14 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. Puisi 1. Pengertian Puisi Puisi adalah bentuk kesusasteraan yang paling tua. Karya-karya besar dunia yang bersifat monumental ditulis dalam bentuk puisi. Karya- karya pujangga besar seperti: Oedipus, Antigone, Hamlet, Macbeth, Mahabarata, Ramayana, Bharata yudha, dan sebagainya ditulis dalam bentuk puisi. Puisi tidak hanya dipergunakan untuk penulisan karya-karya besar, namun ternyata puisi juga sangat erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. 1 Puisi ada yang mampu bicara sendiri, artinya, usaha memahaminya tidak memerlukan acuan faktor di luar puisi tersebut (menggunakan pendekatan obyektif). Puisi-puisi yang “gelap” atau bersifat khas, usaha memahami puisi tidak dapat memencilkan karya puisi itu sendiri, puisi tidak dapat dipandang sebagai sesuatu karya otonom sehingga faktor di luar puisi harus turut dijadikan acuan pemahaman. 2 Definisi positif dan baku atas puisi sulit diberikan. Ciri-ciri atau karakteristik puisi biasanya dapat dipakai sebagai jembatan pemahaman untuk memberikan pengertian tentang apa itu puisi. Segi bentuk fisik yang tertulis dalam karya tulis, sudah berbeda dengan prosa dan drama, sementara dari segi bentuk pengucapan batinnya, puisi juga berbeda dari prosa dan drama. Ada saat-saat tertentu yang memungkinkan ketepatan pengucapan batin dengan puisi, ada saat lain yang menuntut pengucapan batin dalam drama atau prosa. Pikiran dan perasaan tertentu hanya dapat diungkapkan dalam wujud prosa dan drama namun pikiran dan perasaan 1 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori dan Apresiasi Puisi, Erlangga, Jakarta, 1987, hlm. 1 2 ibid, hlm. 2
32
Embed
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PUISI DAN RELIGUSTAS A. …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/17/jtptiain... · 2013. 1. 16. · irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
14
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG
PUISI DAN RELIGUSTAS
A. Puisi
1. Pengertian Puisi
Puisi adalah bentuk kesusasteraan yang paling tua. Karya-karya
besar dunia yang bersifat monumental ditulis dalam bentuk puisi. Karya-
karya pujangga besar seperti: Oedipus, Antigone, Hamlet, Macbeth,
Mahabarata, Ramayana, Bharata yudha, dan sebagainya ditulis dalam
bentuk puisi. Puisi tidak hanya dipergunakan untuk penulisan karya-karya
besar, namun ternyata puisi juga sangat erat kaitannya dalam kehidupan
sehari-hari.1
Puisi ada yang mampu bicara sendiri, artinya, usaha memahaminya
tidak memerlukan acuan faktor di luar puisi tersebut (menggunakan
pendekatan obyektif). Puisi-puisi yang “gelap” atau bersifat khas, usaha
memahami puisi tidak dapat memencilkan karya puisi itu sendiri, puisi
tidak dapat dipandang sebagai sesuatu karya otonom sehingga faktor di
luar puisi harus turut dijadikan acuan pemahaman.2
Definisi positif dan baku atas puisi sulit diberikan. Ciri-ciri atau
karakteristik puisi biasanya dapat dipakai sebagai jembatan pemahaman
untuk memberikan pengertian tentang apa itu puisi. Segi bentuk fisik yang
tertulis dalam karya tulis, sudah berbeda dengan prosa dan drama,
sementara dari segi bentuk pengucapan batinnya, puisi juga berbeda dari
prosa dan drama. Ada saat-saat tertentu yang memungkinkan ketepatan
pengucapan batin dengan puisi, ada saat lain yang menuntut pengucapan
batin dalam drama atau prosa. Pikiran dan perasaan tertentu hanya dapat
diungkapkan dalam wujud prosa dan drama namun pikiran dan perasaan
1 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori dan Apresiasi Puisi, Erlangga, Jakarta, 1987,
hlm. 1
2 ibid, hlm. 2
15
lainnya hanya dapat diungkapkan dalam wujud puisi.
Perbedaan pokok antara puisi dan prosa adalah dalam tipografi dan
struktur tematisnya. Tipografi puisi sejak kelahirannya menunjukkan
baris-baris putus yang tidak membentuk kesatuan sintaksis seperti dalam
prosa. Baris-baris prosa berkesinambungan dan membentuk kesatuan
sintaksis. Puisi memiliki kesenyapan antara baris yang satu dengan baris
yang lain karena konsentrasi bahasa yang begitu kuat, dalam prosa
kesenyapan seperti itu dapat dijumpai pada tiap akhir paragraf. Stuktur
fisik puisi membentuk tipografi yang khas puisi. Larik-larik itu
membentuk bait, bait-bait membentuk keseluruhan puisi yang dapat kita
pandang sebagai wacana. Bait-bait puisi dapat kita sejajarkan dengan
paragraf dalam sebuah wacana.
Tipografi puisi membedakan puisi dari prosa. Kadang-kadang
tipografi itu memberikan ciri khas puisi pada periode atau angkatan
tertentu. Tipografi puisi bukan hanya mewakili struktur yang bersifat
fonologis, namun juga mewakili struktur semantik puisi karena puisi
merupakan ungkapan kebahasaan yang menunjukkan kesatuan antara
struktur kebahasan dan struktur semantiknya. Bahasa puisi menunjukkan
konsentrasi, sehingga makna yang diungkapkan juga dipusatkan. Gagasan
penyair harus dikonsentrasikan ke dalam wujud pernyataan yang sesuai
dengan kata-kata yang dipadatkan. Seseorang jika ingin mengungkapkan
pikiran dan perasaannya melalui puisi, maka ia tidak boleh mengatur
struktur pikiran dan perasaannya sama seperti jika ia ingin mencipta prosa.
Pikiran dan perasaan harus dibuat lebih intens, lebih terkonsentrasikan,
lebih diperketat.
Puisi menghadapkan pada unsur kebahasaan yang meliputi
serangkaian kata-kata indah, serta kesatuan bentuk pemikiran tata struktur
makna yang hendak diucapkan penyair. Puisi dibangun dengan dua unsur
pokok, yakni struktur fisik yang berupa bahasa yang digunakan dan
struktur batin atau struktur makna, yakni pikiran dan perasaan yang
diungkapkan oleh penyair. Kedua unsur itu merupakan satu kesatuan yang
16
jalin-menjalin secara fungsional. Penyair mempunyai maksud tertentu
mengapa baris-barisnya dan bait-baitnya disusun sedemikian rupa.
Mengapa digunakan kata-kata, lambang, kiasan dan sebagainya. Semua
yang ditampilkan penyair mempunyai makna. Mengingat yang digunakan
adalah kata-kata yang dikonsentrasikan, yang dipadatkan, maka semua
yang diungkapkan penyair harus bermakna, tidak boleh mengungkapkan
sesuatu yang mubazir.3
Kata puisi atau sajak sebenarnya berasal dari bahasa Yunani
“poeis” , artinya “penciptaan”. Puisi adalah hasil seni sastra, yang kata-
katanya disusun menurut syarat-syarat yang tertentu dengan menggunakan
irama sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan.4
Leo Tolstoy mengatakan bahwa keindahan sajak justru terletak
pada bentuk, isi dan kejujuran yang terkandung di dalamnya. Segi bentuk
puisi, khususnya puisi lama, puisi dapat terdiri dari berbagai jenis: ada
puisi yang hanya terdiri dari dua baris saja tetapi mengkristal, penuh
dengan persoalan hidup, tetapi ada pula puisi yang terdiri dari empat baris
dalam satu bait dengan sisi kata yang tertentu, semuanya itu berkisar pada
bentuk yang mendukung keindahan. ide yang dituangkan ke dalam bentuk
itu harus sesuai.
Setelah menelaah puisi dengan perkembangan dan struktur yang
membentuknya, maka batasan tentang puisi itu akan dapat diberikan.
banyak pendapat yang memberikan batasan tentang puisi. batasan batasan
itu biasanya berhubungan dengan struktur fisiknya saja atau struktur
batinnya saja, namun ada juga yang memberikan batasan yang meliputi
kedua struktur itu.
Beberapa batasan puisi menurut Slamet Muljana adalah bahwa
puisi merupakan bentuk kesusastraan yang menggunakan “pengulangan
suara” sebagai ciri khasnya. Pengulangan kata itu menghasilkan rima,
3 Ibid, hlm. 3-4
4 Wilson Nadaek, Pengajaran Apresiasi puisi untuk SLTA, Sinar Baru, Bandung, 1995, hlm. 18
17
ritme, dan musikalitas. Batasan yang diberikan tersebut berkaitan dengan
struktur fisiknya saja. James Reeves juga memberikan batasan yang
berhubungan dengan struktur fisik dengan menyatakan bahwa puisi adalah
“ekspresi bahasa” yang kaya dan penuh daya pikat. Bahasa puisi menurut
Coleridge adalah “Bahasa pilihan”, yakni bahasa yang benar-benar
diseleksi penentuannya secara ketat oleh penyair. Karena bahasanya harus
pilihan, maka gagasan yang dicetuskan harus diseleksi dan dipilih yang
terbagi pula. Clive Sansom memberikan batasan puisi sebagai bentuk
“Pengucapan bahasa ritmis”, yang mengungkapkan pengalaman
intelektual yang bersifat imajinatif dan emosional.
Jika pengertian itu ditinjau dari segi bentuk batin puisi maka
Herbert Spencer menyatakan bahwa puisi merupakan bentuk pengucapan
gagasan yang bersifat emosional dengan mempertimbangkan efek
keindahan. Sedangkan Samuel Johnson menyatakan bahwa puisi adalah
peluapan spontan dari perasaan yang penuh daya yang berpangkal pada
emosi yang berpadu kembali dalam kedamaian. Sementara itu, P.B.
Shelley menyatakan bahwa puisi merupakan “rekaman” dari saat-saat
yang paling baik dan paling menyenangkan. selanjutnya Thomas charlyle
menyatakan bahwa puisi merupakan ungkapan pikiran yang bersifat
musikal. dan T.S.Eliot menambahkan bahwa yang diungkapkan dalam
puisi adalah “Kebenaran”.
Kedua pengertian yang diuraikan di atas berkenaan dengan bentuk
fisik puisi dan bentuk batin puisi. bentuk fisik dan bentuk batin puisi
lazimdi sebut pula dengan bahasa atau isi atau tema dan sturktur atau
bentuk dan isi. Marjorie Boulton menyebutkan kedua unsur pembentuk
puisi itu dengan bentuk fisik (physical form) dan bentuk mental (mental
form). Bentuk fisik dan bentuk mental itu bersatu padu, menyatu-raga.
Namun demikian keduanya dapat dianalisis karena bentuk fisik dan bentuk
batin itu juga didukung oleh unsur-unsur yang secara fungsional
18
membentuk puisi.5
S. Efendi mengatakan bahwa dalam puisi terdapat bentuk
permukaan yang berupa: larik, bait, dan pertalian makna larik dan bait.
kemudian penyair berusaha mengkonkretkan pengertian-pengertian dan
konsep-konsep abstrak dengan menggunakan pengimajian, pengiasan, dan
perlambangan. dalam mengungkapkan pengalaman jiwanya, penyair
bertitik tolak pada “Mood” atau “Atmosfer” yang dijelmakan oleh
lingkungan fisik dan psikologis dalam puisi. Pemilihan kata-kata
menggunakan perulangan bunyi yang mengakibatkan adanya kemerduan
atau eufoni. jalinan kata-kata harus mampu memadukan kemanisan bunyi
dengan makna.
I.A. Richards menyatakan hakekat puisi untuk mengganti bentuk
batin atau isi puisi utuk mengganti bentuk fisik puisi. Bentuk batin
meliputi: perasaan (feeling), tema (sense) nada (tone),dan amanat
(intention), sedangkan bentuk fisik atau metode puisi terdiri atas diksi
(diction), kata konkret (the concrete word), majas atau bahasa figuratif
(figurative language), dan bunyi yang menghasilkan ritme dan rima (rhytm
and rhyme)
Dari batasan kedua tokoh tersebut, dapat dijelaskan bahwa unsur
bahasa yang diperbagus dan diperindah itu dapat diterangkan melalui kata
konkret dan majas (bahasa figuratif)' secara terperinci majas dan kata
konkret itu dijelaskan oleh Efendi menjadi: pengimajian, perlambangan,
dan pengiasan.
Uraian tersebut bermaksud menjelaskan bahwa bahasa yang
digunakan dalam puisi adalah bahasa konotatif yang “multi interpretable”.
Makna yang diungkapkan dalam puisi dapat makna lugas, namun lebih
banyak makna kias melalui lambang dan kiasan. Makna itu diperinci lagi
menjadi tema dan amanat yang didasarkan atas perasaan dan nada
(suasana batin) penyairnya. tema berhubungan dengan arti karya sastra,
5 Ibid, hlm. 23-24
19
sedangkan amanat berhubungan makna karya sastra. Tema bersifat lugas,
obyektif, dan khusus, sedangkan amanat bersifat kias, subyektif, dan
umum.
Untuk memberikan pengertian puisi secara memuaskan cukup
sulit. namun beberapa pengertian yang tidak dapat dirangkum dalam satu
kalimat dapat dipaparkan di sini. Beberapa pengertian diuraikan di atas
jika didata dapat disebutkan sebutkan sebagai berikut:
a. Puisi melakukan pengkonsentrasian atau pemadatan segala unsur
kekuatan bahasa;
b. Penyusunan puisi, merapikan unsur-unsur bahasa itu, diperbagus,
diatur dengan sebaik-baiknya dengan memperhatikan irama dan bunyi;
c. Puisi adalah ungkapan peristiwa dan perasaan penyair yang
berdasarkan mood atau pengalaman jiwa dan besifat imajinatif;
d. Bahasa yang digunakan bersifat konotatif; hal ini ditandai dengan kata
konkret lewat pengimajian, pelambangan, dan pengiasan, atau dengan
kata lain dengan konkret dan bahasa figuratif;
e. Bentuk fisik dan bentuk batin puisi merupakan kesatuan yang bulat
dan utuh menyatu-raga tidak dapat dipisahkan dan merupakan
kesatuan yang padu. Bentuk fisik dan bentuk batin itu dapat ditelaah
unsur-unsurnya hanya dalam kaitannya dengan keseluruhan. unsur-
unsur itu hanyalah berarti dalam totalitasnya dengan keseluruhannya;
di samping itu, unsur-unsur puisi juga melakukan regulasi-diri, artinya
mempunyai saling keterkaitan antara unsur yang satu dengan unsur
yang lain.jalinan makna dalam membentuk kesatuan dan keutuhan
puisi menyebabkan keseluruhan puisi lebih bermakna dan lebih
lengkap dari sekedar kumpulan unsur-unsur.
Definisi puisi (yang sangat sukar dirumuskan) berdasarkan uraian
di atas, adalah: “bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan
perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan
mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa dengan pengkonsentrasian
20
struktur fisik dan struktur batinnya “.6
2. Puisi sebagai Karya Seni dan Karya Ilmiah
Bentuk karya sastra puisi mempunyai struktur yang berbeda
dengan prosa. Perbedaan itu tidak hanya dari struktur fisiknya, tetapi juga
dalam hal struktur batin. dalam struktur fisik dan struktur batin, penciptaan
puisi menggunakan prinsip pemadatan atau pengkonsentrasian bentuk dan
makna.
Struktur dari kedua bagian itu terdiri atas unsur-unsur yang saling
mengikat keterjalinan dan semua unsur itu membentuk totalitas makna
yang utuh. Dalam penafsiran puisi tidak terlepas dari faktor genetik puisi.
Faktor genetik puisi dapat menjelaskan makna yang dilatarbelakangi oleh
kebudayaan khas penyair. Unsur genetik itu adalah penyair dan kenyataan
sejarah.7
A. Puisi sebagai karya seni
Puisi sebagai karya seni, dapat dilihat dari pengarang dan hasil
karyanya karena puisi merupakan karya seni yang diciptakan oleh
seorang penyair tertentu. Disini tidak ada perbedaan status sosial yang
membedakan antara penyair satu dengan penyair lainnya, apakah
seorang petani, tentara, guru, pedagang dan sebagainya. Tetapi seorang
penyair fungsi sosialnya adalah sebagai pencipta puisi atau penulis
sajak-sajak, maka ia diberi gelar penyair. Jadi baik tentara, petani guru
dan sebagainya semuanya mempunyai peran yang sama, yaitu sebagai
penyair. Yang berbeda hanyalah status sosialnya. Ia hidup sebagai apa.
Semua orang mempunyai peluang untuk menulis dan menciptakan
puisi, namun tulisan seorang penyair dan orang biasa mempunyai
perbedaan. Mereka sama-sama mempunyai pengalaman hidup , tetapi
pengalaman seorang penyair lebih bisa diendapkan untuk dilahirkan
6 Ibid, hlm. 25
7 Ibid, hlm. 29
21
kembali di kemudian hari sebagai seni yang mengagumkan bagi orang
lain, dari pada pengalaman orang biasa.8
Bagi penyair, pengalaman adalah sumur yang tidak pernah kering,
semakin ditimba, semakin dalam, semakin jauh menukik dalam
kehidupan. Mendekati kehidupan berarti mendekati diri sendiri,
kembali ke dalam diri sendiri. Kalau sudah kembali ke dalam diri
sendiri, lalu mendekatlah kepada alam, kata Rainer Maria Rilki.
“Tulislah apa yang kamu kagumi, yang kamu risaukan, yang kau cintai
dan kau kagumkan”.
Jalan yang paling singkat untuk mengenal seorang penyair adalah
melalui sajak-sajaknya. Dengan itu bisa di baca bagaiman pandangan
hidupnya, idenya, hasratnya dan lain-lain. Kata A. Teeuw,”Membaca
puisi berarti bergulat terus menerus untuk merebut makna yang
disajikan oleh sang penyair”.9
Untuk melihat puisi sebagai karya seni, akan dibicarakan juga
mengenai hal kepada siapa? Puisi itu ditulis. Karena hal tersebut juga
membedakan antara tulisan penyair dengan tulisan orang biasa. Yang
menjadi sasaran sebuah puisi ditulis adalah;
1. Untuk dirinya sendiri
Sebuah sajak diciptakan melalui kerja keras rohani yang
semaksimal mungkin. Setelah melalui beberapa proses pemasakan
dari segi bentuk dan isi, serta melalui proses penghayatan estetik,
pendalaman, pembaharuan, kesegaran mood, pilihan kata yang
tepat, ungkapan yang sedap serta orisinil, maka lahirlah sajak yang
paling hakiki. Karena baik buruknya sajak adalah menyangkut
tanggung jawabnya sebagai seorang penyair.
2. Untuk redaksi
Redaksi adalah fihak yang bertanggung jawab atas dimuat
atau tidaknya sebuah sajak kedalam sebuah majalah atau harian.
8 “Pengantarapresiasi puisi”, Ankasa bandung, cet-2, 1990, hlm. 29
9 Ibid, hlm. 30
22
Oleh karena itu sajak yang dimuat harus dapat memberikan kesan
yang meyakinkan bahwa sajak itu baik atau pantas dijadikan
sebagai karya seni. Juga sebaliknya redaksi harus dapat
membedakan mana sajak yang patut untuk dimuat dan yang tidak
patut dalam majalah maupun harian.
3. Untuk penikmat dan kritisi
Yang dimaksud penikmat disini adalah masyarakat
pembaca puisi: yakni orang-orang yang mempunyai
keinginan(apresiator) terhadap karya puisi. Sebagai penikmat,
masayrakat pembaca puisi perlu mendapatkan bimbingan atau
petunjuk dari kaum kritisi, agar mereka bisa mengenal dan
membedakan sajak-sajak mana yang dianggap berhasil dan mana
yang tidak serta pengarang mana yang paling menonjol.
Dalam wilayah penelitian sastra, masalah kritik menempati
posisi yang paling penting sebab fungsi kritik merupakan jembatan
penghubung antara pencipta dan kritikus. Sebab jika terjadi
hubungan yang kurang sehat antara penyair dan kritikus, maka
akan terjadi sikap saling memojokkan, dan ini akan mengahambat
kerja dari kedua fihak tersebut.
Pada mulanya penyair menilai karangannya sendiri, setelah
itu karyanya dipertimbangkan dan diumumkan oleh redaksi, dan
akhirnya dibesarkan atau dibantai oleh seorang kritikus.10
Demikian uraian tentang puisi sebagai karya seni, dari uraian
tersebut nampaklah bahwa puisi sebagai karya seni lebih menonjolkan
aspek pengalam penyair dan hasil karyanya, bukan kepada aspek tulisan
atau kode etik dan tatacara menyusun puisi.
B. Puisi sebagai karya ilmiah
Sebagai karya ilmiah, puisi lebih melihat pada aspek tatacara atau
aturan dalam menyusun puisi, walaupun pada hakekatnya karya puisi
10 Ibid, hlm. 33
23
merupakan otoritas dari pengarangnya sendiri. Hal tersebut berkaitan
dengan adanya struktur fisik dan struktur batin dalam puisi.
1. Struktur Fisik Puisi
Struktur fisik puisi meliputi enam hal yang mendasar yaitu;
diksi (pemilihan kata), pengimajian, kata konkret, bahasa figuratif,
Verifikasi (majas), dan tata wajah (tipografi):
A. Diksi (pemilihan kata)
Penyair harus sangat cermat memilih dan
mempertimbangkan maknanya, komposisi bunyi dalam dan
irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya, dan
kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. oleh sebab itu,
disamping memilih kata yang tepat, penyair juga
mempertimbangkan urutan katanya dan kekuatan daya magis dari
kata-kata tersebut. kata-kata diberi makna baru dan yang tidak
bermakna diberi makna menurut kehendak penyairnya.11
Penggunaan dan penempatan kata-kata dilakukan dengan hati-
hati, teliti dan tepat. Kata yang digunakan dalam cenderung
konotatif. Setiap kata yang digunakan penyair memiliki makna
dan misi tertentu, baik mengenai ruang maupun waktu.12
1. Perbendaharaan Kata
Perbendaharaan kata penyair sangat penting untuk
kekuatan ekspresi dan menunjukkan ciri khas penyair.
Pemilihan kata dilakukan penyair berdasarkan makna yang
akan disampaikan dan tingkat perasaan serta suasana batinnya,
selain itu dilatarbelakangi faktor sosial budaya penyair. Setiap
penyair memiliki perbedaan sikap dalam memilih kata.
Karena puisi yang kita bicarakan ini adalah puisi tertulis,
maka kedudukan kata itu sendiri sangat menentukan makna;
11 Ibid, hlm. 72
12 Wilson Nadaek, Pengajaran…Op. cit , hlm. 27
24
dalam puisi lisan, makna kata juga ditentukan oleh lagu,
tekanan, dan suara pada saat kata-kata itu dilisankan. penyair
sering kali memilih kata-kata khas yang maknanya hanya dapat
difahami setelah menelaah latar belakang penyairnya.13
2. Urutan Kata (Word Order)
Urutan kata dalam puisi bersifat beku, artinya urutan itu
tidak dapat dipisah-pisahkan tempatnya meskipun maknanya
tidak berubah oleh perpindahan tempat itu. Cara menyusun
kata-kata itu bersifat khas karena penyair yang satu berbeda
caranya dengan penyair yang lainnya. dapat pula dinyatakan
ada perbedaan teknik menyusun urutan kata, baik urutan dalam
tiap baris maupun urutan dalam satu bait puisi. dalam puisinya
yang bersifat duka. Chairil anwar memulai bait pertama
dengan baris sebagai berikut:
kelam dan angin lalu mempesiang diriku
menggigir juga ruang di mana dia yang kuinginkan
malam tambah merasuk, rimba jadi memati tugu
di karet, dikaret (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin
(“Yang Terempas yang Putus”,1949)0.14
3. Daya Sugesti Kata-kata
Penyair mempertimbangkan daya sugesti kata-kata yang
dipilihnya. Sugesti itu ditimbulkan oleh makna kata yang
dipandang sangat tepat mewakili perasaan penyair. karena
ketepatan pilihan dan ketepatan penempatannya, maka kata-
kata itu seolah memancarkan daya gaib yang mampu
memberikan sugesti kepada pembaca untuk ikut sedih, terharu,
bersemangat, marah, dan sebagainya. untuk mengesankan
penghargaan yang tinggi kepada kekasihnya Rendra
menuliskan kekasihnya itu, seperti baris puisi berikut:
13 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori…Op.cit. hlm 73
14 Ibid, hlm. 75
25
Engkaulah putri duyung/tawananku/putri duyung dengan
suara merdu lembut/bagai angin laut/mendesahlah
bagiku.
(“Surat Cinta”,1959).15
B. Pengimajian
Pengimajian adalah segala yang dirasa atau dialami secara
imajinatif. Pilihan kata yang tepat membantu daya bayang untuk
menjelmakan gambara yang nyata, penikmat dapat melihat,
merasakan, mendengar, dan menyentuh apa yang didendangkan
penyair.16
Pengimajian ada hubungan erat antara diksi, pengimajian,
dan kata konkret diksi yang dipilih harus menghasilkan
pengimajian dan karena itu kata kata mernjadi lebih konkret
seperti kita hayati melalui penglihatan, pendengaran, atau cita
rasa.pengimajian dapat dibatasi dengan pengertian: kata atau
susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman
sensoris, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. baris
atau bait puisi itu seolah mengandung gema suara (imaji audit),
benda yang nampak (imaji visual), atau sesuatu yang dapat kita
rasakan, raba atau sentuh (imaji taktil). ungkapan perasaan
penyair dijelmakan ke dalam gambaran konkret mirip musik atau
gambar atau cita rasa tertentu. jika p[enyairmenginginkan imaji
pendengaran (audif), maka jika kita menghayati puisiitu, seolah-
olahmendengarkan sesuatu ; jika penyair ingin melukiskan imaji
penglihatan (visual), maka puisi itu seolau-olah melukiskan
sesuatu yang bergerak-gerak; jika imaji taktil yang ingin di
gambarkan, maka pembaca seolah-olah merasakan sentuhan
perasaan.
Pengimajian ditandai dengan penggunaaan kata yang
15 Ibid, hlm. 77
16 Wilson Nadaek, Pengajaran…Op. cit , hlm. 27
26
konkret dan khas. imaji yang ditimbilkan ada tiga macam, yakni
imaji visual, imaji audif, dan imaji taktil (cita rasa). ketiganya
digambarkan atas bayangan konkret apa yang dapat kita hayati
secara nyata.
Baris-baris puisi Rendra dibawah ini menunjukkan adanya
pengimajian sehingga menimbulkan imaji visual :
Satu demi satu yang maju tersadap darahnya
penunggang baja dan kuda mengangkat kaki muka
(“Balada Terbunuhnya Atmo Karpo”). 17
C. Kata Konkret
Untuk membangkitkan imaji (daya bayang) pembaca, maka
kata-kata harus diperkonkret. maksudnya ialah bahwa kata-kata
itu dapat menyarankan kepada arti yang menyeluruh. Seperti
halnya pengimajian, kata yang diperkonkret ini juga dipererat
hubungannya dengan penggunaan kiasan dan lambang. jika
penyair mahir memperkonkret kata-kata, maka pembaca seolah-
olah melihat, mendengar atau merasa apa yang dilukiskan oleh
penyair. dengan demikian pembaca terlibat penuh secara batin ke
dalam puisinya.18
D. Bahasa Figuratif (Majas)
Penyair menggunakan bahasa yang bersusun-susun atau
berpigura sehingga disebut bahasa figuratif. Bahasa figuratif
menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya, memancarkan
banyak makna atau banyak makna. Bahasa figuratif ialah bahasa
yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara
yang tidak biasa. Yakni secara tidak langsung mengungkapkan
makna. Tata bahasanya bermakna kias atau lambang. Pengiasan
yang menimbulkan makna kias dan pelambangan yang
menimbulkan makna lambang.
17 Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd, Teori…Op.cit. hlm. 78-79
18 Ibid, hlm. 81
27
a. Kiasan (gaya bahasa) kiasan yang dimaksud di sini mempunyai
maka lebih luas dengan gaya bahasa kiasan karena mewakili
apa yang secara tradisional disebut gaya bahasa secara
keseluruhan. dalam gaya bahasa, suatu hal dibandingkan
dengan hal lainnya. Tujuannya adalah untuk menciptakan efek
lebih kaya, lebih efektif, dan lebih sugestif dalam bahasa
puisi.19
b. Pelambangan. Pelambangan digunakan penyair untuk
memperjelas makna dan membuat nada dan suasana sajak
menjadi lebih jelas, sehingga dapat menggugah hati pembaca.
jika dalam kiasan sesuatu hal dibandingkan atau dikiaskan
dengan hal lain maka dalam pelambangan, sesuatu hal diganti
atau dilambangkan dengan hal lain. Dalam masyarakat banyak
digunakan lambang-lambang yang umum. misalnya lambang
yang terdapat dalam upacara perkawinan, berupa; janur kuning,
pohon pisang, tebu, bunga kelapa, menginjak telur, membasuh
kaki, dan sebagainya. semua itu mengandung lambang. janur
kuning melambangkan kebahagiaan dan kesuciasn pengantin
yang masih muda (janur kuning adalah lambang kemudaan
karena janur itu daun kelapa yang masih muda). pohon tebu
melambangkan hati yang telah mantap. membasuh kaki