BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini akan menguraikan tentang konsep lansia, konsep teori keperawatan konsekuensi fungsional, konsep keseimbangan postural, konsep latihan keseimbangan, konsep pemeriksaan keseimbangan Berg Balance Scale (BBS) Orem. 2.1 Konsep Lansia 2.1.1 Pengertian Lansia Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan–lahan kemampuan jaringan untuk mamperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2006). Sedangkan menurut Hawari (1999), lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan dari seseorang mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologik. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual. 2.1.2 Batasan Lansia Berikut adalah batasan lansia (Nugroho, 2000): 1. Menurut WHO (World Health Organization) 4
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan tentang konsep lansia, konsep teori
keperawatan konsekuensi fungsional, konsep keseimbangan postural, konsep
latihan keseimbangan, konsep pemeriksaan keseimbangan Berg Balance Scale
(BBS) Orem.
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Pengertian Lansia
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan–lahan
kemampuan jaringan untuk mamperbaiki diri atau mengganti diri dan
mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Darmojo, 2006). Sedangkan menurut Hawari (1999), lansia adalah keadaan yang
ditandai oleh kegagalan dari seseorang mempertahankan keseimbangan terhadap
kondisi stress fisiologik. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya
kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.
2.1.2 Batasan Lansia
Berikut adalah batasan lansia (Nugroho, 2000):
1. Menurut WHO (World Health Organization)
1. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun.
2. Lanjut usia (elderly) : 60-74
tahun.
3. Lanjut usia tua (old) : 75-90
tahun.
4. Usia sangat tua (very old) : diatas 90
tahun.
4
2. Menurut UU No.13 th 1998
Dalam BAB I pasal 1 ayat 2 berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas”.
3. Birren and Jenner (1977) mengusulkan untuk membedakan antara usia
biologis, usia psikologis, dan usia sosial.
1) Usia Biologis.
Usia yang menunjuk pada jangka waktu seseorang sejak lahirnya berada
dalam keadaan hidup tidak mati.
2) Usia Psikologis.
Usia yang menunjuk pada kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
3) Usia Sosial.
Usia yang menunjuk kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan
masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
2.1.3 Perubahan fisiologis yang terjadi pada lanjut usia
Pada lansia terjadi perubahan pada hampir semua aspek, adapun
perubahan sistem yang mempengaruhi keseimbangan adalah :
1. Sistem Persyarafan
Berat otak menurun 10-20%. Terjadi perubahan neurobehavioral seperti
perubahan motorik yang melambat sehingga respon terhadap perubahan
keseimbangan menurun, berkurangnya fungsi sensori perifer sehingga terjadi
perlambatan omset laten dorsofleksor ankle dan perubahan pada respon otot. Hal
ini menyebabkan otot proksimal teraktivasi dahulu yang akan mengganggu proses
keseimbangan. Perubahan motorik disebabkan banyak faktor melibatkan sistem
syaraf pusat dan perifer termasuk berkurangnya rasa posisi, kelemahan otot dan
perubahan skeletal (Kane RL, 1994).
5
3. Sistem Vestibuler
Pada sistem vestibuler, terjadi degenerasi sel – sel rambut dalam macula
sebesar 40% dan sel saraf. Proses degeneratif di dalam otolit sistem vestibuler
dapat menyebabkan vertigo posisional dan ketidakseimbangan waktu berjalan
(Alonso JA, 1994).
4. Sistem Penglihatan
Perubahan pada sistem penglihatan yang menyebabkan gangguan
keseimbangan adalah adanya penurunan cahaya yang dihantarkan ke retina,
sehingga ambang visual meningkat dan daya adaptasi terang gelap menurun.
Penurunan tajam penglihatan terjadi karena katarak, degenerasi makuler dan
penglihatan perifer menghilang.
5. Sistem Kardiovaskuler
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi
kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsinya berkurang sampai 50%.
Pembuluh darah kapiler mengalami perubahan elastisitas dan permeabilitas.
Penurunan sensitivitas baroreseptor menyebabkan hipotensi postural, begitu juga
aritmia dan drop attacks semua itu secara tidak langsung mengganggu
keseimbangan pada lansia (Thompson, 2000).
6. Sistem Respirasi
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya
aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sehingga kapasitas residu
meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun,
dan kedalaman bernafas menurun. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan
jumlahnya berkurang, O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg, kemampuan
untuk batuk berkurang, penurunan kekuatan otot pernafasan.
7. Sistem Muskuloskeletal.
6
Faktor muskuloskeletal merupakan faktor yang berperan besar terhadap
kejadian jatuh pada lansia. Perubahan fungsional pada lanjut usia berupa
kehilangan lean muscle mass, atrofi otot dan penurunan kekuatan otot.
Pada lanjut usia ukuran otot mengecil dan penurunan massa otot lebih
banyak terjadi pada ekstremitas bawah. Sel otot yang mati digantikan oleh
jaringan ikat dan lemak. Serabut fast twich tipe II berkurang lebih cepat daripada
tipe I. Pada myoneural junction terjadi penurunan jumlah motor unit dan serabut
bermyelin (Thompson, 2000) .
Kekuatan yang dihasilkan otot menurun dengan bertambahnya usia.
Kekuatan otot ekstremitas bawah berkurang sebesar 40% antara usia 30 sampai 80
tahun. Hal ini lebih berat terjadi pada lansia di panti dengan riwayat jatuh.
Ketahanan otot untuk berkontraksi secara berkesinambungan pada tingkat sub
maksimal menurun. Namun penurunan ketahanan lebih kecil daripada kekuatan
otot.
Penurunan lingkup gerak sendi dan fleksibilitas spinal menyebabkan
postur fleksi atau bungkuk yang merupakan karakteristik pada lansia. Kondisi lain
seperti artritis dan nyeri dapat menyebabkan berkurangnya lingkup gerak sendi
yang berakibat pada gangguan keseimbangan.
Fleksibilitas jaringan menurun sebesar 20 – 30% pada lanjut usia akibat
perubahan jaringan pengikat pada tendon, kapsul sendi, otot dan ligamen.
Perubahan dalam struktur kolagen dan peningkatan anyaman serat elastin yang
terjadi menyebabkan hilangnya fleksibilitas (Alonso JA, 1994).
2.2 Konsep Teori Keperawatan Konsekuensi Fungsional (Miller CA, 1995 )
Teori ini menyatakan bahwa lansia mengalami konsekuensi fungsional
karena perubahan yang berkaitan dengan usia dan faktor risiko tambahan. Dengan
tidak adanya intervensi, akan terjadi banyak konsekuensi fungsional yang negatif,
namun dengan intervensi konsekuensi fungsional dapat menjadi positif.
7
Konsekuensi fungsional adalah efek dari tindakan, faktor risiko, dan
perubahan yang mempengaruhi kualitas kehidupan atau kegiatan sehari-hari lansia
berkaitan dengan usia.
Faktor risiko dapat berasal dari lingkungan, pengaruh fisiologis dan
psikososial. Konsekuensi fungsional yang positif akan terjadi jika memfasilitasi
tingkat kinerja tertinggi. Sebaliknya, konsekuensi fungsional yang negatif akan
terjadi jika lansia mengalami ketergantungan atau penurunan kualitas hidup .
Konsekuensi fungsional negatif biasanya terjadi karena kombinasi dari perubahan
yang berkaitan dengan usia dan faktor risiko misalnya kinerja visual terganggu.
Selain itu konsekuensi fungsional negatif juga dapat disebabkan oleh intervensi
yang yang merupakan faktor risiko dari tindakan. Contoh konsekuensi fungsional
disebabkan oleh respon negatif adalah sembelit yang dihasilkan dari obat
antidepresant. Dalam hal ini, obat ini sebagai intervensi untuk depresi dan faktor
risiko yang didapat adalah gangguan fungsi usus.
Konsekuensi fungsional positif biasanya disebabkan oleh intervensi yang
diprogramkan. Sering kali, lansia membawa konsekuensi fungsional positif
ketika mereka mengimbangi perubahan yang berkaitan dengan usia tanpa
disengaja. Misalnya, lansia dapat meningkatkan jumlah cahaya untuk membaca
atau mulai memakai kacamata hitam tanpa menyadari bahwa tindakan ini adalah
kompensasi untuk perubahan yang berkaitan dengan usia. Dalam kasus lain,
intervensi yang dimulai sebagai tanggapan terhadap kebutuhan yang dirasakan.
Pada contoh di atas akan lebih baik kemungkinan hasil intervensi yang disengaja,
seperti perubahan lingkungan atau operasi katarak.
2.2.1 Komponen Teori Konsekuensi Fungsional
1. Konsekuensi fungsional : efek dari tindakan, faktor risiko dan perubahan
yang berkaitan dengan usia yang mempengaruhi kualitas hidup dan
kegiatan sehari-hari lansia.
2. Konsekuensi fungsional negatif : semua hal yang dapat mempengaruhi
tingkat ketergantungan atau kualitas hidup lansia.
3. Konsekuensi fungsional positif : segala hal yang dapat meningkatkan
kualitas hidup lansia atau menurunkan tingkat ketergantungan lansia.
8
4. Perubahan yang berkaitan dengan usia : perubahan yang progresif dan
ireversibel, yang terjadi selama proses kehidupan dan kondisi ekstrinsik
yang independen atau patologis.
5. Faktor risiko: kondisi yang meningkatkan kerentanan lansia terhadap
konsekuensi fungsional negatif. Faktor-faktor risiko tersebut adalah
penyakit, obat-obatan, lingkungan, gaya hidup, sistem pendukung,
keadaan psikososial dan sikap berdasarkan kurangnya pengetahuan.
6. Individu : individu yang kemampuan fungsionalnya dipengaruhi oleh
perubahan yang berhubungan dengan usia dan faktor risiko. Ketika lansia
dipengaruhi oleh perubahan yang berhubungan dengan usia dan faktor
risiko mereka bergantung pada individu lain untuk kebutuhan sehari-hari,
pemberi asuhan dianggap sebagai pendekatan integral untuk keperawatan
gerontik.
7. Tujuan keperawatan gerontik : meminimalkan dampak negatif dari
perubahan yang berkaitan dengan usia dan faktor risiko, serta
mempromosikan dampak fungsional positif. Hal ini dilakukan melalui
proses keperawatan, dengan menekankan interaksi antara lansia dan
pemberi perawatan pada lansia yang tergantung untuk menghilangkan
faktor risiko atau meminimalkan efek yang terjadi.
8. Kesehatan: kemampuan lansia berfungsi pada kapasitas penuh, meskipun
terdapat perubahan yang berkaitan dengan usia dan faktor risiko. Tingkat
kesehatan ini mempertimbangkan kualitas kehidupan individu dan
termasuk fungsi psikososial dan fisiologis.
9. Lingkungan: kondisi eksternal termasuk pemberi asuhan yang
mempengaruhi fungsi lansia. Kondisi ini merupakan faktor risiko ketika
lingkungan mengganggu peningkatan fungsi.
2.2.2 Asumsi Dasar Teori Konsekuensi Fungsional
Perubahan yang terkait usia dan faktor risiko merupakan konsep penting
bagi teori konsekuensi fungsional karena membedakan aspek perawatan lansia
dari perawatan populasi lainnya. Selain itu, penting untuk membedakan antara
perubahan yang berhubungan dengan usia dan faktor risiko serta perubahan usia-
9
berkaitan dengan intervensi faktor risiko yang berbeda. Hal ini tidak mungkin
untuk memodikasi efek dari perubahan terkait usia, tetapi mungkin untuk
mengkompensasi efek perubahan yang terjadi sehingga terjadi konsekuensi
fungsional yang positif. Sebaliknya, faktor risiko sering dapat dimodifikasi dan
dampaknya dapat diminimalkan melalui intervensi. Yang penting adalah bahwa
perubahan yang berkaitan dengan usia harus dibedakan dari faktor risiko,
sehingga pendekatan intervensi yang tepat dapat dilakukan.
Kerangka kerja yang dikembangkan oleh perawat adalah membantu dalam
memahami perbedaan antara perubahan fungsional dan faktor risiko. Risiko
dikonseptualisasikan sebagai faktor lingkungan yang berpotensi menimbulkan
gangguan, termasuk yang berada di sekitar lansia baik langsung atau tidak
langsung. Rose dan Killien menyarankan bahwa salah satu implikasi dari model
ini adalah bahwa intervensi untuk meningkatkan kondisi kesehatan dapat
diarahkan untuk mengurangi risiko perubahan tingkat kerentanan seseindividu.
Mereka menyarankan bahwa sering kali lebih layak untuk memodifikasi
lingkungan daripada mengubah tingkat seseorangtentang kerentanan, terutama
jika kerentanan tersebut terutama disebabkan faktor genetik atau konstitusional.
Meskipun teori mereka berfokus pada modifikasi faktor risiko, mereka juga
menekankan bahwa tingkat kerentanan tidak statis. Perspektif ini kongruen
dengan pendekatan fungsional terhadap konsekuensi keperawatan gerontik.
1. Individu
Mendasari konseptualisasi konsekuensi fungsional individu sebagai fokus
asuhan keperawatan adalah teori keperawatan Imogene King (1981). Individu
menurut teori King adalah makhluk rasional dan sosial, makhluk yang
menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan pikiran, tindakan, kebiasaan dan
keyakinan. Selanjutnya, mereka ditandai dengan kemampuan untuk merasa,
berpikir, merasa, menetapkan tujuan, membuat keputusan, memilih antara
program alternatif tindakan, dan cara pilih untuk mencapai tujuan. Karena mereka
memiliki karakteristik ini, mereka bereaksi. Perspektif ini relevan dengan teori
konsekuensi fungsional karena penekanannya pada kemampuan individu yang
bertanggung jawab untuk mengembangkan dan mencapai tujuan. Dalam
10
konsekuensi fungsional lansia dipandang mempunyai kemampuan mencapai
konsekuensi fungsional positif, meskipun perubahan usia dan faktor risiko yang
terkait. Selanjutnya, lansia dipandang sebagai individu yang unik yang mampu
mencapai fungsional positif. Teori konsekuensi fungsional didasarkan pada
pendekatan holistik untuk perawatan, yang dilihat lansia sebagai individu yang
unik dan kompleks, yang dipengaruhi oleh hubungan antara faktor internal dan
eksternal.
Menurut teori konsekuensi fungsional, seseorangdianggap lansia ketika ia
mewujudkan satu atau lebih konsekuensi fungsional yang timbul dari perubahan-
perubahan terkait umur dalam diri mereka sendiri atau dalam kombinasi dengan
faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan usia.
Lansia hidup di lingkungan yang akan secara aktif berpengaruh terhadap
kondisinya. Hal ini penting bagi lansia , karena sebagian besar gangguan
fungsional seseorangdapat mempengaruhi sumber daya pendukung. Ketika terjadi
fungsional negatif karena lansia sangat tergantung pada individu lain untuk
kebutuhan sehari-hari, maka perawat dapat memberikan asuhan keperawatan.
2. Keperawatan
Menurut teori konsekuensi fungsional, tujuan keperawatan gerontik adalah untuk
meminimalkan dampak merugikan konsekuensi fungsional dan meningkatkan
fungsi positif pada lansia. Melalui proses perubahan keperawatan yang
berhubungan dengan usia dan faktor risiko intervensi direncanakan dan
diimplementasikan dan dievaluasi hasil fungsional. Seringkali, tujuan ini dicapai
melalui pendidikan pada lansia dan pemberi asuhan pada lansia tergantung pada
intervensi yang akan dilaksanakan. Aspek pendidikan yang sangat penting ketika
pandangan dan kesalahpahaman berkontribusi konsekuensi fungsional negatif.
3. Kesehatan
Konsekuensi fungsional mendefinisikan kesehatan sebagai kemampuan lansia
berfungsi pada kapasitas penuh, meskipun adanya perubahan yang berkaitan
dengan usia dan faktor risiko. Ini meliputi fungsi psikososial, fisiologis dan juga
kualitas hidup individu. Oleh karena itu, menurut teori kesehatan ditentukan
11
secara individual, berdasarkan pada kemampuan fungsional yang dianggap
penting.
Gambar 2.1 Kerangka konseptual Teori Konsekuensi Fungsional Carol A Miller
(1995)
2.2.3 Aplikasi Teori Konsekuensi Fungsional Pada Masalah Mobilisasi
1. Perubahan yang terkait usia :
1) Massa otot berkurang
2) Perubahan degeneratif jaringan ikat
3) Osteoporosis
4) Perubahan dalam sistem saraf pusat
2. Konsekuensi fungsional negatif
1) Kekuatan otot berkurang, daya tahan dan koordinasi
2) Keterbatasan rentang gerak sendi
3) Meningkatkan kerentanan untuk jatuh
4) Meningkatkan kerentanan untuk fraktur
3. Faktor resiko
1) Resiko osteoporosis: jenis kelamin perempuan, usia lanjut, imobilitas,
asupan kalsium tidak memadai, tulang kecil, ketipisan
Interventions
Positive Functional Consequences
Negative Functional Additional
Consequences Risk factors
Age-Related
Changes
Assessment
12
2) Resiko untuk jatuh dan patah tulang: osteoporosis, perubahan usia yang
berhubungan dengan fungsi sensorik, dan sistem saraf pusat, kondisi
medis, obat, depresi, dimentia , dampak lingkungan
4. Pengkajian pada sistem muskuloskeletal
1) Apakah lansia mempunyai kesulitan dalam beraktivitas berkaitan dengan
kekakuan sendi?
2) Apakah lansia mengeluh nyeri pada sendi?
3) Apakah lansia mengalami kesulitan untuk berjalan atau berpindah?
4) Apakah lansia perlu alat bantu untuk berjalan?
5) Apakah ada aktivitas yang tidak bisa anda laksanakan karena anda
kesulitan berpindah?
6) Apakah lansia berolah raga?
7) Observasi gaya berjalan
8) Observasi kemampuan fungsional lansia
5. Intervensi
1) Olah raga ringan setiap hari
2) Asupan nutrisi yang memadai
3) Modifikasi lingkungan
2.3 Konsep Keseimbangan Postural
2.3.1 Definisi
Keseimbangan didefinisikan sebagai kemampuan untuk memelihara pusat
dari massa tubuh agar tetap berada pada landasan penopang (Shumway-Cook &
Woollacott, 2001).
2.3.2 Klasifikasi Keseimbangan Postural
Keseimbangan Postural diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:
1. Keseimbangan statik.
13
Keseimbangan statik adalah suatu keadaan dimana individu dapat
memelihara keseimbangan tubuhnya pada suatu posisi tertentu selama jangka
waktu tertentu.
2. Keseimbangan dinamik.
Keseimbangan dinamik merupakan keseimbangan pada saat tubuh
melakukan gerakan atau saat berdiri di atas landasan yang bergerak (dynamic
standing) yang akan menempatkannya dalam kondisi yang tidak stabil, dan pada
keadaan ini kebutuhan akan kontrol keseimbangan postural semakin meningkat
(Chandler J, 2000).
2.3.3 Fisiologi Keseimbangan
Tugas pokok keseimbangan adalah membatasi stabilitas atau memelihara
pusat gravitasi tubuh (center of gravity/ COG) yang berlokasi di anterior dari
vertebra sakralis kedua, diatas dasar penyanggah (base of support/ BoS) yaitu
area disekeliling kaki yang jaraknya antara kaki ketika berdiri sekitar 5 – 10cm.
Berikut adalah ilustrasi dari pusat massa tubuh (center of body mass/ CoM) dalam
hubungan dengan dasar penyanggah dalam keadaan berdiri normal (a) dan
menggunakan alat bantu (b).
Keseimbangan atau kontrol postural adalah suatu proses – proses yang
rumit yang meliputi mekanisme afferen atau sistem sensoris (visual, vestibuler
dan proprioseptif) dan mekanisme efferen atau sistem motorik (kekuatan otot –
otot anggota gerak atas dan bawah dan fleksibilitas sendi). Respon – respon
afferen dan efferen diatur melalui mekanisme pusat atau fungsi SSP yang
menerima dan mengatur informasi sensoris dan respon program sistem motorik
yang tepat (Chandler, J, 2000). Keseimbangan diatur oleh 3 hal pokok yaitu
mekanisme afferen, mekanisme efferen dan SSP, adapun penjelasannya adalah :
1. Mekanisme Afferen
14
Sistem visual memberikan informasi mengenai tempat dan jarak obyek
dalam lingkungannya, tipe permukaan stabil atu tidak stabil dimana gerakan akan
dilakukan dan posisi bagian tubuh dalam hubungan dengan faktor tersebut dan
dengan lingkungan sekitarnya. Saat berdiri penglihatan membantu merasakan
perubahan postur dengan memberikan informasikan ke SSP tentang gerakan –
gerakan dan posisi bagian tubuh dalam hubungan dengan lingkungan luar.
Komponen fungsi visual dianggap penting untuk keseimbangan statik dan
dinamik, sensitivitas kontras, persepsi dalam dan penglihatan perifer. Input
proprioseptif timbul dari reseptor – reseptor otot dan tendon, mekanoreseptor
persendian dan reseptor tekanan dalam pada aspek plantar kaki juga menyediakan
data sensoris penting untuk kontrol postural. Proprioseptif mensuplai tubuh
dengan informasi pada lingkungan yang tiba – tiba, memungkinkan tubuh
berorientasi sendiri apakah berdiri atau bergerak berkenaan dengan sandaran atau
permukaan tanah dan dalam relasi dengan bagian tubuh (Tideiksar, 1998)
Sistem vestibuler bekerja bersama dengan sistem visual dan proprioseptif
untuk mencapai keseimbangan. Sistem vestibuler terdiri dari tiga bagian :
komponen sensoris perifer, komponen pengolahan pusat dan komponen kontrol
motorik (Tideiksar, 1998). Sistem ini mendeteksi gerakan kepala dan orientasinya
dalam ruang. Sistem ini memberikan informasi posisi dan gerakan kepala ke SSP
lewat otolis dan kanalis semisirkularis. Input vestibuler digunakan untuk
membangkitkan kompensasi gerakan mata dan respon postural selama gerakan –
gerakan kepala dan membantu memecahkan konflik informasi dari kesan visual
dan gerakan sebenarnya. Informasi dari reseptor sensoris dalam organ vestibuler
berinteraksi dengan penglihatan dan informasi somatosensoris menghasilkan
alignment tubuh yang tepat dan kontrol postural. Aktifitas ini dipicu oleh sel – sel
sensoris khusus yang berlokasi dalam kanalis semisirkularis dan otolit, dipersarafi
oleh cabang saraf kranial ke VIII. Komponen pengolahan pusat (pons dan
serebellum) menerima dan menggabungkan tanda – tanda ini lalu
mengkombinasikannya dengan input visual dan proprioseptif, mengirim informasi
ini ke komponen motorik. Sebagai jawaban dua refleks penting digunakan oleh
tubuh untuk mengatur kontrol postural ; reflek vestibulo-okular (VOR) dan reflek
vestibulospinal /VSR ( Chandler,J, 2000).
15
VOR mengontrol stabilitas okuler (menjaga mata tetap pada lapang
pandang) dan orientasi dari gerakan kepala. Tanpa refleks ini, gambaran
penglihatan akan berubah setiap kepala digerakkan walaupun hanya sedikit. VSR
mempengaruhi otot – otot kerangka di leher, batang tubuh dan anggota gerak dan
membangkitkan kompensasi gerakan tubuh dengan mempertahankan kepala dan
kontrol postural. VOR dan VSR dimonitor oleh komponen pengolahan sentral dan
disesuaikan dengan kebutuhan. Sistem vestibuler membantu memecahkan konflik
informasi sensoris ketika input visual dan proprioseptif memberikan umpan balik
yang tidak akurat (Tideiksar, 1998).
2. Mekanisme efferen
Tugas utama dari sistem efektor adalah mempertahankan pusat gravitasi
tubuh/Center of Gravitation (COG). Dimana tugasnya meliputi duduk, berdiri,
atau berjalan. Dalam posisi berdiri respon motor (effector) mempertahankan atau
menyokong sikap dan keseimbangan, yang disebut muscle synergis (Guccione,
2000). Gerakan dilakukan oleh suatu kelompok sendi dan otot dari kedua sisi
tubuh, maka komponen efektor yang normal harus ada supaya dapat melakukan
gerakan keseimbangan postural yang normal. Komponen efektor yang dibutuhkan
adalah LGS (Lingkup Gerak Sendi), kekuatan dan ketahanan (endurance) dari
kelompok otot kaki, pergelangan kaki, lutut, pinggul, punggung, leher, dan mata.
Gangguan pada komponen efektor akan mempengaruhi kemampuan dalam
mengontrol postur sehingga akan terjadi gangguan keseimbangan postural
(Suhartono, 2005).
3. Sistem Saraf Pusat (SSP)
Sistem ini dibutuhkan dalam memelihara respon postural. Central Nerves
System (CNS) melalui jaras-jarasnya menerima informasi sensoris perifer dari
sistem visual, vestibular, dan proprioseptif di gyrus post central lobus parietal
kontralateral. Selanjutnya informasi ini diproses dan diintegrasikan pada semua
tingkat sistem syaraf. Akhirnya dalam waktu latensi ± 150 m/det akan terbentuk
suatu respon postural yang benar secara otomatis dan akan diekspresikan secara
mekanis melalui efektor dalam suatu rangkaian pola gerakan tertentu. Tetapi pada
aktivitas dengan pola baru yang belum pernah disimpan dalam otak, maka reaksi
16
keseimbangan tubuh perlu dipelajari dan dilatih sampai reaksi tersebut dapat
dilakukan dengan tanpa perlu berpikir lagi.
2.3.4 Pengaruh usia pada keseimbangan
Penyebab usia berkaitan dengan dengan kemunduran keseimbangan adalah
berhubungan dengan kombinasi dari menurunnya input sensoris, respon motorik
yang lambat dan keterbatasan muskuloskeletal. Sebagaimana dibuktikan dengan
penurunan sensasi vibrasi kutaneus dan rasa posisi sendi ekstremitas bawah, input
proprioseptif telah dibuktikan mengalami kemunduran dengan meningkatnya usia.
Penelitian telah membuktikan hubungan antara kemunduran input proprioseptif
dan peningkatan lenggang postural meskipun hasilnya bervariasi (Tideiksar, M,
1998).
Sistem vestibuler adalah subyek dari sejumlah perubahan yang bertalian
dengan usia. Penelitian telah memperlihatkan sekitar 20% kemunduran sel – sel
rambut dalam otolit dan 40% berkurangnya sel – sel rambut dalam kanalis
semisirkularis setelah usia 70 tahun. Meskipun ini mengalami perubahan
pengaruh usia berhubungan dengan kemunduran vestibuler terhadap kontrol
postural tidak menentu. Peran sistem vestibuler dalam memelihara keseimbangan
sulit ditetapkan karena sistem ini hanya melengkapi satu bagian dari input yang
diperlukan.
Koordinasi dan pelaksanaan dari strategi kontrol postural dipengaruhi usia.
Permulaan respon muskuler postural atau latensi (kecepatan aktifitas otot kaki
bagian bawah) terhadap perpindahan keseimbangan telah terjadi penurunan
kecepatan sekitar 20 – 30 milidetik pada lansia sehat. Keterlambatan dalam
permulaan volunter aktifitas otot postural dalam respon terhadap antisipasi
gangguan keseimbangan dipengaruhi oleh penurunan deKingt perhatian.
Peningkatan usia menyebabkan terjadi kemunduran kekuatan pada otot
ekstremitas bawah. Otot yang mengalami penurunan adalah otot – otot
antigravitasi seperti quadriceps, ekstensor hips dan dorsifleksor pergelangan kaki.
Terdapat hubungan antara kekuatan ekstremitas bawah dan keseimbangan.
17
Adanya kemunduran dalam kekuatan otot dan fleksibilitas sendi pada ekstremitas
bawah menyulitkan pelaksanaan strategi postural.
Hilangnya keseimbangan dan selanjutnya terjatuh disebabkan oleh banyak
hal dari kegagalan ketiga sistem penanggung jawab mekanisme dasar untuk
memelihara keseimbangan tubuh yaitu disfungsi vestibuler, masalah visual dan
proprioseptif yang buruk (Marina, 2005).
Kelemahan otot – otot ekstremitas bawah telah diidentifikasi sebagai
faktor resiko yang memperbesar untuk jatuh pada lansia. Keseimbangan dan
kekuatan otot memburuk sesuai pertambahan usia dan telah dibuktikan bahwa
menurunnya kemampuan untuk membangkitkan kekuatan pada otot – otot
ekstremitas bawah memperbesar gangguan keseimbangan.
2.4 Konsep Latihan Keseimbangan
Latihan pada lanjut usia memegang peran penting dalam memelihara
tingkat kapasitas fungsional. Jatuh yang disebabkan kelemahan otot ekstremitas
bawah dapat dicegah dengan latihan penguatan otot, meningkatkan ketahanan
otot, mempertahankan dan memperbaiki postur gerak sendi dan kompetensi
postural. Latihan yang teratur telah terbukti memberikan perbaikan pada
kardiovaskuler, metabolik, endokrin dan kesehatan psikologis.
Latihan penguatan dapat menghasilkan 25 sampai 100% pencapaian
kekuatan pada usia lanjut dengan cara hipertrofi otot dan peningkatan motor unit
recruitment. Kekuatan merupakan faktor intrinsik dalam melaksanakan aktivitas
sehari – hari bagi lanjut usia. Perbedaan kecepatan berjalan pada lanjut usia
berhubungan dengan kekuatan kaki maka dengan peningkatan kekuatan akan
memperlihatkan perbaikan ketahanan berjalan dan kemampuan naik tangga.
Kriteria gerakan latihan untuk meningkatkan keseimbangan pada lansia adalah
gerakan propulsif baik pada bidang horizontal maupun vertikal dan aktivitas yang
melibatkan ketahanan serta gerakan berpindah cepat seperti dalam gerakan
spesifik ambulasi, jogging, dansa aerobik dan gerakan sit to stand.
18
Latihan keseimbangan merupakan aktivitas fisik yang dilakukan untuk
meningkatkan kestabilan tubuh dengan meningkatkan kekuatan otot ekstremitas
bawah. Pada penelitian ini latihan keseimbangan dilaksanakan dengan olah
pernapasan sehingga diharapkan keadaan fisik lansia meningkat. Olah napas yang
tepat dan benar dapat meningkatkan kebugaran dan kesehatan tubuh.
Dalam kehidupan sehari hari kebanyakan individu hanya menggunakan
20-30% dari kapasitas paru parunya untuk bernapas. Mayoritas individu
melakukan pernapasan pendek – pendek. Cara bernapas seperti ini mengakibatkan
paru paru tidak bekerja maksimal. Sebagian besar kapasitas paru paru tidak
terpakai. Bagian paru paru yang jarang digunakan lama kelamaan menjadi rusak
dan tidak mampu lagi mensuplai oksigen kedalam darah. Napas menjadi sesak
dan pendek, badan menjadi cepat lelah, suplai oksigen keseluruh bagian tubuh jadi
berkurang. Akibatnya tubuh menjadi lemah dan rentan terhadap berbagai
penyakit. Individu yang tidak melatih cara bernapas dengan baik dan benar pada
usia diatas 40 tahun kondisi tubuhnya menurun dan mudah dihinggapi berbagai
penyakit.
Tehnik yang dilakukan adalah tarik napas sedalam mungkin dimulai
dengan menggembungkan perut, kemudian dada dikembangkan dan pundak
diangkat keatas. Kemudian hembuskan napas dimulai dengan mengempiskan
perut dilanjutkan dengan menurunkan dada dan pundak. Ketika menarik napas
individu akan merasakan bahwa seluruh ruang paru-paru dipenuhi oleh udara, dan
sebaliknya ketika menghembuskan napas paru - paru akan dikosongkan dengan
sempurna.
2.4.1 Gerakan Keseimbangan
Gerakan latihan keseimbangan terdiri dari 5 macam gerakan, yaitu hip
extension, partial squats, knee extension,walk heel to toe dan single stamb with
1. Nyeri (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler
serebral
2. Resiko perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan
dengan adanya tahanan pembuluh darah
3. Intoleransi aktifitas berhubungan penurunan cardiac output atau kelemahan
4. Gangguan pola tidur berhubungan adanya nyeri kepala
5. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan adanya kelemahan fisik.
6. Kecemasan berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
yang diderita klien
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
hipertensi
2.7.3 Intervensi Keperawatan
NODiagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intevensi
1 Nyeri akut
(Domain 12, kelas 1, 00132)
Definisi :
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri Internasional): serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Batasan karakteristik :
1. Laporan secara verbal atau non verbal
2. Fakta dari observasi 3. Posisi antalgic untuk
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam, nyeri berkurang atau hilangNOC :
Pain Level,
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa
NIC :
Pain Management
1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
6. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
7. Kurangi faktor presipitasi nyeri
8. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
9. Kaji tipe dan sumber nyeri
43
menghindari nyeri 4. Gerakan melindungi 5. Tingkah laku berhati-
hati6. Muka topeng 7. Gangguan tidur (mata
sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau, menyeringai)
8. Terfokus pada diri sendiri
9. Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan)
10. Tingkah laku distraksi, contoh : jalan-jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas, aktivitas berulang-ulang)
11. Respon autonom (seperti diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan nafas, nadi dan dilatasi pupil)
12. Perubahan autonomic dalam tonus otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke kaku)
1. Hipovolemia 2. Hipervolemia 3. Aliran arteri terputus 4. Exchange problems 5. Aliran vena terputus 6. Hipoventilasi 7. Reduksi mekanik pada
vena dan atau aliran darah arteri
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan status sirkulasi yang ditandai dengan :
1) Tekanan systole dandiastole dalam rentang yang diharapkan
2) Tidak ada ortostatikhipertensi
3) Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)
2. Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:
1) Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan kemampuan
2) Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi
3) Memproses informasi
4) Membuat keputusan dengan benar
3. Menunjukkan fungsi sensori motori cranial yang utuh : tingkat kesadaran mambaik, tidak ada gerakan gerakan involunter
tertentu yang hanya peka terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
2. Monitor adanya paretese3. Instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi
4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
6. Monitor kemampuan BAB7. Kolaborasi pemberian
analgetik8. Monitor adanya
tromboplebitis9. Diskusikan menganai
penyebab perubahan sensasi
45
8. Kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler
9. Tidak sebanding antara ventilasi dengan aliran darah
10. Keracunan enzim 11. Perubahan
afinitas/ikatan O2 dengan Hb
12. Penurunan konsentrasi Hb dalam darah
3 Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan status nutrisi yang buruk selama sakit
Intoleransi aktivitas b/d fatigue
(Domain 4, Kelas 4, 00092)
Definisi : Ketidakcukupan energu secara fisiologis maupun psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktifitas yang diminta atau aktifitas sehari hari.
Batasan karakteristik :
1. Melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
2. Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
3. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
4. Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.
Faktor factor yang berhubungan :
NOC :
Energy conservation
Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
NIC :
Energy Management
1. Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
2. Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
3. Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
4. Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
5. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
6. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
Activity Therapy
1. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social
4. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan
5. Bantu untuk mendpatkan
46
1. Tirah Baring atau imobilisasi
2. Kelemahan menyeluruh
3. Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan
4. Gaya hidup yang dipertahankan.
alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
6. Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai
7. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual
4 Kurang pengetahuan
(Domain 5, Kelas 4, 00126)
Definisi :
Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif sehubungan dengan topic spesifik.
Batasan karakteristik : memverbalisasikan adanya masalah, ketidakakuratan mengikuti instruksi, perilaku tidak sesuai.
Faktor yang berhubungan : keterbatasan kognitif, interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi.
NOC :
Kowlwdge : disease process
Kowledge : health Behavior
Kriteria Hasil :
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya
NIC :
Teaching : disease Process
1. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
47
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat