Top Banner
14 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. Puisi 1. Pengertian Puisi Puisi adalah bentuk kesusasteraan yang paling tua. Karya-karya besar dunia yang bersifat monumental ditulis dalam bentuk puisi. Karya- karya pujangga besar seperti: Oedipus, Antigone, Hamlet, Macbeth, Mahabarata, Ramayana, Bharata yudha, dan sebagainya ditulis dalam bentuk puisi. Puisi tidak hanya dipergunakan untuk penulisan karya-karya besar, namun ternyata puisi juga sangat erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. 1 Puisi ada yang mampu bicara sendiri, artinya, usaha memahaminya tidak memerlukan acuan faktor di luar puisi tersebut (menggunakan pendekatan obyektif). Puisi-puisi yang “gelap” atau bersifat khas, usaha memahami puisi tidak dapat memencilkan karya puisi itu sendiri, puisi tidak dapat dipandang sebagai sesuatu karya otonom sehingga faktor di luar puisi harus turut dijadikan acuan pemahaman. 2 Definisi positif dan baku atas puisi sulit diberikan. Ciri-ciri atau karakteristik puisi biasanya dapat dipakai sebagai jembatan pemahaman untuk memberikan pengertian tentang apa itu puisi. Segi bentuk fisik yang tertulis dalam karya tulis, sudah berbeda dengan prosa dan drama, sementara dari segi bentuk pengucapan batinnya, puisi juga berbeda dari prosa dan drama. Ada saat-saat tertentu yang memungkinkan ketepatan pengucapan batin dengan puisi, ada saat lain yang menuntut pengucapan batin dalam drama atau prosa. Pikiran dan perasaan tertentu hanya dapat diungkapkan dalam wujud prosa dan drama namun pikiran dan perasaan 1 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori dan Apresiasi Puisi, Erlangga, Jakarta, 1987, hlm. 1 2 ibid, hlm. 2
32

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

Nov 19, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

14

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG

PUISI DAN RELIGUSTAS

A. Puisi

1. Pengertian Puisi

Puisi adalah bentuk kesusasteraan yang paling tua. Karya-karya

besar dunia yang bersifat monumental ditulis dalam bentuk puisi. Karya-

karya pujangga besar seperti: Oedipus, Antigone, Hamlet, Macbeth,

Mahabarata, Ramayana, Bharata yudha, dan sebagainya ditulis dalam

bentuk puisi. Puisi tidak hanya dipergunakan untuk penulisan karya-karya

besar, namun ternyata puisi juga sangat erat kaitannya dalam kehidupan

sehari-hari.1

Puisi ada yang mampu bicara sendiri, artinya, usaha memahaminya

tidak memerlukan acuan faktor di luar puisi tersebut (menggunakan

pendekatan obyektif). Puisi-puisi yang “gelap” atau bersifat khas, usaha

memahami puisi tidak dapat memencilkan karya puisi itu sendiri, puisi

tidak dapat dipandang sebagai sesuatu karya otonom sehingga faktor di

luar puisi harus turut dijadikan acuan pemahaman.2

Definisi positif dan baku atas puisi sulit diberikan. Ciri-ciri atau

karakteristik puisi biasanya dapat dipakai sebagai jembatan pemahaman

untuk memberikan pengertian tentang apa itu puisi. Segi bentuk fisik yang

tertulis dalam karya tulis, sudah berbeda dengan prosa dan drama,

sementara dari segi bentuk pengucapan batinnya, puisi juga berbeda dari

prosa dan drama. Ada saat-saat tertentu yang memungkinkan ketepatan

pengucapan batin dengan puisi, ada saat lain yang menuntut pengucapan

batin dalam drama atau prosa. Pikiran dan perasaan tertentu hanya dapat

diungkapkan dalam wujud prosa dan drama namun pikiran dan perasaan

1 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori dan Apresiasi Puisi, Erlangga, Jakarta, 1987,

hlm. 1

2 ibid, hlm. 2

Page 2: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

15

lainnya hanya dapat diungkapkan dalam wujud puisi.

Perbedaan pokok antara puisi dan prosa adalah dalam tipografi dan

struktur tematisnya. Tipografi puisi sejak kelahirannya menunjukkan

baris-baris putus yang tidak membentuk kesatuan sintaksis seperti dalam

prosa. Baris-baris prosa berkesinambungan dan membentuk kesatuan

sintaksis. Puisi memiliki kesenyapan antara baris yang satu dengan baris

yang lain karena konsentrasi bahasa yang begitu kuat, dalam prosa

kesenyapan seperti itu dapat dijumpai pada tiap akhir paragraf. Stuktur

fisik puisi membentuk tipografi yang khas puisi. Larik-larik itu

membentuk bait, bait-bait membentuk keseluruhan puisi yang dapat kita

pandang sebagai wacana. Bait-bait puisi dapat kita sejajarkan dengan

paragraf dalam sebuah wacana.

Tipografi puisi membedakan puisi dari prosa. Kadang-kadang

tipografi itu memberikan ciri khas puisi pada periode atau angkatan

tertentu. Tipografi puisi bukan hanya mewakili struktur yang bersifat

fonologis, namun juga mewakili struktur semantik puisi karena puisi

merupakan ungkapan kebahasaan yang menunjukkan kesatuan antara

struktur kebahasan dan struktur semantiknya. Bahasa puisi menunjukkan

konsentrasi, sehingga makna yang diungkapkan juga dipusatkan. Gagasan

penyair harus dikonsentrasikan ke dalam wujud pernyataan yang sesuai

dengan kata-kata yang dipadatkan. Seseorang jika ingin mengungkapkan

pikiran dan perasaannya melalui puisi, maka ia tidak boleh mengatur

struktur pikiran dan perasaannya sama seperti jika ia ingin mencipta prosa.

Pikiran dan perasaan harus dibuat lebih intens, lebih terkonsentrasikan,

lebih diperketat.

Puisi menghadapkan pada unsur kebahasaan yang meliputi

serangkaian kata-kata indah, serta kesatuan bentuk pemikiran tata struktur

makna yang hendak diucapkan penyair. Puisi dibangun dengan dua unsur

pokok, yakni struktur fisik yang berupa bahasa yang digunakan dan

struktur batin atau struktur makna, yakni pikiran dan perasaan yang

diungkapkan oleh penyair. Kedua unsur itu merupakan satu kesatuan yang

Page 3: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

16

jalin-menjalin secara fungsional. Penyair mempunyai maksud tertentu

mengapa baris-barisnya dan bait-baitnya disusun sedemikian rupa.

Mengapa digunakan kata-kata, lambang, kiasan dan sebagainya. Semua

yang ditampilkan penyair mempunyai makna. Mengingat yang digunakan

adalah kata-kata yang dikonsentrasikan, yang dipadatkan, maka semua

yang diungkapkan penyair harus bermakna, tidak boleh mengungkapkan

sesuatu yang mubazir.3

Kata puisi atau sajak sebenarnya berasal dari bahasa Yunani

“poeis” , artinya “penciptaan”. Puisi adalah hasil seni sastra, yang kata-

katanya disusun menurut syarat-syarat yang tertentu dengan menggunakan

irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

Leo Tolstoy mengatakan bahwa keindahan sajak justru terletak

pada bentuk, isi dan kejujuran yang terkandung di dalamnya. Segi bentuk

puisi, khususnya puisi lama, puisi dapat terdiri dari berbagai jenis: ada

puisi yang hanya terdiri dari dua baris saja tetapi mengkristal, penuh

dengan persoalan hidup, tetapi ada pula puisi yang terdiri dari empat baris

dalam satu bait dengan sisi kata yang tertentu, semuanya itu berkisar pada

bentuk yang mendukung keindahan. ide yang dituangkan ke dalam bentuk

itu harus sesuai.

Setelah menelaah puisi dengan perkembangan dan struktur yang

membentuknya, maka batasan tentang puisi itu akan dapat diberikan.

banyak pendapat yang memberikan batasan tentang puisi. batasan batasan

itu biasanya berhubungan dengan struktur fisiknya saja atau struktur

batinnya saja, namun ada juga yang memberikan batasan yang meliputi

kedua struktur itu.

Beberapa batasan puisi menurut Slamet Muljana adalah bahwa

puisi merupakan bentuk kesusastraan yang menggunakan “pengulangan

suara” sebagai ciri khasnya. Pengulangan kata itu menghasilkan rima,

3 Ibid, hlm. 3-4

4 Wilson Nadaek, Pengajaran Apresiasi puisi untuk SLTA, Sinar Baru, Bandung, 1995, hlm. 18

Page 4: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

17

ritme, dan musikalitas. Batasan yang diberikan tersebut berkaitan dengan

struktur fisiknya saja. James Reeves juga memberikan batasan yang

berhubungan dengan struktur fisik dengan menyatakan bahwa puisi adalah

“ekspresi bahasa” yang kaya dan penuh daya pikat. Bahasa puisi menurut

Coleridge adalah “Bahasa pilihan”, yakni bahasa yang benar-benar

diseleksi penentuannya secara ketat oleh penyair. Karena bahasanya harus

pilihan, maka gagasan yang dicetuskan harus diseleksi dan dipilih yang

terbagi pula. Clive Sansom memberikan batasan puisi sebagai bentuk

“Pengucapan bahasa ritmis”, yang mengungkapkan pengalaman

intelektual yang bersifat imajinatif dan emosional.

Jika pengertian itu ditinjau dari segi bentuk batin puisi maka

Herbert Spencer menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk pengucapan

gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek

keindahan. Sedangkan Samuel Johnson menyatakan bahwa puisi adalah

peluapan spontan dari perasaan yang penuh daya yang berpangkal pada

emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian. Sementara itu, P.B.

Shelley menyatakan bahwa puisi merupakan “rekaman” dari saat-saat

yang paling baik dan paling menyenangkan. selanjutnya Thomas charlyle

menyatakan bahwa puisi merupakan ungkapan pikiran yang bersifat

musikal. dan T.S.Eliot menambahkan bahwa yang diungkapkan dalam

puisi adalah “Kebenaran”.

Kedua pengertian yang diuraikan di atas berkenaan dengan bentuk

fisik puisi dan bentuk batin puisi. bentuk fisik dan bentuk batin puisi

lazimdi sebut pula dengan bahasa atau isi atau tema dan sturktur atau

bentuk dan isi. Marjorie Boulton menyebutkan kedua unsur pembentuk

puisi itu dengan bentuk fisik (physical form) dan bentuk mental (mental

form). Bentuk fisik dan bentuk mental itu bersatu padu, menyatu-raga.

Namun demikian keduanya dapat dianalisis karena bentuk fisik dan bentuk

batin itu juga didukung oleh unsur-unsur yang secara fungsional

Page 5: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

18

membentuk puisi.5

S. Efendi mengatakan bahwa dalam puisi terdapat bentuk

permukaan yang berupa: larik, bait, dan pertalian makna larik dan bait.

kemudian penyair berusaha mengkonkretkan pengertian-pengertian dan

konsep-konsep abstrak dengan menggunakan pengimajian, pengiasan, dan

perlambangan. dalam mengungkapkan pengalaman jiwanya, penyair

bertitik tolak pada “Mood” atau “Atmosfer” yang dijelmakan oleh

lingkungan fisik dan psikologis dalam puisi. Pemilihan kata-kata

menggunakan perulangan bunyi yang mengakibatkan adanya kemerduan

atau eufoni. jalinan kata-kata harus mampu memadukan kemanisan bunyi

dengan makna.

I.A. Richards menyatakan hakekat puisi untuk mengganti bentuk

batin atau isi puisi utuk mengganti bentuk fisik puisi. Bentuk batin

meliputi: perasaan (feeling), tema (sense) nada (tone),dan amanat

(intention), sedangkan bentuk fisik atau metode puisi terdiri atas diksi

(diction), kata konkret (the concrete word), majas atau bahasa figuratif

(figurative language), dan bunyi yang menghasilkan ritme dan rima (rhytm

and rhyme)

Dari batasan kedua tokoh tersebut, dapat dijelaskan bahwa unsur

bahasa yang diperbagus dan diperindah itu dapat diterangkan melalui kata

konkret dan majas (bahasa figuratif)' secara terperinci majas dan kata

konkret itu dijelaskan oleh Efendi menjadi: pengimajian, perlambangan,

dan pengiasan.

Uraian tersebut bermaksud menjelaskan bahwa bahasa yang

digunakan dalam puisi adalah bahasa konotatif yang “multi interpretable”.

Makna yang diungkapkan dalam puisi dapat makna lugas, namun lebih

banyak makna kias melalui lambang dan kiasan. Makna itu diperinci lagi

menjadi tema dan amanat yang didasarkan atas perasaan dan nada

(suasana batin) penyairnya. tema berhubungan dengan arti karya sastra,

5 Ibid, hlm. 23-24

Page 6: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

19

sedangkan amanat berhubungan makna karya sastra. Tema bersifat lugas,

obyektif, dan khusus, sedangkan amanat bersifat kias, subyektif, dan

umum.

Untuk memberikan pengertian puisi secara memuaskan cukup

sulit. namun beberapa pengertian yang tidak dapat dirangkum dalam satu

kalimat dapat dipaparkan di sini. Beberapa pengertian diuraikan di atas

jika didata dapat disebutkan sebutkan sebagai berikut:

a. Puisi melakukan pengkonsentrasian atau pemadatan segala unsur

kekuatan bahasa;

b. Penyusunan puisi, merapikan unsur-unsur bahasa itu, diperbagus,

diatur dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi;

c. Puisi adalah ungkapan peristiwa dan perasaan penyair yang

berdasarkan mood atau pengalaman jiwa dan besifat imajinatif;

d. Bahasa yang digunakan bersifat konotatif; hal ini ditandai dengan kata

konkret lewat pengimajian, pelambangan, dan pengiasan, atau dengan

kata lain dengan konkret dan bahasa figuratif;

e. Bentuk fisik dan bentuk batin puisi merupakan kesatuan yang bulat

dan utuh menyatu-raga tidak dapat dipisahkan dan merupakan

kesatuan yang padu. Bentuk fisik dan bentuk batin itu dapat ditelaah

unsur-unsurnya hanya dalam kaitannya dengan keseluruhan. unsur-

unsur itu hanyalah berarti dalam totalitasnya dengan keseluruhannya;

di samping itu, unsur-unsur puisi juga melakukan regulasi-diri, artinya

mempunyai saling keterkaitan antara unsur yang satu dengan unsur

yang lain.jalinan makna dalam membentuk kesatuan dan keutuhan

puisi menyebabkan keseluruhan puisi lebih bermakna dan lebih

lengkap dari sekedar kumpulan unsur-unsur.

Definisi puisi (yang sangat sukar dirumuskan) berdasarkan uraian

di atas, adalah: “bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan

perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan

mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian

Page 7: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

20

struktur fisik dan struktur batinnya “.6

2. Puisi sebagai Karya Seni dan Karya Ilmiah

Bentuk karya sastra puisi mempunyai struktur yang berbeda

dengan prosa. Perbedaan itu tidak hanya dari struktur fisiknya, tetapi juga

dalam hal struktur batin. dalam struktur fisik dan struktur batin, penciptaan

puisi menggunakan prinsip pemadatan atau pengkonsentrasian bentuk dan

makna.

Struktur dari kedua bagian itu terdiri atas unsur-unsur yang saling

mengikat keterjalinan dan semua unsur itu membentuk totalitas makna

yang utuh. Dalam penafsiran puisi tidak terlepas dari faktor genetik puisi.

Faktor genetik puisi dapat menjelaskan makna yang dilatarbelakangi oleh

kebudayaan khas penyair. Unsur genetik itu adalah penyair dan kenyataan

sejarah.7

A. Puisi sebagai karya seni

Puisi sebagai karya seni, dapat dilihat dari pengarang dan hasil

karyanya karena puisi merupakan karya seni yang diciptakan oleh

seorang penyair tertentu. Disini tidak ada perbedaan status sosial yang

membedakan antara penyair satu dengan penyair lainnya, apakah

seorang petani, tentara, guru, pedagang dan sebagainya. Tetapi seorang

penyair fungsi sosialnya adalah sebagai pencipta puisi atau penulis

sajak-sajak, maka ia diberi gelar penyair. Jadi baik tentara, petani guru

dan sebagainya semuanya mempunyai peran yang sama, yaitu sebagai

penyair. Yang berbeda hanyalah status sosialnya. Ia hidup sebagai apa.

Semua orang mempunyai peluang untuk menulis dan menciptakan

puisi, namun tulisan seorang penyair dan orang biasa mempunyai

perbedaan. Mereka sama-sama mempunyai pengalaman hidup , tetapi

pengalaman seorang penyair lebih bisa diendapkan untuk dilahirkan

6 Ibid, hlm. 25

7 Ibid, hlm. 29

Page 8: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

21

kembali di kemudian hari sebagai seni yang mengagumkan bagi orang

lain, dari pada pengalaman orang biasa.8

Bagi penyair, pengalaman adalah sumur yang tidak pernah kering,

semakin ditimba, semakin dalam, semakin jauh menukik dalam

kehidupan. Mendekati kehidupan berarti mendekati diri sendiri,

kembali ke dalam diri sendiri. Kalau sudah kembali ke dalam diri

sendiri, lalu mendekatlah kepada alam, kata Rainer Maria Rilki.

“Tulislah apa yang kamu kagumi, yang kamu risaukan, yang kau cintai

dan kau kagumkan”.

Jalan yang paling singkat untuk mengenal seorang penyair adalah

melalui sajak-sajaknya. Dengan itu bisa di baca bagaiman pandangan

hidupnya, idenya, hasratnya dan lain-lain. Kata A. Teeuw,”Membaca

puisi berarti bergulat terus menerus untuk merebut makna yang

disajikan oleh sang penyair”.9

Untuk melihat puisi sebagai karya seni, akan dibicarakan juga

mengenai hal kepada siapa? Puisi itu ditulis. Karena hal tersebut juga

membedakan antara tulisan penyair dengan tulisan orang biasa. Yang

menjadi sasaran sebuah puisi ditulis adalah;

1. Untuk dirinya sendiri

Sebuah sajak diciptakan melalui kerja keras rohani yang

semaksimal mungkin. Setelah melalui beberapa proses pemasakan

dari segi bentuk dan isi, serta melalui proses penghayatan estetik,

pendalaman, pembaharuan, kesegaran mood, pilihan kata yang

tepat, ungkapan yang sedap serta orisinil, maka lahirlah sajak yang

paling hakiki. Karena baik buruknya sajak adalah menyangkut

tanggung jawabnya sebagai seorang penyair.

2. Untuk redaksi

Redaksi adalah fihak yang bertanggung jawab atas dimuat

atau tidaknya sebuah sajak kedalam sebuah majalah atau harian.

8 “Pengantarapresiasi puisi”, Ankasa bandung, cet-2, 1990, hlm. 29

9 Ibid, hlm. 30

Page 9: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

22

Oleh karena itu sajak yang dimuat harus dapat memberikan kesan

yang meyakinkan bahwa sajak itu baik atau pantas dijadikan

sebagai karya seni. Juga sebaliknya redaksi harus dapat

membedakan mana sajak yang patut untuk dimuat dan yang tidak

patut dalam majalah maupun harian.

3. Untuk penikmat dan kritisi

Yang dimaksud penikmat disini adalah masyarakat

pembaca puisi: yakni orang-orang yang mempunyai

keinginan(apresiator) terhadap karya puisi. Sebagai penikmat,

masayrakat pembaca puisi perlu mendapatkan bimbingan atau

petunjuk dari kaum kritisi, agar mereka bisa mengenal dan

membedakan sajak-sajak mana yang dianggap berhasil dan mana

yang tidak serta pengarang mana yang paling menonjol.

Dalam wilayah penelitian sastra, masalah kritik menempati

posisi yang paling penting sebab fungsi kritik merupakan jembatan

penghubung antara pencipta dan kritikus. Sebab jika terjadi

hubungan yang kurang sehat antara penyair dan kritikus, maka

akan terjadi sikap saling memojokkan, dan ini akan mengahambat

kerja dari kedua fihak tersebut.

Pada mulanya penyair menilai karangannya sendiri, setelah

itu karyanya dipertimbangkan dan diumumkan oleh redaksi, dan

akhirnya dibesarkan atau dibantai oleh seorang kritikus.10

Demikian uraian tentang puisi sebagai karya seni, dari uraian

tersebut nampaklah bahwa puisi sebagai karya seni lebih menonjolkan

aspek pengalam penyair dan hasil karyanya, bukan kepada aspek tulisan

atau kode etik dan tatacara menyusun puisi.

B. Puisi sebagai karya ilmiah

Sebagai karya ilmiah, puisi lebih melihat pada aspek tatacara atau

aturan dalam menyusun puisi, walaupun pada hakekatnya karya puisi

10 Ibid, hlm. 33

Page 10: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

23

merupakan otoritas dari pengarangnya sendiri. Hal tersebut berkaitan

dengan adanya struktur fisik dan struktur batin dalam puisi.

1. Struktur Fisik Puisi

Struktur fisik puisi meliputi enam hal yang mendasar yaitu;

diksi (pemilihan kata), pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif,

Verifikasi (majas), dan tata wajah (tipografi):

A. Diksi (pemilihan kata)

Penyair harus sangat cermat memilih dan

mempertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam dan

irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan

kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. oleh sebab itu,

disamping memilih kata yang tepat, penyair juga

mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan daya magis dari

kata-kata tersebut. kata-kata diberi makna baru dan yang tidak

bermakna diberi makna menurut kehendak penyairnya.11

Penggunaan dan penempatan kata-kata dilakukan dengan hati-

hati, teliti dan tepat. Kata yang digunakan dalam cenderung

konotatif. Setiap kata yang digunakan penyair memiliki makna

dan misi tertentu, baik mengenai ruang maupun waktu.12

1. Perbendaharaan Kata

Perbendaharaan kata penyair sangat penting untuk

kekuatan ekspresi dan menunjukkan ciri khas penyair.

Pemilihan kata dilakukan penyair berdasarkan makna yang

akan disampaikan dan tingkat perasaan serta suasana batinnya,

selain itu dilatarbelakangi faktor sosial budaya penyair. Setiap

penyair memiliki perbedaan sikap dalam memilih kata.

Karena puisi yang kita bicarakan ini adalah puisi tertulis,

maka kedudukan kata itu sendiri sangat menentukan makna;

11 Ibid, hlm. 72

12 Wilson Nadaek, Pengajaran…Op. cit , hlm. 27

Page 11: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

24

dalam puisi lisan, makna kata juga ditentukan oleh lagu,

tekanan, dan suara pada saat kata-kata itu dilisankan. penyair

sering kali memilih kata-kata khas yang maknanya hanya dapat

difahami setelah menelaah latar belakang penyairnya.13

2. Urutan Kata (Word Order)

Urutan kata dalam puisi bersifat beku, artinya urutan itu

tidak dapat dipisah-pisahkan tempatnya meskipun maknanya

tidak berubah oleh perpindahan tempat itu. Cara menyusun

kata-kata itu bersifat khas karena penyair yang satu berbeda

caranya dengan penyair yang lainnya. dapat pula dinyatakan

ada perbedaan teknik menyusun urutan kata, baik urutan dalam

tiap baris maupun urutan dalam satu bait puisi. dalam puisinya

yang bersifat duka. Chairil anwar memulai bait pertama

dengan baris sebagai berikut:

kelam dan angin lalu mempesiang diriku

menggigir juga ruang di mana dia yang kuinginkan

malam tambah merasuk, rimba jadi memati tugu

di karet, dikaret (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin

(“Yang Terempas yang Putus”,1949)0.14

3. Daya Sugesti Kata-kata

Penyair mempertimbangkan daya sugesti kata-kata yang

dipilihnya. Sugesti itu ditimbulkan oleh makna kata yang

dipandang sangat tepat mewakili perasaan penyair. karena

ketepatan pilihan dan ketepatan penempatannya, maka kata-

kata itu seolah memancarkan daya gaib yang mampu

memberikan sugesti kepada pembaca untuk ikut sedih, terharu,

bersemangat, marah, dan sebagainya. untuk mengesankan

penghargaan yang tinggi kepada kekasihnya Rendra

menuliskan kekasihnya itu, seperti baris puisi berikut:

13 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori…Op.cit. hlm 73

14 Ibid, hlm. 75

Page 12: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

25

Engkaulah putri duyung/tawananku/putri duyung dengan

suara merdu lembut/bagai angin laut/mendesahlah

bagiku.

(“Surat Cinta”,1959).15

B. Pengimajian

Pengimajian adalah segala yang dirasa atau dialami secara

imajinatif. Pilihan kata yang tepat membantu daya bayang untuk

menjelmakan gambara yang nyata, penikmat dapat melihat,

merasakan, mendengar, dan menyentuh apa yang didendangkan

penyair.16

Pengimajian ada hubungan erat antara diksi, pengimajian,

dan kata konkret diksi yang dipilih harus menghasilkan

pengimajian dan karena itu kata kata mernjadi lebih konkret

seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran, atau cita

rasa.pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian: kata atau

susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman

sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. baris

atau bait puisi itu seolah mengandung gema suara (imaji audit),

benda yang nampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat kita

rasakan, raba atau sentuh (imaji taktil). ungkapan perasaan

penyair dijelmakan ke dalam gambaran konkret mirip musik atau

gambar atau cita rasa tertentu. jika p[enyairmenginginkan imaji

pendengaran (audif), maka jika kita menghayati puisiitu, seolah-

olahmendengarkan sesuatu ; jika penyair ingin melukiskan imaji

penglihatan (visual), maka puisi itu seolau-olah melukiskan

sesuatu yang bergerak-gerak; jika imaji taktil yang ingin di

gambarkan, maka pembaca seolah-olah merasakan sentuhan

perasaan.

Pengimajian ditandai dengan penggunaaan kata yang

15 Ibid, hlm. 77

16 Wilson Nadaek, Pengajaran…Op. cit , hlm. 27

Page 13: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

26

konkret dan khas. imaji yang ditimbilkan ada tiga macam, yakni

imaji visual, imaji audif, dan imaji taktil (cita rasa). ketiganya

digambarkan atas bayangan konkret apa yang dapat kita hayati

secara nyata.

Baris-baris puisi Rendra dibawah ini menunjukkan adanya

pengimajian sehingga menimbulkan imaji visual :

Satu demi satu yang maju tersadap darahnya

penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka

(“Balada Terbunuhnya Atmo Karpo”). 17

C. Kata Konkret

Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka

kata-kata harus diperkonkret. maksudnya ialah bahwa kata-kata

itu dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh. Seperti

halnya pengimajian, kata yang diperkonkret ini juga dipererat

hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang. jika

penyair mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-

olah melihat, mendengar atau merasa apa yang dilukiskan oleh

penyair. dengan demikian pembaca terlibat penuh secara batin ke

dalam puisinya.18

D. Bahasa Figuratif (Majas)

Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau

berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif

menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya, memancarkan

banyak makna atau banyak makna. Bahasa figuratif ialah bahasa

yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara

yang tidak biasa. Yakni secara tidak langsung mengungkapkan

makna. Tata bahasanya bermakna kias atau lambang. Pengiasan

yang menimbulkan makna kias dan pelambangan yang

menimbulkan makna lambang.

17 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori…Op.cit. hlm. 78-79

18 Ibid, hlm. 81

Page 14: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

27

a. Kiasan (gaya bahasa) kiasan yang dimaksud di sini mempunyai

maka lebih luas dengan gaya bahasa kiasan karena mewakili

apa yang secara tradisional disebut gaya bahasa secara

keseluruhan. dalam gaya bahasa, suatu hal dibandingkan

dengan hal lainnya. Tujuannya adalah untuk menciptakan efek

lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa

puisi.19

b. Pelambangan. Pelambangan digunakan penyair untuk

memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak

menjadi lebih jelas, sehingga dapat menggugah hati pembaca.

jika dalam kiasan sesuatu hal dibandingkan atau dikiaskan

dengan hal lain maka dalam pelambangan, sesuatu hal diganti

atau dilambangkan dengan hal lain. Dalam masyarakat banyak

digunakan lambang-lambang yang umum. misalnya lambang

yang terdapat dalam upacara perkawinan, berupa; janur kuning,

pohon pisang, tebu, bunga kelapa, menginjak telur, membasuh

kaki, dan sebagainya. semua itu mengandung lambang. janur

kuning melambangkan kebahagiaan dan kesuciasn pengantin

yang masih muda (janur kuning adalah lambang kemudaan

karena janur itu daun kelapa yang masih muda). pohon tebu

melambangkan hati yang telah mantap. membasuh kaki

melambangkan sikap berbakti. menginjak telur melambangkan

agar pengantin segera dikaruniai anak, dan sebagainya.20

E. Verifikasi (rima, ritma, dan metrum),

Bunyi dalam puisi menghasilkan rima. Rima adalah

pengulangan bunyi dalam puisi.digunakan rima untuk mengganti

istilah persajakan pada sistem lama karena diharapkan

penempatan bunyi dan pengulangannya tidak hanya pada akhir

setiap baris, namun juga untuk keseluruhan baris dan bait. dalam

19 Ibid. hlm, 83-84

20 Ibid, hlm. 87

Page 15: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

28

ritma pemotongan-pemotongan baris menjadi frasa yang

berulang-ulang, merupakan unsur yang memperindah puisi itu.

a. Rima, Pengulangan bunyi dalam puisi untuk membentuk

musikalitas atau orkestrasi. denga pengulangan bunyi itu, puisi

menjadi merdu jika dibaca. untuk mengulang bunyi imi,

penyair juga mempertimbangkan lambang bunyi. dengan cara

ini pemilihan bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana

puisi.21 seperti dalam puisi W.S Rendra “Balada terbunuhnya

Atmo Karpo” berikut:

Dengan kuku-kuku besi, kuda menebah perut bumi,

bulan berkhianat gosok-gosokkan tubuhnya dipucuk-pucuk

para,22

b. Ritma, Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan juga

pengulangan bunyi, kata, frasa, dan kalimat.ritma juga dapat

dibayangkan seperti tembang mocopat dalam tembang jawa.

dalam tembang tersebut irama berupa pemotongan baris-baris

puisi secara berulang-ulang, setiap 4 suku kata pada baris-baris

puisi sehingga menimbulkan gelombang yang teratur.dalam

situasi semacam ini irama disebut periodisitet yang

berkorespondensi,yakni pemotongan fras-frasa yang berulang.

Seperti contoh dalam puisi lama;

dari mana/punai melayang

dari sawah/turun ke kali

dari mana/kasih sayang

dari mata/turun ke hati.23

c. Berhubungan dengan metrum meskipun dalam puisi sulit kita

tentukan namun dalam deklamasi dan poetry reading

21 Ibid, hlm. 90

22 Rendra, Balada Orang-orang Tercinta, Pustaka Jaya, Jakarta, cetakan ke-10, 2000, hlm. 18

23 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori…Op.cit. hlm. 94

Page 16: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

29

peranannya sangat penting. Suku kata dalam puisi biasanya

diberi tanda, manakah yang mendapat tekanan keras dan

manakah yang mendapat tekanan lemah. tekanan keras diberi

tanda ( ' ) diatasnya dan tekanan rendah diberi tanda ( ^ ).

Sebagai contoh bait pertama puisinya Rendra “Balada

Terbunuhnya Atmo Karpo”:

de'nga^n ku'ku^-ku'ku^ be^si^, ku'da me^ne'bah^ pe'rut^

bu^mi^bu'lan^ ber^khi^a'nat^ go'sok^-go^sok'kan^

tu^buh'nya^ pa^da^ pu'cuk^-pu'cuk^ pa'ra

(Rendra, 1959).24

d. Tata wajah (tipografi). Tipografi merupakan pembeda yang

penting antara puisi dengan prosa dan drama. larik-larik puisi

tidak membangun periodisitet yang disebut paragraf, namun

membentuk bait. Baris puisi tidak bermula dari tepih kiri dan

berakhir di tepih baris. Tepi kiri atau tepi kanan dari halaman

yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan, hal mana

tidak berlaku dalam tulisan yang berbentuk prosa. Ciri yang

demikian menunjukkan eksistensi sebuah puisi.

Seorang penyair pujangga baru - menulis tipografi puisi

sebagai berikut:

RASA BARU

Zaman beredar!

alam bertukar!

suasana terisi nyanyian hidup

kita manusia

terkarunia

24 Ibid, hlm. 96

Page 17: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

30

Badan, jiwa, bekal serta cukup.

marilah bersama

berdaya upaya

mencemerlangkan apa yang redup

memperbaharu

segala laku,

mengemban semua kuncup

bia rterbuka

segenap RASA

Rasa baru, dasar harmoni hidup. 25

Demikianlah uraian tentang struktur fisik puisi. Uraian

meliputi: penyimpangan bahasa puisi, struktur sintaksis dalam

puisi, dan metode puisi. kodrat bahasa puisi pada hakikatnya

memang menyimpang dari bahasa sehari-sehari ataupun bahasa

sastra lainnya. Penyimpangan itu dalam hal: leksikon, semantis,

fonologis, morfologis, sintaksis, dialek, register, historis, dan

grafologis.

Bentuk sintaksis puisi berbeda dari prosa. Penafsiran larik-

larik puisi tidak dapat kita samakan dengan larik-larik prosa, yang

membentuk satu kesatuan sintaksis. Satu larik puisi mungkin

mengandung makna yang dapat di jabarkan lebih dari satu

kesatuan sintaksis, walaupun larik itu merupakan potongan

kalimat atau hanya berupa satu patah kata saja.

Metode puisi berbeda dengan metode prosa. Dalam

menghayati puisi, telah yang lebih mendalam ke struktur yang

lebih kecil, meliputi: diksi, pengimajian, kata konkret majas,

versifikasi, dan tipografi puisi. Enam unsur ini saling berkaitan

dan membentuk kesatuan. Pun pula keenam unsur metode puisi

25 Ibid, hlm. 97

Page 18: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

31

ini berkaitan dengan struktur batin puisi.26

2. Struktur Batin Puisi

A. Mencari Makna dalam puisi.

Kata-kata, frasa, dan kalimat dalam puisi biasanya

mengandung makna tambahan atau makna konotatif. Bahasa

figuratif yang digunakan menyebabkan makna dalam baris-baris

puisi itu tersembunyi dan harus di tafsirkan. Proses mencari

makna dalam puisi merupakan proses pergulatan terus menerus.

Bahasa puisi adalah bahasa figuratif yang bersusun-susun. Sebuah

kata memiliki kemungkinan makna ganda. Kata yang nampaknya

tidak bermakna diberi makna oleh penyair. Makna kata mungkin

diberi makna baru. Nilai rasa diberi nilai rasa baru. tidak semua

kata, frasa, dan kalimat bermakna tambahan. Kalau keadaannya

demikian, puisi akan menjadi sangat gelap. Sebaliknya, puisi

tidak mungkin tanpa makna tambahan (transparan), sehingga

kehilangan kodrat bahasa puisi.

Kata-kata dalam puisi tidak tunduk pada aturan logis

sebuah kalimat, namun tunduk pada ritma larik puisi. Hal ini

disebabkan karena kesatuan kata-kata itu bukanlah kalimat akan

tetapi larik-larik puisi itu. Kata-kata tidak terikat oleh struktur

kalimat dan lebih terikat pada larik-larik puisi. Dalam larik-larik

puisi yang lebih pendek, kesatuan kata atau kata-kata yang

mandiri membentuk makna puisi. Dalam baris baris puisi “Isa”

karya Chairil Anwar dibawah ini, sepatah kata seperti “rubuh”

dan “patah” membentuk kesatuan makna secara mandiri.

ISA

Kepada nasrani sejati

26 Ibid, hlm. 101

Page 19: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

32

Itu tubuh

Mengucur darah

Mengucur darah

Rubuh

Patah

Mendampar tanya: aku salah?

Kulihat tubuh mengucur darah

Aku berkaca dalam darah

Terbayang terang dimata masa

Bertukar rupa ini segera

Mengatup luka

Aku bersuka

Itu tubuh

Mengucur darah

Mengucur darah

(1943).27

a. Hakekat Puisi

Struktur fisik puisi adalah medium untuk mengungkapkan

makna yang hendak disampaikan penyair. I.A. Richard

menyebut makna atau struktur batin itu dengan istilah hakikat

puisi (1976 : 180-181). ada empat unsur hakikat puisi, yakni:

tema (sense), perasaan penyair (feeling), nada atau sikap

penyair terhadap pembaca (tone), dan amanat (intention).

Keempat unsur itu menyatu dalam wujud penyampaian bahasa

penyair.

1. Tema

Merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang

di kemukakan penyair. Pokok pikiran atau pokok persoalan

27 Ibid, hlm. 104

Page 20: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

33

itu begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair, sehingga

menjadi landasan utama pengucapannya. Jika desakan kuat

itu berupa hubungan antara penyair dengan tuhan, maka

puisinya bertema ketuhanan. Jika desakan yang kuat berupa

rasa belas kasih atau kemanusiaan, maka puisi bertema

kemanusiaan. Jika yang kuat adalah dorongan untuk

memprotres ketidakadilan, maka tema puisinya adalah

protes atau kritik sosial. Perasaan cinta atau hati yang kuat

juga dapat melahirkan tema cinta, atau tema kedukaan hati

karena cinta.

Latar pengetahuan mempengaruhi penafsir-penafsir

puisi utnuk memberikan tafsiran tema yang sama bagi

sebuah puisi, karena tema puisi bersifat lugas, obyektif, dan

khusus. Tema puisi harus dihubungkan dengan penyairnya,

dengan konsep-konsepnya yang terimajinasikan. Oleh sebab

itu tema bersifat khusus (penyair), tetapi obyektif (bagi

semua penafsir), dan lugas (tidak dibuat-buat).28

2. Perasaan (feeling)

Perasaan penyair dalam menciptakan puisi ikut

diekspresikan dan ikut dihayati pembaca. Tema yang sama

akan dituturkan perasaan penyair secara berbeda, sehingga

hasil puisi yang diciptakan berbeda pula. Menghadapi tema

keadilan sosial atau kemanusiaan, penyair banyak

menampilkan kehidupan pengemis atau orang gelandangan.

Perasaan Chairil Anwar berbeda dengan perasaan Toto

Sudarto Bachtiar berbeda pula dengan Rendra dan Arifin C.

Noer dalam menghadapi pengemis. Toto Sudarto

menghadapi gadis berkaleng kecil dengan perasaan iba hati

karena rasa belas kasihnya. Penyair bahkan ingin “ikut

28 Ibid, hlm. 106

Page 21: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

34

gadis kecil berkaleng kecil” itu. Rendra berperasaan benci

dan memandang rendah para pengemis karena Rendra

memandang bahwa pengemis tidak berusaha keras untuk

menopang kehidupannya. Sikap Chairil Awar sama dengan

Rendra. Mereka tidak memiliki belas kasihan kepada para

pengemis.

Perbedaan sikap penyair dengan demikian

menyebabkan perbedaan perasaan penyair menghadapi

obyek tertentu. Sikap simpati dan adipati, rasa senang dan

tidak senang, rasa benci, rindu, setia kawan, dan sebagainya

dapat kita jumpai dalam salah satu puisi.29

3. Nada dan Suasana

Penyair mempunyai sikap tertentu dalam

menuliskan puisi, apakah dia ingin bersikap menggurui,

menasehati, mengejek, menyindir, atau bersikap lugas

hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca. Sikap penyair

kepada pembaca ini disebut nada puisi. Sering kali puisi

bernada santai karena penyair bersikap santai kepada

pembaca. Hal ini dapat kita jumpai dalam puisi-puisi

mbeling.

Jika nada merupakan sikap penyair kepada

pembaca, maka suasana adalah keadaan jiwa pembaca

setelah membaca puisis itu atau akibat psikologis yang

ditimbulkan puisi itu terhadap pembaca. Jika kita bicara

tentang sikap penyair, maka kita berbicara tentang nada,

jika kita berbicara tentang suasana jiwa pembaca yang

timbul setelah membaca puisi, maka kita berbicara tentang

suasana. Nada dan suasana puisi saling berhubungan karena

nada puisi menimbulkan suasana terhadap pembacanya.

29 Ibid, hlm. 121

Page 22: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

35

Nada duka yang diciptakan penyair dapat menimbulkan

suasana iba hati pembaca. Nada kritik yang diberikan

penyair, dapat menimbulkan suasana penuh pemberontakan

bagi pembaca. Nada religius dapat menimbulkan suasana

khusyuk.30

4. Amanat (pesan)

Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair

dapat ditelaah setelah kita memahami tema, rasa, dan nada

puisi itu. Tujuan atau amanat merupakan hal yang

mendorong penyair untuk menciptakan puisi. Amanat

tersirat dibalik kata-kata yang disusun, dan juga berada

dibalik tema yang diungkapkan. Amanat yang hendak

disampaikan penyair mungkin secara sadar berada dalam

pikiran penyair, namun lebih banyak penyair tidak sadar

akan amanat yang diberikan.31

Ada bermacam-macam jenis puisi yang ditulis para

penyair Indonesia. Banyak diantaranya dijadikan judul

puisi. Pengertian tentang jenis puisi itu akan membantu

pembaca menafsirkan maksud yang hendak dikemukakan

penyair, dalam hal ini antara lain: puisi naratif, puisi lirik,

puisi deskriptif, puisi kamar, puisi auditorium, puisi fisikal,

platonik dan metafisikal, puisi obyektif dan subyektif, puisi

konkret, puisi diafaan, gelap, dan prismatis, puisi parnasian

dan inspiratif, stansa, puisi demonstrasi, pamflet, dan

alegori atau parabel.32

B. Religiusitas

1. Pengertian Religiusitas

Religius, yang semula berasal dari bahasa Latin: religare, berarti:

30 Ibid, hlm. 125

31 Ibid, hlm. 130

32 Ibid, hlm. 135

Page 23: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

36

mengikat. Maksud religio, ikatan, atau pengikatan, yang dimaksud adalah

bahwa manusia mengikatkan diri kepada Tuhan atau lebih tepatnya:

manusia menerima ikatan Tuhan yang dialami sebagai sumber

kebahagiaan. Adapun arti religius, adalah keterikatan manusia terhadap

Tuhan sebagai sumber ketentraman dan kebahagiaan.33

Menurut Kamus Latin Indonesia, susunan Drs. K. Prent C.M.,dan

Drs. J.Adisubrata dan W. J. S. Poerwadarminta (penerbit Kanisius, 1969):

istilah religio datang dari kata latin relego, yang berarti: memeriksa lagi,

menimbang-nimbang, merenungkan keberatan hati nurani. re-lego

seumumnya diartikan: menimbang kembali atau prihatin tentang sesuatu.

Hal itu dapat dibandingkan dengan ucapan tertmasyhur Cicero:

“qui omnia quae and cultum deorum pertineren, dilegenter

retractaren ‘et tamquam relegerent, sunt dictireligiosi” 34

(Orang disebut religius bila rajin mempelajari dan seolah serba

“prihatin tentang” segala yang berkaitan dengan kebaktian kepada para

dewa).

Tetapi apa arti yang persis dari kata religio orang hanya dapat

menduga. Sebab ada yang berpendapat, bahwa kata religio datang dari

kata re-ligo = menambatkan kembali.35

Agama menurut Mangunwijaya lebih menunjuk kepada aspek

kelembagaan kebaktian kepada Tuhan atau kepada “dunia atas” dalam

aspeknya yang resmi, yuridis, peraturan-peraturan dan hukum-hukumnya,

serta keseluruhan organisasi tafsir Alkitab dan sebagainya yang

melingkupi segi-segi kemasyarakatan. Religiusitas lebih melihat aspek

yang “didalam lubuk hati”, riak getaran hati nurani pribadi, sikap personal

yang sedikit banyak misteri bagi orang lain, karena menapaskan intimitas

jiwa, “ducoeur” dalam arti pascal, yakni cita rasa yang mencakup totalitas

(termasuk rasio dan rasa manusiawi) kedalam si pribadi manusia. Karena

33 Dojosantosa. B.A., Unsur religius dalam sastra jawa, Aneka Ilmu, 1989, hlm. 3

34 Jabrohim, Tahajud Cinta,..Op.cit, hlm. 14

35 Sastra dan Religiositas, Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta,1988, hlm. 11

Page 24: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

37

itu, pada dasarnya religiusitas bersifat “mengatasi” (beyond) atau lebih

dalam dari agama yang tampak, formal, resmi. Religiusitas lebih bergerak

dalam tata paguyuban (gemeinschaft) yang cirinya lebih intim.36

Suatu lagu yang berkualitas religius seperti “Tuhan” ciptaan trio

Bimbo, dengan penuh haru dapat dinyanyikan, baik oleh orang-orang

muslim atau orang-orang Kristen. Begitu juga sikap-sikap berdiri khidmat,

membungkuk, dan mencium tanah selaku bakti menghadap Tuhan,

mengatup mata selaku konsentrasi diri pasrah sumarah dan siap

mendengarkan sabda Ilahi dalam hati, semua itu solah-bawa manusia

religius yang otentik, baik dalam agama Islam, Kristen, maupun Yahudi

dan Agama-agama lainnya juga.

Orang beragama banyak yang religius, dan memang demikianlah,

paling tidak diandaikan seorang Agamawan sepantasnya sekaligus homo-

religius juga. Tetapi kenyataannya tidak selalu begitu. Dapat juga orang

menganut agama tertentu karena motifasi jaminan meterial atau karir

politik, ingin memperoleh jodoh yang beragama lain dari dia punya, atau

biasa karena tidak ada pilihan lain, cukup beragama “statistik” belaka.37

Emha Ainun Najib mendefinisikan religiusitas sebagai berikut:

“Religiusitas adalah inti kualitas hidup manusia, dan harus dimaknakan

sebagai rasa rindu, rasa ingin bersatu, rasa ingin berada bersama dengan

sesuatu yang abstrak.38

Religiusitas menurut WS. Rendra, adalah: “Adanya sikap bahwa

ada Tuhan. Dan ada hati nurani yang selalu bersujud kepada-Nya.

Sehingga penting untuk bisa membedakan yang baik atau yang buruk,

yang benar dan yang salah, yang pantas dan tak-pantas, yang adil dan

tidak adil, yang haram dan yang halal. Tapi nilai-nilai yang universal itu

sumber nilai.39

36 Jabrohim, Tahajud Cinta,..p.cit, hlm. 15

37 Sastra dan Religiositas, Kanisius…op.cit, hlm. 13

38 Jabrohim, Tahajud Cinta,..op.cit, hlm. 16

39 Wawancara dengan WS. Rendra, Yogyakarta 8 September 2003

Page 25: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

38

2. Religiusitas dalam Puisi

Pada awal mula, segala sastra adalah religius. Sengaja disini tidak

dipakai istilah agama atau religi, tetapi religius atau religiusitas. Jika

seorang muslin Indonesia shalat pada ritual yang telah ditentukan dan

mengucapkan dalam bahasa Arab itu pernyataan agama yang diyakini dan

dianutnya. Tetapi bila sufi rabi’ah al Adawiyyah yang saleh berdo’a di

dalam bahasa hati:

oh my God,

the best of Thy gitfs within my heart is the hope of thee

and the sweetest world upon my tongue is thy praise,

and the hours which I love best are

those in wich I meet with Thee...

O my lord,

my paint to Thee is that I am but a stranger in thy country,

and lonely among Thy worshippers,

maka sufi perempuan itu sebenarnya sedang mengucapkan religiositas-

nya.40 Ini berarti bahwa pada dasarnya religiositas juga bisa diungkapkan

lewat puisi, karena puisi merupakan bagian dari karya sastra. Untuk

mengetahui bahwa puisi itu mempunyai makna religius, kita dapat melihat

dari tema-tema puisi tersebut, tetapi religius disini bukan berarti harus

berhubungan nilai-nilai agama tetapi juga nilai-nilai yang universal dan

merupakan sumber nilai.

Tema-tema religiusitas itu misalnya:

a. Tema Ketuhanan.

Puisi-puisi dengan tema ketuhanan biasanya menunjukkan

“Religious Experience” atau pengalaman religi penyair. Pengalaman

religi didasarkan atas tingkat kedalaman pengalaman ketuhanan

seseorang. Dapat juga dijelaskan sebagai tingkat kedalaman iman

seseorang terhadap agamanya atau lebih luas terhadap Tuhan atau

40 Sastra dan Religiositas, Op. cit, hlm. 11-12

Page 26: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

39

kekuaaan ghaib. Banyak puisi yang menunjukkan pengalaman religi

yang cukup dalam, walaupun tidak menunjukkan identitas agama

tertentu. Dalam suasana demikian penyair berbicara mewakili semua

manusia, mengatasi perbedaan agama, bangsa, suku, atau warna kulit.

Memang puisi bersifat universal. Sifat ketuhanan seorang penyair,

dapat diresapi oleh pembaca manapun juga.

Pengalaman religi seorang penyair didasarkan atas pengalaman

hidup penyair secara konkret. Jika penyairnya bukan seorang religius

yang khusyuk dalam hal religi, maka sulit diharapkan ia akan

menghasilkan puisi bertema ketuhanan yang cukup mendalam. Bahkan

sebaliknya, jika penyair itu orang yang ragu-ragu akan tuhan, ragu-

ragu akan kekuaaan ghaib, mungkin puisinya akan bersifat

mempermain-mainkan tuhan karena penggunaan nama Tuhan secara

tidak terhormat. Adapula penyair-penyair yang menempatkan tokoh-

tokoh agama yaang terhormat dalam tempat yang kurang terhormat.

hal ini disebabkan pengalaman religi penyair yang kurang mendalam.

Dalam setiap agama terdapat tokoh-tokoh yang dihormati

karena memiliki karisma, memilliki sifat sakral dan khidmat.

Penghormatan kepada tokoh agama tertentu oleh penyair yang

memeluk agama tersebut juga dapat menunjukkan tingkat penghayatan

keagamaan dari penyair itu. Sebaliknya jika seorang penyair dari suatu

agama tertentu mulai mencaci maki tokoh-tokoh yang dipandang

terhormat dalam agama itu, itu suatu pertanda bahwa penyair tersebut

mengalami pendangkalan iman terhadap agamanya.41

Seorang penyair WS. Rendra, juga mempunyai sajak-sajak yang

bertemakan ketuhanan (keagamaan). Sajak-sajak yang terdapat di

dalam “Masmur Mawar” adalah ,”Masmur Pagi, Do’a Malam, sebuah

Dunia yang Marah, Amsal seorang Santo, Do’a Orang Lapar, Do’a

seorang Serdadu sebelum Berperang, Ya Bapa, Lonceng Berkeleneng,

41 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori…op.cit. hlm.107

Page 27: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

40

Tobat, Gereja St. Antonius Solo, Datanglah ya Allah, Masmur Mawar,

Litani Domba Kudus, Amsal Sebuah Perjalanan ke Golgota, Sajak

Seorang Tua untuk Istrinya”.42 Sajak tersebut adalah sajak di mana

Rendra masih beragama kristen (katholik). Namun kemudian, setelah

ia melakukan konversi (pindah agama) menjadi seorang muslim, ia

menggubah Qasidah Barzanji yang pernah dipentaskannya pada tahun

1970-an, sebelum ia masuk Islam juga. Kini, untuk lebih

mencerminkan nilai Islam, judul lakon itu diubah menjadi Shalawat

Barzanji. Menurutnya, pertunjukannya kali ini juga merupakan

ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan

kesempatan menikmati keimanan menurut Agama Islam.43

b. Puisi Demonstrasi dan Pamflet

Puisi demonstrasi menyarankan pada puisi-puisi Taufik Ismail

dan mereka yang oleh HB. Jassin disebut Angkatan 66. Puisi ini

melukiskan dan merupakan hasil refleksi demonstrasi para mahasiswa

dan pelajar-KAMMI-KAPPI-sekitar tahun 1966. Menurut Subagio

Sastrowardoyo, puisi-puisi demonstrasi 1966 bersifat kekitaan, artinya

melukiskan perasaan kelompok bukan perasaan individu. Puisi-puisi

mereka adalah endapan dari pengalaman fisik, mental, dan emosional

selama penyair terlibat dalam demonstrasi 1966. gaya paradoks dan

ironi banyak kita jumpai. Sementara itu kata-kata yang membakar

semangat kelompok banyak dipergunakan, seperti; kebenaran,

keadilan, kemanusiaan, tirani, kebatilan, dan sebagainya. Di bawah ini

dikemukakan salah satu contoh:

MIMBAR

42 Utjen Djusen R. Dkk, Memahami sajak-sajak WS. Rendra, Pusat Pembinaan

dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD, Jakarta, 1978, hlm. 58

43 “Pengembaraan Spiritual WS. Rendra”, Harian Republika, Jum’at, 2 Mei 2003. 8

Page 28: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

41

Dari mimbar ini telah dibicarakan

Pikiran-pikiran dunia

Suara-suara kebebasan

Tanpa ketakutan

Dari mimbar ini diputar lagi

Sejarah kemanusiaan

Pengembangan teknologi

Tanpa ketakutan.

Di kampus ini

Telah dipahatkan

Kemerdekaan.

Segala despot dan tirani

Tidak bisa dirobohkan

Mimbar kami.

(Taufik Ismail, 1966)

Seperti halnya puisi pamflet, puisi-puisi demonstrasi merupakan

ungkapan sepihak, sehingga kebenaran sulit diterima secara obyektif.

Pihak yang dibela diberikan tempat dan kedudukan yang terhormat dan

serba benar, sedang pihak yang dikriitik dilukiskan berada dalam

posisi yang kurang simpatik.

Puisi pamflet juga mengungkapkan protes sosial. Puisi tersebut

disebut sebagai puisi pamflet karena bahasanya adalah bahasa pamflet.

Kata-katanya mengungkapkan rasa tidak puas kepada keadaan.

Munculnya kata-kata yang berisi protes secara spontan tanpa proses

pemikiran atau perenungan yang mendalam. Istilah-istilah gagah untuk

membela kelompoknya disertai dengan istilah tidak simpatik yang

menonjolkan pihak yang dikritik. Seperti halnya puisi demonstrasi,

bahasa puisi pamflet juga bersifat prosais.

Puisi pamflet Rendra kehilangan makna konotatif, suatu

Page 29: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

42

kehebatan Rendra dalam menciptakan puisi paada tahun 50-an. Kata-

kata kasar, uangkapan-ungkapan langsung kesasaran, dan hiperbola

yang bertujuan memojokkan pihak yang dikritik banyak kita jumpai

dalam puisi-puisi pamflet Rendra. Puisi-puisi pamflet Rendra ini

mengingatkan kita akan puisi-puisi Jerman pada awal industrialisasi

yang berkembang pada sekitar tahun 1974 (seperti halnya puisi pamflet

Jerman). Konotasi yang memudar itu tidak lantas melepaskan tema

dari nilai-nilai religius karena di sana kita temukan pembelaan atas

kaum tertindas dan peringatan untuk selalu menghargai kemanusiaan,

sesuatu yang tidak mungkin dilepaskan dari religiusitas.

Berikut ini dikutip dari puisi pamflet Rendra :

SAJAK SEBATANG LISONG

Menghirup sebatang lisong,

Melihat indonesia raya,

Mendengar 130 juta rakyat,

Dan dilangit

Dua tiga cukong mengangkang,

Berak diatas kepala mereka.

...

menghisap udara

yang disemprot deodorant,

aku melihat sarjana-sarjana menganggur

berpeluh di jalan raya;

aku melihat wanita bunting

antri uang pensiun.

Dan di langit:

Para teknokrat berkata :

Bahwa bangsa kita adalah malas,

Bahwa bangsa mesti dibangun,

Page 30: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

43

Mesti di up-grade,

Disesuaikan dengan teknologi yang di import44.

c. Alegori

Puisi sering mengungkapkan cerita yang isinya dimaksudkan

untuk memberikan nasehat tentang budi pekerti dan agama. Jenis

alegori (perumpamaan bernada kiasan) yang terkenal adalah parabel

yang juga disebut dongeng perumpamaan. Kitab suci banyak

menuturkan dongeng-dongeng perumpamaan yang maknanya dapat

kita cari di balik yang tersurat. Puisi “Teratai” karya Sanusi Pane boleh

dikatakan sebagai jenis puisi alegori, karena bunga teratai itu

digunakan untuk mengkisahkan tokoh pendidikan. Kisah tokoh

pendidikan yang dilukiskan sebagai teratai itu digunakan untuk

memberikan nasehat kepada generasi muda agar mencontoh teladan

“Teratai” itu. Cerita berbingkai seperti “Panca Tantra”, “1001 Malam”,

“Bayan Budiman”, dan “Hikayat Bachtiar” juga dapat diklasifikasikan

sebagai parabel45

Selain lewat puisi dengan tema ketuhanan, tema demonstrasi

dan pamplet, dan alegori, religiusitas dalam sebuah puisi dapat juga

kita lihat dalam puisi-puisi para sufi (puisi sufi), karena dalam sejarah

tasawuf, sastra telah dipilih sebagai media dalam menyampaian

pengalaman keruhanian para sufi sejak awal. Di sini terdapat banyak

penjelasan yang berkenaan dengan ma’rifat dan persatuan mistik yang

disampaikan dalam bentuk anekdot-anekdot, kisah perumpamaan atau

alegori dan puisi. Walaupun sastra, khususnya puisi, sangat

mempengaruhi corak kegiatan intelektual para sufi, tetapi kebanyakan

mereka menulis tanpa niat menjadi sastrawan atau penyair. Mereka

menulis berlandaskan alasan-alasan keagamaan dan keruhanian.46

44 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori…op.cit. hlm.143

45Ibid, hlm.144

46Abdul Hadi W. M.,Tasawuf yang tertindas, Paramadian, Jakarta, 2001, hlm. 10

Page 31: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

44

Sajak-sajak para sufi merupakan puisi yang paling religius dalam

Islam, karena semuanya berangkat dari masalah agama dan masalah

ketuhanan.

Kitab-kitab suci kaum beragama juga memuat puisi-puisi.

Banyak puisi yang dapat kita temukan di berbagai kitab suci kaum

beragama di indonesia. H.B. Jassin pernah menerjemahkan Alqur'an

dalam bentuk puisi dan dinamainya puitisasi kitab suci. Di samping

kalimat-kalimat yang biasa yang prosais, orang merindukan kalimat

maupun kata-kata yang indah serta puitis. dalam bentuk puisi yang

terikat itu ditemukan keindahan berkat adanya keseimbangan bentuk

dan isi. getar jiwa yang dijelmakan ke dalam bentuk kata yang terikat

dengan suasana yang “pas” akan memantulkan gema yang

menggetarkan jiwa pendengarnya. begitulah suasana komunikasi yang

hendak di ciptakan oleh nabi di dalam diri umat dalam hubungan

mereka dengan Tuhan. para penerjemah berusaha menangkap suasana

misteri yang yang menyelubungi jiwa manusia yang terekam dalam

kata-kata itu.47

Penyair mengungkapkan gejolak batinnya yang indah ke dalam

wujud yang utuh, didukung perasaan, pikiran dan cita-citanya. Ketiga

unsur itu menggemakan getar jiwa. Unsur-unsur itu saling mendukung

dan mengisi. puisi yang indah bukanlah hanya merupakan letupan-

letupan perasaan saja, tetapi juga merupakan perpaduan rasa, pikiran

dan kehendak, ketiganya melahirkan satu kepaduan yang disebut

keindahan. 48

Islam sendiri benar-benar menganggap aspek ketuhanan

sebagai keindahan, dan gambaran ini dijadikan tumpuan istimewa

dalam tasawuf, yang secara alami berasal dan mengandung inti

(haqâ’iq) ajaran Islam. Maka bukanlah suatu kebetulan apabila karya-

karya yang ditulis para sufi, baik puisi maupun prosa, merupakan

47 Wilson Nadaek, Pengajaran…op. cit , hlm. 13

48 Ibid, hlm, 18

Page 32: BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4

45

karya agung dalam kualitas dan keindahan.

Aspek ketuhanan sebagai keindahan inilah yang dipandang

sebagai aspek mistikal atau dimensi esoterik (inti terdalam) dari Islam,

dan yang juga dipandang sebagai aspek Islam yang paling indah.

Annemarie Schimmel mengaitkan penekanan terhadap aspek mistikal

ini, dalam penghayatan para sufi terhadap ajaran Islam, dengan

penciptaan yang berlimpah jumlahnya dalam pelbagai bahasa

masyarakat muslim. Khazanah sastra sufistik yang seperti itulah yang

mengilhami banyak gagasan mengenai ciri-ciri mistisisme dalam

agama Islam.

Di atas telah dibicarakan tentang Puisi dan Religiusitas. Sehingga

dapat diketahui bahwa dalam puisi terdapat banyak unsur religius, adanya

nila-nilai Religius dalam puisi adalah dikarenakan bahwa pada awalnya

semua sastra adalah religius. Untuk itu dalam bab III akan dibahas tentang

religiusitas puisi-puisi WS. Rendra, dan implementasi puisi-puisi WS.

Rendra terhadap ajaran Islam. [j]