Top Banner

of 29

Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

Oct 13, 2015

Download

Documents

winda-indriati

case THT
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    1/29

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL ) adalah tuli

    akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan

    biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja(1,2). Tuli akibat bising merupakan jenis

    ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah presbikusis(3).

    Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang intensitasnya 85

    desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor pendengaran Corti pada

    telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan biasanya terjadi pada kedua

    telinga. Banyak hal yang mempermudah seseorang menjadi tuli akibat terpapar bising antara

    lain intensitas bising yang lebih tinggi, berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising,

    kepekaan individu dan faktor lain yang dapat menimbulkan ketulian (1,4).

    Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum bisa

    ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi pendengaran para

    pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran yang sifatnya permanen.

    Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena biaya

    ganti rugi. Oleh karena itu untuk mencegahnya diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan

    pemeriksaan terhadap pendengaran para pekerja secara berkala.

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    2/29

    2

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

    RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

    Nama Mahasiswa : Justicia Andhika (030.07.129)

    : M. Agung Santara (030.09.)

    : Melia Indasari (030.09.149)

    ` : Winda Indriati (030.09.268)

    Dokter Pembimbing : dr. Farida Nurhayati, Sp. THT-KL.

    1.1IdentitasNama : Tri Werda Lestari

    Usia : 22 tahun

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Agama : Islam

    Alamat : Jalan Bojong MentengRawa Panjang

    Pekerjaan : Operator mesin

    Pendidikan : SMA

    1.2Anamnesis1.2.1 Keluhan Utama : Kurang pendengaran sejak 2 tahun yang lalu

    Keluhan tambahan : Sering bersin-bersin pada malam hari

    1.2.2 Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan kurang pendengarannya di kedua telinga sejak 2

    tahun yang lalu, pasien mengaku mengalami gejala ini setelah 1 tahun bekerja di

    tempat kerjanya. Lingkungan kerja pasien penuh dengan kebisingan, pasien tidak

    memakai alat pelindung telinga di tempat kerjanya, dan setiap hari nya pasien bekerja

    di tempat tersebut selama 8 jam. Selain itu pasien kadang-kadang merasa telinga

    berdengengung dan merasa nyeri kepala juga pusing. Pasien merasa terganggu dengankeadaan ini karena harus meminta kepada orang yang berbicara kepadanya untuk

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    3/29

    3

    mengulang perkataan nya, dan setiap nonton televisi pasien harus dekat atau

    mengkencangkan volume televisi. Selain masalah kurang pendengaran, pasien

    mengeluh sakit di daerah kedua pipi.

    1.2.3 Riwayat Penyakit DahuluPasien mengatakan sering bersin-bersin pada malam hari sejak satu tahun

    belakangan ini. Tidak pernah diberikan obat tetes telinga. Tidak ada trauma

    sebelumnya. Tidak pernah keluar cairan dari telinga. Pasien menyangkal adanya

    hipertensi dan diabetes melitus.

    1.2.4 Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat penyakit serupa berupa sering bersin-bersin (+), diabetes melitus (-),

    hipertensi (-).

    1.3pemeriksaan Fisik1.3.1 Keadaan Umum & Tanda Vital

    a. Keadaan umum : Tampak sakit ringanb. Kesadaran : Compos Mentisc. Tanda vital

    Tekanan darah : 90/60 mmHg

    Suhu : 36,4oC

    Nadi : dbn

    RR : dbn

    1.3.2 Status Generalisa. Kepala : Normosefali, deformitas (-), Facies adenoid (-), distribusi rambut

    merata

    b. Mata : Sklera ikterik -/-, konjungtiva pucat -/-, refleks cahaya langsung+/+, refleks cahaya tidak langsung +/+

    c. Leher : Pembesaran kelenjar getah bening -/-d. Thorax

    Paru : Suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

    Jantung : Bunyi Jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-)

    e. Abdomen : Datar, supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-),organomegali (-)

    f. Ekstremitas : Akral hangat, clubbing finger (-)

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    4/29

    4

    1.3.3 Status Lokalis (THT)a. Pemeriksaan Telinga

    Kanan Kiri

    Telinga luar

    Normotia Daun telinga Normotia

    Hiperemis (-)

    Abses (-)

    Nyeri tekan (-)

    Fistel (-)

    Retroaurikuler

    Hiperemis (-)

    Abses (-)

    Nyeri tekan (-)

    Fistel (-)

    Liang telinga

    Lapang Lapang/sempit Lapang

    Hiperemis (-) Warna epidermis Hiperemis (-)

    (-) Sekret (-)

    (-) Serumen (-)

    Intak

    Refleks cahaya (+) di

    arah jam 5

    Membran timpani

    Intak

    Refleks cahaya (+) di

    arah jam 7Pemeriksaan Fungsi Pendengaran

    (+) Rinne (+)

    Tidak ada lateralisasi Weber Tidak ada lateralisasi

    Memendek Swabach Memendek

    Tidak dilakukanPemeriksaan fungsi

    PendengaranTidak dilakukan

    b. Pemeriksaan HidungKanan Kiri

    Pemeriksaan luar

    (-) Deformitas (-)

    Nyeri tekan

    (-) Dahi (-)

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    5/29

    5

    (+) Pipi (+)

    (-) Krepitasi (-)

    Rhinoskopi Anterior

    Lapang Cavum nasi Lapang

    Hipertrofi, livid Konka inferior Hipertrofi, livid

    Eutrofi Konka media Eutrofi

    Eutrofi Konka superior Eutrofi

    Tenang Mukosa Tenang

    Deviasi (-) Septum Deviasi (-)

    (-) Sekret (-)

    Tidak dilakukan Rhinoskopi Posterior Tidak dilakukan

    c. Pemeriksaan Mulut dan OrofaringKanan Kiri

    Gigi

    Tidak ada Karies Tidak ada

    Lidah

    Merah muda Warna Merah muda

    Normoglossia Bentuk Normoglossia

    Tidak ada Deviasi Tidak ada

    Tidak ada Tremor Tidak ada

    Arcus faring + uvula

    Simetris Simetris/tidak Simetris

    Merah muda Warna Merah muda

    Tidak ada Bercak eksudat Tidak ada

    Peritonsil

    Merah muda Warna Merah muda

    Tidak ada Edema Tidak ada

    Tidak ada Abses Tidak ada

    Tonsil

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    6/29

    6

    T1 Ukuran T1

    Tidak hiperemis Warna Tidak hiperemis

    Tidak rata Permukaan Tidak rata

    Tidak melebar Kripta Tidak melebar

    Tidak ada Detritus Tidak ada

    Dinding faring posterior

    Tidak hiperemis Warna Tidak hiperemis

    Tidak adaWarna jaringan

    granulasiTidak ada

    Licin Permukaan Licin

    1.4ResumePasien datang dengan keluhan kurang pendengarannya di kedua telinga sejak 2

    tahun yang lalu, pasien mengaku mengalami gejala ini setelah 1 tahun bekerja di tempat

    kerjanya. Lingkungan kerja pasien penuh dengan kebisingan, pasien tidak memakai alat

    pelindung telinga di tempat kerja nya, dan setiap hari nya pasien bekerja di tempat

    tersebut selama 8 jam. Selain itu pasien kadang-kadang merasa telinga berdengung dan

    merasa pusing. Pasien merasa terganggu dengan keadaan ini karena harus meminta

    kepada orang yang berbicara kepadanya untuk mengulang perkataannya, dan setiap

    nonton televisi pasien harus dekat atau mengkencangkan volume televisi. Selain masalah

    kurang pendengaran, pasien mengeluh sakit di daerah kedua pipi. Pasien mengatakan

    sering bersin-bersin pada malam hari sejak tahun belakangan ini.

    Setelah dilakukan pemeriksaan fisik status lokalis hidung ditemukan konka inferior

    hipertrofi dan livid, nyeri tekan di daerah kedua pipi. Pada pemeriksaan fungsi

    pendengaran didapatkan Rinne (+), Weber tidak ada lateralisasi, Swabach memendek.

    Pada pemeriksaan audiometri didapatkan telinga kanan tuli sensorineural sedang dan

    telinga kiri tuli sensorineural sedang berat. Diagnosis pada pasien ditentukan setelah

    dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Tatalaksana pada

    pasien yaitu dengan menggunakan alat bantu dengar, dan setiap bekerja pasien harus

    menggunakan alat pelindung bising berupa sumbat telinga (earplug), tutup telinga (ear

    muff) atau pelindung kepala (helmet). Untuk rhinitis alergi diberikan avamist dan perlu

    dilakukan pemeriksaan anjuran berikutnya berupa tes alergi, begitu juga untuk kecurigaan

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    7/29

    7

    terhadap sinusitis maxillaris bilateral perlu dilakukan pemeriksan foto sinus paranasal

    posisi Waters dan lateral.

    1.5Diagnosis kerjaGangguan pendengaran akibat bising (Noice Induced Hearing Loss)

    Rhinitis Alergi

    Suspek Sinusitis maxillaris bilateral

    1.6Diagnosis BandingRhinitis vasomotor

    1.7Pemeriksaan Lanjutan Audiometriuntuk menilai derajat ketulian pasienInterpretasi Audiometri

    Derajat ketulian telinga kanan adalah

    = 48.75 dBtuli sedang

    Derajat ketulian telinga kiri adalah

    = 63.75tuli sedang berat

    Dari audiogram didapatkan telinga kanan tuli sensorineural sedang dan telinga kiri

    tuli sensorineural sedang berat

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    8/29

    8

    Skin Prick Test untuk mengetahui alergen yang dapat mencetuskan rhinitisalergi

    Foto SPN (waters, lateral) untuk melihat kondisi sinus maxilla

    1.8Rencana PengobatanMedikamentosa:

    Cetirizine 1x10 mg diminum sebelum tidur (anti histamin) Avamyst 2 puff/day nasal dextra sinistra (nasal kongestan) Cefixime 2 x 50 mg (antibiotik)

    Non-medikamentosa

    1. Edukasi pasien untuk menghindari sumber bising2. Penggunaan alat

    a. pelindung telinga terhadap bising (ear muff, ear plug, dan helmet) untukmengurangi intensitas paparan bising

    b. alat bantu dengar (ABD/hearing aid)3. Edukasi kan kepada pasien juga untuk menjauhi segala yang bisa membuatnya bersin-

    bersin. Dan jika batuk pilek harap segera untuk diobati.

    1.9PrognosisAd vitam : ad bonam

    Ad sanationam : ad malam

    Ad functionam : ad malam

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    9/29

    9

    BAB III

    DISKUSI KASUS

    Telah dilaporkan seorang perempuan berusia 22 tahun dengan diagnosis noice

    induced hearing loss, rhinitis alergi, dan suspek sinusitis maxillaris bilateral. Diagnosis

    ditegakkan melalui ananmesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa

    audiometri. Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan kurang

    pendengarannya di kedua telinga sejak 2 tahun yang lalu, pasien mengaku mengalami gejala

    ini setelah 1 tahun bekerja di tempat kerjanya. Lingkungan kerja pasien penuh dengan

    kebisingan, pasien tidak memakai alat pelindung telinga di tempat kerja nya, dan setiap hari

    nya pasien bekerja di tempat tersebut selama 8 jam. Selain itu pasien kadang-kadang merasa

    telinga berdengengung dan merasa pusing. Pasien merasa terganggu dengan keadaan ini

    karena harus meminta kepada orang yang berbicara kepadanya untuk mengulang

    perkataannya, dan setiap nonton televisi pasien harus dekat atau mengkencangkan volume

    televisi. Selain masalah kurang pendengaran, pasien mengeluh sakit di daerah kedua pipi.

    Pasien mengatakan sering bersin-bersin pada malam hari sejak tahun belakangan ini.

    Setelah dilakukan pemeriksaan fisik status lokalis hidung ditemukan konka inferior

    hipertrofi dan livid, nyeri tekan di daerah kedua pipi. Pada pemeriksaan fungsi pendengaran

    didapatkan Rinne (+), Weber tidak ada lateralisasi, Swabach memendek. Pada pemeriksaan

    audiometri didapatkan telinga kanan tuli sensorineural sedang dan telinga kiri tuli

    sensorineural sedang berat.

    Pasien di diagnosis kerja dengan noice induced hearing loss. Berdasarkan teori,

    seorang yang mendapatkan bising dalam intensitas yang cukup besar, lamanya terpapar

    bising dan seringnya terpapar bising dapat menyebabkan kerusakan pada sel rambut dan akan

    menyebabkan iskemi pada sel rambut, dimana sel rambut ini yang akan mengubah energi

    bunyi menjadi energi listrik dan kemudian energi ini akan diteruskan ke saraf auditorius dan

    di terjemahkan ke otak akan menjadi terganggu karena tekanan suara bising ini. Hal ini sesuai

    dengan riwayat pekerjaan pasien, hasil pemeriksaan fungsi pendengaran dan hasil

    pemeriksaan audiometri yaitu pasien menderita tuli sensorineural pada kedua telinga.

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    10/29

    10

    BAB IV

    TINJAUAN PUSTAKA

    ANATOMI TELINGA

    Secara anatomis, telinga dibagi kedalam telinga luar, telinga tengah, dan telinga

    dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga, liang telinga luar, dan membran timpani.

    Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batasnya (5):

    Luar: membran timpani Depan: tuba eustachius Bawah: vena jugularis Belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis Atas: tegmen timpani (meningen/otak) Dalam: kanalis semisirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval

    window), tingkap bundar (round window) dan promontorium

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    11/29

    11

    Labirin ( telinga dalam ) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan,

    terletak pada pars petrosa os temporal (6,7).

    Labirin terdiri dari :

    1. Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea.2. Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari :

    kanalis semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta

    koklea.

    Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisicairan

    perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam labirin

    bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan

    diresorbsi pada sakus endolimfatikus (6,7).

    Vestibulum

    Vestibulum adalah suatu ruangan kecil yang berbentuk oval, berukuran 5 x 3 mm

    dan memisahkan koklea dari kanalis semisirkularis.

    Pada dinding lateral terdapat foramen ovale ( fenestra vestibuli ) dimana footplate

    dari stapes melekat disana. Sedangkan foramen rotundum terdapat pada lateral bawah.Pada

    dinding medial bagian anterior terdapat lekukan berbentuk spheris yang berisi makulasakkuli dan terdapat lubang kecil yang berisi serabut saraf vestibular inferior.

    Makula utrikuli terletak disebelah belakang atas daerah ini. Pada dinding posterior

    terdapat muara dari kanalis semisirkularis dan bagian anterior berhubungan dengan skala

    vestibuli koklea (6).

    Kanalis Semisirkularis

    Terdapat 3 buah kanalis semisirkularis : superior, posterior dan lateral yangmembentuk sudut 90 satu sama lain. Masing-masing kanal membentuk 2/3 lingkaran,

    berdiameter antara 0,8 1,0 mm dan membesar hampir dua kali lipatpada bagian ampula.

    Pada vestibulum terdapat 5 muara kanalis semisirkularis dimana kanalis superior dan

    posterior bersatu membentuk krus kommune sebelummemasuki vestibulum (6).

    Koklea

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    12/29

    12

    Terletak didepan vestibulum menyerupai rumah siput dengan panjang 30 35 mm.

    Koklea membentuk 2 - 2 kali putaran dengan sumbunya yang disebut modiolus yang

    berisi berkas saraf dan suplai darah dari arteri vertebralis.

    Kemudian serabut saraf ini berjalan ke lamina spiralis ossea untuk mencapai sel-sel

    sensorik organ Corti. Koklea bagian tulang dibagi dua oleh suatu sekat. Bagian dalam sekat

    ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis membranasea,

    sehingga ruang yang mengandung perilimfe terbagi 2 yaitu skala vestibuli dan skala timpani.

    Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema. Skala vestibuli berawal

    pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada foramen rotundum. Pertemuan antara

    lamina spiralis ossea dan membranasea kearah perifer membentuk suatu membran yang tipis

    yang disebut membran Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus koklearis ). Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang

    oleh jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari N. koklearis dan

    organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus

    Reuniens. Organ Corti terletak diatas membran basilaris yang mengandung organel-organel

    penting untuk mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri dari satu baris sel

    rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan 3 baris sel rambut luar yang berisi kira-kira

    12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan horizontal dari suatu

    jungkat-jungkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen

    menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia

    yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membran

    tektoria. Membrantektoria disekresi dan disokong oleh limbus (6,7).

    Sakulus dan utrikulus

    Terletak didalam vestibulum yang dilapisi oleh perilimfe kecuali tempatmasuknyasaraf didaerah makula. Sakulus jauh lebih kecil dari utrikulus tetapi strukturnya sama.

    Sakulus dan utrikulus ini berhubungan satu sama lain denganperantaraan duktus utrikulo-

    sakkularis yang bercabang menjadi duktus endolimfatikus dan berakhir pada suatu lipatan

    dari duramater pada bagian belakang os piramidalis yang disebut sakkus endolimfatikus.

    Saluran ini buntu.Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang dikelilingi oleh sel-sel

    penunjang yang terletak pada makula. Pada sakulus terdapat makula sakuli dan pada

    utrikulus terdapat makula utrikuli(6,7)

    .

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    13/29

    13

    Perdarahan

    Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang

    berasal dari a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yangmerupakan suatu

    end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis.Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :

    1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli,krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari

    utrikulus dan sakulus.

    2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.

    3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arterispiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir

    pada stria vaskularis.

    Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna

    mendarahi putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearismendarahi putaran

    basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena

    akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini

    mengikuti duktus endolimfatikus dan masuk ke sinussigmoid(6,7)

    .

    Persarafan

    N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus

    internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus

    akustikus internus terletak ganglion vestibulare dan pada modiolus terletak ganglion

    spirale(7).

    FISIOLOGI PENDENGARAN

    Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan

    mengenai membran timpani sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini diteruskan ke

    tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya stapes

    menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli.

    Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe dan

    membran basalis ke arah bawah dan perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    14/29

    14

    foramen rotundum terdorong ke arah luar. Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti

    berkelok, dan dengan terdorongnya

    membran basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah menjadi

    rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke

    cabang-cabang N. VIII, kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran

    di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis (1).

    FISIOLOGI VESTIBULER

    Kanalis semisirkularis merupakan alat keseimbangan dinamik dan terangsang oleh

    gerakan yang melingkar, sehingga kemana saja arah kepala, asal gerakan itu membentuk

    putaran, maka gerakan itu akan tertangkap oleh salah satu, dua atau ketiga kanalis

    semisirkularis bersama-sama. Pada manusia, kanalis semisirkularis horizontal yang

    mempunyai peran dominan oleh karena manusia banyak bergerak secara horizontal.Utrikulus

    dan sakulus merupakan alat keseimbangan statik, yang terangsang oleh gerak percepatan atau

    perlambatan yang lurus arahnya, dan juga oleh gravitasi. Utrikulus terangsang oleh gerakan

    percepatan lurus dalam bidang mendatar, sedangkan sakulus terangsang oleh gerakan

    percepatan lurus dalam bidang vertikal.

    Dalam keadaan diam, gravitasi berpengaruh terhadap utrikulus maupun sakulus.

    Hubungan sistem vestibuler dengan otot-otot mata erat sekali, sehingga semua gerakan

    endolimfe selalu diikuti oleh gerakan bola mata. Sistem vestibuler berhubungan dengan

    sistem tubuh yang lain, sehingga kelainan sistem vestibuler bisa menimbulkan gejala pada

    sistem tubuh yang bersangkutan (8).

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    15/29

    15

    GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING (NOISE INDUCED HEARING

    LOSS)

    A. DEFINISIBising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki. Dari

    definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising bersifat subyektif, tergantung dari masing-

    masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising. Sedangkan secara audiologi, bising

    adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai frekuensi (1).

    Gangguan pendengaran akibat bising, atau gangguan pendengaran akibat kerja

    (occupational deafness / noise induced hearing loss) adalah hilangnya sebagian atau seluruh

    pendengaran seseorang yang bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang

    disebabkan oleh bising terus menerus di lingkungan tempat kerja. Dalam lingkungan industri,

    semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin lama waktu pemaparan kebisingan yang

    dialami oleh para pekerja, semakin berat gangguan pendengaran yang ditimbulkanpada para

    pekerja tersebut (6).

    B. ETIOLOGIFaktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan (1):

    1. Intensitas kebisingan

    2. Frekwensi kebisingan

    3. Lamanya waktu pemaparan bising

    4. Kerentanan individu

    5. Jenis kelamin

    6. Usia

    7. Kelainan di telinga tengah

    Intensitas dan waktu paparan bising yang di perkenankan

    Intensitas bising (db)Waktu paparanPer hari dalam jam

    85 8

    87,5 6

    90 492,5 3

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    16/29

    16

    100 1

    105

    110

    C. PATOGENESIS (6)Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel rambut.

    Daerah yang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan adanya

    degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan. Stereosilia pada sel-

    sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon terhadap stimulasi. Dengan

    bertambahnya intensitas dan durasi paparan akan dijumpai lebih banyak kerusakan seperti

    hilangnya stereosilia. Daerah yang dan digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi

    intensitas paparan bunyi, sel-sel rambut dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan

    semakin luasnya kerusakan pada sel-sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga

    dapat dijumpai di nukleus pendengaran pada batang otak.

    Perubahan anatomi yang berhubungan dengan paparan bising, dari sudut

    makromekanikal ketika gelombang suara lewat, membrana basilaris meregang sepanjang sisi

    ligamentum spiralis, dimana bagian tengahnya tidak disokong. Pada daerah ini terjadi

    penyimpangan yang maksimal. Sel-sel penunjang disekitar sel rambut dalam juga sering

    mengalami kerusakan akibat paparan bising yang sangat kuat dan hal ini kemungkinan

    merupakan penyebab mengapa baris pertama sel rambut luar yang bagian atasnya

    bersinggungan dengan phalangeal process dari sel pilar luar dan dalam merupakan daerah

    yang paling sering rusak.

    D. GEJALASecara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising ( noise inducedhearing loss )

    adalah(6):

    1. Bersifat sensorineural2. Hampir selalu bilateral3. Jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat ( profound hearing loss ). Derajat

    ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB.

    4. Apabila paparan bising dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaranyang signifikan.

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    17/29

    17

    5. Kerusakan telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000Hz, dimana kerusakan yang paling berat terjadi pada frekwensi 4000 Hz.

    6. Dengan paparan bising yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000 dan6000 Hz akan mencapai tingkat yang maksimal dalam 1015 tahun.

    Selain itu, tinnitus merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat

    mengganggu ketajaman pendengaran dan konsentrasi. Bila sudah cukup berat disertai

    keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila sudah lebih berat,

    percakapan yang keras pun sukar dimengerti (1).

    E. DIAGNOSIS (1,2,6)Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, riwayat pekerjaan, pemeriksaan fisik,

    otoskopi, serta pemeriksaan penunjang untuk pendengaran seperti audiometri.

    Dari anamnesis didapatkan riwayat penah bekerja atau sedang bekerja di lingkungan

    bising dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya lebih dari 5 tahun. Sedangkan pada

    pemeriksaan otoskopik tidak ditemukan kelainan.

    Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke

    telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis ketuliannya

    adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga. Ketulian timbul secara

    bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang biasanya terjadi dalam 8 10 tahun

    pertama paparan.

    Pemeriksaan audiometri nada murni didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi

    tinggi (umumnya 30006000 Hz) dan pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik (notch)

    yang patognomonik untuk jenis ketulian ini. Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti

    SISI (Short Increment Sensitivity Index), ABLB (Alternate Binaural Loudness Balance) dan

    Speech Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen (recruitment) yang khas

    untuk tuli saraf koklea, yaitu dimana telinga yang tuli menjadi lebih sensitif terhadap

    kenaikan intensitas bunyi yang kecil pada frekuensi tertentu setelah terlampaui ambang

    dengarnya.

    Orang yang menderita tuli sensorineural sangat terganggu oleh bising latar belakang

    (background noise), sehingga bila orang tersebut berkomunikasi di tempat yang ramai akan

    mendapat kesulitan mendengar dan mengerti pembicaraan. Keadaan ini disebut sebagaicocktail party deafness.

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    18/29

    18

    F. PENATALAKSANAAN (1)Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya dari

    lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapat dipergunakan alat pelindung

    telinga yaitu berupa sumbat telinga (ear plugs), tutup telinga (ear muffs) dan pelindung

    kepala (helmet).

    Oleh karena tuli akibat bising adalah tuli saraf koklea yang bersifat menetap

    (irreversible), bila gangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi

    dengan volume percakapan biasa, dapat dicoba pemasangan alat bantu dengar (ABD).

    Apabila pendengarannya telah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD pun tidak

    dapat berkomunikasi dengan adekuat, perlu dilakukan psikoterapi supaya pasien dapat

    menerima keadaannya. Latihan pendengaran (auditory training) juga dapat dilakukan agar

    pasien dapat menggunakan sisa pendengaran dengan ABD secara efisien dibantu dengan

    membaca ucapan bibir (lip reading), mimik dan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat

    untuk dapat berkomunikasi.

    G. PENCEGAHANTujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegahterjadinya

    NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja.Program ini terdiri dari 3 bagian

    yaitu (6):

    1. Pengukuran pendengaranTest pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :

    a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.b. Pengukuran pendengaran secara periodik.

    2. Pengendalian suara bisingDapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

    a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan memakai ear muff(tutup telinga), ear plugs (sumbat telinga) dan helmet (pelindung kepala).

    b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara :- memasang peredam suara

    - menempatkan suara bising (mesin) didalam suatu ruangan yang terpisah dari

    pekerja

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    19/29

    19

    3. Analisa bisingAnalisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising, frekwensi bising,

    lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan bising. Alat utama dalam

    pengukuran kebisingan adalah sound level meter.

    SOUND LEVEL METER ( SLM ) (6)

    SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan, yang

    terdiri dari mikrofon, amplifier, sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya. Alat ini

    mengukur kebisingan antara 30 130 dB dan dari frekwensi 20 20.000 Hz. SLM dibuat

    berdasarkan standar ANSI (American National Standard Institute) tahun 1977 dan dilengkapi

    dengan alatpengukur 3 macam frekwensi yaitu A, B dan C yang menentukan secara kasarfrekwensi bising tersebut.

    Jaringan frekwensi A mendekati frekwensi karakteristik respon telinga untuk suara

    rendah yang kira-kira dibawah 55 dB . Jaringan frekwensi B dimaksudkan mendekati reaksi

    telinga untuk batas antara 5585 dB. Sedangkan jaringan frekwensi C berhubungan dengan

    reaksi telinga untuk batas diatas 85 dB.

    RHINITIS ALERGI

    Definisi

    Rhinitis alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinorre, rasa

    gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai Ig E (9).

    Etiologi

    Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik

    dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada

    ekspresi rinitis alergi. Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa

    dan ingestan pada anak-anak.

    Berbagai pemicu yang bisa berperan dan memperberat adalah beberapa faktor

    nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau aroma yang kuat atau merangsang dan

    perubahan cuaca (9).

    Gejala

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    20/29

    20

    Berdasarkan hasil anamnesis, gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya

    serangan bersin yang berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama

    pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan

    mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan diri sendiri (self cleaning process). Bersin

    ini timbul akibat dilepaskannya histamin. Gejala lain yang mungkin timbul adalah keluar

    ingus yang encer dan banyak (rinore), hidung tersumbat, hidung dan mata terasa gatal,

    kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).

    Pada pemeriksaan fisik, tampak gambaran allergic crease, yaitu gambaran garis

    melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah yang timbul akibat gosokan telapak atau

    punggung tangan pada hidung. Pada rinoskopi anterior, tampak mukosa edema, basah,

    berwarna pucat atau livid disertai adanya sekret encer yang banyak. Bila gejala persisten,

    mukosa inferior tampak hipertrofi (9).

    Pemeriksaan Penunjang

    Rinitis alergi dapat ditentukan sebabnya dengan melakukan uji tusuk atau skin prick

    test (SPT). Uji tusuk dapat dilakukan pada alergen hirup, alergen di tempat kerja, dan alergen

    makanan. Lokasi terbaik adalah daerah volar lengan bawah dengan jarak minimal 2 cm dari

    lipat siku dan pergelangan tangan. Setetes ekstrak alergen dalam gliserin diletakkan pada

    permukaan kulit. Lapisan superfisial kulit ditusuk dan dicungkit ke atas dengan jarum khusus

    untuk uji tusuk. Hasil positif bila wheal yang terbentuk >2 mm. Preparat antihistamin,

    efedrin/epinefrin, kortikosteroid dan -agonis dapat mengurangi reaktivitas kulit, sehingga

    harus dihentikan sebelum uji kulit. Uji kulit paling baik dilakukan setelah pasien berusia tiga

    tahun. Sensitivitas SPT terhadap alergen makanan lebih rendah dibanding alergen hirup.

    Dibanding uji intradermal, SPT memiliki sensitivitas yang lebih rendah namun

    spesifisitasnya lebih tinggi dan memiliki korelasi yang lebih baik dengan gejala yang

    timbul(10).

    Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan yang utama untuk rinitis alergi adalah menghindari alergen yang

    mencetuskan gejala. Dengan melakukan penghindaran alergen ini, diharapkan penderita

    dapat mengatasi rinitis alergi tanpa atau sedikit obat-obatan.

    Untuk mengatasi gejalanya, dapat diberikan antihistamin. Antihistamin yang dipakai

    adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel

    target dan merupakan preparat farmakologik yang sering dipakai sebagai lini pertama

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    21/29

    21

    pengobatan rinitis alergi. Pemeberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan

    dekongestan secara peroral. Anti-histamin dibagi dalam 2 golongan yaitu anti-histamin

    generasi 1 (klasik) dan generasi 2 (non sedatif). Anti-histamin 1 bersifat lipofilik, sehingga

    dapat menembus sawar darah otak (mempunyai efek terhadap SSP) dan plasenta serta

    mempunyai efek kolinergik. Anti-histamin 2 bersifat lipofobik, sehingga sulit menembus

    sawar darah otak. Bersifat mengikat reseptor H-1 di perifer dan tidak memiliki efek

    kolinergik, antiadrenergik dan efek pada SSP minimal (non-sedatif). Anti-histamin diabsorbsi

    secara oral daengan cepat dan mudah serta efektif untuk mengatasi gejala obstruksi hidung

    pada fase lambat.

    Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai

    dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topikal.

    Namun pemakaiannya secara topikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk

    menghindari terjadinya rinitis medikamentosa.

    Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respons

    fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid

    topikal, yang bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit pada mukosa hidung, mencegah

    pengeluaran protein sitotoksik dari eosinofil, mengurangi aktifitas limfosit, mencegah

    bocornya plasma. Hal ini menyebabkan epitel hidung tidak hiperresposif terhadap alergen

    (bekerja pada respon fase cepat dan lambat) (9,10).

    SINUSITIS

    Sinusitis adalah inflamasi

    mukosa sinus paranasal atau

    radang pada sinus paranasal (11).

    Bila terjadi pada beberapa sinus

    disebut multisinusitis, sedangkan

    bila mengenai seluruhnya disebut

    pansinusitis. Yang paling sering

    terkena adalah sinus maksila,

    kemudian sinus ethmoid, sinus

    frontal, dan sinus sphenoid. Hal

    ini disebabkan karena sinus maksila adalah sinus yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi

    dari dasar, dasarnya adalah dasar akar gigi sehingga dapat berasal dari infeksi gigi, dan

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    22/29

    22

    ostiumnya terletak di meatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga

    sering tersumbat.(12)

    PEMBAGIAN SINUSITIS

    1. Berdasarkan perjalanan penyakitnya (menurut Adams) (12)a. Sinusitis akut

    Bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu

    b. Sinusitis subakutBila infeksi beberapa minggu sampai beberapa bulan

    c. Sinusitis kronikBila infeksi beberapa bulan sampai beberapa tahun (menurut Cauwenberge, bila

    sudah lebih dari 3 bulan)

    2. Berdasarkan tipe inflamasinya (13)a. Sinusitis Infeksi

    biasanya disebabkan oleh infeksi virus yang tidak rumit. Pertumbuhan bakteri

    penyebab infeksi sinus dan infeksi sinus jamur sangat jarang terjadi. Bentuk sinus

    subakut sinus kronik biasanya merupakan hasil dari pengobatan yang tidak adekuat

    dari infeksi sinus akut.

    b. Sinusitis NoninfeksiDisebabkan oleh iritasi dan kondisi alergi dan mengikuti garis waktu yang sama

    untuk sinusitis akut, subakut dan kronik seperti sinusitis infeksi.

    3. Berdasarkan penyebabnya (11)a. Sinusitis Dentogen

    Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apikal akar gigi atau inflamasi jaringan

    periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus maksila, atau melalui

    pembuluh darah dan limfe.

    b. Sinusitis JamurInfeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang tidak jarang ditemukan.

    Jenis jamur yang paling sering menyebabkan infeksi sinus paranasal ialah spesies

    Aspergillus dan Candida.

    Para ahli membagi sinusitis jamur sebagai bentuk invasif dan non-invasif.

    Sinusitis jamur invasif terbagi menjadi invasif akut fulminan dan invasif kronik

    indolen.

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    23/29

    23

    4. Berdasarkan tempatnya (14)a. Sinusitis Maksila

    Menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi dan sakit kepala.

    b. Sinusitis EthmoidMenyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta sakit kepala di dahi.

    Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri bila pinggiran hidung di

    tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung tersumbat.

    c. Sinusitis FrontalMenyebabkan sakit kepala di dahi

    d. Sinusitis SphenoidMenyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan dan bisa dirasakan di

    puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang menyebabkan sakit

    telinga dan sakit leher.

    FAKTOR PREDESPOSISI (11,12,15)

    Lokal :- ISPA akibat virus- Malnutrisi- Kelainan imonologik- Diskinesia (berkurangnya

    kemampuan untuk bergerak

    bebas) silia

    - Bermacam rinitis, terutamarinitis alergi, rinitis hormonal

    pada wanita hamil

    - Polip hidung- Kelainan anatomi seperti deviasi hidung, hipertrofi konka- Sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM)- Infeksi tonsil- Infeksi gigi- Kelainan imunologik- Penyakit fibrosis kistik- Deformitas rangka

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    24/29

    24

    Sistemik :- Lingkungan dingin, panas, kelembapan, dan kekeringan- Lingkungan berpolusi-

    Kebiasaan merokok- Alergi obat atau makanan

    PATOFISIOLOGI (11)

    Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens

    mukosiliar (mucociliary clearence) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansi

    antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap

    kuman yang masuk bersama udara pernapasan.

    Organ-organ yang membentuk

    KOM (Kompleks Ostio Meatal) letaknya

    berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa

    yang berhadapan akan saling bertemu

    sehingga silia tidak dapat bergerak

    (diskenia) dan ostium tersumbat. Akibatnya

    terjadi tekanan negatif di dalam rongga

    sinus yang menyebabkan terjadinya

    transudasi. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bakterial dan biasanya sembuh

    dalam beberapa hari tanpa pengobatan.

    Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik

    untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Lalu sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut

    sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.

    Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predesposisi), inflamasi

    berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan

    ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi

    kronik yaitu hipertrofi, polipoid atau pembengkakan polip dan kista. Pada keadaan ini

    mungkin diperlukan tindakan operasi.

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    - Foto polos atau CT scanUmumnya untuk menilai sinus-sinus besar seperti sinus maxilla dan frontal

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    25/29

    25

    - Pemeriksaan transiluminasi.Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap

    - Pemeriksaan mikrobiologiDengan cara mengambil sekret (mukus)dari meatus medius/ superior.

    - Sinuskopi

    PENATALAKSANAAN (12)

    1. Sinusitis akutTerapi medikamentosa berupa antibiotic (amoksisilin dan ampisilin) alternative bagi

    yang alergi terhadap penisilin adalah trimetoprim/ sulfametoksazol. Dekongestan oral

    atau topical dapat juga diberikan. Kabut dihangatkan atau irigasi salin juga dapat efektif

    untuk membuka sumbatan saluran sehingga memungkinkan drainase rabas purulen.

    Dekongestan oral yang umum adalah Drixoral dan Dimettap. Dekongestan topical yang

    umum adalah Afrindan Otrivin.

    Dekongestan topical harus diberikan dengan posisi kepala pasien kebelakang untuk

    meningkatkan drainase maksimal. Jika pasien terus menunjukkan gejala setelah 7 sampai

    10 hari, maka sinus perlu diirigasi. Pemberian antihistamin pada sinusitis akut purulen

    tidak dianjurkan. Bila perlu diberikan analgesic untuk menghilangkan nyeri : mukolitik

    untuk mengencerkan secret, meningkatkan kerja silia dan merangsang pemecahan

    fibrin.pemberian steroid intranasal : beklometason, fluinosolid, triamsinolon.

    2. Sinusitis subakutMula mula diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotic yang sesuai dengan

    resistensi kuman, selama 10-14 hari. Juga obat-obatan simtomatis. Berupa dekongestan

    local (obat tetes hidung) untuk memperlancar drainase, selam 5-10 hari, dapat diberikan

    analgetik, antihistamin dan mukolitik. Bila perlu dapat dilakukan diatermi.

    Dilakukan dengan sinar gelombang pendek sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit

    untuk memperbaiki vaskularisasi sinus, jika belum membaik dilakukan pencucian sinus.

    Tindakan intranasal lain adalah opersi koreksi sputum, pengangkatan polip dan

    konkotomi total atau parsial.

    3. Sinusitis kronisPenatalaksanaan medis sama seperti sinusitis akut. Pembedahan diindikasikan pada

    sinusitis kronis untuk memperbaiki deformitas structural yang menyumbat ostia sinus.

    Pembedahan mencakup aksisi atau kauterisasi polip, perbaikan penyimpangan septum

    dan menginsisi serta mendrainase sinus. Perkembangan terakhir adalah Bedah Sinus

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    26/29

    26

    Endoskopi Fungsional (BSEF). Sebagian pasien dengan sinusitis kronis parah mendapat

    kesembuhan dengan cara pindah ke daerah dengan iklim yang kering.

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    27/29

    27

    BAB V

    KESIMPULAN

    Telinga merupakan suatu organ yang berfungsi dalam proses pendengaran dan

    keseimbangan. Berdasarkan anatomi, telinga dibagi kedalam tiga bagian, yaitu telinga

    luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Pada telinga dalam terdapat organ Corti yang

    terletak diatas membran basilaris dan mengandung organel-organel penting untuk

    mekanisme saraf perifer pendengaran. Organ corti ini terdiri dari sel-sel rambut luar dan

    sel rambut dalam yang fungsinya dapat dipengaruhi oleh intensitas, frekuensi dan

    lamanya pajanan terhadap bising.

    Bising secara audiologi adalah campuran bunyi nada murni dengan berbagai

    frekuensi. Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced hearing loss) adalah

    gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan bising yang cukup keras dan

    dalam jangka waktu yang cukup lama. Intensitas bising yang tinggi dapat mengakibatkan

    kerusakan pada reseptor pendengaran Corti di telinga dalam. Gangguan pendengaran ini

    bersifat tuli sensorineural dan umumnya terjadi pada kedua telinga.

    Gejala yang sering dikeluhkan biasanya berupa tinnitus yang disertai dengan kurang

    pendengaran. Bila sudah cukup berat disertai keluhan sukar menangkap percakapan biasa

    sehari-hari dan bila sudah lebih berat, percakapan yang keras pun sukar dimengerti.

    Penatalaksanaan untuk NIHL ini adalah dengan menjauhkan sumber bising dari

    penderita. Jika tidak dapat dijauhkan, maka penting untuk mengurangi intensitas bising

    dengan penggunaan alat seperti sumbat telinga, tutup telinga atau helmet. Jika

    pendengarannya sudah cukup parah, dapat mempergunakan alat bantu dengar.

  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    28/29

    28

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Soetirto I. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ). Dalam : Soepardi EA,Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit

    FK UI, 2010. h. 49-52.

    2. Rabinowitz PM. Noise-induced hearing loss. Available at:http://www.findarticles.com/cf_0/m3225/9_61/62829109/print.html. Accessed on

    23rd July, 2013.

    3. Heggins II, J. The effects of industrial noise on hearing. Available at:http://hubel.sfasu.edu/courseinfo/SL98/hearing.html. Accessed on 23rd July,

    2013.

    4. Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam:Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-6.

    Jakarta:Balai Penerbit FK UI, 2010. h. 10-3.

    5. Yunita A. Gangguan Pendengaran Akibat Bising. 2010. Available at:http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-andrina1.pdf. Accessed on 23rd July,

    2013.

    6. Hadjar E. Gangguan keseimbangan dan kelumpuhan nervus fasial. Dalam :Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta :Balai Penerbit FK UI, 2010. h. 94-6

    7. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Rinitis Alergi. Dalam: Soepardi EA,Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit

    FK UI, 2010. h. 128-134.

    8. Sudewi NP, Kurniati N, Dadi EM, et al. Berbagai Teknik Pemeriksaan untukMenegakkan Diagnosis Penyakit Alergi. Sari Pedriati, Vol 11, No. 3, Oktober

    2009.

    9. Mathur NN. 2012. Noice Induced Hearing Loss.http://emedicine.medscape.com/article/857813-overview. accessed on 23rd July,

    2013.

    10. Sheikh J. 2013. Allergic Rhinitis.http://emedicine.medscape.com/article/134825-overview.accessed on 23rd July, 2013.

    11.Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2010. h.

    128-134.

    http://www.findarticles.com/cf_0/m3225/9_61/62829109/print.htmlhttp://www.findarticles.com/cf_0/m3225/9_61/62829109/print.htmlhttp://hubel.sfasu.edu/courseinfo/SL98/hearing.htmlhttp://hubel.sfasu.edu/courseinfo/SL98/hearing.htmlhttp://library.usu.ac.id/download/fk/tht-andrina1.pdfhttp://emedicine.medscape.com/article/857813-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/857813-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/134825-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/134825-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/134825-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/134825-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/134825-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/134825-overviewhttp://emedicine.medscape.com/article/857813-overviewhttp://library.usu.ac.id/download/fk/tht-andrina1.pdfhttp://hubel.sfasu.edu/courseinfo/SL98/hearing.htmlhttp://www.findarticles.com/cf_0/m3225/9_61/62829109/print.html
  • 5/22/2018 Bab II Case Report Tht Kasus NIHL

    29/29

    29

    12.Manjoer A, editors. Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Jakarta : MediaAesculapius FKUI ; 2001.

    13.Davis CC. Medicinenet. Sinusitis Infections. In : Shiel WC. Available at:http://www.medicinenet.com/sinusitis/article.htm. Accesed at April 15, 2010

    14.Medicastore. Sinusitis. Available at :http://medicastore.com/penyakit/55/Sinusitis.html. Accesed at April 15, 2010

    15.Adams GL, Boies LR, Highler PA. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC ;1997

    http://www.medicinenet.com/sinusitis/article.htmhttp://www.medicinenet.com/sinusitis/article.htmhttp://www.medicinenet.com/sinusitis/article.htmhttp://medicastore.com/penyakit/55/Sinusitis.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/55/Sinusitis.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/55/Sinusitis.htmlhttp://www.medicinenet.com/sinusitis/article.htm