BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN PONOROGO DAN SEJARAH MUNCULNYA PETANI PESANGGEM DI HUTAN KAYU PUTIH BKPH SUKUN A. Gambaran Umum Kabupaten Ponorogo 1. Kondisi Geografis Kabupaten Ponorogo Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang terletak pada titik koordinat 111º17ˈ-111º52ˈ Bujur Timur (BT) dan 7º49ˈ-8º20ˈ Lintang Selatan (LS) dengan Ibukota Ponorogo. Batas-batas wilayah daerah Ponorogo sebagai berikut sebelah utara Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan. Timur berbatasan dengan Kab. Nganjuk dan Kab. Trenggalek, Selatan dibatasi dengan Kab. Pacitan serta bagian barat berbatasan dengan Pacitan dan Wonogiri ( Jawa Tengah) 1 . Kabupaten ponorogo berjarak 200 km sebelah barat daya ibu kota provinsi, dan sekitar 800 km sebelah timur ibu kota Negara Indonesia. Luas wilayah Kabupaten Ponorogo mencapai 1.371.78 km² terbagi menjadi 21 Kecamatan yang terdiri dari 307 desa/kelurahan. Kondisi topografi Kabupaten Ponorogo bervariasi mulai daratan rendah sampai pegunungan. Berdasarkan data yang ada, sebagai besar wilayah Kabupaten Ponorogo yaitu 79% terletak di ketinggian kurang dari 500 m di atas permukaan laut dan sisanya 5,9% berada pada ketinggian di atas 700 m. Secara topografis dan klimatologis, Kabupaten Ponorogo merupakan dataran rendah dengan iklim tropis dengan suhu udara 1 Soemarto, Melihat Ponorogo Lebih Dekat, (Ponorogo: Apik Offset), hlm. 2. 19
29
Embed
BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN PONOROGO DAN … · getah pinus, daun kayu putih, minyak kayu putih, lak butiran, benang sutra dan lainnya. Produksi hasil hutan non-kayu terbesar adalah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
19
BAB II
GAMBARAN UMUM KABUPATEN PONOROGO DAN
SEJARAH MUNCULNYA PETANI PESANGGEM DI HUTAN
KAYU PUTIH BKPH SUKUN
A. Gambaran Umum Kabupaten Ponorogo
1. Kondisi Geografis Kabupaten Ponorogo
Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang
terletak pada titik koordinat 111º17ˈ-111º52ˈ Bujur Timur (BT) dan 7º49ˈ-8º20ˈ
Lintang Selatan (LS) dengan Ibukota Ponorogo. Batas-batas wilayah daerah
Ponorogo sebagai berikut sebelah utara Kabupaten Madiun dan Kabupaten
Magetan. Timur berbatasan dengan Kab. Nganjuk dan Kab. Trenggalek, Selatan
dibatasi dengan Kab. Pacitan serta bagian barat berbatasan dengan Pacitan dan
Wonogiri ( Jawa Tengah)1.
Kabupaten ponorogo berjarak 200 km sebelah barat daya ibu kota
provinsi, dan sekitar 800 km sebelah timur ibu kota Negara Indonesia. Luas
wilayah Kabupaten Ponorogo mencapai 1.371.78 km² terbagi menjadi 21
Kecamatan yang terdiri dari 307 desa/kelurahan. Kondisi topografi Kabupaten
Ponorogo bervariasi mulai daratan rendah sampai pegunungan. Berdasarkan data
yang ada, sebagai besar wilayah Kabupaten Ponorogo yaitu 79% terletak di
ketinggian kurang dari 500 m di atas permukaan laut dan sisanya 5,9% berada
pada ketinggian di atas 700 m. Secara topografis dan klimatologis, Kabupaten
Ponorogo merupakan dataran rendah dengan iklim tropis dengan suhu udara
1 Soemarto, Melihat Ponorogo Lebih Dekat, (Ponorogo: Apik Offset), hlm.
2.
19
20
berkisar anatara 18º-31º celcius. Bila dilihat menurut luas wilayahnya, kecamatan
yang memiliki wilayah terluas (di atas 100 km²) secara berturut-turut adalah
Kecamatan Ngrayun, Kecamatan Pulung, dan Kecamatan Sawoo.2
Kabupaten Ponorogo mempunyai 2 (dua) sub area, yaitu area dataran
tinggi yang meliputi Kecamatan Ngrayun, Sooko, Pulung, serta Kecamatan
Ngebel, sedangkan sisanya merupakan daerah dataran rendah. Pada dataran
rendah suhu berkisar antara 18º-26º C sedangkan dataran tinggi 27º-31º C.3
Sungai yang melewati ada 14 sungai dengan panjang antara 4 sampai ke 58 km
sebagai sumber irigasi bagi lahan pertanian dengan produksi padi maupun
holtikultura. Sebagian besar dari luas wilayah yang terdiri dari area kehutanan dan
tegal atau sawah sedang sisanya adalah untuk pekarangan, perkebunan dan lain-
lain.
Daerah Ponorogo beriklim tropis dan mempunyai dua musim, yaitu musim
kemarau dan musim penghujan. Luas wilayah Ponorogo sekitar 1.371,78 km
wilayah ini dikelilingi bukit-bukit yang saling menyambung dengan dataran
rendah yang luas di tengah-tengah. Tata letak Kota daerah Ponorogo seperti wajan
penggorengan. Ketiga batas wilayah adalah berupa pegunungan dari bagian
selatan membujur pegunungan mulai dari kabupaten Pacitan hingga kabupaten
Wonogiri yang sering disebut dengan “pager gunung”. Sebelah timur membujur
dari selatan ke utara, (kecamatan Slahung hingga Kabupaten Madiun) terbentang
juga pegunungan. Deretan pegunungan di timur ini terdapat sebuah gunung yang
2 BPS Ponorogo, Ponorogo Dalam Angka 2014, (Ponorogo: BPS, 2014),
hlm 3-4. 3 Badan Pusat Statistik, Kabupaten Ponorogo Dalam Angka, (Ponorogo:
Badan Pusat Statistik, 2002), hlm xxxvi
21
terletak diantara tiga kabupaten yaitu Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Madiun,
dan Kabupaten Kediri yaitu Gunung Wilis.4
Pada tahun 1932 daerah Ponorogo dibagi menjadi empat distrik yaitu
Ponorogo, Sumoroto dan Ardjowinangun dan Djebeng. Karakter masing-masing
distrik ini memiliki ciri khas yang berbeda berdasarkan pada sistem kepercayaan
masyarakat setempat. Distrik Ponorogo, Sumoroto dan Djebeng merupakan
daerah yang mayoritas penduduknya adalah abangan sedangkan distrik
Ardjowinangun cenderung penduduk santri.
Kelangkaan air menjadi kendala utama dalam usaha mengembangkan
pertanian sawah. Meskipun demikian, secara umum wilayah Ponorogo dapat
dikatakan bahwa wilayah Ponorogo jarang ditemukan sumber dan persawahan
yang bersifat tadah hujan. Sungai-sungai di Ponorogo sering dilanda kekeringan
sehingga tidak mampu mengairi sawah secara maksimal. Sawah dan tegalan
diwilayah ini hanya dapat menghasilkan panen setahun sekali. Pada saat musim
hujan sawah ditanami padi, sedang tegalan ditanami jagung atau ketela.
2. Pemerintahan
Secara administrasi wilayah Kabupaten Ponorogo terbagi menjadi 5 (lima)
pembantu Bupati (regent), 20 Kecamatan serta 26 kelurahan dan 227 desa dengan
2305 RW dan 6452 RT, untuk menjalankan roda pemerintahan Pemerintah
4 BPS Ponorogo, Monografi Kabupaten Ponorogo, (Ponorogo: BPS,
2006), hlm 5.
22
Daerah Tingkat II Ponorogo didukung oleh 10.915 Pegawai Negeri Sipil (PNS)
baik pusat maupun daerah serta 3787 aparat Pamong Desa.5
Tabel 1. Pembagian Daerah/Wilayah Administrasi Kabupaten Ponorogo
Pembantu Bupati
(Sub Regent)
Meliputi Kecamatan
1. Ponorogo 1. Ponorogo
2. Babadan
3. Jenagan
4. Siman
2. Somoroto 1. Kauman
2. Sukorejo
3. Jambon
4. Badegan
5. Sampung
3. Jebeng 1. Balong
2. Bungkul
3. Slahung
4. Ngrayun
4. Arjowinagun 1. Sambit
2. Sawoo
3. Mlarak
4. Jetis
5. Pulung 1. Pulung
2. Sooko
3. Ngebel
Sumber Data : Bagian Tata Pemerintahan Pemda Tingkat II Ponorogo
3. Mata Pencaharian Penduduk
Aktifitas ekonomi penduduk Kabupaten Ponorogo sebagian besar
bermatapencaharian dengan cara bercocok tanam sebagai petani. Penduduk
Ponorogo sangat mengandalkan hasil pertanian mereka, namun tidak semua
penduduk memiliki sawah sebagai tempat bercocok tanam. Keadaan sulit tersebut
baik secara langsung maupun tidak langsung, telah melahirkan sistem gotong
royong didalamnya. Menurut Y. Boelaars dalam sistem ekonomi yang
5 Badan Pusat Statistik. Op.Cit., hlm. xxxvii
23
berdasarkan petani ladang (maupun persawahan) digambarkan suatu kerjasama
semua yang hadir6 dengan demikian segala sesuatu kepentingan umum merupakan
tanggung jawab setiap anggota masyarakat, sebaliknya bila seseorang masyarakat
itu memiliki suatu keperluan (duwe gawe) maka anggota masyarakat yang lain
ikut membantu.
Di pedesaan Jawa umumnya, mata pencaharian dan kepemilikan tanah
sangat berpengaruh dalam menentukan stratifikasi sosial berdasarkan pemilik
rumah pekarangan yaitu : Pertama , wong bakul, kuli kenceng, wong ajek atau
sikep yaitu golongan yang mengaku bahwa dari merupakan keturunan cikal
bakalketurunan daerah Ponorogo. Kedudukan Wong bakul di peroleh secara turun
temurun. Mereka mempunyai hak dan kewajiban yang lebih besar dimasyarakat.
Golongan ini dalam masyarakat digolongkan sebagai kelompok atas.7 Golongan
kedua adalah golongan Wong Ngindung, lindung atau kuli kendho, yaitu golongan
warga yang hanya mempunyai tanah pekarangan dan rumah yang didirikan di
pekarangan orang lain. Golongan Ketiga adalah rakyat dunung susup dan
Mondhok glongsor yang merupakan golongan terbawah yang tidak mempunyai
tanah atau pekarangan.
Clifford Gerrtz lebih jauh lebih jauh lagi mencoba menganalisa dan
membuat perbedaan yang jelas antara pembagian-pembagian masyarakat Jawa
yang horizontal dan vertical. Pembagian tersebut menjelaskan bahwa orang Jawa
dibedakan oleh startifikasi sosial, yaitu nandra (bangsawan), priyayi (birokrat),
6 Y. Boelaars, 1944. Kepribadian Indonesia Modern, Suatu Penelitian
Antrologi Budaya, Jakarta: PT. Gramedia, hlm. 43. 7 Gatut Murniatmo dan H J Wibowo, 1981. Beberapa Peninggalan
Budaya di Daerah Ponorogo, Yogyakarta: Balai Penelitian Sejarah dan Budaya
Yogyakarta, hlm.12.
24
Wong dagang atau saudagar (pedagang) dan Wong cilik (orang kecil, rakyat
kecil).8 Di Ponorogo golongan bangsawan selalu disamakan dengan kaum priyayi
yaitu sebagai pemegang kekuasaan baik di tingkat kota maupun desa (kepala
desa), sementara di Kabupaten Ponorogo mayoritas penduduknya
bermatapencaharian sebagai petani, buruh atau petani penggarap lahan hutan yang
sering dikenal dengan Petani Pesanggem yang masuk dalam golongan Wong cilik.
Penghasilan utama penduduk masih bergantung pada tanah pertanian
dengan sistem penanaman yang berganti-ganti antara padi dan palawija.
Sempitnya kepemilikan lahan oleh penduduk desa tidak dapat diandalkan untuk
mencukupi kebutuhan rumah tangga penduduk. Satu-satunya kawasan yang dapat
diandalkan untuk menambah pendapatan penduduk adalah kawasan hutan Negara,
hal tersebut menyebabkan tingkat interaksi masyarakat dengan hutan sangat
tinggi. Kondisi ini juga terjadi pada penduduk yang tinggal di wilayah kawasan
Hutan Kayu Putih Ponorogo dimana mereka mengandalkan hidupnya dengan
bekerja sebagai petani penggarap lahan hutan (pesanggem).
B. Kondisi Hutan di Jawa Timur
Menurut fungsinya, hutan dibagi menjadi hutan produksi, hutan lindung,
hutan tebang pilih (TBP), dan suaka alam/hutan wisata/taman nasional. Data
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur memperlihatkan bahwa hutan di Jawa Timur
luasnya mencapai 1.361.448 ha, yang terdiri dari hutan produksi seluas
812.889.50 ha (57,78 persen), hutan lindung seluas 315.505.30 ha (23,24 persen),
dan suaka alam/hutan wisata/taman nasional seluas 233.053,20 ha (16,97 persen).
8 Clifford Geertz, 1989. Abangan Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa,