11 BAB II EVALUASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Pengertian Evalusi Belajar PAI Istilah "evaluasi" mempunyai pengertian banyak, antara lain didefinisikan berdasarkan : a) Menurut bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evalution yang berarti penilaian atau penaksiran 1 . b) Menurut istilah, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument (alat) dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan. 2 c) Menurut Sidney P. Rollins, “ Evaluation is the process of making judgments” 3 . ( evaluasi merupakan proses pembuatan keputusan, dimulai dengan pengumpulan data-data dan informasi dan akhirnya dibuat suatu kesimpulan). d) James L. Mursell mengartikan evaluasi adalah “penghargaan yang dijalankan dengan sadar dan secara diskrimainatif terhadap proses belajar demi usaha perbaikan itu sendiri.” 4 Adapun Benjamin S. Bloom sebagaimana dikutip oleh Suke Silverius, evaluasi merupakan “pengumpulan suatu kenyataan secara sistematis untuk menetapkan 1 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1996 ), hlm. 220. 2 Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1991 ), hlm. 1. 3 Sidney P. Rollins, Introdution to Secondany Education, ( Cicago : Rand Menally and Company, 1979), hlm 249. 4 James L. Mursell, Pengajaran Berhasil, terj. Simanjutak dan Soeitoe, (Jakarta : Universitas Indonesia, 1975 ), hlm. 405.
22
Embed
BAB II EVALUASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A ...library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/25/jtptiain-gdl-s1...11 BAB II EVALUASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Pengertian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
EVALUASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Pengertian Evalusi Belajar PAI
Istilah "evaluasi" mempunyai pengertian banyak, antara lain
didefinisikan berdasarkan :
a) Menurut bahasa kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evalution yang
berarti penilaian atau penaksiran1.
b) Menurut istilah, evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk
mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrument (alat)
dan hasilnya dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh
kesimpulan.2
c) Menurut Sidney P. Rollins, “ Evaluation is the process of making
judgments”3. ( evaluasi merupakan proses pembuatan keputusan, dimulai
dengan pengumpulan data-data dan informasi dan akhirnya dibuat suatu
kesimpulan).
d) James L. Mursell mengartikan evaluasi adalah “penghargaan yang
dijalankan dengan sadar dan secara diskrimainatif terhadap proses belajar
demi usaha perbaikan itu sendiri.”4 Adapun Benjamin S. Bloom
sebagaimana dikutip oleh Suke Silverius, evaluasi merupakan
“pengumpulan suatu kenyataan secara sistematis untuk menetapkan
1 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia,
1996 ), hlm. 220. 2 Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1991 ),
hlm. 1. 3 Sidney P. Rollins, Introdution to Secondany Education, ( Cicago : Rand Menally and
Company, 1979), hlm 249. 4 James L. Mursell, Pengajaran Berhasil, terj. Simanjutak dan Soeitoe, (Jakarta :
Universitas Indonesia, 1975 ), hlm. 405.
12
apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri sisiwa dan
menetapkan sejuh mana tingkat perubahan dalam diri pribadi siswa.”5
e) Sementara menurut W. S. Winkel SJ., evaluasi adalah “penentuan sampai
berapa jauh sesuatu berharga, bermutu atau bernilai.”6
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum
dapat diartikan sebagai kegiatan atau proses penentuan nilai sehingga dapat
diketahui mutu atau hasil-hasilnya.
Ada istilah yang hampir sama pengertiannya dengan evaluasi, yaitu
pengukuran (measurement) dan penilaian. Pada hal istilah tersebut tidak sama
artinya, namun masih ada kaitannya.7 Pengukuran diartikan sebagai pekerjaan
membandingkan sesuatu hasil belajar siswa dengan ukuran yang sudah
ditentukan.8 Penilaian adalah suatu proses pemberian atau penentuan nilai
terhadap sesuatu dengan kriteria tertentu atau mengambil suatu keputusan
terhadap sesuatu dengan ukuran atau norma tertentu, apakah baik atau buruk.9
Dengan demikian pengukuran lebih menekankan kepada proses
penentuan kuantitas sesutu melalui pembandingan dengan satuan ukuran
tertentu. Adapun penilaian menekankan kepada proses pembuatan keputusan
terhadap sesuatu ukuran baik atau buruk yang bersifat kualitatif. Adapun
evaluasi mencakup dua kegiatan yaitu pengukuran dan penilaian.10 Evaluasi
adalah kegiatan untuk menilai sesuatu, untuk menentukan nilai dilakukan
pengukuran. Wujud dari pengukuran yaitu pengujian dalam dunia pendidikan
5 Suke Silverius, Evaluasi Hasil Belajar Dan Umpan Balik, ( Jakarta : Grafindo, 1991),
hlm. 4. 6 W. S. Winkel Sj., Psikologi Pengajaran, ( Jakarta : Gramedia, 1987 ), Cet. II, hlm.
313. 7 Daryanto, Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2001 ), Cet. II, hlm. 4-5. 8 Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, Visi, Misi dan Aksi, (
Jakarta : Gemawindu Pancaparkasa, 2000 ), hlm. 75. 9 Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati, Upaya Optimalisasi Kegiatan belajar
Mengajar, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1993 ), hlm. 136. 10 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, ( Jakarta : Bumi Aksara,
2002 ), cet. III, hlm. 3.
13
disebut tes.11 Tes digunakan oleh guru untuk mengukur dan mengetahui
tingkat pengetahuan siswa yang telah dicapai sehubungan dengan belajar.
Allah memberikan contoh tes (cobaan) terhadap manusia untuk
mengetahui kadar keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah, sebagaimana
"Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira pada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah : 155).12
Sasaran evaluasi dengan tes tersebut adalah ketahanan mental
beriman dan bertakwa kepada Allah jika mereka tahan terhadap uji coba (tes)
dari Allah, maka akan mendapatkan kegembiraan dengan segala bentuk,
terutama kegembiraan yang bersifat mental – rohaniah. Demikian, pekerjaan
evaluasi Allah pada hakikatnya bersifat mendidik terhadap fungsinya selaku
hamba-Nya, yaitu menghambakan diri hanya kepada-Nya.
Adapun fungsi dan tujuan evaluasi yaitu :
1. Untuk memberikan umpan balik (feed back) kepada guru sebagai dasar
memperbaiki proses belajar.
2. Untuk menentukan angka kemajuan / hasil belajar masing-masing siswa
yang antara lain untuk kenaikan kelas dan penentuan lulus tidaknya
siswa.13
3. Untuk memberikan data kepada orang tua atau masyarakat atau pihak-
pihak lain yang memerlukan keterangan tentang seorang siswa.14
11 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi pendidikan, ( Jakarta : Raja Grafindo Persada,
4. Untuk memeperoleh informasi tentang potensi peserta didik sehingga
penempatannya dapat disesuaikan dengan bakat dan minatnya. 15
Sedangkan menurut Charles E. Skinner dalam bukunya Essentials Of
Educations Psichology dijelaskan fungsi evaluasi yaitu :
(1) to determine the status of each pupil in various subject and in various objectives of the curriculum; (2) to evaluate the status and rate of growth of each pupil in terms of his ability and age; (3) to identify the educational needs of each pupil; (4) to identify the gifted pupil,the normal pupil, and the slow-learning pupil; (5) to group pupils for instructional purposes within the class group; (6) to analtyze or diagnose an individual pupils difficulties and rate of growth; (7) to determine the achievement status of class at the beginning and at the and term. 16
(1) untuk menentukan status tiap pada beberapa obyek dan tujuan dari kurikulum; (2) untuk menilai status dan tingkat pertumbuhan tentang kemampuan dan umur tiap murid; (3)untuk mengidentifikasi kebutuhan pendidikan tiap murid; (4) untuk mengidentifikasi murid berbakat, murid biasa dan murid lamban belajar; (5) untuk mengelompokkan murid untuk tujuan instruksianal dalam kelompok kelas; (6) untuk menganalisis dan mendiagnosis kesulitan dan tingkat pertumbuhan murid; (7) untuk menentukan status prestasi dalam kelas pada awal adan akhir belajar.
Dengan memahami pengertian evaluasi dan ruang lingkupnya, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa Evaluasi belajar PAI adalah usaha untuk
menilai pencapaian tujuan belajar PAI yang mencerminkan perubahan tingkah
laku, kecakapan, dan status siswa dalam menelaah materi PAI pada jangka
waktu tertentu.
B. Prinsip-Prinsip Evaluasi Belajar PAI
Perlakun evaluasi belajar PAI harus berdasarkan prinsip
pelaksanaannya. Betapapun baik prosedur evaluasi yang diikuti dan
sempurnanya evaluasi yang diterapkan, apabila tidak dipadukan dengan
14 Subari, Suprvisi Pendidikan Dalam Rangka Perbaikan Situasi Mengajar, ( Jakarta : Bumi Aksara, 1994 ), hlm. 174.
15 Chabib Thoha, Op. Cit., hlm. 8. 16 Charles E. Skinner (ed), Essentiols Of Educational Psychology, ( Tokyo : Prentice-
Hall & Maruzen Companny Ltd, 1958 ), hlm. 441-442.
15
prinsip-prinsip penunjangnya maka hasil evaluasi akan kurang dari yang
diharapkan.17 Prinsip-prinsip pelaksanaan evaluasi belajar PAI yang
digunakan antara lain:
1. Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
Menyeluruh artinya evaluasi yang dilakukan menggambarkan
penguasaan siswa terhadap pencapaian keseluruhan tujuan yang
diharapkan dan bahan pelajaran yang diberikan.18 Dalam prinsip ini yang
dinilai bukan hanya aspek kecerdasan atau hasil belajar, melainkan seluruh
aspek pribadi atau tingkah lakunya.19
Evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang
menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku siswa. Hal
ini mencakup aspek proses ranah beripikir (cognitive domain) juga dapat
mencakup aspek kejiwaan lainnya yaitu aspek nilai atau sikap (affektive
domain) dan aspek keterampilan (psychomotor domain) yang ada pada
masing-masig siswa.20 Dalam hubungannya dengan proses belajar PAI,
maka evaluasi hasil belajar dalam pelajaran PAI tidak hanya menyangkut
masalah penyampaian ilmu, tetapi untuk penanaman iman dan
mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh.21 Hal ini sesuai dengan
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al Baqarah: 208).”22
Selanjutnya, mengamalkan ajaran Islam, identik dengan tujuan
pendidikan Islam. Menurut Al Ghazali, yaitu menghiasi diri dengan akhlak
terpuji dan mendekatkan diri kepada Allah serta menyiapkan siswa untuk
bertanggung jawab terhadap tugas yang bersifat keduniaan dan
keakhiratan.23
2. Prinsip terus menerus atau kesinambungan (Continuity)
Terus menerus artinya evaluasi tidak hanya merupakan kegiatan
ujian semester atau ujian kenaikan/ujian akhir saja, tetapi harus dilakukan
terus menerus (kontinyunitas).24 Karena pendidikan adalah suatu proses
yang kontinu, evaluasi harus dilaksanakan secara kontinyu.25
Dengan hasil evaluasi yang dilakukan secara kontinyu, teratur,
terencana dan terjadwal, pendidik memperoleh informasi yang dapat
memberikan gambaran mengenai kemajuan maupun perkembangan siswa,
mulai awal sampai akhir program pembelajaran.26 Hal ini perlu
diperhatikan dalam evaluasi PAI, yaitu guru / pendidik secara terus
menerus mengikuti pertumbuhan, perkembangan dan perubahan siswa.
Evaluasi tidak saja merupakan tes formal saja, melainkan juga perhatian
terhadap siswa ketika duduk, berbicara, dan bersikap atau pengamatan
ketika siswa berada di ruang kelas, tempat ibadah dan ketika bermain.
Dari berbagi pengamatan yang ada, perlu dicatat secara tertulis
tentang perilaku yang menonjol atau kelainan pertumbuhan yang
kemudian harus diikuti langkah bimbingan. Hal ini tidak berarti seluruh
22 Soenarjo, Op. Cit., hlm. 50. 23 Imam Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Jilid II, ( Bairut : Dar Al Fikri, tth ), hlm. 59. 24 Ayar Yusuf dan Yurnalis Etek, Keragaman Teknik Evaluasi Dan Metode Penerapan
waktu dihabiskan untuk tugas evaluasi, tetapi apabila sewaktu-waktu
terdapat siswa menunjukkan sikap tertentu, maka hendaknya dicatat secara
tertulis.27
3. Prinsip Validitas (validity) dan Reliabilitas (reability)
Validitas atau keshahihan menunjuk pada pengertian bahwa alat
evaluasi yang digunakan benar-benar mengukur apa yang hendak diukur
secara tepat.28 Misalnya barometer adalah alat pengukur tekanan udara dan
tidak tepat bila digunakan untuk mengukur temperatur udara. Demikian
pula suatu tes memiliki suatu validitas bila tes itu benar-benar mengukur
hal yang hendak dites. 29
Reliabilitas atau ketepatan artinya dapat dipercaya, evaluasi
dikatakan dapat dipercaya apabila hasil yang diperoleh pada ujian itu tetap
atau stabil, kapan saja, siapapun yang mengujikan dan yang menilainya.30
Misalnya untuk mengukur panjang kayu dengan menggunakan mistar,
maka hasil pengukuran tetap sama sekalipun pengukuran dilakukan
beberapa kali dan oleh pengukuran lain. Hal itu menunjukkan bahwa hasil
pengukuran betul-betul dapat dipercaya, ukurannya stabil atau tetap.
4. Prinsip Objektivitas (Objectivity)
Objektifitas artinya bahwa evaluasi dilakukan dengan sebaik-
baiknya berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh
unsur-unsur subjektivitas dari evaluator (penilai).31 Sikap objektif atau apa
adanya ini dimaksudkan, bahwa evaluasi dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya tanpa ada pengaruh dari faktor guru atau siswa itu sendiri.
27 Abu Ahmadi, Metodik Khusus Pendidikan Agama, ( Bandung : Armico, tth ), hlm.
215. 28 Wayan Nurkancana dan Sumartana, Evaluasi Pendidikan, ( Surabaya : Usaha
Nasional, 1996 ), hlm. 127 29 Ibid. 30 Koesnadi Hidayat, et.al., Op. Cit., hlm. 9. 31 Abdul Ghofir dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, ( Solo : Ramdani,
1993 ), hlm. 82.
18
Pelaksanaan evaluasi di mana siswa menunjukkan kemampuan tidak
sebagai mana adanya (seperti menyontek), atau guru memberikan data
penilaian yang tidak sebenarnya (subjektif). 32
Sikap objektivitas dalam evaluasi itu antara lain itu ditunjukkan
dalam sikap: (a) ash-shidqah yaitu berlaku benar dan jujur dalam
mengadakan evaluasi ; (b) amanah yaitu sikap pribadi yang setia, tulus
hati, dan jujur dalam menjalankan evaluasi yang dipercayakan kepadanya;
(c) Rahmah dan ta’awun yaitu sikap kasih sayang terhadap sesama, adil
dan saling tolong menolong untuk menuju kebaikan dan kebenaran.33
5. Prinsip Mengacu Kepada Tujuan
Setiap aktivitas manusia sudah pasti mempunyai tujuan tertentu,
karena aktivitas yang tidak mempunyai tujuan merupakan aktivitas atau
pekerjaan yang sia-sia. Agar evaluasi sesuai dan dapat mencapai sasaran,
maka evaluasi harus mengacu kepada tujuan. Tujuan sebagai acuan ini
harus dirumuskan lebih dahulu sehingga dengan jelas menggambarkan apa
yang hendak dicapai. Bila tujuan itu ditetapkan dengan menggunakan
taksonomi Bloom, maka dapat dilakukan kajian tentang kognitif, afektif,
dan psikomotorik yang dimiliki siswa sebagai hasil belajarnya.34
C. Tahap dan Teknik Evaluasi Belajar PAI
1. Tahap Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya ialah suatu proses yang sistematis. Artinya,
ditempuh tahap-tahap tertentu dan setiap tahap mengandung langkah yang
jelas apa yang harus dilakukan penilai.35 Tahap evaluasi yang perlu dilalui
seorang penilai meliputi:
32 Muahaimin, Konsep Pendidikan Islam, ( Solo : Ramdani, 1993 ), Cet. II, hlm. 80. 33 Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, ( Bandung : Sinar Baru,
1985 ), hlm. 127. 34 Muhaimin, Op. Cit., hlm. 79. 35 Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, ( Bandung :
Sinar Baru, 1991 ), hlm.140.
19
a. Persiapan
Setiap kegiatan atau tindakan kependidikan selalu diawali
dengan perencanaan atau persiapan. Tahap persiapan ini pada dasarnya
menentukan apa dan bagaimana evaluasi harus dilakukan. Artinya,
perlu rencana yang jelas mengenai kegiatan evaluasi termasuk alat dan
sarana yang diperlukan.36 Alat evaluasi hasil belajar yang digunakan
tergantuing dari teknik evaluasi yang dipakai. Apabila menggunakan
teknik tes maka alat penilaiannya berupa tes, sedangkan teknik nontes
alat penilaiannya berupa macam-macam alat penilaian nontes.
Prosedur yang ditempuh untuk menyusun alat penilaian tes
adalah sebagai berikut :
Pertama, tujuan belajar yakni bentuk perilaku yang akan
dievaluasi. Jika evaluasi dilakukan secara formatif tujuan belajar, di
samping untuk kepentingan evaluasi juga dalam rangka pengembangan
sistem belajar. Bila evaluasi dilakukan sebagai evaluasi sumatif atau
untuk kepantingan diagnosis maupun penempatan maka perumusan
tujuan disesuaikan dengan maksud tersebut.37
Kedua, menyusun kisi-kisi (lay out) yakni materi tes yang
diujikan betul-betul representatif terhadap materi pelajaran yang
diberikan di kelas bersangkutan.38 Sumadi Suryabrata mengemukakan,
bahwa tujuan menyusun kisi-kisi soal adalah merumuskan setepat
mungkin ruang lingkup, tekanan, dan bagian-bagian tes sehingga
perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi
penyusun tes.39
36 Ibid. hlm. 140 37 Muhammad Ali, Guru Dalam Proses Belajar Mengajar, ( Bandung : Sinar Baru,
terpimpin dimana responden harus menjawab dengan pertanyaan
yang sudah disusun terlebih dahulu oleh evaluator.61
5. Pengamatan (observasi)
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap
siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya.62
Macam-macam observasi
1) Observasi langsung Adalah pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses yang terjadi dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat.
2) Observasi tidak langsung Adalah pengamatanyang dilakukan dengan menggunakan bantuan alat.
3) Observasi partisipasi Adalah bahwa pengamat harus melibatkan diri atau ikut serta dalam kegiatan yang dilaksanakan oleh individu atau kelompok yang diamati.63
6. Riwayat Hidup
Riwayat hidup yaitu gambaran tentang keadaan seseorang
selama masa kehidupannya. Dengan alat ini dapat ditarik
kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari obyek
yang dinilai.64
b. Teknik tes
Teknik tes ini dibagi menjadi tiga yaitu : tes tertulis, tes lisan,
Yaitu “tes yang soal dan jawaban yang diberikan oleh siswa
berupa bahasa tulisan.”66
Bentuk-bentuk tes tertulis :
a) Tes subjektif / uraian, yaitu “ pertanyaan yang menuntut siswa
menjawabnya dengan bentuk menguraikan, menjelaskan,
mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan
bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan
dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri.”67 Tes
subjektif dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Tes uraian bebas, artinya “ butir soal itu hanya menyangkut
masalah utama yang dibicarakan, tanpa memberikan arahan
tertentu dalam menjawab”.68
b. Tes uraian terbatas, artinya “ peserta didik diberi kebebasan
untuk menjawab soal yang ditanyakan namun arahan
jawaban dibatasi sedemikian rupa, sehingga kebebasan
tersebut menjadi bebas yang terarah.”69
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan
menggunakan tes subjektif yaitu :
1) Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek
kognitif tingkat tinggi.
2) Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan
maupun tulisan dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-
kaidah kebahasaan.
66 Chabib Thoha, Macam-Macam Tes ( PBM-PAI di Sekolah), ( Yogyakarta : Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang Bekerjasama Dengan Pustaka Pelajar, 1998 ), hlm. 295. 67 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Op. Cit., hlm. 35. 68 Chabib Thoha, Macam-Macam Tes, Op. Cit., hlm. 298. 69 Ibid.,
28
3) Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran,
yakni berpikir logis, analitis, dan sistematis.
4) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem
solving).
5) Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya
sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara
langsung melihat proses berpikir siswa.70
Adapun kelemahan-kelemahannya yaitu :
1) Mengoreksi lebih sulit dan sangat dipengaruhi unsur subjektif
pengoreksi.
2) Memerlukan waktu yang lebih panjang untuk
mempentingkan hasilnya dengan baik.
3) Kurang merangkum keseluruhan materi yang telah
diberikan71
b) Tes objektif, yaitu “ item-item yang dapat dijawab dengan jalan
memilih salah satu alternatif yang benar dari sejumlah alternatif
yang tersedia, atau dengan mengisi jawaban yang benar dengan
beberapa pertanyaan atau simbol.”72 Jenis-jenis tes objektif
yaitu :
a. Tes benar salah (True-False)
Yaitu “tes yang terdiri dari pernyataan-pernyataan yang
mengandung salah satu dari kemungkinan, salah atau
benar.”73
b. Tes pilihan ganda (Multiple Choice)
70 Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Op. Cit., hlm. 36. 71 Subari, Op. Cit., hlm. 175. 72 Wayan Nurkancana dan Sumartana, Op. Cit., hlm. 27. 73 Abu Ahmadi, Op. Cit., hlm. 227.
29
Yaitu “bentuk soal yang menyediakan sejumlah
kemungkinan jawaban, satu di antaranya adalah jawaban
benar.”74
c. Menjodohkan ( Matching)
Yaitu “peserta tes diminta untuk menjodohkan, atau
memilih pasangan yang tepat bagi pernyataan yang ditulis
pada stimulus yang terdapat dilajur sebelah kiri dengan
respon yang terdapat pada lajur sebelah kanan.”75
d. Jawaban singkat ( Short Answer )
Yaitu “soal yang menuntut peserta tes untuk memberikan
jawaban singkat berupa kata, frase, nama tempat, nama
tokoh, lambang atau kalimat yang sudah pasti.”76
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan
menggunakan tes objektif yaitu :
1) Mengandung lebih banyak segi-segi positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih objektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subjektif baik dari segi siswa maupun segi guru yang memeriksanya.
2) Lebih mudah dan cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi.
3) Pemeriksaannya dapat diserahkan kepada orang lain.
4) Dalam pemeriksaan tidak ada unsur subjektif yang mempengaruhinya.77
74 Ibrahim dan Nana Syaodih S., Perencanaan Pengajaran, ( Jakarta : Rineka Cipta,
1) Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes uraian karena soalnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain.
2) Soal-soal cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi.
3) Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.
4) Kerjasama antar siswa pada waktu mengerjakan soal tes lebih terbuka.78
2. Tes lisan
Yaitu “guru memberikan pertanyaan secara lisan dan siswa
langsung diminta menjawab secara lisan pula.”79 Tes lisan ini
memiliki beberapa keuntungan antara lain :
a) Dapat digunakan untuk menilai kepribadian dan kemampuan
penguasaan pengetahuan paserta didik, karena dilakukan secara
face to face.
b) Jika paserta didik belum jelas dengan pertanyaan yang
diajukan, pendidik dapat mengubah pertanyaan sehingga
dimengerti.
c) Dari sikap dan cara menjawab pertanyaan, pendidik dapat
mengetahui apa yang tersirat disamping apa yang tersurat
dalam jawaban.
d) Pendidik dapat menggali lebih lanjut jawaban peserta didik
sampai mendetail sehingga mengetahui bagian mana yang
paling dikuasai oleh paserta didik.
e) Tepat untuk mengukur kecakapan tertentu, seperti kemampuan
membaca, menghafal kalimat tertentu.
f) Pendidik dapat mengetahui secara langsung hasil tes seketika.80
78 Ibid 79 Ibrahim dan Nana Syaodih S., Op. Cit., hlm. 88.
31
Adapun kelemahan-kelemahannya yaitu :
1) Jika hubungan antara pengetes dan yang dites kurang baik,
dapat mengganggu objektivitas hasil tes.
2) Sifat penggugup pada yang dites dapat mengganggu kelancaran
jawaban yang diberikannya.
3) Pertanyaan yang diajukan tidak dapat selalu sama tiap-tiap
orang yang dites.
4) Untuk mengetes kelompok memerlukan waktu yang sangat
lama sehingga tidak ekonomis.
5) Tidak atau kurang adanya kebebasan bagi si penjawab.
6) Pribadi dan sikap pengetes dan hubungannya dengan yang dites
memungkinkan hasil yang kurang objektif.81
3. Tes perbuatan
Yaitu “ tes dimana respon atau jawaban yang dituntut dari peserta
didik berupa tindakan, tingkah laku kongkrit. Alat yag digunakan
untuk melakukan tes ini adalah observasi atau pengamatan
terhadap tingkah laku tersebut.” 82
Tes ini mengandung beberapa keuntungan dan beberapa
kelemahan. Keuntungan bentuk tes ini antara lain :
1) Tepat untuk mengukur aspek psikomotor
2) Tepat untuk mengetahui sikap yang merefleksi dalam tingkah
laku sehari-hari.
3) Pendidik secarra langsung dapat mengamati dengan jelas
jawaban-jawaban sehingga lebih mudah dalam memberikan
penilaian.83
80 Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran, ( Bandung :