33 BAB II HAKIKAT KONSEP TINDAK PEMERINTAHAN A. Doktrin Tindakan Negara (Act Of State Doctrine) Doktrin Tindakan Negara berawal di Inggris pada awal 1674 dan tumbuh dalam yurisprudensi Amerika Serikat pada akhir abad kedelapan belas dan awal abad kesembilan belas. Doktrin Tindakan Negara menyatakan bahwa: "the Judicial Branch will not examine the validity of a taking of property within its own territory by a foreign sovereign government ... in the absence of a treaty or other unambiguous agreement regarding controlling legal principles, even if the complaint alleges that the taking violates customary international law. 3435 Doktrin tindakan negara dalam dalam perkembangannya hadir sebagai pedoman untuk peradilan Amerika dari tindakan pemerintah asing yang terlibat dalam proses pengadilan dalam negeri. Dalam kasus Underhill v. Hernandez, penggugat, warga Amerika Serikat tinggal dan bekerja di Venezuela ketika Revolusi Venezuela terjadi. Dia ditahan selama beberapa 34 Clifford Michael Greene, A New Approach to the Act of State Doctrine: Turning Exceptions into the Rule, Cornell International Law Journal, Volume 8 May, 1975, h. 274.
37
Embed
BAB II HAKIKAT KONSEP TINDAK PEMERINTAHAN A. Doktrin ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/11659/2/T2_322014021_BAB II...Doktrin tindakan negara dalam dalam perkembangannya hadir
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
33
BAB II
HAKIKAT KONSEP TINDAK PEMERINTAHAN
A. Doktrin Tindakan Negara (Act Of State Doctrine)
Doktrin Tindakan Negara berawal di Inggris pada awal 1674 dan
tumbuh dalam yurisprudensi Amerika Serikat pada akhir abad kedelapan
belas dan awal abad kesembilan belas. Doktrin Tindakan Negara menyatakan
bahwa:
"the Judicial Branch will not examine the validity of a taking of property within its own territory by a foreign sovereign government ... in the absence of a treaty or other
unambiguous agreement regarding controlling legal principles, even if the complaint alleges that the taking
violates customary international law.3435
Doktrin tindakan negara dalam dalam perkembangannya hadir sebagai
pedoman untuk peradilan Amerika dari tindakan pemerintah asing yang
terlibat dalam proses pengadilan dalam negeri. Dalam kasus Underhill v.
Hernandez, penggugat, warga Amerika Serikat tinggal dan bekerja di
Venezuela ketika Revolusi Venezuela terjadi. Dia ditahan selama beberapa
34
Clifford Michael Greene, A New Approach to the Act of State Doctrine: Turning
Exceptions into the Rule, Cornell International Law Journal, Volume 8 May, 1975, h. 274.
34
waktu oleh pemerintah Revolusioner sebelum diizinkan kembali ke Amerika
Serikat. Dia kemudian mengajukan gugatan ganti rugi terhadap
penahanannya. Terhadap hal ini Chief Justice Fuller menyatakan bahwa:
"setiap negara berdaulat harus menghormati kemerdekaan
negara berdaulat lainnya dan pengadilan suatu negara tidak dapat mengadili suatu tindakan pemerintah negara
lain yang dilakukan di dalam wilayahnya sendiri.”36
Pernyataan klasik ini dapat juga dikatakan sebagai suatu “rule of
decision” dalam hukum internasional. Pengertian doktrin tindakan negara
tidak saja mencakup pelaksanaan kedaulatan oleh kekuasaan eksekutif atau
administratif dari suatu negara merdeka, atau oleh aparat-aparatnya atau
pejabat-pejabatnya yang sah, akan tetapi termasuk juga produk legislatif dan
administratif seperti undang-undang, dekrit atau perintah.37
Kasus berikutnya hadir pada tahun 1812, Justice Marshall dalam kasus
The Schooner Exchange v. M'Faddon menyatakan konsep dari doktrin
tindakan negara, meskipun tidak menyebutkan secara khusus. Kasus The
Schooner Exchange ini bermula dari dua gugatan warga negara Amerika
Serikat bernama Jhon McFaddon dan William Greetham yang mengklaim
sebagai pemilik asli dari kapal The Schonner Exchange. Kapal ini disita atas
36
http://mckinneylaw.iu.edu/iiclr/pdf/vol2p311.pdf, d ikunjungi pada tanggal 29 Juni
2016 pukul 21.00. 37
F. A. Mann, The Sacrosantity of Foreign Act of State, 1943 dalam Yudha Bhakt i
Ardhiwisastra, Imunitas Kedaulatan Negara Di Forum Pengadilan Asing, Alumni,
Bandung, 1999, h. 181.
35
perintah Napoleon, yang kemudian menjadi Kaisar Perancis. Penyitaan ini
dilakukan tanpa melalui proses hukum yang adil dan jelas didalam
pengadilan perancis. Hal tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan yang
berlawanan dengan hukum internasional. Kapal ini kemudian dijadikan
sebagai kapal perang dan diganti namanya menjadi Balou. Ketika kapal ini
berlabu dan menepi di pelabuhan Philadelphia, kedua warga negara Amerika
Serikat ini mengajukan permohonan penyitaan kapal atas dasar Napoleon
telah mengambil kapal secara melawan hukum. Permohonan ini diajukan ke
District Court of the United States for the District Court of Pennsylvania. Di
dalam petitumnya, mereka memita supaya The Schooner Exchange
dikembalikan kepemilikannya kepada mereka.38
Pengadilan tingkat pertama menyatakan bahwa mereka tidak memiliki
yuridiksi untuk memeriksa perkara. The Circuit Court kemudian
membatalkan putusan the District Court of Pennsylvania dan memerintahkan
the District Court of Pennsylvania untuk memeriksa perkara dan
mempertimbangkannya di dalam putusan. Kemudian pada tahap berikutnya
The United States Supreme Court kemudian membatalkan putusan dari
pengadilan banding dan menegaskan putusan pengadilan tingkat pertama.39
Adapun dalam putusannya, Justice Marshall dari Supreme Court of United
38
The Schooner "Exchange" v. M'Faddon, The American Journal of International
Law, http://www.jstor.org/stable/pdf/2186227.pdf?_=1468175715385, dikunjungi pada
tanggal 11 juli 2016 pukul 05.09. 39
Ibid.
36
States menyatakan beberapa hal yang menarik dan salah satunya yaitu
Pengadilan Amerika Serikat tidak berhak untuk memeriksa perkara The
Schooner Exchange dimana Perancis sebagai negara berdaulat diposisikan
sebagai tergugat. Di dalam putusannya, Justice Marshall berpendapat bahwa :
“the jurisdiction of nation within its own territory is
necessarily exclusive and absolute. It is susceptible of no limitation not imposed by itself. Any restriction upon it, deriving validity from an external source, would imply a
diminution of its sovereignty to the extent of the restriction, and an investment of that sovereignty to the same extent in
that power which could impose such restriction. All exceptions, therefore, to the full and complete power of a nation within its own territories, must be traced up to the
consent of the nation itself. They can flow from no other legitimate source. This consent may be express or
implied.40
Pendapat diatas menyimpulkan bahwa suatu negara tidak memiliki
yuridiksi untuk mengadili negara lain atas dasar kedaulatan yang dimilikinya.
Secara umum, dasar pengadilan Amerika Serikat menyatakan ia tidak berhak
untuk memeriksa kasus The Schooner Exchange menurut Justice Marshall
adalah kedaulatan dan persamaan derajat dan hak setiap negara dan
kewajiban negara untuk menjaga kedaulatannya.
Keputusan pengadilan terhadap kasus tersebut menunjukan bahwa
doktrin tindakan negara berkaitan kedudukan negara yang dipandang sejajar
dan didasarkan pada pandangan bahwa hukum internasional diberlakukan
40
https://supreme.justia.com/cases/federal/us/11/116/case.html, d ikunjungi pada
tanggal 11 juli 2016 pada pukul 05.31.
37
terbatas pada kemampuan negara untuk melaksanakan yuridiksinya atas
negara lain.41 Tindakan negara terhadap kasus ini didasarkan pada
penghormatan terhadap kedaulatan negara lain.
Sama halnya dengan kasus Ricaud v. American Metal Co, penggugat,
pembeli dari pemilik asli sebelum pengambil-alihan tersebut, menggugat
untuk memulihkan hak miliknya. Pengadilan menjelaskan bahwa, “the act of
state doctrine "does not deprive the courts of jurisdiction once acquired over
a case”. Jika pemerintah asing mengambil tindakan dalam menyita hak
miliknya, tindakan tersebut atau hasil dari tindakan tersebut harus disetujui
oleh pengadilan Amerika Serikat. Pengadilan berpendapat bahwa “to accept
a ruling authority and to decide accordingly is not a surrender or
abandonment of jurisdiction but is an exercise of it.” Terhadap hal tersebut
tindakan negara dapat dirasionalisasikan sebagai :
A judicially accepted limitation on the normative adjudicative
processes of the courts, springing from the thoroughly sound principle that on occasion individual litigants may have to
forgo decision on the merits of their claims because the involvement of the courts in such a decision might frustrate the conduct of the Nation's foreign policy.42
Dasar pemikiran dari doktrin tersebut didasarkan pada keprihatinan
peradilan bahwa menerapkan prinsip-prinsip hukum kebiasaan untuk menilai
Ronald Mok, Expropriation Claims in United States Courts: The Act of State
Doctrine, the Sovereign Immunity Doctrine, and the Foreign Sovereign Immunities Act - A
Road Map for the Expropriated Victim, Pace International Law Review Volume 8 Article 5,
1996, h. 202-203.
38
tindakan neraga asing yang berdaulat dapat mengganggu pelaksanakan
hubungan luar negeri dengan Pemerintah (eksekutif). Maksudnya yaitu jika
pengadilan berhubungan dengan negara asing yang berdaulat dalam suatu hal
dan pemerintah melakukan hubungan luar negeri yang bertentangan dengan
apa yang diputuskan pengadilan, maka tidak akan ada kesatuan dalam
melakukan urusan luar negeri. Hal ini berasal dari konsep pemisahan
kekuasaan (the separation of powers) yang melekat dalam sistem federal.43
Dalam perkembangannya pernyataan klasik doktrin tindakan negara
dalam perkara Underhill v. Hernandez yang menyatakan :
“every sovereign state is bound to respect the independence
of every other sovereign state, and the court of one country will not sit in judgement on the acts of the government of another done within its own territory”.
Terbukti mendapatkan penerapan yang luas dalam perkara-perkara
selanjutnya. Dalam perkara Banco Nacional de Cuba v. Sabbationo pada
tahun 1964, Mahkamah Agung Amerika Serikat berpendapat bahwa seorang
warga negara Amerika Serikat yang gulanya telah di sita di Cuba tidak dapat
memilikinya kembali dari seorang warga negara Amerika Serikat lainnya
yang telah memiliki gula tersebut di Amerika Serikat. Dalam perkara ini
timbul kontroversi yuridis terhadap tindakan nasionalisasi gula Amerika
Serikat oleh Pemerintah Cuba yang dinilai sebagai pembalasan atas politik
Amerika Serikat terhadap pemerintah Castro. Banco Nacional de Cuba,
43
Ibid.
39
sebagai organ pemerintah Cuba, melakukan gugatan di Pengadilan Distrik
Federal New York untuk mendapatkan kembali hasil penjualan gula yang
telah disita sebagai bagian dari politik pengambilalihannya.44
Dalam perkara ini Mahkamah Agung melalui Hakim Harlan yang
mewakili kelompok mayoritas anggota dewan hakim Mahkamah
berpendapat, bahwa pengadilan-pengadilan di Amerika Serikat tidak dapat
menguji keabsahan pengambil-alihan harta kekayaan oleh suatu pemerintah
berdaulat yang diakui di dalam wilayahnya sendiri, sekalipun apabila
pengambilalihan tersebut merupakan suatu pelanggaran terhadap hukum
internasional. 45
Hakim Harlan menggambarkan bahwa doktrin tindakan negara
merupakan “a principle of decision binding on federal and state courts alike
but compelled by neither international nor constitutional”. Pendapat dalam
Sabbatino beranjak dari diktum terdahulu sehingga doktrin tersebut
ditegakkan atas dasar penghormatan terhadap kedaulatan negara asing atau
pertimbangan kesopanan dalam hubungan luar negeri. Hakim Harlan
menetapkan juga, bahwa pelaksanaan hubungan luar negeri tunduk pada
kekuasaan eksekutif dan Kongres dan setiap perkara atau adanya kontroversi
yang menyinggung hubungan luar negeri berada di luar tanggung jawab
yudisial. Hakim Harlan mencatat bahwa doktrin tindakan negara memiliki
44
Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Op. Cit., h. 201. 45
Ibid., h . 202.
40
tiang konstitusional (constitutional underpinning) berdasarkan pada
pembagian fungsi antara cabang-cabang yudisial dan politik pemerintah
mengenai masalah-masalah yang menyangkut urusan luar negeri. Harlan
melanjutkan telaahnya atas justifikasi politik bagi doktrin tindakan negara
dengan menekankan sumber yang lebih besar dari eksekutif di dalam
persengketaan dan menggambarkan bahwa intervensi yudisial dapat
mempersulit pihak eksekutif.46
Terhadap Doktrin Tindakan Negara, terdapat tiga poin utama yang
dapat dipahami untuk membenarkan penerapan Doktrin Tindakan Negara
doktrin yaitu “the international law”, “territorial choice of law” theories
dan “separation of powers” theory.”47 The International Law ingin
menyatakan bahwa terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan Tindakan
Negara, pengadilan melihat bahwa diperlukan “the universal comity of
nations” dan “the establish rules of international law”. Menurut pengadilan,
bantuan untuk kesalahan yang dilakukan di luar negeri harus dicari baik
melalui pengadilan di negara bersangkutan atau melalui jalur diplomatik.
Kemudian yang dimaksud dengan “territorial choice of law” bahwa pada
awal kehadiran kasus-kasus yang berkaitan dengan tindakan negara, doktrin
tindakan negara dimanfaatkan sebagai aspek dari “territorial choice of law”.
Prinsip mengemukakan bahwa keabsahan suatu tindakan akan ditentukan
imperii-i, d ikunjungi pada tanggal 15 juli 2016 pukul 18.55 71
Radita Aji, Kedudukan Kontrak Kerja Sama Dalam Bidang Minyak Dan Gas
Bumi Di Indonesia Dikaitkan Dengan Unidroit Principles Of International Commercial
Contract 2010, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum
Dan HAM RI, 2013, h. 181-182.
56
badan arbitrase. Dalam hal ini, imunitas tidak dapat diberikan kepada negara
untuk tindakan (jure gestionis).72
Tindak negara yang dibedakan menjadi dua macam, yaitu Acta Jure
Imperii dan Acta Jure Gestionis inilah yang dalam hukum indonesia
dipahami sebagai Tindak Pemerintahan Dalam Hukum Publik dan Tindak
Pemerintahan Dalam Hukum Privat. Terhadap acta jure imperii dan acta
jure gestionis, terdapat berbagai istilah yang digunakan oleh para ahli seperti
Perbuatan Administrasi,73 Tindakan Hukum Tata Usaha Negara (TUN),74
Tindakan Pemerintah,75 Perbuatan Pemerintah,76 Tindak Pemerintahan,77
bahkan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan menggunakan istilah
yang berbeda yakni Tindakan Administrasi Pemerintahan. Untuk menengahi
berbagai perbedaan tersebut, penulis menggunakan istilah Tindak
Pemerintahan.
Menurut Van Vollenhoven yang dimaksud dengan Tindak
Pemerintahan (Bestuurshandeling) adalah pemeliharaan kepentingan negara
dan rakyat secara spontan dan tersendiri oleh penguasa tinggi dan
72
Ibid. 73
E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, dalam Irfan
Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah , Alumni,
Bandung, 2004, h. 62. 74
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Sinar Harapan, Jakarta, 1993, h. 146. 75
Ridwan, Hukum..., Op.Cit., h. 109. Lihat juga S.F. Marbun dan Mahfud MD,
Pokok-Pokok Hukum Administrasi, Liberty, Yogyakarta, 1987, h. 70. 76
S.F. Marbun, Hukum Administrasi Negara I, FH UII Press, Yogyakarta, 2012, h.
149. 77
Ibid.
57
rendahan.78 Pada umumnya Tindak pemerintah terdiri atas tindakan nyata
(feitelijkhandelingen) maupun tindakan hukum (rechtshandelingen).
Tindakan nyata adalah tindakan-tindakan yang tidak ada relevansinya
dengan hukum dan oleh karenanya tidak menimbulkan akibat hukum,79
sedangkan tindakan hukum menurut R.J.H.M Huisman sebagaimana dikutip
oleh Ridwan :
“Een rechtshandeling is gericht op het scheppen van
rechten of plichten”80 (tindakan hukum adalah tindakan yang dimaksudkan untuk
menciptakan hak dan kewajiban)
Demikian juga pendapat dari H.J. Romeijn :
“Een administratieve rechtshandeling is dan een wilsverklaring in een bijzonder geval uitgaande van een
administratief orgaan, gericht op het in het leven reopen van een rechtsgevolg op het gebeid van administratief recht”81
(tindakan hukum administrasi adalah suatu pernyataan kehendak yang muncul dari organ administrasi dalam
78
Ibid. 79
C.J.N Versteden, Inleiding Algemeen Bestuursrecht, h. 55, dalam Ridwan,
Hukum..., Op.Cit., h. 109. Dalam huku m admin istrasi tindakan nyata tidak mendapat
perhatian serius untuk dibahas lebih jauh karena tidak mempunyai akibat hukum sehingga
yang banyak dibahas ialah tindakan hukum. 80
R.J.H.M. Huis man, Algemeen Bestuursrecht, een Inleiding, h. 13, dalam Ridwan,
Hukum... , Op.Cit., h. 110. 81
H.J. Romeijn, Administratiefrecht, h. 89, dalam Ridwan, Hukum..., Op.Cit., h.110.
Istilah Tindakan Hukum ini semula berasal dari ajaran hukum perdata yang kemudian
digunakan dalam Hukum Administrasi Negara sehingga dikenal istilah Tindakan Hukum
Administrasi.
58
keadaan khusus, dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang administrasi negara)
Telah dijelaskan bahwa dalam menjalankan tugas pemerintahan,
pemerintah sering tampil dengan “dua wajah” yaitu ketika melaksanakan
aktivitasnya dalam bidang hukum publik maupun dalam bidang hukum
privat. Karena pemerintah sering tampil dengan dua wajah, maka dikenal
dikenal ada dua macam tindakan hukum yang dilakukan oleh badan atau
para pejabat pemerintahan yaitu tindakan dalam hukum publik (acta jure
imperii) dan tindakan dalam hukum privat (acta jure gestionis). Di dalam
ABAR, tindakan hukum pemerintahan dijelaskan sebagai berikut :
“De rechtshandelingen door de overheid in haar bestuursfunctie, kunnen worden onderscheiden in privaatrechtelijke en publiekrechtelijke rechtshandelingen.
Onder publiekrechtelijke rechtshandelingen worden hier verstaan de rechtshandelingen die verricht worden op de
grondslag van het publiekrecht; onder privaatrechtelijke rechtshandelingen; rechtshandelingen die verricht worden op grondslag van het privaatrecht”.82
(Tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahannya dapat dibedakan dalam tindakan hukum publik dan tindakan hukum privat.
Tindakan hukum publik berarti tindakan hukum yang dilakukan tersebut didasarkan pada hukum publik,
sedangkan tindakan hukum privat adalah tindakan hukum yang didasarkan pada ketentuan hukum keperdataan).
82
Ridwan, Hukum Administrasi... Op. Cit., h. 144.
59
Selanjutnya tindakan pemerintah dalam hukum publik (juri imperii)
dan tindakan pemerintah dalam hukum privat (jure gestionis) akan diuraikan
sebagai berikut:
1. Tindak Pemerintahan Dalam Hukum Publik
Dari perspektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan, de
staat is ambtenorganisatie. Adapun yang dimaksud jabatan adalah suatu
lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yang dibentuk untuk waktu
lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang een ambt is een
instituut met eigen werkkring waaraan bij de instelling duurzaam en
welomschreven taak en bevoegdheden zijn verleend.83
Di dalam negara itu terdapat berbagai lembaga-lembaga negara dan
pemerintahan, dimana tugas dan wewenangnya dijalankan oleh
pemerintah baik dalam arti luas maupun sempit. Dengan kata lain,
jabatan-jabatan yang dilekati dengan tugas dan wewenang itu dijalankan
oleh wakil (vertegenwoordiger) yaitu pemerintah. Dalam hal ini
pemerintah bertindak untuk dan atas nama jabatan. Pemerintah adalah
pelaku hukum publik. J.B.J.M ten Berge mengatakan sebagai berikut :
“de overheid die optreedt als gezagorganisatie, anders gezegd, de overheid die ‘bindende besluiten’ neemt als bedoeld in artikel 1:3, eerste lid, Awb, doet zulks op basis
van publiekrechtelijke bovoegdheden. Die publiekrechtelijke bevoegdheden zijn in of krachtens
wettelijke voorschriften steeds toebedeeld (attributie) of
83
Ridwan, Diskresi..., Op. Cit., h. 98.
60
overgedragen (delegatie) aan bepaalde ‘personen of colleges’ die deze bevoegdheden op eigen naam en eigen
gezag uitoefenen”.84
(pemerintah yang bertindak sebagai organisasi kekuasaan, yakni pemerintah yang membuat ‘keputusan mengikat’
seperti maksud dalam pasal 1:3, ayat pertama, Awb, melakukan tindakan atas dasar wewenang publik.
Wewenang publik itu diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan (atribusi) atau dilimpahkan (delegasi) kepada ‘seseorang atau badan’ yang
melaksanakan wewenang ini atas nama kekuasaan sendiri).
Berkenaan dengan pemerintah sebagai pelaku hukum publik tersebut,
Philipus M. Hadjon mengatakan sebagai berikut:
“Sebagai pelaku hukum publik (public actor) badan atau pejabat tata usaha negara memiliki hak dan wewenang
istimewa untuk menggunakan dan menjalankan kekuasaan publik (public authority, openbaar gezag). Berdasarkan
penggunaan kekuasaan hukum publik dimaksud, badan atau pejabat tata usaha negara dapat secara sepihak menetapkan pelbagai peraturan keputusan
(beschikkingen) yang mengikat warga negara (bersama badan-badan hukum perdata) dan peletak hak dan
kewajiban tertentu dan karena itu menimbulkan akibat hukum bagi mereka itu. Tentu saja, ada kalanya seorang warga atau badan hukum perdata tidak menyenangi dan
enggan menaati suatu peraturan/keputusan yang mengikat padanya, tetapi ia tetap dituntut untuk menghormati dan
menaati ketentuan peraturan/keputusan itu bahkan jika perlu pelaksanaannya dapat dipaksakan melalui campur tangan petugas (aparat) penegak hukum seperti halnya
polisi, jaksa, dan hakim”85
84
Ibid. 85
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2011, h. 166.
61
Dalam perspektif hukum publik, negara adalah organisasi jabatan.
Menurut Bagir Manan, jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang
berisi fungsi- fungsi tertentu yang secara keseluruhan mencerminkan
tujuan dan tata kerja suatu organisasi. Negara berisi berbagai jabatan atau
lingkungan kerja tetap dengan berbagai fungsi untuk mencapai tujuan
negara. Sebagai jabatan, ia diserahi kewenangan publik
(publiekbevoegdheid) yang diatur dan tunduk dalam hukum publik.86
Ketika pemerintah melakukan tindakan yang hanya didasarkan pada
wewenang publik (publiek bevoegdheid) dan tanpa menggunakan
instrument hukum keperdataan, tindakan pemerintah itu disebut murni
bersifat publik (puur pliekrechtelijke), misalnya dalam hal pembuatan
peraturan perundang-undangan (regeling) atau keputusan
(beschikking),87 maka hukum publiklah yang berlaku. Jika pemerintah
bertindak tidak dalam kualitas pemerintah, maka hukum privatlah yang
berlaku.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tindak pemerintah dalam
hukum publik (jure imperii) merupakan tindakan-tindakan hukum yang
dilakukan oleh pejabat administrasi dalam menjalankan fungsi
pemerintahan. Tindakan hukum publik ini dilakukan berdasarkan
kewenangan pemerintah yang bersifat hukum publik yang hanya dapat
86
Ridwan, Hukum Administrasi... Op. Cit., h. 70-72. 87
Ridwan, Diskresi..., Op. Cit., h. 99.
62
lahir dari kewenangan yang bersifat hukum publik pula. Kedudukan
pemerintah sebagai pelaku hukum publik yang dilekati hak dan
wewenang untuk menggunakan dan menjalankan perbagai peraturan dan
keputusan serta wewenang diskresi, secara garis besar fungsi dan urusan
pemerintahan itu dapat dikelompokan menjadi fungsi pembuatan
peraturan perundang-undangan beserta penegakannya (regelen en
handhaven), membuat keputusan (beschikken), dan membuat
kebijakan (beleidsregel). Di samping itu juga pemerintah dilekati dengan
kewajiban untuk memberikan pelayanan publik atau melaksanakan
fungsi pelayanan (zorgsfunctie), terutama bagi negara-negara yang
menganut atau dipengaruhi konsep welfare state.88
Sebagai pelaku hukum publik (public actor) yang menjalankan
kekuasaan publik (public authority, openbaar gezag), yang dijelmakan
dalam kualitas penguasa seperti halnya badan-badan tata usaha negara dan
perbagai jabatan yang diserahi wewenang penggunaan kekuasaan publik.
Salah satu bentuk pelayanan publik kepada masyarakat termanifestasikan
dengan kehadiran BUMN sebagai salah satu pilar perekonomian
Indonesia, yang di amanatkan UUD NRI 1945. BUMN yang seluruh atau
sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan,
merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian
88
Ridwan, Diskresi..., Op. Cit., h. 102-103.
63
nasional, disamping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan
kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran
saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi.
Berkaitan dengan tindakan dalam hukum publik (jure imperii) dari
organ pemerintahan, S.F. Marbun membagi lagi tindakan menurut hukum
publik ke dalam dua bentuk:
Perbuatan Hukum Publik Bersegi Satu (eenzijdige
publiekrechtelijke handeling)
Di kalangan sarjana terjadi perbedaan pendapat mengenai tindakan
menurut hukum publik. Beberapa sarjana hanya mengakui adanya
perbuatan hukum publik yang bersegi satu, artinya hukum publik itu lebih
merupakan kehendak satu pihak saja yaitu pemerintah. Menurut mereka
tidak ada perbuatan hukum publik yang bersegi dua, tidak ada perjanjian,
misalnya, yang diatur oleh hukum publik. Jika pemerintah mengadakan
perjanjian dengan pihak swasta maka perjanjian itu senantiasa
menggunakan hukum privat (perdata). Perbuatan tersebut merupakan
perbuatan hukum bersegi dua karena diadakan oleh kehendak kedua belah
pihak dengan sukarela. Itulah sebabnya tidak ada perjanjian menurut
hukum publik, sebab hubungan hukum yang diatur oleh hukum publik
64
hanya berasal dari satu pihak saja yakni pemerintah dengan cara
menentukan kehendaknya sendiri.89
Perbuatan Hukum Publik Bersegi Dua (tweezijdige
publiekrechtelijke handeling)
Van der Pot, Kranenberg-Vegting, Wiarda dan Donner mengakui
adanya hukum publik yang bersegi dua atau adanya perjanjian menurut
hukum publik. Mereka memberi contoh tentang adanya “kortverband
contract” (perjanjian kerja jangka pendek) yang diadakan seorang swasta
sebagai pekerja dengan pihak pemerintah sebagai pihak pemberi
pekerjaan.
Pada kortverband contract ada persesuaian kehendak antara pekerja
dengan pemberi pekerjaan, dan pembuatan hukum itu diatur oleh hukum
istimewa yaitu peraturan hukum publik sehingga tidak ditemui
pengaturannya di dalam hukum privat (biasa). Dalam kaitan ini bisa
dicontohkan untuk masa waktu tertentu adalah merupakan kortverband
contract yang kemudian dituangkan dalam satu beschikking.90
Berdasarkan konsep tindak pemerintah dalam hukum publik yang
telah dijelaskan, maka hubungan hukum (rechtsbetrekking) antara
pemerintah, dengan seseorang atau badan hukum perdata tidak berada
89
S.F. Marbun, Op. Cit., h. 150. 90
Ibid., h. 151.
65
dalam kedudukan yang sejajar. Pemerintah memiliki kedudukan khusus
(de overhead als bijzonder person), sebagai satu-satunya pihak yang
diserahi kewajiban untuk mengatur dan menyelenggarakan kepentingan
umum di mana dalam rangka melaksanakan kewajiban ini, kepada
pemerintah diberikan wewenang membuat peraturan perundang-
undangan, menggunakan paksaan pemerintahan, atau menerapkan sanksi
hukum. kedudukan pemerintah yang tidak dimiliki oleh seorang atau
badan hukum perdata ini menyebabkan hubungan hukum antara
pemerintah dengan seseorang dan badan hukum perdata bersifat
ordinatif.91
2. Tindak Pemerintahan Dalam Hukum Privat
Mencapai tujuan negara seperti yang diamanatkan UUD NRI 1945,
negara dapat melakukan berbagai tindakan hukum melalui wakilnya yakni
pemerintah. Dengan kata lain pemerintah selain bertindak dalam hukum
publik, dapat juga melakukan berbagai tindakan dalam hukum perdata.
Selaku pelaku hukum keperdataan (civil actor) yang melakukan perlbagai
perbuatan hukum keperdataan (privaatrechtelijke handeling), seperti
halnya mengikat perjanjian jual beli, sewa menyewa, pemborongan dan
sebagainya yang dijelmakan dalam kualitas badan hukum (legal person,
91
Ridwan, Hukum Administrasi..., Op. Cit., h. 119-120.
66
rechtspersoon). Perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan atau pejabat
tata usaha negara itu tidak diatur berdasarkan hukum publik, tetapi
didasarkan pada peraturan perundang-undangan hukum perdata
yang mendasari perbuatan hukum keperdataan yang dilakukan seorang
warga dan badan hukum perdata.92
Hal senada juga dikemukakan oleh C.J.N Versteden yaitu:
“De overhead-en in het bijzonder het bestuur-komt op allerlei wijzen met privaatrecht in aanraking. Soms neemt zij aan het privaatrechtelijke rechtsverkeer deel op
gelijker voet als particulieren, zonder dat haar bijzonder positive als overhead en behartiging vat het algemeen
belang daarbij in het geding. Zo treedt de overhead op als eigenares van groden en gebouwen... We zien de overhead ook geldleningen afsluiten, apparaten en machines kopen.
In deze gevallen is de overhead evenals de particuliere personen aan de regels van het privaatrecht
onderworpen.93
(Pemerintah-dan dalam kedudukannya yang spesifik sebagai pemerintah-menggunakan berbagai ketentuan
hukum privat dalam pergaulannya. Kadang-kadang mereka terlibat dalam lalu lintas pergaulan keperdataan dalam kedudukan yang sama dengan pihak swasta, tanpa
kedudukan spesifiknya sebagai pemerintah dan yang melindungi kepentingan umum dalam hal ini terjadi
sengketa. Dengan demikian, pemerintah dapat bertindak sebagai pemilik tanah dan bangunan.... Kita juga menyaksikan pemerintah meminjam uang, membeli
mesin-mesin dan peralatan. Dalam hal ini pemerintah
92
Ph ilipus M. Hadjon, dkk, Op. Cit., h. 166. 93
Ridwan, Diskresi..., Op. Cit., h. 88.
67
seperti halnya seorang swasta tunduk pada peraturan keperdataan).
Bagi pemerintah, fungsi pelayanan terhadap masyarakat terutama
dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial, pendidikan, kesehatan,
pekerjaan dan sebagainya yang merupakan amanat konstitusi adalah hal
yang fundamental. Diberikannya kewajiban kepada pemerintah untuk
memberikan pelayanan umum (bestuurszorg) itu menyebabkan
pemerintah harus terlibat aktif dalam kehidupan warga negara
(staatsbemoeienis).
Salah satu bentuk tindak pemerintah mewujudkan pelayanan umum
tersebut termanifestasi dalam bentuk BUMN sebagai salah satu pelaku
ekonomi dalam sistem perekonomian nasional dimana BUMN ikut
berperan menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam
rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal menarik
yang patut dicermati dengan kehadiran BUMN ialah tindak pemerintah
sebagai pelaku hukum publik di dalam pergaulan keperdataan dan
terhadap pelaksanaan dan pengelolaannya yang berkaitan erat dengan
hukum publik dan hukum privat.
Dalam hubungan keperdataan yang bertumpu pada asas otonomi dan
kebebasan berkontrak. Hubungan hukum berdasarkan hukum perdata
bersifat sejajar. Pemerintah, dalam kapasitasnya sebagai wakil dari badan
68
hukum pemerintahan, bukan sebagai wakil dari jabatan pemerintahan,
dapat mengadakan hubungan hukum berdasarkan hukum perdata dengan
kedudukan yang sejajar atau tidak berbeda dengan seseorang atau badan
hukum perdata94 dan dapat menjadi pihak dalam sengketa keperdataan
dengan kedudukan yang sama dengan seseorang atau badan hukum
perdata dalam peradilan umum.95
Berdasarkan pemaparan diatas secara teoritis cara untuk menentukan
apakah tindakan pemerintah itu diatur oleh hukum privat atau hukum publik
adalah dengan melihat kedudukan pemerintah dalam menjalankan tindakan
tersebut. Jika pemerintah bertindak dalam kualitasnya sebagai pemerintah,
maka hanya hukum publiklah yang berlaku, jika pemerintah bertindak tidak
dalam kualitas pemerintah, maka hukum privatlah yang berlaku. Dengan
kata lain, ketika pemerintah terlibat dalam pergaulan keperdataan dan bukan
dalam kedudukannya sebagai pihak yang memelihara kepentingan umum, ia
tidak berbeda dengan pihak swasta, yaitu tunduk pada hukum privat. Cara
lainnya adalah dengan melakukan pembedaan antara overheid sebagai
pemegang kewenangan pemerintah dengan lichaam sebagai badan hukum.
dalam kaitannya dengan daerah, diketahui bahwa daerah adalah badan
hukum publik, yang di satu sisi sebagai overheid dan di sisi lain sebagai
94
Ridwan, Hukum..., Op. Cit., h. 120. 95
Ridwan, Hukum..., Op. Cit., h. 84.
69
lichaam. Sebagai overheid, daerah melaksanakan kewenangan atau tugas-
tugas pemerintahan yang diberikan dan diatur oleh ketentuan hukum publik.
Sebagai lichaam, daerah adalah sebagai wakil dari badan hukum, yang dapat
bertindak dalam lapangan keperdataan dan tunduk pada ketentuan hukum
perdata. Sebagai contoh, ketika kabupaten/kota membeli beberapa mobil bus
baru untuk kepentingan perusahaannya, kabupaten melaksanakan perjanjian
jual beli yang didasarkan pada hukum perdata. Disebutkan juga bahwa “Als
zodanig is de gemente dragster van privaatrechtelijke rechten en plichten,
zin kan deelnemen aan het “gewome” rechtsverkeer. En wanner zij dat doet
neemt zij in beginsel dezelfde positive in als elke andere natuurlijke of
rechtspersoon” (sebagaimana badan hukum privat, kabupaten adalah
pemikul hak dan kewajiban keperdataan. Kabupaten dapat melakukan
berbagai tindakan hukum berdasarkan hukum perdata, ia dapat terlibat dalam
lalu lintas pergaulan hukum “biasa”. Apabila kabupaten melakukan tindakan
tersebut, secara prinsip kedudukannya sama dengan seseorang atau badan
hukum). Berdasarkan contoh dan keterangan tersebut tampak bahwa
pemerintah atau pemerintah daerah sebagai wakil dari negara dapat
melakukan perbuatan atau tindakan hukum publik dan tindakan hukum
keperdataan.96
96
Ridwan, Hukum Administrasi..., Op. Cit., h. 115-117.