6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Turbo Coding Turbo Coding merupakan salah satu channel coding yang memiliki kinerja yang baik dalam mengoreksi galat pada sistem komunikasi. Turbo coding terbagi menjadi dua bagian yaitu penyandi dan pengawasandi. Penyandi Turbo memanfaatkan dua komponen kode yang dihubungkan secara paralel dengan interleaver. Pengawasandi Turbo menggunakan dua komponen Maximum A-Posteriori Algoritma (MAP) yang dihubungkan secara paralel dengan interleaver dan deinterleaver. Gambar 2.1 menunjukkan diagram kotak Turbo Coding secara umum. Gambar 2.1. Diagram Kotak Turbo Coding. Pertama-tama informasi (data) bit dikirim ke penyandi. Pada penyandi, data tersebut akan ditambahkan dengan bit-bit redundan, sedemikian rupa sehingga pendeteksian dan/atau koreksi terhadap galat yang terjadi pada bit-bit data asli nantinya dapat dilakukan. Proses pada penyandi Turbo akan dijelaskan pada subbab berikutnya. Kemudian data dimodulasi, dalam skripsi ini digunakan modulasi BPSK. Data hasil modulasi selanjutnya dikirim melalui kanal yang rentan terhadap gangguan dan masuk pada bagian pengawasandi pada sisi penerima. Peran pengawasandi adalah untuk memperoleh data yang benar, yang mungkin dirusak oleh derau sepanjang kanal yang dilalui dan memutuskan manakah yang bernilai 0 atau 1 untuk tiap bit [2].Semua ini Informasi diterima Informasi dikirim Penyandi Demodulasi Modulasi Pengawasandi Kanal
29
Embed
BAB II DASAR TEORI...6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Turbo Coding Turbo Coding merupakan salah satu channel coding yang memiliki kinerja yang baik dalam mengoreksi galat pada sistem komunikasi.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Turbo Coding
Turbo Coding merupakan salah satu channel coding yang memiliki
kinerja yang baik dalam mengoreksi galat pada sistem komunikasi. Turbo
coding terbagi menjadi dua bagian yaitu penyandi dan pengawasandi. Penyandi
Turbo memanfaatkan dua komponen kode yang dihubungkan secara paralel
dengan interleaver. Pengawasandi Turbo menggunakan dua komponen
Maximum A-Posteriori Algoritma (MAP) yang dihubungkan secara paralel
dengan interleaver dan deinterleaver. Gambar 2.1 menunjukkan diagram kotak
Turbo Coding secara umum.
Gambar 2.1. Diagram Kotak Turbo Coding.
Pertama-tama informasi (data) bit dikirim ke penyandi. Pada penyandi,
data tersebut akan ditambahkan dengan bit-bit redundan, sedemikian rupa
sehingga pendeteksian dan/atau koreksi terhadap galat yang terjadi pada bit-bit
data asli nantinya dapat dilakukan. Proses pada penyandi Turbo akan dijelaskan
pada subbab berikutnya. Kemudian data dimodulasi, dalam skripsi ini
digunakan modulasi BPSK. Data hasil modulasi selanjutnya dikirim melalui
kanal yang rentan terhadap gangguan dan masuk pada bagian pengawasandi
pada sisi penerima. Peran pengawasandi adalah untuk memperoleh data yang
benar, yang mungkin dirusak oleh derau sepanjang kanal yang dilalui dan
memutuskan manakah yang bernilai 0 atau 1 untuk tiap bit [2].Semua ini
Informasi
diterima
Informasi
dikirim
Penyandi
Demodulasi
Modulasi
Pengawasandi
Kanal
7
dilakukan dengan memanfaatkan bit-bit redundan yang didapatkan dari
penyandi.
Proses yang terjadi pada sistem penerima berbeda dengan proses yang
ditunjukkan pada Gambar 1.1. Pada pengawasandi Turbo, data akan langsung
diawasandikan tanpa didemodulasi terlebih dahulu. Hal ini karena
pengawasandi yang digunakan adalah Soft Input Soft Output (SISO), yaitu
pengawasandi menerima dan menghasilkan nilai soft log likelihood ratio (LLR)
[3]. SISO ini tidak hanya menunjukkan apakah sebuah bit bernilai 1 atau 0 tetapi
juga nilai log likelihood ratio yang memberikan probabilitas bahwa sebuah bit
diawasandikan dengan benar. Setelah melalui proses pengawasandi dan sudah
mencapai batas iterasi yang diinginkan, bit-bit tersebut akan didemodulasi dan
menghasilkan bit-bit yang diterima.
Dalam skripsi ini, diteliti tiga macam Turbo Coding yaitu Turbo
Convolutional, Turbo Block dan Turbo Gabungan yang komponen kodenya
terdiri dari satu kode konvolusional dan satu kode blok. Berikut dijelaskan
bagian-bagian dari Turbo Coding secara lebih rinci.
2.2. Penyandi Turbo
Penyandi Turbo berfungsi untuk menambahkan bit redundan atau biasa
disebut parity bit pada bit-bit informasi (data). Parity bit ditambahkan untuk
membantu proses deteksi atau koreksi galat yang terjadi. Penambahan parity bit
tersebut mempunyai cara yang berbeda dalam setiap jenis Turbo tergantung
pada komponen kode yang digunakan. Gambar 2.2 menunjukkan proses yang
terjadi pada penyandi Turbo.
Gambar 2.2. Diagram Kotak Penyandi Turbo [3].
Pada Gambar 2.2 dapat dilihat bahwa data yang dikirim akan melalui
dua komponen kode tergantung jenis Turbo. Pada komponen kode I, data
Interleaver
Komponen
kode I
Puncturing
Komponen
kode II
Data
8
masukan berasal langsung dari data asli yang dikirim, sedangkan komponen
kode II memiliki data masukan yang terlebih dahulu melewati interleaver.
Interleaver pada penyandi Turbo berfungsi untuk mengubah urutan data bit
sehingga data bit yang dipancarkan oleh kedua komponen kode tersebut saling
tak gayut. Idenya adalah menyandikan informasi (data) yang sama dari dua
sudut pandang yang berbeda. Pada Gambar 2.2 terdapat garis putus-putus yang
menghubungkan blok dua komponen kode dengan blok puncturing. Garis ini
menandakan hubungan kedua blok tersebut bersifat optional. Apabila ingin
didapatkan code rate (laju penyandian) yang lebih tinggi, maka blok puncturing
tersebut dapat digunakan.
Untuk penyandi Turbo Convolutional, komponen kode yang digunakan
adalah Recursive Systematic Convolutional (RSC). Untuk penyandi Turbo
Block, komponen kode yang digunakan adalah Bose Chaudhuri Hocqueqhem
(BCH). Untuk Turbo Gabungan, komponen kode I yang digunakan adalah
Recursive Systematic Convolutional (RSC) sedangkan komponen kode II yang
digunakan adalah Bose Chaudhuri Hocqueqhem (BCH).
2.2.1. Kode Recursive Systematic Convolutional (RSC)
Komponen kode yang digunakan pada penyandi Turbo
Convolutional adalah Recursive Systematic Convolutional (RSC). Kode
ini disebut Recursive karena ada keluaran yang diumpanbalikkan dan
disebut sistematik karena terdapat bit masukan yang langsung menjadi
keluaran. Kode Recursive Systematic Convolutional (RSC) yang
digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4.
Gambar 2.3. Kode RSC dengan Blok Delay 2 [4].
u
u
p
B
A D1 D2
9
Gambar 2.4. Kode RSC dengan Blok Delay 3 [5].
Gambar 2.3 menunjukkan kode RSC blok delay 2 dengan
generator polynomial [1 5/7] dan Gambar 2.4 menunjukkan kode RSC
blok delay 3 dengan generator polynomial [1 15/13] [5]. Keduanya
memiliki code rate sebesar 1/2. Code rate merupakan perbandingan
jumlah bit masukan dengan jumlah bit keluaran. Dengan coderate ½
berarti 1 bit masukan menghasilkan 2 bit keluaran. Oleh karena itu,
ketika diterapkan dalam penyandi Turbo Convolutional menjadi seperti
pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Diagram Kotak Penyandi Turbo Convolutional.
Dapat dilihat dari Gambar 2.5, kode RSC yang mulanya memiliki
code rate ½ dihubungkan secara paralel dengan sebuah kode RSC dan
membentuk penyandi Turbo Convolutional dan code rate Turbo
Convolutional menjadi 1/3. Keluaran pertama adalah bit sistematik yang
hanya berasal dari kode RSC I. Hal ini dikarenakan bit data masukan dari
kode RSC I dan II sama walaupun berbeda urutan. Keluaran kedua adalah
u p1
p2
u
Interleaver
Kode RSC I
Puncturing
Kode RSC II
u
p
u
B
A D1
D3
D2
10
parity bit yang dihasilkan kode RSC I dan keluaran ketiga adalah parity
bit yang dihasilkan kode RSC II.
Untuk kode RSC dengan blok delay 2 dan 3, masing-masing
memiliki cara sendiri untuk menghasilkan parity bit tergantung pada
hubungan tiap blok delay. Misal data masukannya adalah 011. Untuk
RSC dengan blok delay 2, pertama-tama semua blok delay berisikan bit
0. Kemudian dimasukkan data pertama yaitu 1 sehingga blok delay
menjadi 10 (S2) dan bit u dan p secara berurutan adalah 11. Data kedua
dimasukkan sehingga blok delay menjadi 01 (S1) dan keluarannya adalah
10 dan seterusnya. Keterangan lebih lanjut untuk jalannya kode RSC
dapat dilihat pada Tabel 2.1. Cara yang sama dilakukan pada RSC
dengan blok delay 3.
Pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 terdapat saklar yang bisa
bergerak ke keadaan A atau B yang kemudian akan menentukan asal dari
bit masukan. Saklar ini digunakan untuk kode RSC yang diterminasi,
maksudnya apabila bit masukan sudah habis, maka state dari shift
register dikembalikan seperti keadaan awal yaitu 00 atau 000. Tidak
seperti kode konvolusional biasanya, karena sifat yang rekursif dari kode
RSC ini maka untuk mendapatkan state tersebut digunakan saklar seperti
pada Gambar 2.3 dan Gambar 2.4. Apabila bit masukan masih ada, maka
saklar berada di atas atau dalam kondisi A. Sedangkan saat bit masukan
habis, maka saklar berada di bawah atau dalam kondisi B dan langsung
menggantikan nilai masukan. Kemudian state akan kembali ke keadaan
nol karena nilai umpan balik di-xorkan dengan nilai umpan balik. Contoh
langkah kode RSC yang diterminasi ditunjukkan pada Tabel 2.1 dengan
shift index 4 dan 5. Penggunaan terminasi diterapkan pada kode RSC I
sedangkan pada kode RSC II tidak diterapkan.
11
Tabel 2.1. Langkah-langkah Kode RSC.
Input queue Shift Index Shift Register Codeword
011 0 00 -
01 1 10 11
0 2 01 10
- 3 10 00
1 4 01 10
1 5 00 11
Kode RSC ini memiliki bit-bit keluaran yang tidak hanya
bergantung pada bit-bit yang sedang diproses namun juga bergantung
pada bit-bit masukan sebelumnya sehingga dibutuhkan sebuah memori
yang diwujudkan dalam bentuk shift register. Karena keluarannya yang
juga bergantung terhadap bit-bit masukan sebelumnya, kode RSC
memiliki cara untuk menentukan bit keluaran yang dibangkitkan dari
deretan bit masukan yang diberikan. Teknik tersebut adalah :
1) diagram pohon;
2) diagram state; atau
3) diagram trellis.
Dari ketiga teknik tersebut, yang digunakan dalam skripsi ini
adalah Diagram Trellis. Diagram Trellis ini menggambarkan keluaran
untuk masing-masing bit masukan. Sebelum membuat diagram Trellis,
terlebih dahulu dibuat tabel present state dan next state untuk
memudahkan pembuatan Diagram Trellis. Garis putus-putus yang
terdapat di diagram Trellis menandakan bahwa bit masukannya adalah 1,
sedangkan garis lurus berarti bit masukannya adalah 0.
Dalam membaca diagram Trellis diperlukan ketelitian dalam
membaca garis karena garis menandakan data masukannya. Jika kode
RSC dengan blok delay 2 dijalankan dengan data masukan 110 sama
seperti contoh sebelumnya. Maka pertama-tama state berada pada S0,
kemudian mengikuti garis putus-putus, state menjadi S2. Setelah itu
mengikuti garis putus-putus lagi dan state menjadi S1 dan begitu
seterusnya.
12
Tabel 2.2. Present State dan Next State dari Kode RSC Blok Delay 2.
Masukan Present State
State Next State
State Out1 (u) Out2(p) D1 D2 D1 D2
0 0 0 S0
0 0 S0 0 0
1 1 0 S2 1 1
0 0 1 S1
1 0 S2 0 0
1 0 0 S0 1 1
0 1 0 S2
1 1 S3 0 1
1 0 1 S1 1 0
0 1 1 S3
0 1 S1 0 1
1 1 1 S3 1 0
…..
Gambar 2.6. Diagram Trellis untuk Kode RSC dengan Blok Delay 2.
t=0 t=1 t=2 t=3 t=4 t=T-4 t=T-3 t=T-2 t=T-1 t=T
S0
S1
S2
S3
S0
S1
S2
S3
S0
S1
S2
S3
S0
S1
S2
S3
S0
S1
S2
S3
S0
S1
S2
S3
S0
S1
S2
S3
S0
S1
S2
S3
S0
S1
S2
S3
S0
S1
S2
S3
13
Tabel 2.3. Present State dan Next State dari Kode RSC Blok Delay 3.
Masukan Present State
State Next State
State Out1 (u) Out2(p) D1 D2 D3 D1 D2 D3
0 0 0 0 S0
0 0 0 S0 0 0
1 1 0 0 S4 1 1
0 0 0 1 S1
1 0 0 S4 0 0
1 0 0 0 S0 1 1
0 0 1 0 S2
1 0 1 S5 0 1
1 0 0 1 S1 1 0
0 0 1 1 S3
0 0 1 S1 0 1
1 1 0 1 S5 1 0
0 1 0 0 S4
0 1 0 S2 0 1
1 1 1 0 S6 1 0
0 1 0 1 S5
1 1 0 S6 0 1
1 0 1 0 S2 1 0
0 1 1 0 S6
1 1 1 S7 0 0
1 0 1 1 S3 1 1
0 1 1 1 S7
0 1 1 S3 0 0
1 1 1 1 S7 1 1
14
….
Gambar 2.7. Diagram Trellis untuk Kode RSC dengan Blok Delay 3.
t=0 t=1 t=2 t=3 t=4 t=T-4 t=T-3 t=T-2 t=T-1 t=T
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
15
2.2.2. Kode Bose Chaudhuri Hocqueqhem(BCH)
Komponen kode yang digunakan pada penyandi Turbo Block
adalah kode BCH (n,k). Kode BCH yang digunakan adalah BCH (7,4)
dan BCH (15,11). Keduanya ditunjukkan pada Gambar 2.8 dan Gambar
2.9.
Gambar 2.8. Kode BCH (7,4) [6].
Gambar 2.9. Kode BCH (15,11).
Kode BCH ini ketika diterapkan dalam penyandi Turbo Block
menjadi seperti pada Gambar 2.10. Kode BCH (7,4) memiliki code rate
sebesar 4/7 dengan generator polynomial 1+x+x3 ketika dihubungkan
secara paralel dengan kode BCH (7,4) lain untuk membentuk penyandi
Turbo Block, maka code rate dari Turbo Block adalah 0,4.
Gambar 2.10. Diagram Kotak Penyandi Turbo Block.
u
Interleaver
Kode BCH I
Puncturing
Kode BCH II
out
Switch 2
in
Switch 1
r0 r1 r2
out
Switch 2
in
Switch 1
r0 r1 r2 r3
16
Kode BCH (15,11) memiliki code rate sebesar 11/15 dengan
generator polynomial 1+x+x4 [6]. Setelah dihubungkan dengan kode
BCH (15,11) lain untuk membentuk penyandi Turbo Block, code rate
Turbo menjadi 0,58. Untuk mendapatkan parity bit pada kode BCH
berbeda dengan kode RSC. Pada kode BCH (7,4) untuk setiap 4 bit yang
dikodekan akan menghasilkan 3 parity bit dan untuk kode BCH (15,11)
untuk setiap 11 bit yang dikodekan akan menghasilkan 4 parity bit.
Selama sejumlah k data bit informasi yang dikirim, saklar 1 selalu
terhubung dan saklar 2 berada di posisi bawah sehingga data bit langsung
disalin dalam codeword. Setelah pergeseran ke-k, saklar 1 terbuka dan
saklar 2 berpindah ke posisi atas. Selama pergeseran n-k terakhir, shift
register kembali dibuat ke keadaan awal yaitu 000 atau 0000 dengan
menambahkan bit masukan 0 sehingga menghasilkan parity bit yang akan
digabungkan dalam codeword. Keterangan lebih lanjut untuk jalannya
kode BCH (7,4) dapat dilihat pada Tabel 2.4, dengan memisalkan data
masukan adalah 1011.
Tabel 2.4. Langkah – langkah Kode BCH (7,4) [7].
Input queue Shift Index Shift Register Codeword
1011 0 000 -------
101 1 110 ------1
10 2 101 ----11
1 3 100 ---011
- 4 100 --1011
- 5 010 -01011
- 6 001 001011
- 7 000 1001011
Dapat dilihat dari Tabel 2.4, proses penyandian selalu diawali
dan diakhiri dengan state 000. Untuk pergeseran k pertama, dalam hal ini
adalah 4 pergeseran, data masukan langsung disalin menjadi bagian
codeword. Kemudian, sisanya dihasilkan parity bit yang kemudian
digabungkan dengan codeword sebelumnya. Pada BCH (7,4) dihasilkan
17
23 state dan 24 state pada kode BCH (15,11). Sama halnya dengan kode
RSC, untuk memudahkan dalam melihat pergantian state yang terjadi,
terlebih dahulu bisa dibuat tabel present dan next state yang kemudian
digambarkan dalam diagram Trellis. Garis putus-putus yang terdapat
pada diagram Trellis menandakan bahwa bit masukannya adalah 1,
sedangkan garis lurus berarti bit masukannya adalah 0.
Jika kode BCH (7,4) dijalankan dengan data masukan 1011 sama
seperti contoh sebelumnya. Maka pertama-tama state berada pada S0,
kemudian mengikuti garis putus-putus, state menjadi S6. Setelah itu
mengikuti garis putus-putus lagi dan state menjadi S5 dan begitu
seterusnya.
Diagram Trellis BCH (15, 11) dapat digambar dengan ketentuan
dari Present State dan Next State yang terdapat pada Tabel 2.6. Karena
kerumitannya, diagram Trellis tidak bisa digambar di sini. Cara
penggambarannya sama seperti diagram Trellis yang sebelumnya.
18
Tabel 2.5. Present State dan Next State dari Kode BCH (7,4).
Masukan Present State
State Next State
State Out Par r0 r1 r2 r0 r1 r2
0 0 0 0 S0
0 0 0 S0 0 0
1 1 1 0 S6 1
0 0 0 1 S1
1 1 0 S6 0 1
1 0 0 0 S0 1
0 0 1 0 S2
0 0 1 S1 0 0
1 1 1 1 S7 1
0 0 1 1 S3
1 1 1 S7 0 1
1 0 0 1 S1 1
0 1 0 0 S4
0 1 0 S2 0 0
1 1 0 0 S4 1
0 1 0 1 S5
1 0 0 S4 0 1
1 0 1 0 S2 1
0 1 1 0 S6
0 1 1 S3 0 0
1 1 0 1 S5 1
0 1 1 1 S7
1 0 1 S5 0 1
1 0 1 1 S3 1
19
…..
Gambar 2.11. Diagram Trellis Kode BCH (7,4).
t=0 t=1 t=2 t=3 t=4 t=T-4 t=T-3 t=T-2 t=T-1 t=T
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S0
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
20
Tabel 2.6. Present State dan Next State dari Kode BCH (15,11).
Masukan Present State
State Next State
State Out Par r0 r1 r2 r3 r0 r1 r2 r3
0 0 0 0 0 S0
0 0 0 0 S0 0 0
1 1 1 0 0 S12 1
0 0 0 0 1 S1
1 1 0 0 S12 0 1
1 0 0 0 0 S0 1
0 0 0 1 0 S2
0 0 0 1 S1 0 0
1 1 1 0 1 S13 1
0 0 0 1 1 S3
1 1 0 1 S13 0 1
1 0 0 0 1 S1 1
0 0 1 0 0 S4
0 0 1 0 S2 0 0
1 1 1 1 0 S14 1
0 0 1 0 1 S5
1 1 1 0 S14 0 1
1 0 0 1 0 S2 1
0 0 1 1 0 S6
0 0 1 1 S3 0 0
1 1 1 1 1 S15 1
0 0 1 1 1 S7
1 1 1 1 S15 0 1
1 0 0 1 1 S3 1
0 1 0 0 0 S8
0 1 0 0 S4 0 0
1 1 0 0 0 S8 1
21
Lanjutan Tabel 2.6.
Masukan Present State
State Next State
State Out Par r0 r1 r2 r3 r0 r1 r2 r3
0 1 0 0 1 S9
1 0 0 0 S8 0 1
1 0 1 0 0 S4 1
0 1 0 1 0 S10
0 1 0 1 S5 0 0
1 1 0 0 1 S9 1
0 1 0 1 1 S11
1 0 0 1 S9 0 1
1 0 1 0 1 S5 1
0 1 1 0 0 S12
0 1 1 0 S6 0 0
1 1 0 1 0 S10 1
0 1 1 0 1 S13
1 0 1 0 S10 0 1
1 0 1 1 0 S6 1
0 1 1 1 0 S14
0 1 1 1 S7 0 0
1 1 0 1 1 S11 1
0 1 1 1 1 S15
1 0 1 1 S11 0 1
1 0 1 1 1 S7 1
22
2.2.3. Penyandi Turbo Gabungan
Pada penyandi Turbo Gabungan, komponen kode yang digunakan
adalah kode RSC dengan blok delay 2 dan kode BCH (7,4). Kedua kode
ini dipilih berdasarkan waktu komputasi yang paling cepat untuk masing-
masing Turbo. Cara kerja masing-masing kode sama seperti yang
dijelaskan sebelumnya. Ketika kedua kode tersebut digabungkan akan
menjadi seperti pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Diagram Kotak Penyandi Turbo Gabungan.
Penyandi Turbo Gabungan memiliki code rate sebesar 4/11
dengan setiap 4 bit data masukan akan menghasilkan 11 bit keluaran.
Diagram Trellis yang digunakan untuk kode RSC blok delay 2 sama
seperti pada Gambar 2.6 dan untuk kode BCH (7,4) sama seperti pada
Gambar 2.11.
2.2.4. Laju Penyandian (Code Rate)
Jika komponen kode pertama memiliki masukan k1 bit per transisi
state dengan laju r1=k1/n1, maka komponen kode tersebut akan
menghasilkan n1-k1 parity bit untuk setiap transisi state. Jika komponen
kode kedua dengan masukan k2 bit per transisi state dengan laju r2=k2/n2,
maka komponen kode tersebut akan menghasilkan n2-k2 parity bit untuk
tiap transisi state. Jumlah data masukan adalah sama untuk setiap
komponen kode, k1=k2=k, sehingga laju penyandian kode Turbo ini
menjadi [4] :
𝑟 =𝑘
𝑘 + (𝑛1 − 𝑘) + (𝑛2 − 𝑘)=
𝑘
𝑛1 + 𝑛2 − 𝑘
𝑟 =𝑘
𝑘𝑟1
+𝑘𝑟2
− 𝑘=
𝑟1𝑟2
𝑟1 + 𝑟2 − 𝑟1𝑟2 (2.1)
u p1
p2
u
Interleaver
Kode RSC
Puncturing
Kode BCH
23
dengan :
k1 = k2 = k = jumlah data masukan pada komponen kode;
n1-k1 = jumlah parity bit pada komponen kode pertama;
n2-k2 = jumlah parity bit pada komponen kode kedua;
r1= laju penyandian komponen kode pertama; dan
r2 = laju penyandian komponen kode kedua.
2.2.5. Interleaver
Dalam sistem komunikasi, interleaver berfungsi untuk mengubah
urutan data dengan aturan tertentu. Interleaver dapat mengatasi burst
error atau ledakan galat dengan mengubahnya menjadi random error.
Dengan demikian, interleaver menjadi cara yang efektif untuk
menghindari rentetan kesalahan data yang panjang. Dalam kode Turbo
ini, interleaver dimanfaatkan untuk memastikan parity bit yang
dihasilkan oleh penyandi kedua berbeda dengan parity bit yang
dihasilkan oleh penyandi pertama. Dengan begitu, pengawasandi Turbo
memiliki dua kelompok parity bit yang tidak saling bergantung dan
tentunya akan meningkatkan kinerja.
Jenis interleaver yang digunakan adalah block interleaver. Proses
interleaving dan de-interleaving yang dilakukan digambarkan sebagai