Top Banner
BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art State of The Art merupakan pencapaian tertinggi dari sebuah proses pengembangan sebuah penelitian. Perencanaan Penempatan eNode B 4G LTE 1800 MHz pada BTS Existing di Kota Denpasar Menggunakan Metode Fuzzy C-Means dan Harmony Search belum ada yang melakukan penelitian ini. Berikut ada beberapa penelitian tentang beberapa metode optimasi pada jaringan mobile telekomunikasi. Penelitiain pertama pada tahun 2010, Fabio Garzia, Cristian Perna, dan Roberto Cusani melakukan penelitian mengenai optimasi perencanaan jaringan UMTS (Universal Mobile Telecommunications System) yang berjudul Optmization of UMTS Network Planning Using Genetic Algorithms”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan metode berbasis Algoritma Genetika untuk mengatasi masalah cakupan optimasi dan kapasitas sistem UMTS, dengan memperhitungkan kondisi-kondisi yang sesuai dengan yang ada di lapangan. Persoalan optimasi frekwensi menjadi sangat penting untuk dibahas dalam dunia telekomunikasi dikarenakan perkembangan pengguna (user) yang sangat cepat sehingga perlu dilakukan sebuah perencanaan jaringan yang mampu mengatasi masalah ini. Dalam penelitian ini terdapat parameter yang sangat berpengaruh yaitu signal interference ratio (SIR), yaitu perbandingan antara daya signal asli dengan sinyal carrier atau dapat dikatakan jumlah pengguna aktif yang
50

BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

May 07, 2018

Download

Documents

ngomien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

1

BAB II

DASAR TEORI

2.1 State of The Art

State of The Art merupakan pencapaian tertinggi dari sebuah proses

pengembangan sebuah penelitian. Perencanaan Penempatan eNode B 4G LTE 1800

MHz pada BTS Existing di Kota Denpasar Menggunakan Metode Fuzzy C-Means

dan Harmony Search belum ada yang melakukan penelitian ini. Berikut ada

beberapa penelitian tentang beberapa metode optimasi pada jaringan mobile

telekomunikasi.

Penelitiain pertama pada tahun 2010, Fabio Garzia, Cristian Perna, dan

Roberto Cusani melakukan penelitian mengenai optimasi perencanaan jaringan

UMTS (Universal Mobile Telecommunications System) yang berjudul

“Optmization of UMTS Network Planning Using Genetic Algorithms”. Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan metode berbasis Algoritma

Genetika untuk mengatasi masalah cakupan optimasi dan kapasitas sistem UMTS,

dengan memperhitungkan kondisi-kondisi yang sesuai dengan yang ada di

lapangan. Persoalan optimasi frekwensi menjadi sangat penting untuk dibahas

dalam dunia telekomunikasi dikarenakan perkembangan pengguna (user) yang

sangat cepat sehingga perlu dilakukan sebuah perencanaan jaringan yang mampu

mengatasi masalah ini. Dalam penelitian ini terdapat parameter yang sangat

berpengaruh yaitu signal – interference ratio (SIR), yaitu perbandingan antara daya

signal asli dengan sinyal carrier atau dapat dikatakan jumlah pengguna aktif yang

Page 2: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

2

terdapat pada suatu wilayah dalam satu sinyal carrier. Hasil menunjukkan bahwa

Algoritma Genetika meghasilkan hasil optimasi yang berkualitas tinggi, yang

mampu meningkatkan kinerja dengan ketepatan input data. Dari hasil penelitian itu

didapatkan persentase hasil coverage mencapai 98% sedangkan persentase

kapasitas mencapai 99%. Waktu perhitungan juga cukup singkat, karena

kebanyakan dari solusi yang baik diperoleh setelah sekitar 200 - 1.000 generasi dari

Lagoritma Genetika sebagai fungsi dari situasi yang dipertimbangkan. Pada

penelitian ini tidak memperhitungkan kondisi wilayah secara matematis sehingga

hasil perhitungan Algoritma Genetika bisa lebih maksimal sesuai dengan kondisi

kenyataan. Kemudian akan lebih maksimal jika ditambahkan perhitungan OBQ

(Offered Bit Quantity) yaitu total bit throughput per km2 pada jam sibuk.

Penelitian kedua pada tahun 2012, Elok Nur Hamdana, Sholeh Hadi

Pramono, dan Erfan Achmad Dahlan melakukan penelitian mengenai Optimasi

BTS yang berjudul “Optimasi Perencanaan Jaringan UMTS pada Node B

Menggunakan Probabilistik Monte Carlo”, dan dalam publikasinya dijelaskan

bahwa optimasi jaringan sangat perlu dilakukan untuk membangun suatu jaringan

telekomunikasi agar mampu melayani pelanggan dengan kualitas yang baik, dan

nilai investasi yang ditanamkan bisa optimal. Maksud dari nilai investasi yang

optimal adalah dengan biaya seminal mungkin mampu menghasilkan kualitas yang

baik dengan kata lain memaksimalkan jumlah node B untuk menghasilkan

pelayanan kepada pelanggan dengan kualitas yang baik. Pada penelitian ini

dilakukan optimasi penentuan lokasi Node B yang akan digunakan pada salah satu

operator yang ada di kota Malang. Metode yang digunakan untuk menentukan

Page 3: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

3

optimasi ini adalah probabilistik Monte Carlo. Simulasi Monte Carlo merupakan

sebuah simulasi probabilistik dimana solusi dari suatu maslah diberikan

berdasarkan proses acak (random). Tahapan proses penelitian ini adalah

pendimensian jaringan dimana proses ini menentukan jumlah penduduk yang

berpotensi sebagai pengguna jaringan UMTS pada tahun 2012. Kemudian

dilanjutkan dengan perencanaan kapasitas dan coverage mengenai BTS yang akan

digunakan. Tipe BTS yang akan digunakan mencakup besarnya kapasitas kanal

yang mampu ditampung. Terakhir adalah melakukan pengoptimasian jaringan

dimana proses optimasi dibagi menjadi 2 yaitu optimasi demand serta tipe Node-B,

dan Optimasi menentukan lokasi dari Node-B. Hasil optimasi yang didapat dari

penelitian ini adalah dari 25 BTS existing didapatkan 15 site terpilih untuk

memenuhi coverage layanan. Untuk menentukan kapasitas kanal yang dibutuhkan

pada masing-masing Node B tersebut dilakukan random yang memprediksi jumlah

pelanggan yang masuk dalam wilayah perencanaan jaringan. Pada penelitian ini

digunakan metode perhitungan link budget model Hatta Cost 231. Metode

perhitungan link budget tersebut memiliki kelemahan dimana tidak

memperhitungakan secara detail parameter-parameter seperti tinggi bangunan

pengahalang, sudut antara pemancar dan penerima, kemudian tidak

memperhitungakan jika user dalam keadaan bergerak. Akan lebih maksimal jika

metode perhitungan link budget nya menggunakan metode Welfisch Ikegami,

dimana metode ini memperhitungkan tinggi bangunan, sudut antara pemancar dan

penerima, dan pergerakan user juga diperhitungkan.

Page 4: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

4

Penelitan ketiga di tahun yang sama yaitu di tahun 2012, M. Fajrul Hakim,

Wiwik Angraeni, Apol Pribadi melakukan sebuah penelitian mengenai optimasi

BTS dengan hasil penelitiannya yang berjudul “ Optimasi Perencenaan Jumlah

Base Transceiver Station (BTS) dan Kapasitas Trafik BTS Menggunakan

Pendekatan Goal Programming pada Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis

GSM”. Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Goal Programming

untuk melakukan optimasi julah BTS dan kapasitas trafik BTS. Metode Goal

Programming merupakan sebuah metode yang digunakan dalam pengambilan

keputusan untuk mencapai tujuan-tujuan yang bertentangan di dalam batasan-

batasan yang kompleks dalam sebuah perencanaan. Penelitian ini akan menentukan

kapastias trafik yang bisa menampung semua permintaan trafik dari pengguna

telepon seluler dan menentukan kapasitas total trafik BTS yang tidak melebihi total

kapasitas yang dimiliki masing-masing BTS. Setelah dilakukan optimasi, Terdapat

sisa sektor BTS yang tidak digunakan untuk melayani permintaan trafik. Pada tahun

1 terdapat 166 sektor BTS, tahun 2 terdapat 134 sektor BTS, tahun 3 terdapat 96

sektor BTS, tahun 4 terdapat 58 sektor BTS, dan tahun 5 terdapat 22 sektor BTS.

Pada tahun ke-6 sampai tahun ke-10 kapasitas trafik yang tersedia sudah tidak

mencukupi permintaan trafik. Pada tahun 6 dan 7 terdapat kekurangan 29 sektor

BTS, tahun 8 terdapat kekurangan 62 sektor BTS, dan pada tahun 9 dan 10 terdapat

kekurangan 93 sektor BTS. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas, jumlah

permintaan trafik tergolong parameter yang sensitif. Jika permintaan berubah, maka

nilai dari fungsi tujuan dan solusi optimal akan ikut berubah. Kelemahan dari

penelitian ini adalah tidak memperhitungkan kondisi wilayah yang dijadikan lokasi

Page 5: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

5

penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan

menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage yang

didapat sesuai dengan kenyataan (real) di lapangan. Metode goal programming

memilik kelemahan yaitu tidak bisa menentukan priotas-prioritas dan kriteria-

kriteria pengambilan keputusan sehingga perlu dipadukan dengan metode yang

lainnya agar memperolah hasil yang lebih maksimal.

Penelitian keempat di tahun 2013, Satvir Singh dan Kulvinder Kaur

melakukan sebuah penelitian mengenai optimasi BTS menggunakan metode ABC

(Artificial Bee Colony) dengan judul penelitian “ Base Station localization using

Artificial Bee Colony Algorithm”. Berbeda dengan penelitian – penelitian yang

telah dilakukan, pada penelitian ini menggunakan metode ABC (Artificial Bee

Colony) yaitu sebuah metode optimasi yang diadopsi dari sifat kawanan hewan

seperti semut, rayap, lebah, dan yang lainnya dalam mencari rute terdekat dalam

mencari makanan. Dalam penelitiannya ini menggunakan beberapa parameters

untuk menghitung path loss diantara nya transmit power 500 mW, frequency 850

MHz dan Tinggi antena Base Station berkisar 20 – 200 m. Adapun tujuan dari

penelitian ini adalah memperkenalkan sebuah metode baru dalam melakukan

sebuah optimasi berdasarkan teori segerombolan lebah (Artificial Bee Colony).

Pendekatan ini memungkinkan untuk secara efisien menentukan lokasi yang

optimal dari BTS, menghindari pencarian secara menyeluruh yang memakan waktu

yang lama. Hasil menunjukkan bahwa pendekatan ABC efektif dan kuat untuk

masalah cakupan efisien lokasi BTS dan dianggap memberikan hampir solusi

optimal dalam wireless jaringan komunikasi. Metode ABC jika dibandingkan

Page 6: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

6

dengan algoritma lain yaitu sangat sederhana dan fleksibel. Namun, jika dimensi

masalah meningkat, pertukaran informasi masih terbatas pada satu dimensi.

Kemudian persekitaran dan dimensi dipilih secara acak, sehingga sumber makanan

dengan fitness yang lebih tinggi memungkinkan untuk tidak dipilih. Sehingga perlu

dicari solusi agar penggunaan algoritma ABC (Artificial Bee Colony) dapat

menghasilkan optimasi yang maksimal.

Penelitian kelima pada tahun 2013, Pancawati Dessy Aryanti, Sholeh Hadi

Pramono, dan Onny Setyawati melakukan penelitian mengenai optimasi

penempatan BTS dengan judul penelitian “Optimasi Penempatan Node B

UMTS900 pada BTS Existing Menggunakan Algoritma Genetika”. Penelitian

ini mengambil lokasi di Malang dengan menggunakan 46 BTS eksisting sebagai

sample. Penelitian ini melakukan sebuah optimasi BTS hanya saja penulis disini

menggunakan metode yang berbeda yaitu metode Algoritma Genetika untuk

melakukan optimasi. Pada penelitian ini untuk perhitungan link budget

menggunakan metode welfisch – ikegami, dimana metode memperhitungakan lebih

detail parameter-parameter seperti tinggi bangunan pengahalang, sudut antara

pemancar dan penerima, kemudian tidak memperhitungakan jika user dalam

keadaan bergerak. Sehingga hasil yang didapat dari penelitian ini lebih menyerupai

kenyataan (real). Kemudian dalam penelitian ini juga memperhitungkan nilai OBQ

(Offered Bit Quantity) yaitu total bit throughput per km2 pada jam sibuk. OBQ

selama jam sibuk untuk suatu area tertentu dihitung berdasarkan beberapa asumsi,

yaitu penetrasi user, durasi panggailan efektif, Busy Hour Call Attempt (BHCA),

dan bandwidth dari layanan. Performansi penempatan Node B ditentukan oleh daya

Page 7: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

7

cakup wilayah (coverage area) yang dihasilkan, yaitu sebesar 35% dan tingkat

layanan trafik sebesar 61%. Tingkat optimasi yang didapatkan rendah disebabkan

karena persebaran BTS exixting tidak merata di seluruh wilayah obyek penelitian,

dan distribusi penduduk yang dibangkitkan tersebar merata di seluruh wilayah,

sedangkan pada kenyataannya distribusi penduduk lebih banyak berada di pusat

kota. Algoritma Genetika merupakan metode yang sudah sangat sering digunakan

untuk melakukan optimasi jaringan seluler, sehingga perlu dicoba menggunakan

metode yang lain untuk melakukan optimasi.

Penelitian keenam pada tahun 2013, A. O. Onim, P. K. Kihato, dan S.

Musyoki menerbitkan hasil penelitian yang berjudul ”Optimization of Base Station

Location in 3G Networks using Mads and Fuzzy C-means”. Penelitian ini

menggunakan metode Fuzzy C-Means sebagai metode untuk menentukan peletakan

BTS yang tepat berdasarkan jumlah populasi pada suatu daerah. Kemudian hasil

penempatan tersebut akan dioptimasi menggunakan metode Mesh Adaptive Direct

Search (MADS). Hasil dari penelitian ini adalah dari 1000 MS yang dijadikan

sample, jumlah BTS yang dirasa cukup untuk mencover adalah 34 BTS dengan

jangkauan masing-masing BTS 1,5 km.

Penelitian ketujuh pada tahun 2014, I Gede Putu Bagus Primadasa,

mahasiswa Teknik Elektro Universitas Udayana melakukan penelitian mengenai

perencanaan “Coverage jaringan LTE (Long Term Evolution) pada frekuensi

1900 MHz di wilayah kota Denpasar dengan memperhitungkan Offered Bit

Quantity (OBQ)”. Dalam penelitian ini diasumsikan semua BTS 3G eksisting akan

dipasang perangkat 4G. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan dimana coverage

Page 8: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

8

4G di kota Denpasar berdasarkan perhitungan link budget dan Offered Bit Quantity

(OBQ) sudah memenuhi wilayah kota Denpasar. Namun realitanya jaringan 4G

LTE dialokasikan menggunakan frkwensi 1800 MHz (Dirjen SDPPI, 2014),

sehingga perlu dilakukan perhitungan ulang mengenai link budget dari jaringan 4G

di kota Denpasar. Kemudian untuk kondisi saat ini masyarakat belum terlalu

banyak menggunakan jaringan ini, sehingga dalam penelitian ini akan mengkaji

tentang jumlah BTS yang diperlukan hingga 5 tahun kedepan.

Penelitian kedelapan pada tahun 2015, Muthmainnah dan Achmad

Mauludiyanto menerbitkan hasil penelitian mengenai optimasi penempatan BTS

dengan judul “Optimasi Penempatan Lokasi Potensial Menara Baru Bersama

pada Sistem Telekomunikasi Seluler dengan Menggunakan Fuzzy Clustering

di Daerah Sidoarjo”. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian keenam,

dimana pada peneletian ini menggunakan metode clustering Fuzzy C-Means untuk

menentukan posisi BTS yang tepat sesuai dengan jumlah penduduk, luas wilayah,

dan kebutuhan menara di tahun 2019. Kemudian dioptimasi menggunakan metode

Harmony Search. Dari hasil perencanaan kebutuhan menara baru bersama

telekomunikasi untuk tahun 2019, khusus untuk optimasi layangan jaringan 3G

dibutuhkan penambahan BTS sebanyak 359 BTS dengan kebutuhan menara baru

bersama sebanyak 97 menara. Dimana setiap zona mampu mengcover 2 menara

baru sekaligus, jadi 97 titik menara baru dapat diwakili dengan menggunakan 49

zona. Untuk layanan coverage zona biru (zona menara baru) di Kabupaten Sidoarjo

berada dalam range radius antara (500 – 800) m dengan ketinggian menara antara

(25 – 50) m. Metode yang digunakan dalam penelitian ini sangat tepat digunakan

Page 9: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

9

untuk sebuah optimasi dan perencanaan jumlah BTS kedepan untuk jaringan 3G

UMTS. Namun untuk penambahan jumlah BTS kedepan untuk jaringan 3G dirasa

kurang tepat karena sudah ada generasi jaringan yang terbaru yaitu generasi

keempat 4G LTE. Penelitian ini sangat menarik jika metode yang digunakan dalam

pnelitian ini diterapkan dalam jaringan 4G LTE untuk mengembangkan

infrastrukturnya di Indonesia.

Page 10: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

10

Tabel 2.1 State Of The Art Review

Jurnal Judul Variabel dan indikator penelitian

Metode Jaringan

1 Fabio Garzia, Cristina

Perna, Roberto Cusani

Optimization of UMTS Network Planning Using

Genetic Algorithms Genetic Algorithms UMTS

2

Elok Nur Hamdana, Sholeh

Hadi Pramono, dan Erfan

Achmad Dahlan

Optimasi Perencanaan Jaringan UMTS pada Node B

Menggunakan Probabilistik Monte Carlo Monte Carlo UMTS

3

M. Fajrul Hakim, Wiwik

Anggraeni dan Apol

Pribadi

Optimasi Perencenaan Jumlah Base Transceiver

Station (BTS) dan Kapasitas Trafik BTS

Menggunakan Pendekatan Goal Programming pada

Sistem Telekomunikasi Seluler Berbasis GSM

Goal Programming GSM

4

Pancawati Dessy Aryanti,

Sholeh Hadi Pramono, dan

Onny Setyawati

Optimasi Penempatan Node B UMTS900 pada BTS

Existing Menggunakan Algoritma Genetika Algoritma Genetika UMTS900

5 Satvir Singh dan Kulvinder

Kaur

Base Station Localization using Artificial Bee

Algorithm colony

Artificial Bee

Algorithm colony

Page 11: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

11

Tabel 2.2 State Of The Art Review (2)

6 A. O. Onim, P. K. Kihato,

dan S. Musyoki

Optimization of Base Station Location in 3G Networks

using Mads and Fuzzy C-means

Mads and Fuzzy C-

means UMTS

7 Muthmainnah dan Achmad

Mauludiyanto

Optimasi Penempatan Lokasi Potensial Menara Baru

Bersama pada Sistem Telekomunikasi Seluler dengan

Menggunakan Fuzzy Clustering di Daerah Sidoarjo

Fuzzy C-means dan

Harmony Search UMTS

8 I Gede Putu Bagus

Primadasa

Coverage jaringan LTE (Long Term Evolution) pada

frekuensi 1900 MHz di wilayah kota Denpasar dengan

memperhitungkan Offered Bit Quantity (OBQ)

Offered Bit Quantity

(OBQ) LTE

9 Penelitian ini

Perencanaan Penempatan E-Node B 4G LTE 1800

MHz pada BTS Existing di Kota Denpasar

Menggunakan Metode Fuzzy C-Means dan Harmony

Serach

Fuzzy C-means dan

Harmony Search LTE

Page 12: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

12

2.2 Long Term Evolution (LTE)

Long Term Evolution (LTE) merupakan generasi teknologi komunikasi

selular ke empat, yaitu sebuah standar teknologi komunikasi data nirkabel yang

merupakan lanjutan dari teknologi standar GSM (Global System for Mobile

Communication)/UMTS (Universal Mobile Telephone Standard). Yang mana pada

teknologi LTE terjadi peningkatan kapasitas dengan penggunaan teknologi

modulasinya. LTE merupakan standar teknologi komunikasi yang dikembangkan

oleh 3GPP (3rd Generation Partnership Project) yang berfungsi mengatasi

peningkatan permintaan akan kebutuhan layanan komunikasi dengan kecepatan

data yang tinggi dan spektrum yang lebih luas. LTE merupakan teknologi seluler

yang mampu mendukung aplikasi data, voice dan video. Kecepatan data transfer

pada downlink sebesar 100 Mbps dan uplink 50 Mbps, coverage yang diberikan

pada sistem LTE lebih besar dengan kapasitas yang lebih besar sehingga bisa

mengurangi biaya operasional dan penggunaan multiple antena.

Komunikasi seluler LTE merupakan komunikasi dua arah yaitu dengan

menggunkan teknik multiple acces, dimana multiple access merupakan suatu titik

yang dapat dapat diakses oleh beberapa titik yang lain yang saling berjauhan dan

tidak saling mengganggu satu sama lain. Multiple access pada LTE berbeda antara

downlink dan uplink, downlink menggunakan teknik Orthogonal Frequency

Division Multiple Access (OFDMA) sedangkan untuk sisi uplink menggunakan

teknik Single Carier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA) dan LTE

bisa diterapkan pada frekuensi 700 MHz, 800 MHz, 1800 MHz, 2100 MHz, 2600

MHz. (Usman,U.K, dkk, 2011)

Page 13: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

13

2.2.1 Teknologi Akses LTE

LTE memiliki beberapa teknologi akses dalam downlink dan uplink yang

berbeda, pada arah downlink adalah arah dari eNode B ke UE dengan menggunakan

OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access). Arah uplink

merupakan arah dari UE ke eNode B dengan menggunakan SC-FDMA (Single

Carrier Frequency Division Multiple Access) dan juga menggunakan MIMO

sebagai sistem multiple antena. (Usman,U.K, dkk, 2011)

1. OFDMA (Orthogonal Frequency Division Multiple Access)

OFDMA merupakan teknik multiple access, yang merupakan

penggabungan antara OFDM (Orthogonal Frequency Division

Multiplexing) dan CDMA (Code Division Multiplexing). Jika pada OFDM

alokasi subcarrier di manfaatkan oleh satu user, namun pada OFDMA,

subcarrier yang ada di bagi-bagi kepada sejumlah user. Hal ini

menyebabkan kanal dapat digunakan oleh sejumlah user pada waktu yang

sama. Pada kanal downlink OFDMA, setiap user akan menerima satu sinyal

yang sama dari Base Station. Akan tetapi, sinyal yang sampai pada satu user

akan mengalami perubahan akibat fading selama berpropagasi. Dan

karakteristik fading ini akan berbeda antara satu user dengan user yang

lainnya, karena pada komunikasi mobile umumnya user berada pada lokasi

yang berbeda. Kelebihan dari teknik OFDMA ini adalah dapat

menghilangkan ISI (Inter Symbol Interference) dengan penggunaan guard

time yang lebih panjang dari nilai delay spread dan dapat mengurangi ICI

(Inter Carrier Interference) dengan penambahan cyclic prefix pada tiap

Page 14: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

14

symbol OFDM, mampu memberikan data rate yang tinggi sehingga

mendukung aplikasi multimedia.

Gambar 2.1 Orthogonal Frequency Division Multiple Access (Usman,U.K, dkk, 2011)

Pada gambar diatas terdapat terdapat tiga jenis subcarrier pada OFDM,

yaitu:

1) Data Subcarrier yang digunakan untuk transmisi data

2) Pilot Subcarrier untuk estimasi dan sinkronisasi

3) Null Subcarrier yang digunakan untuk guard band

2. SC-FDMA (Single Carrier Frequency Division Multiple Access)

Sistem SC-FDMA (Single Carrier Frequency Division Multiple Access)

merupakan teknik multiple access single carrier yang dianggap sebagai

sistem OFDMA yang ditambahkan dengan operasi DFT, dimana simbol

data dalam domain waktu ditransformasikan ke domain frekuensi dengan

menggunakan operasi DFT (Discrete Fourier Transform). SC-FDMA

dipilih karena memiliki nilai PAPR (Peak Average Power Ratio) yang kecil

sehingga dapat meningkatkan cakupan dan kinerja cell-edge. Setiap user

ditempatkan pada subcarrier yang berbeda dalam domain frekuensi dan

Page 15: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

15

transmitter SC-FDMA mengkonversi input sinyal biner menjadi

serangkaian modulasi subcarrier.

3. MIMO (Multiple Input Multiple Output)

MIMO merupakan sistem multiple antena yang digunakan pada teknologi

LTE untuk mendukung kecepatan dalam pengiriman data dan peningkatan

kualitas. Penggunaan beberapa tipe sistem MIMO yang didukung oleh

teknologi LTE ada tiga, yaitu: (Usman,U.K, dkk, 2011)

- MIMO 2x2 : merupakan sistem multiple antena yang mendukung

dua antena transmitter dan dua antena receiver

- MIMO 2x4 : merupakan sistem multiple antena yang mendukung

adanya dua antena transmitter dan empat antena receiver

- MIMO 4x4 : merupakan sistem multiple antena yang mendukung

adanya empat antena transmitter dan empat antena receiver

Teknologi MIMO merupakan sistem yang dapat mengirimkan informasi

yang sama dari dua pemancar atau lebih kepada user, dibandingkan dengan

sistem tunggal, penggunaan MIMO dapat mengurangi informasi yang

hilang pada saat proses pengiriman berlangsung. Selain itu pada MIMO juga

terdapat teknologi yang mampu mengurangi gangguan interferensi dengan

mengarahkan radio link pada penggunaan spesifik. MIMO juga bisa

meningkatkan throughput karena adanya Spatial Division Multiplexing

(SDM) yang berfungsi men-spasial multiplex stream data dan kemudian

mentransfer secara bersamaan dalam satu saluran bandwidth.

Page 16: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

16

Gambar 2.2 MIMO (Anonim, 2010)

2.2.2 Arsitektur LTE (Long term Evolution)

Arsitektur LTE dikenal dengan EPS (Evolved Packet System), dalam

arsitektur LTE dibagi menjadi 2 yaitu radio access dan core network.

Yang mana radio access pada LTE disebut E-UTRAN (Evolved UMTS

Terresterial Access Network) yang berfungsi dalam modulasi dan handover.

Sedangkan pada core network LTE yang disebut EPC (Evolved Packet Core) yang

berfungsi dalam charging dan mobility management. (Usman,U.K, dkk, 2011)

1. UE (User Equipment)

Merupakan perangkat yang digunakan pada saat berkomunikasi yang

mana perangkat ini dapat berupa smart phone. UE terdiri dari USIM

(Universal Subscriber Identity Module) yang berfungsi sebagai tempat

aplikasi card dan digunakan sebagai identifikasi dan authentikasi user,

juga sebagai pelindung interface transmisi radio.

Page 17: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

17

2. eNode B (Evolved Node B)

eNode B adalah base station yang berfungsi pengontrol semua fungsi

yang berhubungan dengan radio, yaitu sebagai jembatan antara UE dan

EPC (Evolved Packet Core). eNode B juga berfungsi untuk mengontrol

pemakaian interface radio, mengontrol dan menganalisis sinyal level

yang terdapat pada UE (User Equipment), mengontrol proses pada saat

UE mengalami handover antar sel.

3. MME (Mobility Managemen Entity)

Mobility Management Entity (MME) adalah elemen kontrol pada EPC

(Evolved Packet Core), fungsi-fungsi MME (Mobility Management

Entity) pada arsitektur jaringan LTE adalah :

- Authentication dan Security berfungsi untuk meng-authentikasi UE

(User Equipment) pada saat UE pertama kali melakukan registrasi

ke jaringan. Peng-authentikasian diperlukan untuk menjamin

adanya permintaan UE, ini dilakukan untuk melindungi rahasia UE

dan menghindari komunikasi dari penyadapan orang yang tidak

memiliki wewenang.

- Mobility Managemen berfungsi untuk menjaga jalur lokasi untuk

semua UE (User Equipment) yang berada pada service area dengan

menjaga jalur lokasi UE sampai eNode B, mengontrol jalur

berdasarkan aktivitas UE, mengontrol proses handover yang terjadi

antara UE dan eNode B.

Page 18: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

18

- Managing Subcription Profile dan Service Connectivity berfungsi

untuk mendapatkan kembali profil pelanggan pada saat UE

melakukan registrasi ke jaringan dan mengirimkan paket data

network kepada UE (User Equipment).

4. S-GW (Serving Gateway)

S-GW (Serving Gateway) berfungsi sebagai pusat operasional dan

maintenance pada MME dan eNode B dimana S-GW akan membangun

hubungan antara eNode B yang satu dengan eNode B yang lain dan

bertugas untuk melanjutkan dan menerima paket dari eNode B satu ke

eNode B lain yang melayani UE (User Equipment).

5. P-GW (Packet Data Network Gateway)

P-GW (Packet Data Network Gateway) atau dikenal dengan PDN-GW

berfungsi untuk mengalokasikan IP addres ke UE dan sebagai fungsi

filtering.

6. PCRF (Policy and Charging Rules Function)

PCRF (Policy and Charging Rules Function) berfungsi untuk

mengontrol charging dan juga mengangani QOS (Quality of Service)

7. HSS (Home Subscription Server)

Home Subscription Server (HSS) berfungsi sebagai tempat menyimpan

semua data permanen user, data yang disimpan berisi tentang infomasi

layanan untuk user dan identitas dari user tersebut. Dimana

authentication user disimpan pada AuC (Authentication Center).

Page 19: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

19

Gambar 2.3 Arsitektur LTE (Usman,U.K, dkk, 2011)

2.3 Konsep Seluler

Selular merupakan system komunikasi yang memberikan layanan

komunikasi data, voice, dan video yang dapat dilakukan dalam keadaan bergerak.

Yang mana pada konsep seluler ini pengguna dapat melakukan hubungan

komunikasi dengan pengguna lain tanpa bergantung adanya media fisik. Cell

merupakan bagian kecil dari cakupan suatu wilayah, Pembagian sel-sel dalam

sistem seluler dimodelkan dalam bentuk hexagonal dimana tiap sel nya memiliki

satu frekuensi, yang mana frekuensi antar sel tidak boleh berdekatan agar tidak

terjadi overlapping. (IT Telkom, 2008)

Page 20: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

20

Gambar 2.4 Konsep Sel (IT Telkom, 2008)

Terdapat empat jenis sel berdasarkan jari-jari sel, yaitu :

1. Makrosel, yaitu jenis sel yang digunkaan untuk daerah urban. Dimana pada

daerah ini merupakan daerah yang padat akan penduduk dan banyak

terdapat gedung-gedung tinggi.

2. Mikrosel digunakan untuk ketinggian antena yang tidak lebih dari 25 meter,

yang merupakan sel dengan wilayah coverage lebih kecil dibandingkan

makrosel. Mikrosel merupakan salah satu solusi yang bisa digunakan

apabila makrosel sudah tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan pelanggan

yang padat. Suatu daerah dengan user yang padat tidak cukup hanya

dilayani dengan makrosel dikarenakan pelayanan yang didapat tidak merata.

Maka diperlukan adanya pembagian daerah coverage yang lebih kecil untuk

mencover daerah yang tidak dijangkau oleh makrosel dan berfungsi sebagai

penambah jaringan kapasitas pada daerah yang penggunaan selulernya

padat. Penempatan mikrosel ini tidak memerlukan wilayah yang cukup luas

seperti hal nya penempatan makrosel dan diletakkan pada gedung-gedung

atau diatas bangunan.

3. Pico Sel merupakan penempatan sel yang terdapat di dalam gedung atau

ruangan yang berfungsi sebagai penopang trafik yang terjadi di dalam

Page 21: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

21

ruangan dan juga berfungsi untuk mengatasi adanya interferensi yang terjadi

di dalam gedung akibat pemantulan dinding gendung.

4. Femto Sel merupakan Base Transceiver Station mini yang dipasang pada

wilayah bersinyal rendah yang mana penempatan femto cell ini dipasang di

dalam ruangan dengan ukuran yang kecil sehingga tetap bisa memberikan

pelayanan seluler terhadap pelanggan yang berada di dalam ruangan. Fungsi

femto cell dapat meningkatkan konektivitas, availabilitas, mobilitas dan

juga performansi layanan. Selain itu adanya femto sel ini bertujuan untuk

meningkatkan coverage dan kapasitas di dalam ruangan dikarenakan sinyal

dari BTS outdoor ke indoor tidak maksimal. (Ridwan, A, 2012)

Gambar 2.5 Makrosel. Mikrosel, Pico Sel dan Femto Sel (Anonim, 2012)

Page 22: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

22

2.3.1Sel Hexagonal

Sel hexagonal dipilih dalam perencanaan dikarenakan dapat menutupi

wilayah tanpa celah dan juga tidak terjadi tumpang tindih antara sel satu dengan sel

yang lainnya, yang mana bentuk sel hexagonal dapat dilihat pada dibawah.

Gambar 2.6 Sel Hexagonal (Sudiarta, P.K, t.t)

Untuk rumusan luas sel hexagonal, dilakukan dengan persamaan :

L = 6 𝑥 1

2 𝑅 √3 x

1

2 𝑅

= 3

2 R2 √3

26,2 R km2 (2.1)

Dimana :

L = luasan sel hexagonal (km2)

R = jari-jari sel (km)

2.4 Perencanaan Kapasitas (Capacity Planning)

Dalam melakukan perancangan kapasitas jaringan ini tentunya kita harus

mempertimbangkan kebutuhan pelanggan di masa mendatang, maka untuk

mengantisipasi jumlah pelanggan selama periode tersebut diperlukan estimasi

pertumbuhan jumlah pelanggan.

Page 23: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

23

2.4.1 Peramalan Kebutuhan

Prediksi pertambahan jumlah pelanggan hingga beberapa tahun kedepan

merupakan faktor yang sangat penting dalam perencanaan jaringan karena

menentukan kebijaksanaan dan strategi dalam pengembangan sistem untuk

mengantisipasi pertumbuhan pelanggan agar kelak semua target pelanggan dapat

terlayani (Wibisono, dkk, 2008).

Ada beberapa metode untuk melakukan prediksi pelanggan, diantaranya :

Metode Deret Berkala (Time Series)

Metode Eksponensial Smoothing

Metode Regresi

Metode Iteratif

a. Metode Deret Berkala (Time Series)

Metode ini merupakan metode dengan melakukan pendekatan secara

makro. Tujuan dari metode ini adalah menemukan pola dalam deret data yang lalu

dan mengekstrapolasikan data tersebut ke masa depan. Langkah penting dalam

memilih suatu metode pada Time Series adalah harus mempertimbangkan jenis pola

yang akan diramalkan. Ada beberapa macam jenis pola, salah satunya adalah Pola

Trend yang paling cocok untuk peramalan jumlah kebutuhan telepon. Untuk

prediksi pelanggan dengan Deret Berkala Pola Trend akan dibatasi metode yang

digunakan sampai tiga macam saja, yaitu metode Trend Linier, Trend Kuadratik,

dan Trend Eksponensial.

Page 24: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

24

b. Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Linier

Bentuk umum persamaan linier :

Y’ = a + b.X (2.2)

Dimana: Y’ = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelanggan)

X = variabel bebas berupa periode waktu

a & b = konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)

Bila jumlah pengamatan sebanyak n, maka dari persamaan di atas diperoleh :

∑ Y = n.a + b. ∑ X

∑ XY = a ∑ X + b ∑ X2 (2.3)

Keterangan : X = unit periode waktu pengamatan (mulai 0,1,2,3 dan seterusnya)

Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk)

Dengan cara eliminasi kedua persamaan tersebut di atas, maka diperoleh konstanta

a & b sehingga Y’ (variabel tak bebas hasil ramalan berupa kepadatan pelanggan)

dapat diperoleh.

c. Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Kuadratik (Parabola)

Metode Trend Kuadratik biasanya sebagai persamaan parabola. Bentuk

umum persamaan ini adalah :

Y’ = a + b.X + c.X2 (2.4)

Dimana : Y’ = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelanggan)

X = variabel bebas berupa periode waktu

a, b, dan c = konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)

Cara menghitung konstanta a, b, dan c memakai persamaan normal :

Page 25: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

25

∑ Y = an + b∑X + c∑X2

∑XY = a∑X + b∑X2 + c∑X3

∑X2Y = a∑X2 + b∑X3 + c∑X4 (2.5)

Keterangan : 1. X = unit periode waktu pengamatan

Untuk n = ganjil (misal n = 3) maka : X1 = -1 ; X2 = 0 ; X3 = 1

Untuk n = genap (misal n = 2) maka : X1 = -1 ; X2 = 1

2. Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk)

Dengan cara mengeliminasi ketiga persamaan tersebut diatas, maka diperoleh

konstanta a, b, dan c sehingga Y’ (variabel tak bebas hasil ramalan berupa

kepadatan pelanggan) dapat diperoleh.

d. Prediksi pelanggan dengan Metode Trend Eksponensial

Bentuk persamaan metode Trend Eksponensial :

Y’ = a.bX (2.6)

Dimana : Y’ = variabel tak bebas hasil ramalan (kepadatan pelanggan)

X = variabel bebas berupa periode waktu

a, b, dan c = konstanta (dihitung dari data sample deret berkala)

Bentuk persamaan metode Trend Eksponensial tersebut dapat diubah menjadi

bentuk persamaan linier sebagai berikut :

Y’ = a.bX........ Log Y’ = log a.bX

Log Y’ = log a + log bX

Log Y’ = log a + X (log b) (2.7)

Page 26: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

26

Bila log Y’ = Yo ; log a = ao dan log b = bo, maka persamaan Trend Eksponensial

tersebut menjadi :

Yo’ = ao + bo.X (2.8)

Sehingga :

)( 0010'Xba

Y

(2.9)

Konstanta-konstanta ao dan bo dapat dicari dengan cara eliminasi kedua persamaan

di bawah ini :

∑ Y0 = a0.n + b0 ∑X

∑XY0 = a0 ∑X + b0 ∑X2

Y0 = log Y (2.10)

Keterangan : 1. X = unit periode waktu pengamatan

Untuk n = ganjil (misal n = 3) maka : X1 = -1 ; X2 = 0 ; X3 = 1

Untuk n = genap (misal n = 2) maka : X1 = -1 ; X2 = 1

2. Y = data kepadatan pelanggan sebenarnya (per 100 penduduk)

e. Langkah-langkah dalam prediksi pelanggan

Tahapan dalam prediksi pertambahan jumlah pelanggan adalah sebagai berikut :

Dari data jumlah penduduk dari tahun ke tahun serta jumlah pelanggan yang

ada dari tahun ke tahun dapat ditentukan kepadatan pelanggan sebenarnya (per

100 penduduk) untuk daerah yang direncanakan. Persamaan yang digunakan :

Kepadatan pelanggan tahun ke-n = 100n - keahun penduduk t

n -ketahun pelanggan x

(2.11)

Page 27: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

27

Kepadatan pelanggan yang diperoleh dari persamaan diatas digunakan sebagai

variabel Y yang digunakan sebagai acuan dalam perhitungan untuk metode

Trend Linier, Kuadratik maupun Eksponensial untuk mencari variabel Y’

(variabel tak bebas hasil ramalan).

Ketiga metode tersebut dicoba satu per satu untuk dibuktikan metode mana

yang paling sesuai untuk dipakai dalam prediksi pelanggan., dimana dipilih

yang mempunyai selisih jumlah sekecil mungkin antara kepadatan pelanggan

sebenarnya dengan kepadatan hasil perhitungan.

Setelah metode ditetapkan, maka dapat digunakan persamaannya dalam

menentukan kepadatan pelanggan untuk prediksi hingga tahun ke-n sesuai

kebutuhan perencanaan yang akan diterapkan sampai berapa tahun.

Prediksi pertambahan jumlah penduduk hingga tahun ke-n dihitung secara

terpisah. Persamaannya adalah sebagai berikut :

Pn = Po ( 1 + h )n (2.12)

Keterangan :

Pn = prediksi jumlah penduduk hingga tahun ke-n

Po = jumlah penduduk tahun ke-0 (tahun yang dijadikan sebagai acuan)

h = laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun

Sehingga prediksi pertambahan jumlah pelanggan hingga tahun ke-n dapat

diperoleh. Persamaannya adalah sebagai berikut :

Prediksi pelanggan tahun ke-n = nPx 100

n - ketahun pelanggan kepadatan (2.13)

Jumlah pelanggan hasil prediksi yang diperoleh akan dibagi luas wilayah dari

daerah layanan untuk memperoleh jumlah pelanggan per kilometer persegi.

Page 28: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

28

2.4.2 Perhitungan Pertumbuhan Penduduk

Dengan rumus pertumbuhan geometrik, angka pertumbuhan penduduk

sama untuk setiap tahunnya, untuk memprediksi jumlah penduduk di masa

mendatang dapat digunakan rumus :

𝑃𝑡 = 𝑃0 (1 + 𝑟)𝑡 (2.14)

Dimana:

𝑃𝑡 = Jumlah penduduk total setelah tahun ke-t

𝑃0 = Jumlah penduduk saat perencanaan

𝑟 = Laju pertumbuhan penduduk (%)

𝑡 = Jumlah tahun prediksi

2.4.3 Perhitungan Jumlah Pengguna Seluler

Dengan asumsi teledensitas sebesar x%, maka perhitungan jumlah

pengguna seluler dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

𝑃 = 𝑥% ∗ 𝑃𝑡(2.15)

Dimana:

𝑃 = Jumlah Pengguna Seluler

𝑥% = Teledensitas Pengguna Seluler

𝑃𝑡 = Jumlah Penduduk setelah tahun ke-t

Page 29: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

29

2.4.5 Teori Trafik

Trafik didefinisikan sebagai jumlah dari data atau banyaknya pesan

(messages) pada suatu sirkuit selama suatu periode waktu tertentu. Pengertian trafik

disini termasuk hubungan antara kedatangan panggilan (call) ke perangkat

telekomunikasi dengan kecepatan perangkat tersebut memproses panggilan sampai

panggilan tersebut berakhir. Besaran dari trafik telekomunikasi diukur dengan

satuan waktu, sedangkan nilai trafik dari suatu kanal adalah banyaknya (lamanya)

waktu pendudukan pada kanal tersebut. Sedangkan kapasitas trafik adalah

kemampuan yang diberikan oleh suatu teknologi atau suatu BTS untuk menampung

trafik komunikasi yang terjadi. Definisi dari kepadatan trafik yaitu tingkat

kesibukan suatu komunikasi yang terjadi dengan nilai yang bervariasi, tergantung

lingkungannya. Satuan untuk variable trafik adalah Erlang. 1 Erlang didefinisikan

sebagai jumlah trafik yang berlangsung ketika 1 pelanggan menduduki 1 kanal

percakapan selama 1 kurun waktu rujukan (detik, menit, atau jam).

𝑰𝒏𝒕𝒆𝒏𝒔𝒊𝒕𝒂𝒔 𝑻𝒓𝒂𝒇𝒊𝒌 (𝑨) = 𝑽

𝑻 (2.16)

dimana :

A = besarnya intensitas trafik (Erlang)

V = volume trafik (menit)

T = periode pengamatan (menit)

Jika diasumsikan setiap pelanggan membangkitkan trafik sebesar β Erlang

maka trafik total yang dibangkitkan oleh semua pelanggan adalah sebesar :

T = P x A x 10−3 (2.17)

Page 30: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

30

dimana :

T = total trafik yang dibangkitkan semua pelanggan seluler (E)

P = jumlah pelanggan seluler

A = intensitas trafik yang dibangkitkan setiap pelanggan seluler (E)

2.4.5 Perhitungan Kapasitas Trafik Layanan GSM

Untuk mengetahui kapasitas suatu BTS dalam melayani pelanggan, maka

hal yang harus diperhatikan adalah mengetahui berapa jumlah TRx (Transmitter

dan Receiver) yang digunakan dalam tiap sektornya. Perhitungan yang digunakan

adalah perhitungan secara teoritis karena kondisi di lapangan akan sangat

tergantung dengan kondisi jaringan dan perilaku pelanggan.

Dengan asumsi tiap BTS menggunakan antena sektoral, maka dalam satu

menara memiliki 3 sektor dalam setiap BTS yang akan dikalkulasi kapasitasnya.

Setiap TRx yang digunakan akan mampu meng-handle 8 timeslot, masing-masing

timeslot/kanal ini akan diduduki oleh satu panggilan/pembicaraan pelanggan. Jika

operator menggunakan konfigurasi 4x4x4, maka tiap sektor di isi dengan 4 TRx

sehingga perhitungan bisa dilakukan sebagai berikut:

1 sektor terdiri atas 4 TRx

1 TRx terdiri atas 8 timeslot

Sehingga 4 TRx menghasilkan 8 x 4 = 32 timeslot

Sebagai catatan penting, setiap sektor membutuhkan 1 kanal BCCH

(Broadcast Control Channel) dan 1 kanal SDCCH (Standalone Dedicated Control

Channel) yang berguna dalam broadcast sinyal dan juga mengatur panggilan setiap

Page 31: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

31

pelanggan. Jadi, 1 sektor yang terdiri atas 4 TRx mampu melayani 32 – 2 = 30

panggilan secara teoritis. Maksud dari istilah kapasitas secara teoritis di sini karena

masih ada faktor interference, blocking, congestion, dan sebagainya.

Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung kebutuhan BTS dalam

suatu wilayah adalah sebagai berikut:

𝑩 =𝑻

𝑨𝑩𝑻𝑺 (𝒃𝒖𝒍𝒂𝒕𝒌𝒂𝒏 𝒌𝒆𝒂𝒕𝒂𝒔) (2.18)

dimana :

B = Jumlah kebutuhan BTS

T = Total trafik yang dibangkitkan semua pelanggan seluler (E)

ABTS = Kapasitas satu BTS (E)

2.5 Perhitungan Jari-jari Sel

Jari-jari sel diperhitungkan untuk mengetahui coverage suatu BTS dan juga

untuk mendapatkan nilai jumlah eNode B yang diperlukan untuk mencakup seluruh

area Kota Denpasar, adapun persamaannya adalah (Irawan, dkk, 2009) :

6,2

Lr (2.19)

2.6 MAPL (Maximum Allowable Path Loss)

Maximum Allowable Path Loss merupakan nilai maksimum dari nilai

propagasi antara perhitungan nilai dari perangkat eNode B dan mobile station, yang

mana nilai perhitungan MAPL ini dibagi menjadi dua untuk arah MAPL uplink dan

downlink. Yang mana nilai uplink digunakan untuk menentukan nilai maksimum

Page 32: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

32

redaman propagasi dari mobile station ke eNode B, dan nilai downlink merupakan

nilai maksimum redaman propagasi dari eNode B ke mobile station agar tetap dapat

melayani keperluan dari komunikasi untuk seluruh user dalam suatu cakupan

daerah. Nilai MAPL untuk arah uplink dan downlink sistem LTE dapat dilihat pada

tabel 2.3 dan tabel 2.4 dibawah ini (Usman,U.K, dkk, 2011).

Tabel 2.3 Perhitungan MAPL Arah Downlink (3GPP, t.t)

Parameter Nilai

Transmitter – eNode B

a. Tx Power dBm

b. Tx Antenna Gain dBi

c. Transmit Array gain dB

d. Data Channel Power Loss Due to Pilot dB

e. Cable Loss dB

f. EIRP (a)+(b)+(c)-(d)-(e) dBm

Receiver – UE

g. Antenna Gain dBi

h. Body Loss dB

i. Receiver Noise Figure dB

j. Thermal Noise Density dBm/Hz

k. Receiver Interference Density for Data

Channel

dB/Hz

l. Total Noise Plus Interference Density for

Data Channel

10log (10^(((i)+(j)/10) +

10^((k)/10)) dBm/Hz

m. Occupied Channel Bandwidth for Data

Channel

Hz

n. Effective Noise Power for Data Channel (l) + 10 log(m) dBm

o. Required SNR for the Data Channel dB

p. Receiver Implementation Margin dB

Page 33: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

33

Tabel 2.4 Perhitungan MAPL Arah Downlink (2) (3GPP, t.t)

q. H-ARQ Gain for Data Channel dB

r. Receiver Sensitivity for Data Channel (n) + (o) + (p) – (q) dBm

s. Hardware link budget for Data Channel (f) + (g) – (r) dB

t. Log Normal Shadow Fading Deviation dB

u. Shadow Fading Margin for Data Channel dB

v. Diversity Gain dB

w. Penetration Margin dB

x. Other Gain dB

MAPL (s) – (u) + (v) – (w) + (x)

– (h) dB

Tabel 2.5 Perhitungan MAPL Arah Uplink (3GPP, t.t)

Parameter Nilai

Transmitter – UE

a. Tx Power dBm

b. Tx Antenna Gain dBi

c. Transmit Array gain dB

d. Data Channel Power Loss Due to Pilot dB

e. Cable Loss dB

f. EIRP (a)+(b)+(c)-(d)-(e) dBm

Receiver – eNode B

g. Antenna Gain dBi

h. Body Loss dB

i. Receiver Noise Figure dB

j. Thermal Noise Density dBm/Hz

k. Receiver Interference Density for Data

Channel dB/Hz

l. Total Noise Plus Interference Density for

Data Channel

10log (10^(((i)+(j)/10) +

10^((k)/10)) dBm/Hz

Page 34: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

34

m. Occupied Channel Bandwidth for Data

Channel Hz

n. Effective Noise Power for Data Channel (l) + 10 log(m) dBm

o. Required SNR for the Data Channel dB

p. Receiver Implementation Margin dB

q. H-ARQ Gain for Data Channel dB

r. Receiver Sensitivity for Data Channel (n) + (o) + (p) – (q) dBm

s. Hardware link budget for Data Channel (f) + (g) – (r) dB

t. Log Normal Shadow Fading Deviation dB

u. Shadow Fading Margin for Data Channel dB

v. Diversity Gain dB

w. Penetration Margin dB

x. Other Gain dB

MAPL (s) – (u) + (v) – (w) + (x)

– (h) dB

Dari tabel diatas bisa dilihat parameter untuk perhitungan MAPL, berikut

penjelasan dari masing-masing parameter diatas, yang bisa dilihat pada tabel 2.6

Tabel 2.6 Deskripsi Parameter Arah Downwlink dan Uplink

Parameter Deskripsi

a. Tx Power daya pancar maximum yang

ditransmisikan oleh base station atau

mobile station

b. Tx Antenna Gain nilai penguat yang dimiliki oleh masing-

masing antena, dimana nilai tersebut

tergantung pada tipe perangkat dan

frekuensinya

c. Transmit Array Gain Penguatan karena penggunaan multiple-

antena (array) di pemancar

Page 35: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

35

d. Data Channel Power Loss Due

to Pilot

Loss daya karena adanya sinyal pilot

e. Cable Loss redaman yang terjadi antara base station

dan antena konektor, yang mana nilai

redaman akan tergantung terhadap

spesifikasi perangkat (jenis kabel)

f. EIRP (Effective Isotropic

Radiated Power)

nilai daya pancar dari antena

g. Receiver Antenna Gain

besar penguat antena yang diterima

h. Body Loss

rugi-rugi yang disebabkan karena

interaksi dengan user

i. Receiver Noise Figure

nilai gangguan, dimana nilai tersebut

akan tergantung terhadap implementasi

desain (rangkaian elektronik pada

receiver base station)

j. Thermal Noise Density

besar noise alami, yang dapat dihitung

dengan menggunakan rumus : N = 10 log

kTB

k. Receiver Interference Density

for Data Channel

Densitas interferensi penerima untuk

kanal data

l. Total Noise Plus Interference

Density for Data Channel

Total densitas noise ditambah interferensi

untuk kanal data

m. Occupied Channel Bandwidth

for Data Channel

Bandwidth kanal yang digunakan untuk

data

n. Effective Noise Power for Data

Channel

Daya noise efektif untuk kanal data

o. Required SNR for the Data

Channel

Signal Noise Ratio, yang nilai tersebut

akan bergantung terhadap modulasi dan

data rate yang digunakan.

Page 36: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

36

p. Receiver Implementation

Margin

margin yang sampai pada penerima pada

saat implementasi

q. H-ARQ Gain for the Data

Channel

Hybrid Automatic Request merupakan

gabungan dari Automatic Requst (AR)

dengan Error Corection (EC) yang

berfungsi untuk melakukan pengiriman

kembali pada saat ada kerusakan paket

saat pengiriman

r. Receiver Sensitivity for Data

Channel

nilai sensitivitas minimum yang dapat

diterima

s. Hardware Link Budget for

Data channel

perangkat yang digunakan dalam

perhitungan link budget

t. Log Normal Shadow Fading

Deviation

nilai standar deviasi untuk log normal

shadow margin

u. Shadow Fading Margin for

Data channel

rugi-rugi yang diakibatkan dari fading

v. Diversity Gain

gain yang dapat dihasilkan karena

menggunakan sistem antena space

diversity

w. Penetration Margin rugi-rugi dari margin

x. Other Gain

nilai penguat yang diakibatkan dari

perangkat lain

2.7 EIRP (Effective Isotropic Radiated Power)

EIRP adalah Power efektif yang dipancarkan pada sisi antena. EIRP dapat

dihitung menggunakan persamaan berikut (Wardhana,2011):

Page 37: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

37

a. Perhitungan EIRP

EIRP = Ptx + Gtx – Loss system (2.20)

Dimana :

EIRP : Effective Isotropic Radiated Power (dBm).

Ptx : Daya transmitter (dBm).

Gtx : Gain pada antena Transmitter (dB).

Loss : Loss pada konektor Transmitter (dB).

b. Perhitungan Parameter Sensitivity Receiver (SR)

Tf NNSNRSR (2.21)

Dimana :

SNR : Signal to Noise Ratio (dB).

Nf : Noise Figure receiver (dB).

NT : Thermal Noise (dB).

c. Perhitungan MAPL

MAPL = EIRP - SR + GRx - LossRx - Fade Margin (2.22)

Dimana :

EIRP : Effective Isotropic Radiated Power (dBm).

SR : Sensitivity Receiver (dBm).

GRx : Gain antena pada receiver (dB).

LossRx : Loss pada receiver (dB).

Fade Margin : Batas fading sinyal yang diterima (dB).

Page 38: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

38

2.8 Model Propagasi Walfisch-Ikegami

Model Walfisch-Ikegami adalah model propagasi empiris untuk area urban

yang dapat digunakan baik untuk makrosel maupun mikrosel. Parameter-parameter

yang berhubungan dengan model walfisch-ikegami dapat diilustrasikan pada

gambar 1. Model walfisch-Ikegami dapat dibagi menjadi 2 kasus, yaitu LOS (Line

Of Sight) dan NLOS (Non Line Of Sight). Formula redaman lintasan untuk kondisi

LOS dapat dirumuskan pada persamaan berikut:

LLOS [dB] = 42.6 + 26 log10 d + 20 log10 f (2.23)

Dengan d adalah jarak (km) dan f adalah frekuensi (MHz).

Formula redaman lintasan untuk kondisi NLOS dapat dirumuskan pada persamaan

berikut:

L = Lfsl + Lrts + Lmsd (2.24)

Model Walfisch-Ikegami valid untuk kondisi:

f = Frekuensi 800 - 2000 MHz

Hbts = Tinggi antenna BTS 4 – 50 m

Hms = Tinggi antenna MS 1 – 3 m

d = Jarak antara MS dan BTS 20 – 5000 m

Page 39: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

39

Gambar 2.7 Model Welfisch Ikegami (Mufti, )

w = lebar jalan (m),

hm= tinggi ms (m),

ϕ= sudut orientasi jalan (derajat),

hb= tinggi BTS (m),

hroof = tinggi rata-rata bangunan (m),

d= jarak MS-BTS (km),

b= jarak antar bangunan (m),

f= frekuensi (MHz),

Redaman lintasan dalam kondisi NLOS, Free space loss dinyatakan pada

persamaan berikut :

Lfsl = 32,45 + 20 log10 (d) + 20 log10 (f) (2.25)

d = Jarak MS-BTS (km),

f = Frekuensi (MHz)

Lrts = −16.9 + 10 log10 (w)+20 log10(w) + 20 log10(hroof – hm) + Lori (2.26)

Lori = −10 + 0.354ϕ : untuk 0⁰ ≤ ϕ < 35⁰ (2.27)

Page 40: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

40

2.5 + 0.075(ϕ − 35) : untuk 35⁰ ≤ ϕ< 55⁰ (2.28)

4.0 − 0.114(ϕ − 55) : untuk 35⁰ ≤ ϕ< 90⁰ (2.29)

Lmsd = LBSH + ka + kd log10 d+ kf log10 fc− 9log10 b (2.30)

kf = −4 + 0,7 (𝑓𝑐

925− 1) : Untuk kota sedang (2.31)

−4 + 1,5 (𝑓𝑐

925− 1) :Untuk daerah metropolitan (2.32)

LBSH = 18xlog10 (1 (hr - hm)) : hb > hr (2.33)

Ka = 54 : hb > hr (2.34)

Kd = 18 : hb > hr (2.35)

18 – 15(Δhb/Δhr) : hb ≤ hr (2.36)

2.9 Fuzzy C-Means

Konsep dari himpunan fuzzy sejalan dengan himpunan tegas, hanya saja

derajat atau tingkat keanggotaan dari himpunan fuzzy tersebut bersifat kontinu

dimana nilainya dalam interval [0,1]. Dimisalkan didefinisikan suatu himpunan Z

yang anggotanya dapat dilambangkan dengan u. Suatu himpunan fuzzy Adalam Z

yang didefinisikan dengan {( , ( ) | }𝐴 𝑧 𝑢𝐴 𝑧 𝑧 𝑍 = ∈, ( ) 𝑢𝐴 𝑧 adalah fungsi 36

keanggotaan untuk himpunan fuzzy A. Dimana fungsi keanggotaan akan

memetakan setiap elemen dari Z ke derajat keanggotaan antara 0 dan 1. Semakin

nilai fungsi keanggotaan mendekati satu, akan semakin tinggi derajat atau tingkat

keanggotaan z dalam A. Himpunan fuzzy dalam pengelompokan berperan dalam

pembentukan fungsi dan tingkat keanggotaan dari setiap objek dalam kelompok.

Clustering atau klasterisasi merupakan proses membagi data dalam suatu

himpunan ke dalam beberapa kelompok yang kesamaan datanya dalam suatu

Page 41: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

41

kelompok lebih besar daripada kesamaan data tersebut dengan data dalam

kelompok lain (Kusrini, 2009).

Klastering dapat diterapkan ke dalam data yang kuantitatif (numerik),

kualitatif dan kategorikal atau kombinasi dari keduanya. Data dapat merupakan

hasil pengamatan dari suatu proses. Setiap pengamatan dapat memiliki n variabel

pengukuran dan dikelompokkan dalam n dimensi vektor :

𝑍𝑘 = [𝑍1𝑘, … . , … . 𝑍𝑛𝑘]𝑇 , 𝑍𝑘 𝜀 𝑅𝑛 (2.37)

Sebuah himpunan dari N pengamatan dinotasikan dengan :

𝑍 = 𝑍𝑘| 𝑘 = 1,2, … . , … . , 𝑁 (2.38)

Dan direpresentasikan sebagai matrik n x N

𝑍 = (𝑍11 𝑍12 𝑍1𝑛𝑍21 𝑍22 𝑍2𝑛𝑍𝑛1 𝑍𝑛2 𝑍𝑛𝑁

⋮) (2.39)

Dalam pengenalan pola, kolom dalam matriks disebut patterns atau objek,

baris disebut features atau attribute. Arti kolom dan baris dalam Z tergantung pada

konteks pembahasan.

Klaster secara umum merupakan wujud himpunan bagian dari suatu

himpunan data dan metode klastering dapat diklasifikasikan berdasarkan himpunan

bagian yang dihasilkan, apakah fuzzy atau crips hard (Kusrini, 2009). Dalam

metode fuzzy clustering level keanggotaan data dalam suatu kelompok bukan hanya

0 atau 1, dapat tetapi memiliki nilai antara 0 dan 1. Nilai level keanggotaan dalam

setiap kolom matriks selalu berjumlah 1. Fuzzy clustering adalah salah satu teknik

Page 42: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

42

untuk menentukan cluster optimal dalam suatu ruang vektor yang didasarkan pada

bentuk normal euclidean distance vektor.

Fuzzy C-Means adalah suatu teknik pengklasteran data yang mana

keberadaan tiap-tiap titik data dalam suatu klaster ditentukan oleh derajat

keanggotaan. Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh Jim Bezdek pada tahun

1981. Konsep dasar Fuzzy C-Means pertama kali adalah menentukan pusat klaster

yang akan menandai lokasi rata-rata untuk tiap-tiap klaster. Pada kondisi awal,

pusat klaster ini masih belum akurat. Setiap titik data memiliki derajat keanggotaan

untuk setiap klaster. Dengan cara memperbaiki pusat klaster dan derajat

keanggotaan setiap titik data secara berulang, maka akan dapat dilihat bahwa pusat

klaster akan bergerak menuju lokasi yang tepat. Perulangan ini didasarkan pada

minimalisasi fungsi objektif yang menggambarkan jarak dari titik data yang

diberikan ke pusat klaster yang terbobot oleh derajat keanggotaan titik data tersebut.

Output dari Fuzzy C-Means bukan merupakan fuzzy inference sistem,

melainkan merupakan deretan pusat klaster dan beberapa derajat keanggotaan

untuk tiap-tiap titik data. Informasi ini dapat digunakan untuk membangun suatu

fuzzy inference sistem. Algoritma Fuzzy C-Means dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Input data yang akan diklaster, X, berupa matriks berukuran n x m (n = jumlah

sampel data, m = attribut setiap data), dimana 𝑋𝑖𝑗 = data sampel ke-i (i =

1,2,....,n), attribut ke-j (j = 1,2,....,m)

2. Tentukan :

a. Jumlah cluster = c

b. Pangkat = w

Page 43: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

43

c. Maksimum iterasi = MaxIter

d. Error terkecil yang diharapkan = 𝜉

e. Fungsi objectif awal = P0 = 0

f. Iterasi awal = t = 1

3. Bangkitkan bilangan random 𝜇𝑖𝑘, i = 1,2,....,n; k = 1,2,....,c; sebagai elemen-

elemen matriks partisi awal U.

Hitung jumlah setiap kolom :

𝑄𝑖 = ∑ 𝜇𝑖𝑘𝑐𝑘=1 (2.40)

Dengan j = 1,2,....,n

Hitung :

𝜇𝑖𝑘 =𝜇𝑖𝑘

𝑄𝑖

4. Hitung pusat cluster ke-k, 𝑉𝑘𝑗 , dengan k = 1,2,....,c; dan j = 1,2,....,m.

𝑉𝑘𝑗 =∑ ((𝜇𝑖𝑘

𝑤)∗𝑋𝑖𝑗𝑛𝑖=1

∑ 𝜇𝑖𝑘𝑤𝑛

𝑖=1

(2.41)

5. Hitung fungsi obyektif pada iterasi ke-t, Pt

𝑃𝑡 = ∑ ∑ (⌊∑ (𝑋𝑖𝑗 − 𝑉𝑘𝑗)2𝑚

𝑗=1 ⌋ 𝜇𝑖𝑘𝑤)𝑐

𝑘=1𝑛𝑖=1 (2.42)

6. Hitung perubahan matriks partisi

𝜇𝑖𝑘 =⌊∑ (𝑋𝑖𝑗−𝑉𝑘𝑗)

2𝑚𝑗=1 ⌋

−1𝑤−1

∑ ⌊∑ (𝑋𝑖𝑗−𝑉𝑘𝑗)2𝑚

𝑗=1 ⌋

−1𝑤−1𝑐

𝑘=1

(2.43)

7. Cek kondisi berhenti :

Jika (|𝑃𝑡 − 𝑃𝑡−1| < 𝜉) atau (t > MaxIter) maka berhenti;

Page 44: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

44

Jika tidak: t = t + 1, ulangi langkah ke-4

Gambar 2.8 Ilustrasi penentuan pusat klaster dengan Fuzzy C-Means

2.10 Optimalisasi

2.10.1 Definisi Optimalisasi

Optimalisasi adalah tindakan untuk memperoleh hasil yang terbaik dengan

keadaan yang diberikan. Dalam desain, konstruksi, dan pemeliharaan dari sistem

teknik, harus diambil beberapa teknologi dan keputusan managerial dalam beberapa

tahap. Tujuan akhir dari semua keputusan seperti itu adalah meminimalkan upaya

yang diperlukan atau untuk memaksimalkan manfaat yang diinginkan. Mengacu

pada pendapat Singiresu S Rao, John Wiley dan Sons optimalisasi juga dapat

didefinisikan sebagai proses untuk mendapatkan keadaan yang memberikan nilai

maksimum atau minimum dari suatu fungsi (Rao, S. S., 2009). Hal ini dapat dilihat

dari gambar 2.1, bahwa jika titik x* berkaitan dengan nilai minimum fungsi f(x),

titik yang sama juga berkaitan dengan nilai maksimum dari negatif fungsi tersebut

–f(x). Tanpa menghilangkan keumumannya, optimasi dapat diartikan

Page 45: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

45

meminimalkan, karena maksimum suatu fungsi dapat diperoleh melalui minimum

dari negatif fungsi yang sama.

8

Gambar 2. 9 Minimum dari f(x) sama dengan Maksimum dari –f(x) (Rao, S. S., 2009) 2.10.2 Metode Optimalisasi

Metode mencari optimum dikenal sebagai teknik mathematical

programming dan biasa dipelajari sebagai bagian riset operasi. Riset operasi adalah

cabang matematika yang berkaitan dengan penerapan metode ilmiah dan teknik

pengambilan keputusan dan penetapan penyelesaian terbaik atau optimal. Pada

awal dari subyek riset operasi dapat ditelusuri pada periode awal Perang Dunia II,

selama perang, militer inggris menghadapi masalah mengalokasikan sumber daya

yang sangat langka dan terbatas (seperti pesawat tempur, radar, dan kapal selam)

untuk beberapa kegiatan (penyebaran ke berbagai target dan tujuan). Karena tidak

ada metode sistematis yang tersedia untuk memecahkan masalah alokasi sumber

Page 46: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

46

daya, militer diatas (tim matematikawan) mengembangkan metode untuk

memecahkan masalah secara ilmiah. Metode yang dikembangkan oleh tim berperan

penting dalam memenangkan pertempuran udara oleh inggris. Metode tersebut

seperti program linier, yang dikembangkan sebagai hasil riset pada militer.

Perkembangan metode optimalisasi semakin mengalami kemajuan hingga

masa modern, hal ini dapat dilihat dengan semakin banyak metode optimasi yang

ditemukan dan dapat menghasilkan solusi yang semakin optimal. Metode optimasi

yang popular dan banyak dipakai antara lain seperti Dynamic Programming,

Integer Programming, Game Theory, dan metode optimasi modern. Metode

optimasi modern juga disebut metode optimasi non-tradisional, muncul sebagai

metode yang ampuh dan popular untuk menyelesaikan masalah teknik optimasi

yang kompleks. Metode yang termasuk seperti algoritma genetik, optimasi partikel

swarm, optimasi koloni semut, optimasi berbasis jaringan syaraf tiruan, optimasi

fuzzy, dan simulated annealing (Rao, S. S., 2009).

2.11 Harmony Search

Harmony Search Algorithm (HSA) adalah salah satu algoritma

metaheuristik yang diusulkan oleh Zong Woo Geem pada tahun 2001. Algoritma

tersebut terinspirasi oleh proses pertunjukan musik ketika musisi mencari harmoni

yang lebih baik [Geem, 2009]. Pencarian harmoni pada proses improvisasi musik

bertujuan untuk mendapatkan keadaan terbaik berdasarkan perkiraan estetika.

Dengan analogi tersebut, HSA melakukan proses optimasi untuk mendapatkan

keadaan terbaik dengan cara mengevaluasi fungsi objektif. Seperti halnya

Page 47: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

47

perkiraan estetika yang ditentukan menggunakan himpunan pitches yang

dikeluarkan alat musik, fungsi objektif pada HSA dihitung menggunakan himpunan

nilai-nilai pada setiap variabel keputusan (decision variables). Perbaikan nilai

fungsi objektif pada HSA menerapkan improvisasi yang terus ditingkatkan dari

iterasi ke iterasi sama seperti perbaikan kualitas suara estetika yang diperbaiki

dengan latihan demi latihan.

Gambar 2.10 Struktur Harmony Search Algorithm (Geem, 2009)

Pada gambar diatas, setiap pemain musik ( saxophonist, double bassist, dan

guitarist ) merepresentasikan suatu decision variable ( x1, x2, dan x3 ). Kumpulan

bunyi yang dihasilkan oleh setiap instrumen musik ( saxophone = { Do, Re, Mi };

double bass = { Mi, Fa, Sol }; guitar = { Sol, La, Si }) menyatakan rentang nilai

variabel ( x1 = { 100, 200, 300 }; x2 = { 300, 400, 500 }; x3 = { 500, 600, 700}).

Sebagai contoh, misalnya saxophonist mengeluarkan bunyi Re, double bassist

membunyikan Fa dan guitarist mengeluarkan bunyi La, maka ketiganya

membangun suatu harmoni baru ( Re, Fa, La ). Jika harmoni ini lebih indah

dibandingkan harmoni saat ini, maka harmoni baru ini dipertahankan. Harmoni

Page 48: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

48

yang diperoleh tersebut dalam dunia optimasi disebut dengan solusi yang

direpresentasikan dalam bentuk dimensi vektor solusi.

Analogi musik dengan proses optimasi menurut HS adalah sebagai berikut:

Instrumen Musik ↔ Variabel keputusan

Pitch Range ↔ Range nilai variabel

Harmony ↔ Vektor solusi

Aesthetics ↔ Fungsi tujuan

Practice ↔ Iterasi

Experience ↔ Matrik memori

Agar harmony memory dapat digunakan secara efektif, algoritma HS

mengadopsi sebuah parameter yang disebut Harmony Memory Considering Rate

(HMCR). Nilai HMCR akan menentukan apakah satu nada baru akan dibangkitkan

atau mengambil dari harmony memory. Komponen kedua adalah penyesuaian nada

dimana dalam proses ini ada beberapa parameter seperti bandwidth (bw) dan Pitch

adjusting rate (PAR) (Santosa, 2011).

Harmony search menyelesaikan suatu permasalahan optimasi (minimasi

fungsi) dengan langkah umum sebagai berikut :

Langkah 1. Inisialisasi Parameter

Beberapa parameter model perlu diberi nilai antara lain Harmony Memory

Consideration Rate HCMR (misal 0.7 – 0.95), ukuran sampel HMS (misal

N = 0.20), pitch adjusting rate (PAR = 0.3) Tentukan pitch bandwidth b

secara random, xL (batas bawah) dan xU (batas atas) untuk nilai variabel.

Langkah 2. Inisialisasi Harmony Memory (HM)

Page 49: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

49

HM terdiri dari N solusi awal. Solusi ini bisa terdiri dari satu variable sampai

p variabel. Solusi ini dibangkitkan secara random. Semua kandidat solusi

ini dievaluasi untuk menemukan solusi terburuk.

𝑋 =

[ 𝑥1

1 𝑥21 𝑥3

1

𝑥12 𝑥2

1 𝑥31

𝑥13 𝑥2

1 𝑥31

… 𝑥𝑝−11 𝑥𝑝

1

… 𝑥𝑝−12 𝑥𝑝

1

… 𝑥𝑝−13 𝑥𝑝

1

⋮ … …𝑥1

𝐻𝑀𝑆−1 𝑥2𝐻𝑀𝑆−1 𝑥3

𝐻𝑀𝑆−1

𝑥1𝐻𝑀𝑆 𝑥2

𝐻𝑀𝑆 𝑥3𝐻𝑀𝑆

… …… 𝑥𝑝−1

𝐻𝑀𝑆−1 𝑥𝑝𝐻𝑀𝑆−1

… 𝑥𝑝−1𝐻𝑀𝑆 𝑥𝑝

𝐻𝑀𝑆]

Dimana masing-masing vektor solusi (tiap baris) akan dievaluasi nilai

fungsinya

𝑋 =

[

𝑓(𝑥1)

𝑓(𝑥2)⋮

𝑓(𝑥𝐻𝑀𝑆−1)

𝑓(𝑥𝐻𝑀𝑆) ]

Langkah 3. Lakukan perbaikan/improvisasi terhadap solusi yang ada

Untuk setiap variabel diambil secara random nilai yang ada pada HM.

Dengan prosedur tertentu nilai ini akan diajust sedemikian rupa jika

memenuhi aturan tertentu (menggunakan pembangkitan bilangan random

dan dibandingkan dengan HMCR dan PAR) hingga akan didapatkan nilai

baru. Atau kalau tidak memenuhi aturan, akan dibangkitkan solusi baru

secara random. Suatu harmoni baru atau vektor baru akan dibangkitkan

berdasarkan aturan sebagai berikut : HM consideration (HMCR), pitch

adjuting rate (PAR) dan pembangkitan yang benar-benar random. Sebagai

Page 50: BAB II DASAR TEORI 2.1 State of The Art penelitian ini. Akan lebih baik jika kondisi wilayah diperhitungkan dengan menggunakan metode perhitungan link budget, sehingga hasil coverage

50

........................ (2.44)

.......................... (2.45)

contoh nilai 𝑥1′ baru akan diambil dari (𝑥1

1~𝑥1𝐻𝑀𝑆). Variabel yang lain dicari

dengan cara yang sama. Besarnya nilai HMCR akan menentukan nilai baru

ini besar kemungkinannya akan diambil dari Hmatau benar-benar

dibangkitkan secara random.

𝑥𝑖′ = {

𝑥𝑖′ ∈ {𝑥𝑖

1, 𝑥𝑖2, … , 𝑥𝑖

𝐻𝑀𝑆}

𝑥𝑖1 ∈ 𝑋𝑖

𝑑. 𝑝 𝐻𝑀𝐶𝑅𝑑. 𝑝 (1 − 𝐻𝑀𝐶𝑅)

Dimana HMCR adalah probabilitas memilih satu nilai dari HM dan 1-

HMCR adalah probabilitas memilih nilai secara random dalam range xl –

xu. Setelah memilih suatu harmoni baru 𝑥′ = (𝑥1′ , 𝑥2

′ , … , 𝑥𝑁′ ), keputusan

melakukan pitch adjustment dilakukan untuk setiap komponen vektor

solusi. Prosedur ini menggunakan parameter PAR untuk melakukan

pengaturan :

𝑥𝑖′ = {

𝐴𝑡𝑢𝑟 𝑝𝑖𝑡𝑐ℎ𝑇𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑙𝑎𝑘𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢

𝑑. 𝑝 𝑃𝐴𝑅𝑑. 𝑝 (1 − 𝑃𝐴𝑅)

Dalam proses pitch adjustment ini, suatu nilai pindah ke nilai dekatnya

dengan peluang (d.p) PAR atau tetap pada nilai aslinyadengan peluang.

Langkah 4. Perbarui Harmony Search

Solusi baru ini akan dibandingkan dengan solusi terburuk dalam N populasi

awal. Jika lebih baik maka ia akan menggantikan vektor solusi terburuk tadi.

Langkah 5. Cek kriteria penghentian

Jika kriteria penghentian belum terpenuhi, kembali ke langkah 3 untuk

mengambil secara acak salah satu vektor solusi dari variabel pertama. Bisa

digunakan kriteria penghentian berupa jumlah iterasi atau nilai mutlak

selisih dua nilai fungsi tujuan yang berurutan. (Santosa, B., Willy,P., 2011).