomunikasi

dipandu oleh kondisi lisensi, yang mencakup larangan terhadap perilaku anti-

kompetitif.92

Peraturan Telekomunikasi berlaku untuk badan usaha yang telah

memperoleh izin untuk beroperasi sebagai layanan dan / atau penyedia

infrastruktur di industri telekomunikasi kecuali instansi Pemerintah yang

melaksanakan fungsi yang berdaulat. Pemusatan kode praktek kompetisi sedang

dikembangkan oleh AITI yang nanti akan berlaku untuk hal yang sama dan akan

diperluas sampai mencakup kegiatan penyiaran.93

Di sisi lain, hukum persaingan nasional yang saat ini sedang dirancang

bertujuan untuk berlaku untuk semua kegiatan komersial di Brunei. Hukum

persaingan nasional untuk Brunei Darussalam masih dalam tahap penyusunan.

AITI mengumpulkan kode praktek persaingan yang akan berdampingan dan

umumnya disejajarkan dengan kebijakan nasional yang berkaitan dengan

kompetisi umum. Pemusatan kode praktek persaingan bertujuan untuk

meningkatkan efisiensi dan daya saing di sektor ini, mendorong perilaku pasar

yang sehat dan efisien,akses pasar yang transparan, dan selanjutnya kemajuan

teknologi dan penelitian dan pengembangan di sektor ini melalui peningkatan

perilaku pasar yang efisien.

92

Ibid, Peraturan Telekomunikasi dapat diakses dari situs Kejaksaan Agung www.agc.gov.bn

93Ibid

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 45: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

59

59

Tidak ada otoritas penegak hukum persaingan nasional saat ini karena

undang-undang tersebut masih dalam penyusunan.AITI bertanggung jawab atas

penegakan persaingan di sektor telekomunikasi sebagai bagian dari kewajiban

yang terkandung dalam persyaratan lisensi yang dikeluarkan di bawah Peraturan

Telekomunikasi. Mengingat pemusatan sektor telekomunikasi dan penyiaran,

AITI juga akan mengambil tanggung jawab untuk mengelola kompetisi di sektor

penyiaran.

Peraturan Telekomunikasi memungkinkan AITI untuk memberikan

petunjuk ke lisensi telekomunikasi untuk memastikan perilaku pasar yang wajar

dan efisien. Sementara Peraturan Telekomunikasi tidak secara khusus merujuk

pada perjanjian atau posisi dominan, lisensi yang dikeluarkan di bawah Peraturan

Telekomunikasi mengatakan memuat ketentuan-ketentuan untuk mengatur

praktek-praktek berikut:

1. Praktek Kompetitif Tidak Sehat (Unfair Competitive Practices)

2. Undue Preference and Undue Discrimination

3. Perjanjian yang Anti-Kompetitif (Anti-Competitive Arrangements)

4. Pengaturan Eksklusif (Exclusive Arrangements)

5. Kontrak dengan Pihak Ketiga (Contracts with Third Party)

6. Perjanjian yang Membatasi Kompetisi (Agreements that Restrict

Competition)

7. Penyalahgunaan Harga (Pricing Abuse)

8. Predatory Network Alteration

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 46: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

60

60

9. Penyalahgunaan Dominasi Pasar di Pasar Asing (Abuse of Market

Dominance in a Foreign Market)

2.4.8 Kamboja

Kamboja mengambil langkah-langkah awal menuju integrasi ekonomi

ASEAN dan keanggotaan dalam komunitas ekonomi internasional. Kebijakan ini

memerlukan penciptaan pasar swasta di dalam negeri dan meminta keanggotaan

dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) di luar negeri. Meskipun berupaya

menciptakan ekonomi pasar, Kamboja tidak memiliki hukum persaingan formal.94

Pemerintah Kamboja telah menyelesaikan rancangan undang-undang

persaingan, yangdiharapkan akan disampaikan kepada Dewan Menteri Kamboja

sebelum akhir 2013. Saat ini, belum ada update, apakah hukum persaingan

Kamboja telah berkembang dari masa lalu saat itu. Mengingat batas waktu 2015

ASEAN menjulang bagi anggota untuk memiliki persaingan hukum di negaranya,

dan kemajuan Kamboja dalam reformasi legislatif di sejumlah lainnya daerah

komersial yang penting, itu secara luas diharapkan bahwa hukum persaingan akan

diteruskan tahun ini.95

2.4.9 Myanmar

Myanmar tidak memiliki undang-undang persaingan yang komprehensif.

Konstitusi Baru (The New Constitution), di Pasal 36b, menyatakan bahwa

Myanmar akan "melindungi dan mencegah tindakan yang merugikan kepentingan

94

Peter J. Hammer, Competition Law in Cambodia, 2004, h.1

95Jones Day, Antitrust and Competition : Asia in Focus,http://www.jonesday.com/asia-in-focus-

04-16-2014/ diakses pada 5 November 2014

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 47: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

61

61

publik melalui monopoli atau manipulasi harga oleh seorang individu atau

kelompok dengan maksud untuk membahayakan persaingan yang sehat dalam

kegiatan ekonomi" (protect and prevent acts that injure public interests through

monopolization or manipulation of prices by an individual or group with intent to

endanger fair competition in economic activities)

Untuk menuju era ASEAN Economic Community, Myanmar sedang

mempersiapkan untuk mengadopsi kebijakan persaingan dan hukum persaingan

pada tahun 2015.96

Draft atau Rancangan Undang-Undang (RUU) Persaingan Myanmar telah

disiapkan oleh Departemen Perdagangan dan rancangan tersebut telah diajukan

kepada Presiden. Ketika persetujuan telah didapat dari Presiden, RUU akan

diserahkan kepada Kabinet dan Parlemen untuk disahkan. Dalam rancangan UU

Persaingan ini, ada dua belas bagian, meliputi untuk semua bisnis termasuk

perdagangan dan jasa. Ini mencakup bagian hukuman bagi mereka yang

melanggar hukum.97

Saat ini, sudah terbentuk Komite Kompetisi Kebijakan Kerja diketuai oleh

Wakil Menteri Kementerian Perdagangan. Dalam komite ini, pejabat senior dari

departemen atau lembaga terkait lainnya termasuk sebagai anggota. Direktur

Jenderal Departemen Perdagangan dan Urusan Konsumen di bawah Departemen

Perdagangan mengambil tanggung jawab dengan menjabat sebagai Sekretaris

dalam komite ini. Sebagai divisi, Divisi Kebijakan Persaingan di bawah

96

ASEAN Secretariat, Op.Cit.,hal.44

97Secretariat ASEAN, ASEAN Experts Group on Competition

(Myanmar)http://www.aseancompetition.org/aegc/aegc-members/myanmar diakses pada 5

November 2014

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 48: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

62

62

Departemen Perdagangan dan Urusan Konsumen diperpanjang dan melaksanakan

urusan kompetisi.

Menurut draft, akan ada satu Komisi Persaingan yang akan bertindak

sebagai otoritas penegakan hukum untuk mengontrol dan memonitor persaingan

yang sehat, anti monopoli dan anti merger akuisisi.

2.4.10 Laos

Keputusan Perdana Menteri pada Persaingan Perdagangan No. 15 / PMO

diterbitkan pada tanggal 4 Februari 2004 sebagai bagian dari transisi bertahap

Laos berencana secara terpusat ke ekonomi pasar.98

Oleh karena itu peraturan

perundang-undangan yang relevan yang mengatur tentang hukum persaingan di

Laos adalah Decree 15 / PMO (2004/04/02) dari Persaingan Perdagangan (the

"Decree" atau Keputusan). Namun, Keputusan ini masih belum dilaksanakan.99

Keputusan ini berlaku untuk penjualan barang dan jasa dalam kegiatan

bisnis oleh seorang pelaku usaha. Seorang "pelaku usaha" didefinisikan oleh Pasal

2 Decree 15 / PMO (2004/04/02) sebagai“a person who sells goods, buys goods

for further processing and sale or buys goods for resale or is a service

provider”yaitu "orang yang menjual barang, membeli barang untuk diproses lebih

lanjut dan dijual atau membeli barang untuk dijual kembali atau penyedia jasa".

98

http://antitrustasia.com/competition-law?region=south+east+asia&country=laos diakses pada 6

November 2014

99Secretariat ASEAN, Op.Cit.h.27

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 49: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

63

63

Decree 15 / PMO (2004/04/02) tidak membuat perbedaan antara pelaku

usahanasional maupun asing.100

Keputusan melarang kegiatan tertentu yang menyebabkan monopoli (yang

didefinisikan sebagai dominasi sendiri/unilateral atau dominasi bersama/joint

dominance), merger yang substansial mengurangi atau persaingan membatasi atau

menghilangkan pesaing, tindakan yang disengaja untuk menghilangkan pesaing

(seperti dumping) dan berbagai kolusi dan pengaturan yang dapat dianggap

praktik perdagangan yang tidak adil (seperti penetapan harga, alokasi pasar, dll).

Keputusan juga memuat ketentuan menangani kartel dengan perusahaan asing.101

Ada rencana untuk mereformasi Keputusan dan mengadopsi undang-

undang yang komprehensif tentang persaingan usaha yang akan dilalui oleh the

National Assembly Conference (Majelis Konferensi Nasional) pada tahun 2015.

Divisi tentang Perlindungan Konsumen dan Persaingan di bawah Departemen

Perindustrian dan Perdagangan telah ditetapkan

Pasal 5 dari Keputusan telah menyediakan pembentukan Komisi

Perdagangan Persaingan/Trade Competition Commission (TCC) di lingkungan

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, yang dipimpin oleh Menteri

Perindustrian dan Perdagangan. TCC masih belum ditetapkan.

Keputusan tersebut berlaku efektif pada tanggal 1 Agustus 2004. Namun,

TCC belum dibuat dan Departemen Perindustrian dan Perdagangan telah

100

Ibid

101 “Competition in Laos Market Overview”, http://antitrustasia.com/competition-

law?region=south+east+asia&country=laos, 2008, diakses pada 6 November 2014

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 50: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

64

64

mengkonfirmasi bahwa tidak ada kasus yang ditangani sejak Keputusan itu

dikeluarkan.

2.5 Analisis Perbandingan Praktek Anti-Kompetisi yang Dilarang di negara

ASEAN

Ada perbedaan yang signifikan dari negara-negara anggota ASEAN yang

memiliki hukum persaingan di negaranya. Hal tersebut mungkin ditentukan oleh

sejumlah faktor yang berkontribusi mempengaruhi pembentukan undang-undang

persaingan dalam tahap penyusunan, seperti misalnya negosiasi atau diskusi yang

dilakukan oleh para pejabat yang berwenang begitupun dengan para pemangku

kepentingan dan kondisi suatu negara yang berbeda-beda satu dengan yang

lainnya.

Undang-undang persaingan di negara-negara anggota ASEAN berbeda

dalam sejumlah dimensi. Ini termasuk tujuan hukum, isi / ketentuan, standar

hukum (per se vs rule of-reason) dan bentuk serta kuantum sanksi

Di bidang perjanjian anti-persaingan, undang-undang persaingan ini

berbeda dalam hal kehadiran dan ukuran ambang batas pasar (Tabel 1). Tidak ada

ambang batas yang ditentukan untuk penilaian horisontal anti-kompetitif

perjanjian dalam hukum persaingan Thailand dan Malaysia. Untuk negara-negara

dengan spesifikasi thresholds, hal itu berbeda dari satu negara ke negara lain.

Standar hukum yang diterapkan juga mungkin berbeda di berbagai negara-

negara anggota ASEAN. Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam

mempertimbangkan perjanjian anti-kompetitif horisontal menjadi per se ilegal

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 51: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

65

65

sedangkan Singapura menganggap beberapa jenis perjanjian tersebut menjadi per

se illegal.

Sanksi yang berlaku untuk perjanjian tersebut juga bervariasi secara

signifikan di seluruh ASEAN negara dalam hal berbagai dimensi seperti hukuman

pidana vs administratif (keuangan), dasar (% dari omset atau lumpsum) dan

kuantum (jumlah denda atau lama hukuman penjara).

Sejenis variasi dapat ditemukan dalam kasus ketentuan yang berkaitan

dengan penyalahgunaan posisi dominan (Tabel 2) dan kontrol merger (Tabel 3).

Dalam hal kontrol merger, Malaysia berdiri sebagai negara yang tidak memiliki

ketentuan pada kontrol merger dalam hukum persaingannya. Kontrol merger di

Thailand saat ini sedang non-operasional karena tidak adanya spesifikasi ambang

batas.

Tabel 2.1: Horizontal Anti-competitive Agreements

Ketentu

an yang

mengat

ur

Market

share

threshold

Standar Hukum yang

Diterapkan

Sanksi

Indonesia Pasal 5-

12

Group-75% Per se illegal untuk

penetapan harga,

distribusi wilayah,

boikot dan kartel

Administrative: Min. Rp.

1 Milyar, Max. 25 Milyar

Sanksi pidana: Min. Rp. 1

Milyar, Max. 25 Milyar

tau pidana kurungan

pengganti denda

selama-lamanya 5 (lima)

bulan

Malaysia Pasal 4 - Per se illegal untuk

penetapan harga, pangsa

pasar, source supply,

Pembatasan/Pengendalia

n produksi, distribusi,

technical/technological

development,

penanaman modal dan

bid-rigging

Untuk pelanggaran yang

melibatkan badan hukum:

Pertama kali: maks.RM 5

juta

Berulang: maks. RM 10

juta

Untuk pelanggaran yang

melibatkan non badan

hukum:

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 52: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

66

66

Pertama kali: maks. RM 1

juta dan atau pidana

kurungan maks.5 tahun

Berulang : maks. RM 2

juta dan atau pidana

kurungan maks.5 tahun

Untuk pelanggaran,

hukuman denda

maks.10% dari

Singapura Pasal 34 Group -20%

Individual-

25% SMEs

Per se illegal untuk

penetapan harga, bid-

rigging, market sharing

or output limitations

Rule of Reason (Net

Economic Benefit Test)

untuk ketentuan lain

Hukuman denda:

Max.10% dari omset

untuk setiap tahun

pelanggaran untuk jangka

waktu paling lama 3

tahun

Thailand Pasal 27 Pelaku

bisnis: 50%

Pangsa pasar

dan 1 milyar

Baht

Tiga teratas

pelaku

usaha: 75%

Pangsa pasar

dan 1 milyar

Baht

Perkecualian

: seorang

pelaku usaha

dengan

pangsa pasar

kurang dari

10% atau

omzetnya

kurang dari

1 milyar

Baht

Per se illegal untuk

penetapan harga,

pembatasan dalam

produksi, pembelian dan

penjualan

Max. Baht 6 juta atau /

dan

max. 3 tahun penjara

Mengulangi pelanggaran -

hukuman ganda

Vietnam Pasal 8 Group-30% Per se illegal untuk

penetapan harga,

distribution outlets,

pembatasan dalam

produksi, pembelian dan

penjualan,

Pembatasan/Pengendalia

n produksi, distribusi,

technical/technological

development,

Pembatasan dalam

Max.10% dari omset

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 53: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

67

67

penanaman modal, tied

sale/sale contracts,

market exclusion, bid-

rigging

Sumber : Cassey LEE dan Yoshifumi FUKUNAGA102

Tabel 2.2 : Penyalahgunaan Posisi Dominan

Ketentua

n yang

mengatur

Posisi

Dominan

Threshold

Tindakan Sanksi

Indonesia Pasal 25 Individual-

50%

Group-75%

Memaksakan

persyaratan perdagangan

yang menghambat

konsumen dari

memperoleh barang

kompetitif dan / atau

jasa, membatasi

perkembangan pasar dan

teknologi, menghambat

perusahaan pesaing

potensial untuk masuk

ke pasar.

Administrasi:

Min. Rp 1 Milyar,

Max. Rp.25 milyar

pidana:

Min. Rp.1 milyar, Max.

Rp.25 Milyar

atau

Max 5 bulan penjara

Malaysia Pasal 4 Tidak ada

batas - untuk

mempertahan

kan

fleksibilitas

Memaksakan

persyaratan perdagangan

yang tidak adil pada

pemasok/pelanggan,

membatasi/mengendalik

an produksi, saluran

pasar atau akses pasar,

pengembangan

teknologi/investasi,

menolak untuk

memasok, diskriminasi

untuk mencegah masuk

atau perluasan, perilaku

predator, tie-contract

dengan kondisi

tambahan yang tidak

terkait, pengecualian

pesaing vertikal

Untuk pelanggaran yang

melibatkan

badan hukum:

Pertama kali -Max. RM

5 juta

Pelanggaran berulang

-Max. RM10 juta

Untuk pelanggaran yang

melibatkan bukan badan

hukum:

Max. RM1 juta dan/atau

Max. 5 tahun penjara

Pelanggaran yang

berulang:

Max. RM 2 juta

dan/atau

5 tahun penjara

Untuk pelanggaran,

hukuman denda adalah

maksimal 10% dari

omset seluruh dunia

102

Dalam ASEAN Regional Cooperation on Competition Policy h.12, April 2013

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 54: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

68

68

untuk periode dimana

pelanggaran terjadi

Singapur

a

Pasal 47 Tidak ada

batas resmi,

tetapi 60%

digunakan

sebagai

panduan,

tidak

mungkin

untuk UKM

Perilaku predator,

pembatasan produksi,

pasar, atau

pengembangan teknis,

diskriminasi yang

menempatkan pihak

perdagangan pada

kerugian kompetitif.

Tie-contract dengan

kewajiban tambahan

terkait

Hukuman denda:

Max. 10% dari omzet

setiap tahun pelanggaran

untuk

jangka waktu paling

lama 3 tahun

Thailand Pasal 25 50% or 1

milyar Baht

Penetapan harga,

memperbaiki kondisi

wajib perdagangan,

gangguan dan

pembatasan layanan,

produksi, pembelian,

distribusi, campur

tangan dalam operasi

bisnis tanpa alasan yang

dapat dibenarkan

Max. Baht 6 juta dan/atau

Max. 3 tahun penjara

Vietnam Pasal 11 Satu

perusahaan -

30%

Dua

perusahaan -

50%

Tiga

perusahaan -

65%

Empat

perusahaan -

75%

Predatory pricing, harga

yang menyebabkan

kerugian pada

konsumen, membatasi

produksi dan distribusi

yang menyebabkan

kerugian kepada

konsumen, diskriminasi

untuk menciptakan

ketimpangan dalam

kompetisi, mengikat

kewajiban yang tidak

terkait dengan

penjualan, mencegah

masuk pasar.

Max. 10% dari omset

Sumber : Cassey LEE dan Yoshifumi FUKUNAGA103

Tabel 2.3 : Kontrol Merger

Negara Ketentuan Tipe Ambang

Batas

(Threshold)

Sanksi

Indonesia Pasal 28-29 Pre-Merger Aktiva Administrasi:

103

Ibid

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 55: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

69

69

Notifications

30 hari

sebelum

merger

dilaksanakan

konsolidasi>

Rp2,5 triliun

omset

konsolidasi

> Rp.5 triliun

bank:

Aktiva

konsolidasi>

Rp.20 triliun

Pencabutan merger

pidana:

Min. Rp.25milyar,

Max.

Rp.100 milyar atau

Max. 6 bulan

hukuman penjara

Malaysia Pasal 4 NA NA NA

Singapura Pasal 34 Evaluasi

sukarela

(voluntary

self-

assesment)

untuk post

dan pre

merger

Pangsa pasar

40% atau

lebih atau

Pangsa pasar

20% - 40%

and post-

merger 70%

atau lebih

struktural:

Penjualan atau

divestasi saham

Perilaku:

Komitmen untuk

menentukan

tingkah laku

Thailand Pasal 28 Wajib

Vietnam Pasal 8 Wajib Pangsa Pasar

30%-50%

Kewajiban membayar:

1-3% dari omset

Sumber : Cassey LEE dan Yoshifumi FUKUNAGA104

Tabel 2.4 : Implementasi Hukum Persaingan Usaha di ASEAN

No. Negara Implementasi

Hukum/Kebijakan

Persaingan Usaha

Tahun

Dibuatnya

Keterangan

1. Brunei Tidak ada - Pengaturan di sektor

Telekomunikasi di

tahun 2001

Hukum persaingan

usaha nasional

diharapkan selesai

pada tahun 2015

104

Ibid

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 56: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

70

70

2. Kamboja Tidak ada - RUU masih dalam

pertimbangan –

Dewan Kementrian

pada tahun 2012

3. Indonesia Ada 1999 UU No.5 Tahun 1999

Lembaga yang

berwenang : KPPU

4. Lao PDR Tidak ada - Surat Keputusan

No.15/PMO dalam

Persaingan

Perdagangan untuk

melarang perjanjian

yang membatasi

praktek bisnis –

dibuat pada tahun

2004 tapi tidak

ditegakkan

5. Malaysia Ada 2010 Competition Act

2010

Lembaga : Malaysia

Competition

Commission (MyCC)

6. Myanmar Tidak ada - Pasal 36 (b) dalam

Konstitusi terdiri dari

tujuan umum untuk

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 57: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

71

71

kebijakan persaingan

usaha

Hukum persaingan

usaha nasional

diharapkan selesai

pada tahun 2015

7. Filipina Tidak ada Ketentuan terkait

persaingan usaha

dalam Konstitusi

tahun 1987

Revised Penal Code

and New Civil Code

Lembaga : Office for

Competition (OFC)

yang dibentuk pada

Juni 2011 .

Ketentuan Hukum

persaingan usaha

nasional secara

komprehensif masih

dalam tahap

rancangan undang-

undang

8. Singapura Ada 2005 Competition Act

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH

Page 58: BAB II HUKUM PERSAINGAN USAHA DI ASEAN 2.1 Definisi ...repository.unair.ac.id/13773/12/12. Bab 2.pdf · 2.1 Definisi Kebijakan Persaingan . ... kolusi informal dan pengaturan non-

72

72

Lembaga:

Competition

Commission of

Singapore (CCS)

9. Thailand Ada 1999 Trade Competition

Act B.E.2542 (1999)

Lembaga: Trade

Competition

Commission

10. Vietnam Ada 2005 Competition Law

No.27/2004/QH11

Lembaga : Vietnam

Competition

Authority

(investigation) and

Vietnam Competition

Council

(adjudications)

Sumber : ASEAN105

, DOJ website (Phillipines)

105

Secretariat ASEAN,Handbook on Competition Policy and Law in ASEAN for Business, 2010

dalam Casey Lee and Yoshifumi Fukunaga, ASEAN Regional Cooperation on Competition

Policy h.8, April 2013

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

Skripsi HARMONISASI HUKUM PERSAINGAN USAHA DALAM MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

RANIYAH