19 BAB II DEKSRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Desa Kebondowo 1. Letak Desa Kebondowo Desa dilihat dari pengertian geografis merupakan suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. 1 Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik, dan cultural yang saling berinteraksi antara unsur tersebut dengan unsur yang lainnya. 2 Desa Kebondowo terletak di Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa Kebondowo terdiri dari 7 dusun, yaitu: Dusun Kauman dengan 7 RT, Dusun Pundak dengan 9 RT, Dusun Kebonbawang dengan 8 RT, Dusun Kebonsari dengan 5 RT, Dusun Jrakah dengan 2 RT, Dusun Jambon dengan 3 RT, Dusun Kebondowo dengan 10 RT, Aspol (Asrama Polisi) dengan 3 RT, Asrama Yonzipur dengan 3 RT. Dengan demikian jumlah RT Desa Kebondowo sebanyak 50 RT. 3 Desa ini terletak 50 km arah selatan dari pusat Kota Semarang atau ± 10 km dari Kota Salatiga. Luas wilayah Desa Kebondowo adalah 691, 602 ha. Wilayah tersebut terdiri dari luas rawa 250 ha, tanah TNI 70 ha, tanah Aspol 17 ha, tanah pertanian 36 ha, tanah pekarangan 52 ha. Pembagian luas wilayah Desa Kebondowo 1 R. Bintaro., Interaksi Desa Kota Dan Permasalahannya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980), hlm. 11. 2 Ibid., hlm. 12. 3 Monografi Desa Kebondowo
28
Embed
BAB II DEKSRIPSI WILAYAH PENELITIAN - abstrak.ta.uns.ac.id · BAB II DEKSRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Desa Kebondowo 1. Letak Desa Kebondowo ... Aspol (Asrama Polisi)
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
19
BAB II
DEKSRIPSI WILAYAH PENELITIAN
A. Keadaan Geografis Desa Kebondowo
1. Letak Desa Kebondowo
Desa dilihat dari pengertian geografis merupakan suatu hasil perpaduan
antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya.1 Hasil dari
perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang
ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik, dan cultural
yang saling berinteraksi antara unsur tersebut dengan unsur yang lainnya.2
Desa Kebondowo terletak di Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang,
Provinsi Jawa Tengah. Desa Kebondowo terdiri dari 7 dusun, yaitu: Dusun
Kauman dengan 7 RT, Dusun Pundak dengan 9 RT, Dusun Kebonbawang dengan
8 RT, Dusun Kebonsari dengan 5 RT, Dusun Jrakah dengan 2 RT, Dusun Jambon
dengan 3 RT, Dusun Kebondowo dengan 10 RT, Aspol (Asrama Polisi) dengan 3
RT, Asrama Yonzipur dengan 3 RT. Dengan demikian jumlah RT Desa
Kebondowo sebanyak 50 RT.3 Desa ini terletak 50 km arah selatan dari pusat
Kota Semarang atau ± 10 km dari Kota Salatiga.
Luas wilayah Desa Kebondowo adalah 691, 602 ha. Wilayah tersebut
terdiri dari luas rawa 250 ha, tanah TNI 70 ha, tanah Aspol 17 ha, tanah pertanian
36 ha, tanah pekarangan 52 ha. Pembagian luas wilayah Desa Kebondowo
1 R. Bintaro., Interaksi Desa Kota Dan Permasalahannya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980), hlm. 11.
2 Ibid., hlm. 12.
3 Monografi Desa Kebondowo
20
Gambar 1Peta Desa Kebondowo
Sumber: Balai Desa Kebondowo
21
Gambar 2Peta Kecamatan Banyubiru
Sumber: BPS Kabupaten Semarang
22
dapat kita lihat bahwa wilayah paling luas di Desa Kebondowo adalah wilayah
rawa, sedangkan untuk wilayah pertanian hanya memiliki luas ± 1/6 dari luas
wilayah rawa. Hal tersebut tentunya tidak sepadan, dengan banyaknya warga desa
yang berprofesi sebagai petani. Batas-batas Desa Kebondowo yakni:
a. Sebelah Utara: Desa Banyubiru,
b. Sebalah Selatan: Desa Kemambang,
c. Sebelah Timur: Desa Rowoboni, Tegaron, dan
d. Sebelah Barat: Desa Banyubiru.4
Desa Kebondowo sangat mudah dijangkau, baik dengan transportasi
umum ataupun pribadi. Kondisi jalan di Desa Kebondowo terdiri dari jalan
beraspal sepanjang 15 km, serta jalan makadam5 sepanjang 3 km. Jalan yang
melewati Desa Kebondowo merupakan jalur yang ramai, karena merupakan jalur
alternatif dari Ambarawa menuju Kota Salatiga.
Ditinjau dari segi topografi, Desa Kebondowo berada di ketinggian ± 500
m Dari Permukaan Laut. Desa Kebondowo merupakan dataran tinggi yang subur,
yang dikelilingi oleh bukit, gunung, serta dialiri oleh Sungai Klegung yang
menjadi batas wilayah dengan Desa Banyubiru. Desa Kebondowo merupakan
desa yang sejuk dengan suhu udara rata-rata 24ºC sampai dengan 29ºC, dengan
curah hujan sekitar 2000 mm per tahun. Keadaan lahan atau tanah di Desa
Kebondowo berwarna kemerah-merahan, memiliki tekstur liat dan subur. Desa
Kebondowo sebagian besar wilayahnya berupa tanah basah, tanah sawah dan
4 Monografi Desa Kebondowo, Dari Balai Desa Kebondowo.
5 Makadam adalah jalan yang terbuat dari batu yang di tata dengan rapi.
23
tanah rawa, yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar rawa sebagai lahan
pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan serta pertambakan.6
2. Pola Perkampungan
Pola perkampungan yang ada di Desa Kebondowo memiliki model
pemukiman yang berbeda-beda. Perkampungan yang ada di dekat jalan raya
memiliki model perkampungan yang padat dan mengelompok, namun ada pula
pola perkampungan yang menyebar, di mana dari sekumpulan rumah warga
merupakan satu Rukun Tetangga.
Pola perkampungan yang menyebar ini disebabkan karena masih
banyaknya tegalan.7 Dari banyaknya tegalan yang ada disekitar rumah warga,
biasanya mereka memiliki pekarangan dan hewan ternak yang dikelilingi pagar.
Pekarangan penduduk biasanya ditanami tanaman yang keras, seperti: jati, duren,
rambutan, salak, dan lain sebagainya, sedangkan untuk binatang ternak biasanya
ayam, bebek, dan kambing.8
Rumah penduduk Desa Kebondowo secara fisik sudah banyak yang
permanen yaitu terbuat dari batu bata, namun ada juga rumah yang masih semi
permanen dan belum permanen. Bentuk rumah yang sudah permanen biasanya
berupa bangunan yang meniru bangunan-bangunan yang berada di kota-kota
maju.
6 Monografi Desa Kebondowo, dari Balai Desa Kebodowo.
7 tegalan adalah tanah perkebunan milik warga yang berada dekat dengan rumah dengan area yang luas.
8 Wawancara dengan Bapak Saiful selaku pegawai Balai Desa Kebondowo, tanggal 21 April 2016, di Balai Desa Kebondowo, pukul 10.00.
24
B. Kondisi Demografi Desa Kebondowo
1. Jumlah Penduduk
Penduduk merupakan jumlah orang yang tinggal di suatu wilayah pada
waktu tertentu dan merupakan hasil-hasil proses demografi yaitu, fertilitas,
moralitas, dan migrasi. Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk
yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik-
karakteristik yang sama. Beragam pengelompokan dapat dibuat seperti atas dasar
etnis, agama, kewarganegaraan, bahasa, pendidikan yang disesuaikan umur, jenis
kelamin, dan golongan pendapatan.9
Jumlah penduduk Indonesia yang tinggi merupakan modal yang bagus
untuk pembangunan nasional, karena dengan jumlah penduduk yang begitu besar
dan sumber daya manusia yang potensial akan membatu memperlancar
pertumbuhan pembangunan nasional. Namun hal tersebut akan menjadi sebuah
masalah ketika pertumbuhan penduduk yang begitu cepat tidak diimbangi dengan
lahan pekerjaan yang luas. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap masalah
angkatan kerja, karena penduduk merupakan tambahan suplai tenaga kerja. Hal ini
sama seperti yang terjadi di Desa Kebondowo di mana laju pertumbuhan
penduduk begitu cepat namun lahan pekerjaan tidak begitu luas, dikarenakan
lahan pertanian yang ada di Desa Kebondowo mulai terbatas luasnya, sehingga
pekerjaan dibidang pertanian semakin berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya
tekanan penduduk (population pressure) yaitu ketidakseimbangan antara jumlah
9 Said Rusli., Pengantar Ilmu Kependudukan, (Jakarta:LP3ES, 1983), hlm. 35.
25
manusia dengan alat pemeliharaan hidup.10 Dari sekian banyak penduduk di
Indonesia sebagian besar bermukim di daerah pedesaan di Jawa. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kepadatan penduduk Indonesia berpusat di pedesaan Jawa.11
Namun, kepadatan tersebut justru akan mendatangkan masalah seperti
pengangguran, kerawanan sosial, kurangnya lapangan kerja, dan lain
sebagainya.12 Tenaga dalam masyarakat merupakan faktor yang potensial secara
keseluruhan. Jumlah penduduk Indonesia terlalu besar dalam menentukan
percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut cukup baik jika dilihat
melalui pengukuran pendapatan perkapita. Selain itu, kesempatan yang tersedia
dan kualitas tenaga kerja yang digunakan akan menentukan proses pembangunan
ekonomi.13 Jumlah penduduk Desa Kebondowo dapat kita lihat melalui tabel.
Penulis menggunakan tabel jumlah penduduk berdasarkan usia ini dengan
tujuan untuk mengetahui usia produktif penduduk Desa Kebondowo sebagai
tenaga kerja dan juga sebagai tolak ukur antara jumlah perkembangan penduduk
Desa Kebondwo dengan lapangan kerja yang tersedia di Desa Kebondowo. Tabel
jumlah penduduk Desa Kebondowo berdasarkan usia dapat kita lihat seperti
berikut:
10 Soedigdo Hardjosudarmo., Kebijaksanaan Transmigrasi, Dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Desa Di Indonesia, (Jakarata: Bharata, 1965), hlm.28.
11 Koenjaraningrat., Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm. 14.
12 James. T. Fawcett., Psikologi dan Kependududak, Masalah-masalah Tingkah Laku dalam Fertilitas dan Keluarga Berencana, (Jakarta: Radjawali Press, 1984), hlm. 15.
13 Yudo Swasono, dan Endang Sulistyaningsih., Metode Perencanaan Tenaga Kerja, (Yogyakarta: BPFE, 1987), hlm. 3.
26
Tabel 1Jumlah Penduduk Desa Kebondowo Berdasarkan Usia
Sumber: Monografi Desa KebondowoKeterangan (*): Tidak ada data
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pendidikan di Desa Kebondowo
setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal tersebut menujukkan bahwa minat
masyarakat dalam pendidikan begitu besar. Hal tersebut juga didukung dengan
semakin beragamnya matapencaharian penduduk Desa Kebondowo yang mampu
memenuhi kebutuhan hidup mereka, di mana salah satu pekerjaannya adalah
sebagai pengrajin eceng gondok.
Dari data di atas, penduduk Desa Kebondowo Kebanyakan tamatan SD,
SMP, SMA, meskipun masih sedikit sekali yang lulusan Diploma atau sarjana
namun setiap tahunya mengalami peningkatan. Sedangkan para penduduk yang
tidak bersekolah, dari tahun ke tahun jumlahnya semakin berkurang.
32
C. Potensi Desa
1. Sarana Sosial
Kehidupan masyarakat desa, pada umumnya dipengaruhi oleh adanya
interaksi dengan kelompok masyarakat yang lain dan gejala sosial yang timbul
dari dalam. Interaksi dengan kelompok masyarakat yang lain mengacu kepada
adanya kekuatan-kekuatan dari luar desa yang melakukan interaksi dengan
masyarakat desa.20 Kondisi sosial budaya di Desa Kebondowo tidak dapat lepas
dari adanya interaksi dengan kekuatan-kekuatan dari luar desa, interaksi tersebut
berpengaruh terhadap perkembangan sosial masyarakat Desa Kebondowo baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Masyarakat Desa Kebondowo adalah masyarakat yang masih menjunjung
tinggi rasa kekeluargaan dan kebersamaan, hubungan antarwarganya masih sangat
erat. Mereka masih sering melakukan aktivitas bersama seperti, gotong royong,
tolong menolong dan saling bantu membantu. Tolong menolong terjadi sekitar
kebutuhan yang bersangkutan dengan rumah tangga, seperti halnya ketika
menyelenggarakan pesta-pesta tertentu, warga desa yang memiliki acara saling
tolong menolong dengan kaum kerabat. Tolong menolong dalam hal pekerjaan
pertanian, terjadi antara warga desa yang letak tanahnya berdekatan atau dengan
anggota dari organisasi koperasi yang sama, dan lain sebagainya.
Di samping adat istiadat tolong menolong, di Desa Kebondowo antara
warga desanya tercipta juga berbagai macam aktivitas-aktivitas sosial baik yang
20 Siti Yun Afifah., 2014,“Industri Kerajinan Serat Alam Di Kulon Progo Tahun 1996-2012 (Studi Sejarah Ekonomi Di Desa Tanjungharjo, Kecamatan Nanggulan)”,Skripsi Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Univesitas Negeri Sebelas Maret, hlm. 29.
33
berdasarkan hubungan tetangga, ataupun hubungan kekerabatan atau lain-lain,
hubungan yang berdasarkan efisiensi dan sifat praktis, adapula aktivitas-aktivitas
bekerjasama yang lain, yang biasanya disebut gotong royong. Gotong royong
adalah aktivitas bekerjasama antara sejumlah besar warga-warga untuk
menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap berguna bagi kepentingan
umum.21 Kegiatan gotong royong dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari
seperti, kegiatan membuat tempat jaga ronda (siskamling), tempat peribadatan,
memperbaiki jalan, membangun jembatan, dan lain sebagainya. Kegiatan gotong
royong seperti ini dalam masyarakat desa biasanya disebut dengan kegiatan “kerja
bakti”, sedangkan dalam acara-acara rumahan seperti pernikahan dan kematian
biasanya disebut dengan kegiatan “duwe gawe”. Kegiatan masyarakat desa yang
bersifat sosial selain “kerja bakti” dan “duwe gawe” ada juga istilah “sambatan”,
yaitu kegiatan gotong royong untuk membantu menyelesaikan suatu pekerjaan
yang dilakukan anggota masyarakat lain, misalnya memperbaiki rumah penduduk
atau bahkan membangun rumah.
Masyarakat Desa Kebondowo dalam kehidupan sehari-hari masih
menggunakan tradisi yang diwariskan oleh para leluhurnya. Tradisi yang
diturunkan tersebut bersifat tradisi religius dan tradisi non religius. Tradisi yang
bersifat religius berupa acara-acara kebudayaan yang diyakini masyarakat sekitar
sebagai suatu acara yang wajib dilakukan apabila tidak ingin terkena tuah atau
hukuman, acara religi yang berada di Kebondowo seperti pertemuan kegiatan
agama seperti Tahlilan dan Yasinan yang diadakan pada pertemuan-pertemuan
21 Sajogyo dan Pujiwati Sajogyo., Sosiologi Pedesaan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 1991), hlm. 38.
34
yang bersifat mingguan, bulanan, atau selapanan,22 sedangkan untuk kegiatan
yang berhubungan dengan Rawa Pening, kegiatan religi yang dilakukan oleh
masyarakat Desa Kebondowo adalah acara tradisi “Sedekah Rawa” yang
dilaksanakan pada malam 21 Suro, yang diadakan sebagai rasa Syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Sedekah rawa dilakukan dengan acara menghanyutkan
sebagian hasil bumi dan makan bersama seluruh warga desa.23 Di samping tradisi
religius, masyarakat Desa Kebondowo juga memiliki tradisi yang non religius
yang sampai saat ini masih terus berlangsung dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya adat istiadat masyarakat Desa Kebondowo dalam menyelesaikan
ataupun memecahkan suatu masalah konflik yaitu dengan musyawarah mufakat.
Gambar 3Sedekah Rawa di Rawa Pening
Sumber: http:// gebyarinfo.blogspot.com
Musyawarah adalah suatu gejala sosial yang ada dalam banyak
masyarakat pedesaan pada umumnya, dan khususnya di Indonesia. Artinya bahwa
22 Selapanan adalah hitungan bulan dalam kalender Jawa, jumlah hari pada selapanan ini adalah 35 hari.
23 Wawancara dengan Bapak Susilo selaku Kepala Desa, tanggal 13 April 2016 di Balai Desa Kebondowo, pukul 09.00 WIIB.
35
keputusan yang diambil dalam rapat tidak berdasarkan suatu mayoritas, yang
menganut suatu pendirian yang tertentu, melainkan seluruh rapat, seolah-olah
sebagai suatu badan. Hal ini tentu berarti bahwa pihak mayoritas maupun
minoritas harus mengurangi pendirian masing-masing, sehingga bisa dekat-
mendekati.24
2. Sarana Perekonomian
Sarana ekonomi memegang peranan yang cukup penting dalam suatu
kelompok masyarakat. Hal itu disebabkan karena dalam gerak kehidupan sehari-
hari masyarakat tidak lepas dari kegiatan ekonomi, baik itu produksi maupun
distribusi. Sarana perekonomian dapat berupa pasar, toko, bank, koperasi simpan
pinjam, di mana semua dapat membantu kelancaran dalam proses produksi dan
distribusi.
Masyarakat Desa Kebondowo saat ini memiliki sarana perekonomian yang
beragam. Munculnya keragaman perekonomian ini sejalan dengan semakin
berkembangnya perekonomian masyarakat yang didasarkan sistem perekonomian
Fasilitas perekonomian di Desa Kebondowo cukup memadai. Hal ini
tentunya mendukung dan membantu kelancaran perekonomian di Desa
Kebondowo. Adanya pasar dan bank pada tahun 2011 semakin mempermudah
kelancaran dalam bertransaksi dan kegiatan simpan pinjam. Bank dapat
memberikan pinjaman modal bagi masyarakat yang mempunyai usaha seperti
kios, warung, ataupun pinjaman modal bagi mereka yang akan mendirikan usaha
industri kecil di Desa Kebondowo.
D. Adanya PLTA Jelok–Timo
PLTA Jelok terletak di Desa Delik, Kecematan Tuntang, Kabupaten
Semarang. PLTA Timo terletak di Desa Jatirunggo, Kecamatan Pringapus
Kabupaten Semarang. PLTA Jelok saat ini dikelola oleh PT Indonesia Power,
37
salah satu anak Perusahaan PLN yang bergerak dibidang pembangkit tenaga
listrik, diantara 16 PLTA di Jawa Tengah di bawah tanggung jawab UBP Mrica.25
Gambar 4Gerbang Masuk PLTA Jelok dan Timo
Sumber: Foto PLTA Jelok
PLTA Jelok didirikan pada tahun 1938, yang dikepalai oleh Mr. De Boer
dari Belanda. PLTA Jelok merupakan pengembangan dari PLTA sebelumnya
yaitu PLTA yang bersumber dari Bendungan Sentra Susukan yang didirikan pada
tahun 1912. PLTA Sentra Susukan baru dioperasikan 1923 sebelum dirubah ke
PLTA Jelok pada tahun 1938, yang bersumber dari Rawa Pening. Air penggerak
turbin dari Rawa Pening disadap melalui Sungai Tuntang kemudian dibendung
dengan sebuah dam yang dilengkapi dengan 6 buah pintu air. Debit air yang
diambil dari Rawa Pening untuk pengaktifan PLTA tersebut adalah 12,54
m³/detik.26 Ketentuan pengambilan debit air tersebut sesuai dengan keputusan
yang dibuwat oleh PSDA Tuntang. Evaluasi ketinggian yang biasa ditentukan
25 UBP Merupakan singkatan dari Unit Bisnis Pembangkitan. UBP adalah Unit PLTA yang mengoperasikan dan mengendalikan jaringan (Grid). UBP Mrica adalah Unit PLTA untuk interkoneksi Jawa-Bali untuk sistem tenaga Jawa-Bali.
26 Wawancara dengan Bapak Supomo Budoyo selaku kepala PLTA Jelok, tanggal 9 Mei 2016, di kantor kepala PLTA Jelok, pukul 14.00 WIB.
38
oleh PSDA adalah antara 460.50 – 463 mdpl. Peralihan dari PLTA Sentra
Susukan ke PLTA Jelok disebabkan oleh daya listrik yang dihasilkan PLTA Jelok
lebih besar dibanding dengan PLTA Sentra Susukan.
Gambar 5Bendungan di Sungai Tuntang
Sumber: Koleksi foto PLTA Jelok
Gambar 6Saluran dari Rawa Pening ke PLTA Jelok
Sumber: Koleksi Foto PLTA Jelok
39
Awal beroperasinya, PLTA Jelok menggunakan 3 mesin (turbin), 1 kanal,
dan 1 penstock.27 Dengan tinggi terjun air 144 meter dan Daya Terpasang 4 X
5,12 MW, PLTA Jelok dapat menghasilkan energi listrik sebesar 93 GWh/tahun.28
Turbin buatan Werk Spoor Escher Wyss Holland dengan type Francis poros datar
memutarkan Generator buatan AG Brown Hemaf Oerlikon dalam putaran 600
rpm. Pada tahun 1962, turbin di PLTA Jelok ditambah 1 mesin lagi, menjadi
empat mesin. Pada tahun yang sama dibangun PLTA Timo dengan 3 mesin yang
dioperasikan. Tiga turbin yang di pasang oleh PLTA Timo, menggunakan Daya
Terpasang sebesar 3 X 4 MW. Dengan 4 mesin yang dioperasikan oleh PLTA
Jelok dapat menghasilkan 15 MW, sedangkan PLTA Timo dengan 3 turbin yang
diaktifkan mampu menghasilkan listrik 70% dari PLTA Jelok, yaitu 10.5 MW.
27 Kanal adalah jalur yang dibuat oleh untuk mengarahkan dan mengalirkan air yang berguna untuk irigasi, penahan banjir dan pemasok air ke tempat tertentu. Penstock (Pipa Pesat) adalah saluran yang digunakan untuk mengalirkan air dari kolam tandu ke rumah pembangkit. secara mekanis penstock berfungsi sebagai sarana pengubah tenaga kinetis dari hidrostatik pada reservoir (penampung) menjadi tenaga potensial. Tenaga air tersebut menjadi tenaga mekanik pada turbin. Turbin akan menggerakkan generator sehingga menimbulkan listrik. Penstock memiliki ukuran 1910,00 m dan berdiameter 0,85 m.
28 Daya Terpasang dalam PLTAadalah kapasitas pembangkit listrik sesuai dengan nama plate.
40
Gambar 7Lembah Curam Pertama yang di lalui pipa PLTA Jelok
Sumber: Koleksi foto PLTA Jelok
Gambar 8Lembah Curam kedua yang dilalui pipa PLTA Jelok
Sumber: Koleksi foto PLTA Jelok
Sudah 78 tahun PLTA Jelok dan 54 tahun PLTA Timo beroperasi, namun
belum pernah terjadi pergantian mesin, hanya saja pada tahun 1994 pernah
dilakukan direnovasi. Rirenovasi dilakukan dengan mengganti governor dan main
inlet valve dari elekto mekanik menjadi semikompeterisasi (pengoperasian sekali
sentuh), retrofit 9 sistem kontrol dan rewinding stator generator, dan pada tahun
41
2004 dilakukan retrovit untuk menjaga kestabilan listrik.29 Pemeliharaan dan
perawatan mesin tidak hanya dengan rehabilisasi atau retrovit, namun
pemeliharaan dan perawatan mesin ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu,
yaitu waktu 3 bulan sekali, 6 bulan sekali, dan satu tahun sekali. Perawatan dalam
jangka 3 bulan dan 6 bulan sekali hanya untuk melihat dan pengukuran terhadap
mesin. Perawatan dalam jangka satu tahun adalah dengan mematikan salah satu
turbin secara bergantian. Penghentian mesin secara bergilir ini biasanya dilakukan
pada bulan kemarau, karena pada bulan tersebut keadaan air di Rawa Pening tidak
stabil, jadi untuk tetap menjaga kondisi mesin tetap bagus, dilakukan
pemberhentian bergilir pada mesin PLTA ini. PSDA Tuntang lebih banyak
membuang air melalui Sungai Tuntang dan sekitarnya pada musim penghujan,
agar tetap menjaga kestabilan debit air yang masuk ke PLTA, yaitu 12, 54
m³/detik. Pembuangan air oleh PSDA Tuntang pada musim penghujan berkisaran
± 10 m³.
PLTA Jelok–Timo merupakan produksi listrik pembangkit listrik
interkoneksi Jawa-Bali yang dihubungkan melalui Gardu Induk Jelok milik PT
PLN Unit Pelayanan Transmisi Surakarta.30 Sebelum terhubungnya sistem
interkoneksi listrik di Pulau Jawa, PLTA Jelok-Timo merupakan salah satu pusat
pembangkit tenaga listrik yang sangat vital untuk memenuhi kebutuhan listrik di
Jawa Tengah. Berdasarkan Daya Terpasang, saat ini kontribusi PLTA Jelok-Timo
29 Govenor adalah mesin yang digunakan untuk membantu generator menggerakkan turbin.
30 Interkoneksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hubungan satu sama lain. Interkoneksi adalah sebuah jaringan penghubung antara beberapa pembangkit yang mensuplai pelanggan yang ada dalam sistem. Jadi listrik yang dihasilkan oleh semua pembangkit dikumpulkan menjadi satu dan disalurkan ke seluruh sistem interkoneksinya.
42
terhadap produksi UBP Mrica berkisar sebesar 6,37 %. Kontribusi listrik PLTA
Jelok–Timo lebih besar dari pada kontribusi yang diberikan oleh PLTA Gedung
Ombo yang memiliki kapasitas mesin lebih besar dari PLTA Jelok–Timo.
Gambar 9Foto Generator dan Turbin PLTA Jelok
Sumber: Foto PLTA Jelok
Permasalahan dan tantangan yang dihadapi PLTA Jelok-Timo untuk
mempertahankan sustainability sampai dengan saat ini adalah permasalahan eceng
gondok. Tumbuhan tersebut sering menutupi kanal sampai dengan dam Tuntang
yang tentunya membuat PSDA Tuntang bekerja lebih keras untuk membersihkan
dam setiap saat untuk tetap menjaga kestabilan air ke PLTA Jelok–Timo. Solusi
yang direncanakan untuk dapat mengurangi eceng gondok adalah dengan
memasang klante di Rawa Pening yang akan dibuat permanen.31
Sejak berdirinya PLTA Jelok dari tahun 1938 sampai sekarang mengalami
beberapa pergantian pimpinan, dari Belanda, Jepang, Indonesia, Belanda, hingga
direbut oleh Indonesia kembali pada tahun 1958. Berikut daftar nama kepala
PLTA Jelok dari tahun 1938:
31 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) klante adalah nomina (kata benda), dalam istilah musik klante adalah tali yang digunakan untuk menggantung gong atau kempul.
43
1. Mr. De Boer (Belanda), kepala PLTA tahun 1938 – 1942
2. Fujisama (Jepang), kepala PLTA tahun 1942 – 1943
3. Yamamoto (Jepang), kepala PLTA tahun 1943 – 1944
4. Hinomoto (Jepang), kepala PLTA tahun 1944 – 1945
5. Lcs. Hitjahubesy (Belanda), kepala PLTA tahun 1945 – 1946
6. Abdulah Badawi (Indonesia), kepala PLTA tahun 1946 – 1947
7. Sporenberg (Belanda), kepala PLTA tahun 1947 – 1949
8. Lcs. Hitjahubesy (Belanda), kepala PLTA tahun 1949 – 1955
9. Wp Umboh (Belanda), kepala PLTA tahun 1955 – 1958
10. MM. Soeroso (Indonesia), kepala PLTA tahun 1958 – 1960
11. Ych. Soegito (Indonesia), kepala PLTA tahun 1966 – 1968
12. E. Soenodjo (Indonesia), kepala PLTA tahun 1968 – 1979
13. Djoemahir (Indonesia), kepala PLTA tahun 1979 – 1989
14. D. Wagiyanto (Indonesia), kepala PLTA tahun 1989 – 1993
15. Bambang Iriyanto (Indonesia), kepala PLTA bulan Januari – Maret 1995
16. Henry Hargini (Indonesia), kepala PLTA 1996 – 1997
17. Wagimah AS (Indonesia), kepala PLTA pada 22 November 1997 – 31 Juli 19998
18. Bambang Sokmarno, BE (Indonesia), kepala PLTA pada Oktober 1998 – Oktober 2005
19. Ir. Sriyanto (Indonesia), kepala PLTA tahun 2005 – 2007
20. Sarwoto SS, Aht (Indonesia), kepala PLTA pada Juni 2007 – Februari 2008
21. Bibit Sugiono (Indonesia), kepala PLTA pada Maret 2008 – April 2011
22. Ismanto (Indonesia), kepala PLTA pada April 2011 – Juli 2012
23. Hartadi (Indonesia), kepala PLTA pada Juni 2014 – Januari 2015
24. Sudirman (Indonesia), kepala PLTA pada Januari – Mei 2015
25. Supomo Budoyo (Indonesia), kepala PLTA pada Mei 2015 –Sekarang.
44
E. Keberadaan Kampoeng Rawa
Kampoeng Rawa adalah obyek wisata yang terletak diantara 2 desa, yaitu:
Desa Tambakboyo dan Desa Bejalen yang berada di Kecamatan Ambarawa,
Kabupaten Semarang. Kampoeng Rawa berada di jalan lingkar Ambarawa kurang
lebih jarak tempuh dari kota Semarang adalah 34 kilometer. Akses menuju lokasi
tersebut sangat mudah karena terletak di pinggir jalan lingkar yang
menghubungkan kota Semarang dengan kota Magelang.
Gambar 10Gerbang Masuk Kampoeng Rawa
Sumber: Foto Kampoeng Rawa
Kampoeng Rawa merupakan kawasan Agrowisata. Kampoeng Rawa
didirikan pada tahun 2011 bersamaan dengan dibangunnya jalan lingkar
Ambarawa. Kampoeng Rawa didirikan dengan alasan untuk dapat mengolah
potensi alam yang ada di Rawa Pening yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar dengan baik. Selain dari belum adanya pemanfaatan Rawa Pening,
berdirinya Kampoeng Rawa juga untuk mengubah pola pemikiran masyarakat
mengenai mata pencaharian, para generasi muda lebih banyak bekerja ke luar
45
daerah untuk mendapat hasil yang lebih banyak, dari pada bekerja di daerah
sendiri sekaligus merawat lingkungan di daerah sekitar (Rawa Pening).32
Berdirinya Kampoeng Rawa tidak lepas dari peran Koperasi Simpan
Pinjam yang bernama KSP Artha Prima. Koperasi ini sudah bekerja sama dengan
para penduduk Desa Tambakboyo dan Desa Bejalen sejak tahun 2004, dengan
menyalurkan kredit agrobisnis yang merupakan suntikan dari Kementrian
Koperasi dan UKM. Dana kredit tersebut dimanfaatkan oleh para peternak ikan di
Rawa Pening dengan membuat keramba-keramba ikan. Sekarang keramba-
keramba tersebut telah menghasilkan ikan yang sangat bagus. Melihat hasil
perikanan yang sangat bagus tersebut, beberapa anggota Koperasi KSP Artha
Prima berinisiatif menyatukan beberapa kelompok tani Rawa Pening untuk
bekerjasama membangun wisata Ambarawa khususnya Rawa Pening agar dapat
lebih meningkatkan taraf hidup mereka. Dari penyatuan kelompok tani dan
nelayan tersebut dibentuk sebuah paguyuban yang menjadikan mereka sebagai
anggota-anggotanya, nama paguyuban itu adalah “Paguyuban Kelompok
Tani/Nelayan Kampoeng Rawa”, didirikan pada 29 Juli 2012 yang berkedudukan
di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.33 Anggota-anggota dari
paguyuban tersebut antara lain: Kelompok Maju Lestari, Kelompok Maju Lestari
II, Kelompok Laras Rahayu, Kelompok Lestari Mulyo, Kelompok Sumber Rejeki,
Kelompok Mina Rahayu, Kelompok Margo Rejo, Kelompok Mina Sejahtera,
Kelompok Sido Makmur, Kelompok Tirto Sidorejo II, Kelompok Manunggal
32 Wawancara dengan Bapak Agus Sumarno selaku Kepala Kampoeng Rawa, tanggal 10 Mei 2015, di Kampoeng Rawa, pukul 10.00 WIB.
33 AD/ART Paguyuban Kelompok Tani/Nelayan Kampoeng Rawa, Bab 1 Pasal 1.
46
Karyo, dan dan Kelompok ibu PKK dan UKM PRESTASAMI (Presto, Tahu,
Salon, dan Mie).
Terbentuknya Kampoeng Rawa sebagai sebuah tempat agrowisata
menjadikan Koperasi KSP Artha Prima ini menjadi Koperasi yang berbisnis
bukan hanya dalam jasa, namun juga kepariwisataan atau biasa disebut Koperasi
Jasa dan Pariwisata (KOPJAPARI). Tugas dari koperasi ini adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya.34 Dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, KOPJAPARI
menyelenggarakan kegiatan usaha bidang jasa dan pariwisata dengan anggota
pada khususnya dan masyarakat umumnya.35 Salah satu kegiatan yang dilakukan
oleh KOPJAPARI adalah pemasaran kerajinan eceng gondok dari KUPP
(Kelompok Usaha Pemuda Produktiv) Karya Muda “Syarina Production” yang
berada di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang.
34 Akta Pendirian Koperasi Jasa Pariwisata “Kampoeng Rawa”, No. 03, Bab 1 Pasal 1.