BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hemoroid 2.1.1Definisi HemoroidHemoroid atau wasir atau yang
biasa disebut ambeien oleh masyarakat awam merupakan pelebaran dan
inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari
plexus hemorrhoidalis (Sudoyo, 2009). Hemoroid digambarkan seperti
bantalan jaringan submukosa yang mengandung venule, arterioles, dan
serat otot polos yang terletak di kanal anal. Tiga bantalan
hemoroidal ditemukan pada posisi lateral kiri, anterior kanan, dan
posterior kanan serta diduga berfungsi sebagai mekanisme continence
(Gambar 2.1a). Jaringan hemoroid ini mengalami engorge (kenaikan
aliran darah dan kongesti) apabila ada kenaikan tekanan
intraabdomen. Kenaikan tekanan intraabdomen ini dapat disebabkan
oleh obesitas, kehamilan, mengangkat barang berat, dan straining
untuk defekasi. Karena hemoroid adalah bagian normal dari anatomi
anorektal, pengobatan hanya diindikasikan apabila ada gejala
(Schwartz, 2010; Bartolo, 2008; Halverson, 2007)2.1.2
KlasifikasiSesuai dengan gambaran klinis, hemoroid dibedakan
menjadi hemoroid internal, eksternal dan campuran. Hemoroid
internal adalah pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis superior
di sebelah proksimal garis dentate dan ditutupi oleh epitel
transisi dan columnar (Gambar 2.1b). Hemoroid eksternal yang
merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior
terdapat di sebelah distal garis dentate dan tertutup oleh epitel
skuamosa (Gambar 2.1c). Sedangkan hemoroid campuran merupakan
gabungan dari kedua ciri hemoroid internal dan eksternal (Gambar
2.1d) (Maingot, 2011; Chong PS, 2008)
Gambar 2.1b Gambar 2.1c Gambar 2.1d
Gambar 2.1
Sumber: Zinner MJ, Ashley SW
(Maingots Abdominal Operations Edisi 11)
2.1.3 EpidemiologiPenyakit hemorrhoid diderita oleh 5% seluruh
penduduk dunia. Insidensi penyakit ini rendah pada negara
berkembang dibandingkan negara maju. Insidensi hemoroid di Amerika
Serikat adalah 4,4%. Hemoroid terjadi hampir 50% pada populasi
dewasa tua, bisa terjadi pada semua umur tetapi paling banyak
ditemukan pada umur 45-65 tahun. Penyakit hemoroid jarang terjadi
pada usia di bawah 20 tahun. Prevalensi meningkat pada ras
Kaukasian dan individu dengan status ekonomi tinggi. Angka
prevalensi hemoroid di akhir pertengahan abad ke 20 dilaporkan
menurun (Sonnenberg 1990; Bartolo, 2008; Baker H, 2006; Ehrenpreis,
2003).2.1.4 Anatomi dan Fisiologi Anorektum2.1.4.1 Rektum dan
Kanalis Analis
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ektoderm, sedangkan rektum berasal dari entoderm. Perbedaan asal
anus dan rektum mengakibatkan sistem perdarahan, persarafan serta
penyaliran vena dan limfenya berbeda juga, demikian pula epitel
yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus
sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan
epitel berlapis gepeng kulit luar. Daerah batas rektum dan kanalis
analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan
kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan
peka terhadap rangsangan nyeri, sedangkan mukosa rektum mempunyai
persarafan otonom dan tidak peka terhadap nyeri (Gambar 2.2).
(Sjamsuhidayat, 2011; Abacarian H, 2007)
Darah vena di atas garis anorektum mengalir melalui sistem
porta, sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava
melalui cabang vena iliaka. Distribusi ini menjadi penting dalam
upaya memahami cara penyebaran keganasan dan infeksi serta
terbentuknya hemoroid. Sistem limfe dari rektum mengalirkan isinya
melalui pembuluh limfe sepanjang pembuluh hemoroidalis superior ke
arah kelenjar limfe paraaorta melalui kelenjar limfe iliaka
interna, sedangkan limfe yang berasal dari kanalis analis mengalir
ke arah kelenjar inguinal (gambar 2.3b). (Sjamsuhidayat, 2011,
Cintron J, 2007).
Rektum memiliki panjang 12-15 cm dari sigmoid ke anus. Refleksi
peritoneum anterior 6-8 cm, posterior 12-15 cm. Katup Houston
merupakan pelipatan mukosa yang jelas. Fasia Waldayer adalah septum
presakral, fasia dononvillier adalah
septumrektovesikal/rektovaginal. Lantai pelvis adalah muskulus
levator ani. Kanalis analis memiliki panjang 4 cm dari tepi anal.
Linea dentata adalah sambungan mukokutan, zona transisi di atasnya
(skuamosa ( kuboideus ( kolumnar). Sfingter interna adalah otot
polos sirkular interna involuntar yang khusus. Sfingter eksterna
adalah unit tiga bagian yang voluntar dan terdiri dari otot lurik.
(Maingot, 2011; Schwartz, 2010; Wexner SD 2001)
Gambar 2.2a
Gambar 2.2b
Gambar 2.2
Sumber: Zinner MJ, Ashley SW
(Maingots Abdominal Operations Edisi 11)
2.1.4.2 VaskularisasiVaskularisasi rectum dan kanalis anal
sebagian besar diperolehi melalui arteri hemoroidalis superior,
media dan inferior. Arteri hemoroidalais superior merupakan
kelanjutan akhir dari artei mesentrika inferior. Arteri
hemoroidalais media merupakan cabang ke anterior dari arteri
hipogastrika. Arteri hemoroidalais inferior dicabangkan oleh arteri
pudenda interna yang merupakan cabang dari arteri iliaca interna,
ketika arteri tersebut melewati bagian atas spina ischiadica.
Sedangkan vena-vena dari kanalis anal dan rectum mengikuti
perjalanan yang sesuai dengan perjalanan arteri. Vena-vena ini
bersal dari 2 pleksus yaitu pleksus hemoroidalis superior (interna)
yang terletak di submukosa di atas anorectal junction, dan pleksus
hemoroidalis inferior (eksterna) yang terletak di bawah anorectal
junction dan di luar lapisan otot. Vena hemoroidalis inferior
mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam vena
iliaka interna dan sistem kava. Pembesaran vena hemoroidalis inilah
yang dapat menimbulkan keluhan hemoroid (gambar 2.3) (Maingot,
2011; Sjamsuhidayat, 2010; Thomson WH 1975; Kerremans R, 1989).
Gambar 2.3a
Gambar 2.3b
Gambar 2.3
Sumber: Zinner MJ, Ashley SW
(Maingots Abdominal Operations Edisi 11)
2.1.4.3 Persarafan
Persarafan rectum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik.
Serabut simpatik berasal dari pleksus mesentrikus inferior dan dari
sistem parasacral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas
kedua, ketiga dan keempat (gambar 2.4). Persarafan somatik sensoris
dipersarafii oleh nervus rectalis inferior. Saraf ini terletak pada
bagian rektum di bawah linea pectinate, yang membuuat bagian ini
peka terhadap nyeri, sentuhan, dan suhu, sehingga apabila hemoroid
interna sampai kepada bagian ini, akan terasa nyeri. Sedangkan
persarafan otonom dipersarafi oleh plexus hypogastricus inferior
yang terletak di atas linea pectinate. Persarafan otonom ini hanya
peka terhadap regangan, hal ini yang menyebabkan hemoroid interna
yang terletak pada atas linea pectinate, tidak terasa nyeri.
(Maingot, 2011; Sjamsuhidayat, 2010)
Gambar 2.4
Sumber: Zinner MJ, Ashley SW
(Maingots Abdominal Operations Edisi 11)
2.1.5 Fisiologi Rektum dan Kanalis Anal
Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal ialah untuk
mengeluarkan massa feses yang terbentuk di tempat yang lebih
tingggi dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol.
Rectum dan kanalis anal tidak begitu berperan dalam proses
pencernaan, selain hanya dapat menyerap sedikit cairan. Selain itu
sel-sel goblet mukosa mengeluarkan mucus yang berfungsi sebagai
pelican keluarnya massa feses.
Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini
sebagian diakibatkan adanya otot sfingter yang tidak begitu kuat
yang terdapat pada rectosigmoid junction kira-kira 20 cm dari anus.
Terdapatnya lekukan tajam dari tempat ini juga memberi tambahan
penghalang masuknya feses ke dalam rektum. Akan tetapi bila suatu
gerakan usus mendorong feses ke arah rektum, secara normal hasrat
untuk defekasi akan timbul, yang ditimbulkan oleh refleks kontraksi
dari rektum dan relaksasi dari otot sfingter. Feses tidak keluar
secara terus-menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat
adanya kontraksi tonik otot sfingter ani internal dan eksternal.
2.1.6 Defekasi
Kanalis analis sedikit lebih pendek pada wanita dibandingkan
pada pria (rata-rata 3-7 cm versus 4-6 cm). Terdapat daerah
bertekanan tinggi yang berasal dari kontraksi tonik dari sfingter
interna dan eksterna, yang bertanggung jawab untuk kontinensia.
Kontraksi volunter, bagaimanapun juga, dapat menggandakan tekanan
ini.
2.1.5.1 Mekanisme defekasi
Sensasi anorektal memberikan diskriminasi zat padat dari gas.
Rektum normalnya kosong, dan ketika seseorang bangun tidur dan
makan pagi, menimbulkan motilitas kolon kiri, feses memasuki
rektum, dan orang tersebut merasa ingin defekasi. Duduk di WC
membantu mengecilkan sudut anorektal dan feses memasuki kanalis
analis, dikeluarkan bila jalan keluar tidak menghentikannya secara
volunter. Feses yang terletak lebih jauh, sejauh fleksura splenikus
mungkin juga keluar, volume rata-rata setiap hari adalah 150
ml.
Secara normal, anus tampaknya mempunyai pola kontraksi yang
siklik (15 per menit), yang mungkin membantu kontinensia dan
kebersihan anus dengan propulsi retrograd. Jaringan vaskular lunak
submukosa di atas linea dentata, dimana hipertrofi mengakibatkan
hemoroid, juga membantu oklusi kanalis. Sikap badan sewaktu
defekasi, yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang peranan yang
berati. Defekasi terjadi akibat refleks peristaltik rektum, dibantu
oleh mengedan dan relaksasi sfingter anur eksterna. (Sjamsuhidayat,
2010)
Gambar 2.5 Defekasi Kanalis Analis
Sumber: Sjamsuhidayat, 2010
2.1.6 Gambaran Klinis1. Hemoroid eksternal terletak pada distal
dari dentate line dan ditutupi oleh anoderm. Thrombosis dari
hemoroid eksternal dapat menyebabkan nyeri yang signifikan.
Pengobatan hemmoroid eksternal dan skin tags hanya diindikasikan
untuk meredakan gejala.
2. Hemoroid internal terletak pada proksimal dentate line dan
ditutupi oleh mukosa anorectal insensate. Hemoroid internal dapat
prolaps atau berdarah, tetapi jarang terasa nyeri kecuali apabila
terdapat trombosis dan nekrosis. Hemoroid internal dibagi
berdasarkan gambaran klinis atas:a. Derajat 1: Bila terjadi
pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanal anus. Hanya
dapat dilihat dengan anorektoskop (lihat gambar 2.6a).b. Derajat 2:
Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri
ke dalam anus secara spontan (lihat gambar 2.6b)
c. Derajat 3: Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi
ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari (lihat gambar 2.6c).
d. Derajat 4: Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan
cenderung untuk mengalami trombosis dan infark (lihat gambar
2.6d).
Gambar 2.6a
Gambar 2.6bHemoroid Internal Derajat 1
Hemoroid Internal Derajat 2
Gambar 2.6c
Gambar 2.6dHemoroid Internal Derajat 3
Hemoroid Internal Derajat 4Gambar 2.6
Sumber: Bharucha AE, Wald A
(Tadataka Yamada Atlas of Gastroenterology Edisi 4)
2.1.7Etiologi
Keluhan hemoroid biasanya tidak dikaitkan dengan kondisi medis
atau penyakit lainnya. Akan tetapi, pasien dengan penyakit berikut
memiliki risiko lebih tinggi dari keluhan hemoroid:
1. Inflammatory bowel disease dan masalah hemoroidal muncul
bersamaan. Presentasi hemoroidal yang tidak biasa dan temuannya
harus menjadi pertimbangan potensi dari inflammatory bowel
disease.2. Kolitis ulserasi dan penyakit Crohn dikaitkan dengan
hemoroid.3. Kehamilan dikaitkan dengan banyak masalah
anorektal.
4. Peningkatan tekanan vena akibat mengedan (diet rendah serat)
atau perubahan hemodinamik (misalnya selama hamil) menvebabkan
dilatasi kronis dan pleksus vena submukosa.5. Ditemukan pada posisi
jam 3, 7, dan 11 pada lubang anus. 2.1.9Faktor Risiko
Beberapa penyebab yang dipercaya menimbulkan terjadinya
hemoroid, antara lain sebagai berikut:
a. BAB dengan posisi jongkok yang terlalu lama. Hal ini akan
meningkatkan tekanan vena yang akhirnya mengakibatkan pelebaran
vena. Sedangkan BAB dengan posisi duduk yang terlalu lama merupakan
faktor resiko hernia, karena saat duduk pintu hernia dapat
menekan.
b. Obstipasi atau konstipasi kronis, konstipasi adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan saat Buang Air Besar
(BAB) sehingga terkadang harus mengejan dikarenakan feses yang
mengeras, berbau lebih busuk dan berwarna lebih gelap dari biasanya
dan frekuensi BAB lebih dari 3 hari sekali. Pada obstipasi atau
konstipasi kronis diperlukan waktu mengejan yang lama. Hal ini
mengakibatkan peregangan mengejan maka akan membuat peregangannya
bertambah buruk.
c. Riwayat keluarga adalah ada tidaknya anggota keluarga yang
mempunyai penyakit hemoroid atau yang menderita hemorrhoid.
d. Kehamilan dapat menimbulkan statis vena didaerah pelvis,
meskipun etiologinya belum diketahui secara pasti. Kebanyakan
pasien tidak timbul gejala-gejala hemoroid seperti sebelumnya
setelah melahirkan. Adapula yang beranggapan bahwa hemoroid pada
wanita hamil disebabkan adanya perubahan-perubahan hormonal selama
kehamilan berlangsung. Pada wanita terjadi dilatasi ekstremitas dan
anus karena ada sekresi hormon relaksin.
e. Obesitas atau timbunan lemak diperut. Pigot et al. mengatakan
bahwa seseorang yang memiliki BMI >30 makan memiliki resiko 1,09
kali terkena hemoroid walaupun hubungannya tidak signifikan.
f. Tekanan darah (Aliran balik venosa), seperti pada hipertensi
portal akibat sirosis hepatis. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis superior, media dan inferior, sehingga peningkatan
tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke vena-vena ini
dan mengakibatkan hemoroid.
g. Diet rendah serat sehingga menimbulkan konstipasi.
h. Faktor usia. Pada usia tua terjadi degenerasi dari
jaringan-jaringan tubuh, otot sfingter juga menjadi tipis dan
atonis. Karena sfingternya lemah, maka bisa menimbulkan prolaps
i. Faktor pekerjaan. Orang yang harus berdiri, duduk lama, atau
harus menggangkat barang berat mempunyai prediposisi untuk terkena
hemoroid.
Olahraga berat adalah olahraga yang mengandalkan kekuatan fisik.
Yang termasuk olahraga berat antara lain mengangkat beban berat
atau angkat besi, bersepeda, berkuda, latihan pernafasan, memanah,
dan berenang. Seseorang dengan kegiatan berolahraga yang terlalu
berat seperti mengangakt beban berat atau angkat besi, bersepeda,
berkuda, latihan pernapasan lebih dari 3 kali seminggu dengan waktu
lebih 30 menit akan menyebabkan peregangan m. Sphincter ani terjadi
berulang kali, dan semakin lama penderita mengejan maka akan
membuat peregangannya bertambah buruk. 2.1.10Patofisiologi
Istilah hemoroid biasa dikaitkan dengan gejala yang disebabkan
oleh hemoroid. Hemoroid dapat ditemukan pada individu yang sehat.
Malah, kolon hemoroidal ini terdapat di utero. Apabila bantalan
vaskular ini menghasilkan gejala, dikatakan sebagai hemoroid.
Umumnya hemoroid menyebabkan gejala ketika membesar, meradang,
mengalami thrombosis, atau prolaps.
Banyak pengarang menyetujui bahwa diet rendah serat menyebabkan
kotoran yang berukuran kecil, yang menyebabkan straining selama
defekasi. Tekanan yang meningkat menyebabkan timbulnya hemoroid,
kemungkinan karena adanya keterlibatan venous return. Kehamilan dan
tekanan tinggi yang abnormal dari muskulus sphincter internal dapat
juga menyebabkan masalah hemoroidal, kemungkinan disebabkan
mekanisme yang sama. Penurunan venous return diperkirakan menjadi
penyebabnya. Duduk di toilet yang terlalu lama (contoh ketika
membaca) dipercaya menyebabkan masalah venous return yang relatif
pada area perianal (efek tourniquet), menyebabkan hemoroid yang
membesar. Penuaan menyebabkan kelemahan dari struktur penunjang,
yang memfasilitasi prolaps. Kelemahan dari jaringan penunjang ini
muncul paling awal pada dekade kehidupan ketiga.
Straining dan konstipasi sudah lama dipikirkan sebagai penyebab
dalam formasi dari hemoroid. Ini dapat benar atau salah. Pasien
yang menderita hemoroid memiliki tonus istirahat kanal yang lebih
tinggi daripada normal. Tonus istirahat ini menurun setelah
hemoroidektomi daripada sebelum prosedurnya. Perubahan ini pada
tonus istirahat adalah mekanisme aksi dari dilatasi Lord, prosedur
operasi untuk keluhan anorektal yang paling dipergunakan di
Inggris.
Kehamilan secara jelas mempredisposisi wanita untuk gejala
hemoroid, walaupun etiologinya tidak diketahui. Kebanyakan pasien
tetap tidak bergejala sampai melahirkan. Hubungan antara kehamilan
dan hemoroid dihubungkan pada perubahan hormonal atau penekanan
langsung.
Hipertensi portal sering disebut sebagai konjungsi dengan
hemoroid. Gejala hemoroidal tidak muncul lebih sering pada pasien
dengan hipertensi portal daripada pasien yang tidak memiliki
hipertensi portal. Perdarahan masif dari hemoroid pada pasien ini
tidak biasa terjadi. Perdarahan sering dipersulit oleh koagulopati.
Apabila ditemukan perdarahan, jahitan ligasi langsung dari kolum
yang bersinggungan disarankan. Varises anorektal sering terjadi
pada pasien dengan hipertensi portal. Varises muncul pada
midrectum, pada perhubungan antara sistem portal dan pertengahan
dan inferior dari vena rektal. Varises lenih sering muncul pada
pasien nonsirosis, dan jarang berdarah. Pengobatan biasanya
langsung ditujukan pada prtal hipertensi yang mendasarinya. Kontrol
darurat dari perdarahan dapat dilakukan jahitan ligasi. Shunt
portosistemik dan and transjugular intrahepatic portosystemic
shunts (TIPS) telah digunakan untuk mengontrol hipertensi dan
perdarahan. Hemoroid internal yang paling sering menyebabkan
perdarahan tanpa rasa sakit pada saat buang air besar. Perdarahan
umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna akibat trauma oleh
feses yang keras dan vena mengalami ruptur. Dengan meningginya
spasme sfingter, perdarahan dapat bersifat muncrat. Darah yang
keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses,
mungkin hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai
pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet
menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar
berwarna merah segar karena kaya akan zat asam. Pendarahan luas dan
intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap
merupakan "darah arteri". Kadang perdarahan hemoroid yang berulang
dapat berakibat timbulnya anemia berat.
Hemoroid internal dapat mendepositkan lendir ke jaringan
perianal. Lendir pada feses dapat menyebabkan dermatitis lokal,
yang disebut pruritus ani.
Hemoroid eksternal menyebabkan gejala dalam dua cara. Pertama,
trombosis akut yang mendasari vena hemoroid eksternal dapat
terjadi. Trombosis akut biasanya berkaitan dengan peristiwa
tertentu, seperti tenaga fisik, berusaha dengan mengejan, diare,
atau perubahan dalam diet. Nyeri dari inervasi saraf oleh adanya
distensi dan edema. Rasa sakit berlangsung selama 7-14 hari sesuai
dengan resolusi trombosis.
Kondisi hemoroid eksternal memberikan manifestasi kurang
higienis akibat kelembapan dan rangsangan akumulasi mukus.
Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan
ciri hemoroid yang mengalami prolaps menetap. 2.1.11 Pemeriksaan
penunjang
Perdarahan kronis pada hemorrhoid internal jarang menyebabkan
anemia. Walaupun begitu, sampai setiap sumber lain dari kehilangan
darah ditegakkan, anemia tidak boleh dikaitkan dengan hemoroid
tanpa peduli umur pasien. Enema barium atau colonoscopy penting
untuk menegakkan keganasan dan inflammatory bowel disease.
Defecography membantu pada pasien yang defekasinya terhambat dan
dicurigai prolaps rectal. 2.1.12Diagnosis Banding
Pasien dengan penyakit perianal sering datang ke dokter bedah
dengan diagnosis awal hemmoroid yang tidak akurat. Riwayat yang
lengkap biasanya merujuk kepada diagnosis yang tepat. Perdarahan
tanpa rasa nyeri yang dihubungkan dengan hemoroid harus dibedakan
dari perdarahan rectal yang berasal dari keganasan kolorektal,
inflammatory bowel disease, penyakit divertikular, dan polip
adenomatous. Perdarahan dengan rasa nyeri yang dikaitkan dengan
pergerakan usus disebabkan oleh rectal ulcer atau fissura anal.
Kesulitan saat buang air besar dapat disebabkan oleh defekasi yang
terhambat. Dengan cara yang sama, prolaps rectal harus dibedakan
dengan hemoroid karena memang aman untuk mengikat hemoroid tetapi
tidak prolaps rectum. Melembabkan atau maserasi dapat merupakan
sekunder dari hemoroid atau condylomata acuminata. 2.1.13
Penatalaksanaan2.1.13.1 Tatalaksana Medis (Non-Operatif)
Kebanyakan pasien hemorrhoid derajat pertama dan kedua dapat
ditolong dengan tatalaksana medis nonfarmakologis yang sederhana
disertai nasihat tentang makan. Makanan sebaiknya terdiri atas
makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus
besar, namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi
keharusan mengedan secara berlebihan. Pasien diusahakan tidak
banyak duduk atau tidur, banyak bergerak dan banyak jalan. Pasien
diharuskan banyak minum 30-40 ml/kgBB/hari untuk melembekkan
tinja.
Gambar 2.7a
Gambar 2.7b
Injeksi dan Koagulasi Infra Merah Dilatasi Anal
Gambar 2.7c
Gambar 2.7dLigasi elastic band
Skleroterapi Gambar 2.7
Sumber: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter
JG,
Matthews JB (Schwartz Principles of Surgery Edisi 9)
2.1.13.2 Tatalaksana Operatif
A. Hemorrhoidektomi EksisionalHemorrhoidektomi eksisional
dilakukan pada hemorrhoid derajat tiga dan empat, hemorrhoid
gabungan antara hemorrhoid internal dan eksternal yang tidak dapat
dilakukan banding daripada komponen internal, dan hemorrhoid
internal inkarserasi yang membutuhkan intervensi yang segera. Dasar
daripada hemorrhoid diperiksa melalui anuskop. Pedicle vaskular
dapat dijahit dan diligasi dengan chromic catgut. Jaringan
hemorroid dipotong tetapi harus berhati-hati untuk menghindari
cedera daripada sphincter interna ketika mendiseksi bebas dari
bantalan vaskular dan mukosa yang terletak berdempetan. Defek
mukosa dan kulit dapat dibiarkan terbuka, dapat juga ditutup
sebagian, atau dapat ditutup dengan running suture untuk mengontrol
pedicle vaskular.
Nyeri yang hebat, retensi urin, perdarahan, impaksi fekal adalah
komplikasi yang paling umum pada hemorrhoidektomi eksisional. Angka
kejadian dari komplikasi ini dapat diminimalkan dengan kontrol
nyeri postoperatif yang ditingkatkan, pembatasan dalam pemberian
cairan intravena intraoperatif, perhatian pada teknik operasi, dan
agen pelembut kotoran. Stenosis anal adalah komplikasi jangka
panjang yang dapat dihindari dengan meninggalkan anoderm yang cukup
diantara kompleks hemorrhoidal yang dieksisi. 4
Gambar 2.8 (Hemoroidektomi)
Sumber: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter
JG,
Matthews JB (Schwartz Principles of Surgery Edisi 9)
Hemorrhoidektomi merupakan prosedur yang menyakitkan oleh karena
itu pada perioperatif perlu diberikan obat anti nyeri. Anestesi
lokal, analgesik, dan laksatif membantu mengurangi nyeri pada
postoperative. Komplikasi dari tindakan ini, yaitu perdarahan
sekunder (7-10 hari setelah pembedahan), retensi urin, infeksi,
inkontinensia fekal, dan stenosis anal. B. Stapler
Hemoroidektomi
Teknik ini digunakan untuk hemorrhoid yang mengalami prolaps.
Circular stapling gun digunakan untuk mengeksisi mukosa anal kanal
atas sekitar 2-3cm di atas linea dentata atau mendevaskularisasi
jaringan hemorrhoid. Teknik ini digunakan untuk hemorrhoid internl
yang tidak berespon terhadap terapi non bedah. Penggunaan obat anti
nyeri lebih sedikit dan penyembuhannya lebih cepat dibandingkan
dengan hemorrhoidektomi. Teknik ini juga aman, dengan pelaporan
kontrol nyeri postoperatif yang minimal, akan tetapi harga dari
alat ini mungkin membatasi penggunaannya. Stapled hemorrhoidektomi
memiliki efektivitas yang tinggi pada pengobatan pasien tertentu
dengan penyakit circumferential advanced atau prolaps mukosa rectal
yang ringan.
Trombosis akut dari hemorrhoid eksternal dapat diobati dengan
eksisi dari hemorrhoid atau evakuasi bekuan apabila pasien datang
kurang dari 48 jam setelah onset dari gejala. Eksisi menyingkirkan
bekuan dan jaringan hemorrhoidal, yang mengurangi tingkat
kekambuhan. Walaupun begitu, banyak ahli bedah hanya mengevakuasi
thrombus, meredakan tekanan dan rasa nyeri. Apabila pasien datang
lebih dari 48-72 jam setelah gejala muncul, thrombus sudah mulai
diatur dan evakuasi akan gagal. Diet tinggi serat, pelembut kotoran
adalah penting pada poin ini.
Penelitian untuk membandingkan stapled hemorrhoidektomi dengan
eksisional hemorrhoidektomi telah dilakukan oleh Hetzer et al, dan
memiliki hasil stapler hemorrhoidektomi memiliki nyeri postoperatif
yang lebih ringan, waktu pemulihan yang lebih pendek, dan kembali
ke pekerjaan lebih. Giordano et al menemukan bahwa angka rekurensi
ditemukan sedikit lebih tinggi dan mungkin memerlukan operasi
tambahan dibandingkan dengan teknik eksisi.
Gambar 2.9 (Stapler Hemoroidektomi)
Sumber: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter
JG,
Matthews JB (Schwartz Principles of Surgery Edisi 9)2.1.14
KomplikasiKomplikasi dari hemorrhoid internal atau eksternal adalah
diantaranya: 1. Nyeri postoperatif nyeri dapat signifikan mengikuti
pemotongan hemorrhoidektomi, dan membutuhkan analgesia dengan
narkotik oral, obat nonsteroidal antiinflammatory, relaksan otot,
analgesik topikal.
2. Retensi urin retensi urin muncul pada 10-50% pasien setelah
hemorrhoidektomi. Risiko retensi urin dapat diminimalkan dengan
membatasi cairan intravenous intraoperatif dan perioperatif, dan
menyediakan analgesia yang adekuat.
3. Impaksi fekal risiko dari impaksi dapat diturunkan dengan
enema preoperatif atau pembatasan preparasi usus secara mekanikal,
penggunaan laksatif secara bebas postoperatif, dan kontrol nyeri
yang adekuat.
4. Perdarahan perdarahan masif dapat muncul setelah
hemorrhoidektomi. Perdarahan dapat muncul pada periode postoperatif
yang segera (sering terjadi saat di ruang pemulihan) diakibatkan
oleh ligasi yang inadekuat dari pedicle vaskular, dan perintah
urgent untuk kembali ke ruang operasi. Perdarahan juga dapat muncul
pada hari 7-10 setelah hemorrhoidektomi. Meskipun beberapa pasien
ini dapat diobservasi saja, yang lainnya membutuhkan pemeriksaan
dibawah anestesi untuk meligasi pembuluh darah yang berdarah atau
untuk menjahit luka apabila tidak teridentifikasi tempat perdarahan
yang spesifik.
5. Infeksi infeksi jarang muncul setelah hemorrhoidektomi;
meskipun begitu, infeksi jaringan lunak yang nekrosis dapat muncul
dengan konsekuensi yang sangat merusak. Nyeri yang berat, demam,
dan retensi urin mungkin merupakan tanda awal dari infeksi serius.
Apabila hal ini dicurigai, dibutuhkan pemeriksaan darurat yang
dilakukan dibawah anestesia, drainase abses, dan/atau debridement
dari seluruh jaringan nekrosis.
6. Sequele jangka panjang
a. Inkontinesia (biasanya singkat)
b. Stenosis anal
c. Ektropion (deformitas whitehead) 2.1.15 Prognosis
Prognosis untuk rekurensi penyakit hemoroidal biasanya dikaitkan
dengan keberhasilan untuk mengubah kebiasaan usus pasien.
Meningkatkan diet serat, menurunkan makanan yang dapat menyebabkan
konstipasi, olahraga, dan mengurangi waktu yang dihabiskan di
toilet adalah langkah paling penting untuk mendapatkan prognosis
bonam dan mencegah kekambuhan. 2.2 Kerangka Teori
Linea dentata
Gambar2.1a
Posterior kanan
plexus hemorrhoidalis internal
plexus hemorrhoidalis eksternal
Linea dentata
Gambar2.1a
Lateral kiri
Posterior kanan
Anterior kanan
plexus hemorrhoidalis internal
plexus hemorrhoidalis eksternal
Hemoroid Campuran
Hemoroid Internal
Hemoroid Eksternal
Penghubung Rektosigmoid
Orifisium Anus
Cincin Anorektum
Katup Rectum Inferior
Katup Rektum Tengah
Katup Rektum Superior
Linea Dentata
Vena rektalis media
Vena rektalis superior
Pleksus hemoroid eksterna
Vena rektalis inferior
Pleksus hemoroid interna
Vena iliaka eksterna
Vena iliaka komunis
Vena mesentrikum inferior
Vena portal
Vena kava inferior
Vena iliaka interna
Vena rektalis inferior
Arteri rektalis inferior
Vena rektalis media
Arteri rektalis media
Vena rektalis superior
Arteri rektalis superior
Vena pudendal intena
Arteri pudendal intena
Arteri iliaka interna
Vena iliaka interna
deep perineal space
kanal pudendal
regio gluteal
pelvis
Nervus hemoroid inferior
N. perinealis
Nervus dorsalis penis
Dorsum penis
Gambar 2.7e
Rubber Band Ligation
Faktor Risiko :
Usia (45-65)
Lemahnya spinchter ani
Obstruksi ani
Kebiasaan BAB (defekasi/konstipasi) sehingga berdarah
Diet rendah serat
Pekerjaan banyak duduk
Kehamilan
Obesitas
Kongesti Vena pleksus
Pelebaran vena anus (Hemoroid)
Tekanan perifer meningkat
Aliran vena balik terganggu
Hemoroid Eksternal
Hemoroid Internal (derajat 1, 2, 3 & 4)
Tatalaksana Konservatif
Tatalaksana Operatif
Tatalaksana Bedah Stapler
Tatalaksana Konvensional
6