5 BAB II KERANGKA TEORI POLA ASUH ORANG TUA A. PENGERTIAN POLA ASUH ORANG TUA 1. Pengertian Orang Tua Yang dimaksud orang tua adalah pendidik atas dasar hubungan darah. 1 Fungsi dan peran orang adalah sebagai pelindung setiap anggota keluarga, orang tua merupakan kepala keluarga. Keluarga adalah sebagai persekutuan hidup terkecil dari masyarakat negara yang luas. Pangkal ketentraman dan kedamaian hidup terletak dalam keluarga mengingat pentingnya hidup keluarga itu maka Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai persekutuan hidup terkecil saja, tetapi lebih dari itu yakni sebagai lembaga hidup manusia yang dapat memberi kemungkinan celaka dan bahagianya anggota-anggota keluarga tersebut dunia dan akherat. 2 Jadi dapat penulis simpulkan bahwa orang tua adalah orang yang usianya lebih tua dan mampu memberikan perlindungan serta bimbingan. Orang tua mempunyai fungsi pendidik karena seorang anak pertama kali memperoleh pengetahuan dari orang tuanya terutama ibu, ayah serta anggota lainnya. Dengan demikian kepribadian seseorang terbentuk sebagai hasil perpaduan antara warisan sifat-sifat, bakat orang tua dan lingkungan di mana ia berada berkembang. Lingkungan pertama yang mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam adalah keluarga sendiri. 2. Pengertian Pola Asuh Orang Tua Pola asuh merupakan pola sikap mendidik dan memberikan pelakuan terhadap anak. 3 Yulia Singgih D. Gunarso mengemukakan 1 Soegarda Poerbakawatja, Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung, 1982), hlm. 263 2 Arifin, Hubungan Timbal Balik Hubungan Agama Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), hlm 79 3 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung : Remaja Rosda Karya: 2000), hlm 48
32
Embed
BAB II bariroh - library.walisongo.ac.idlibrary.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/20/jtptiain-gdl-s1... · KERANGKA TEORI POLA ASUH ORANG TUA A. PENGERTIAN POLA ASUH ORANG TUA ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB II
KERANGKA TEORI POLA ASUH ORANG TUA
A. PENGERTIAN POLA ASUH ORANG TUA
1. Pengertian Orang Tua
Yang dimaksud orang tua adalah pendidik atas dasar hubungan
darah.1 Fungsi dan peran orang adalah sebagai pelindung setiap anggota
keluarga, orang tua merupakan kepala keluarga. Keluarga adalah sebagai
persekutuan hidup terkecil dari masyarakat negara yang luas. Pangkal
ketentraman dan kedamaian hidup terletak dalam keluarga mengingat
pentingnya hidup keluarga itu maka Islam memandang keluarga bukan
hanya sebagai persekutuan hidup terkecil saja, tetapi lebih dari itu yakni
sebagai lembaga hidup manusia yang dapat memberi kemungkinan celaka
dan bahagianya anggota-anggota keluarga tersebut dunia dan akherat.2
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa orang tua adalah orang yang
usianya lebih tua dan mampu memberikan perlindungan serta bimbingan.
Orang tua mempunyai fungsi pendidik karena seorang anak pertama kali
memperoleh pengetahuan dari orang tuanya terutama ibu, ayah serta
anggota lainnya. Dengan demikian kepribadian seseorang terbentuk
sebagai hasil perpaduan antara warisan sifat-sifat, bakat orang tua dan
lingkungan di mana ia berada berkembang. Lingkungan pertama yang
mula-mula memberikan pengaruh yang mendalam adalah keluarga sendiri.
2. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh merupakan pola sikap mendidik dan memberikan
pelakuan terhadap anak.3 Yulia Singgih D. Gunarso mengemukakan
1 Soegarda Poerbakawatja, Harahap, Ensiklopedi Pendidikan, (Jakarta : Gunung Agung,
1982), hlm. 263 2 Arifin, Hubungan Timbal Balik Hubungan Agama Pendidikan Agama di Lingkungan
Sekolah dan Keluarga, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), hlm 79 3 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung : Remaja Rosda
Karya: 2000), hlm 48
6
bahwa “Pola Asuh” tidak lain merupakan metode atau cara yang dipilih
pendidik dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi bagaimana
pendidik memperlakukan anak didiknya.4 Jadi yang dimaksud pendidik
adalah orang tua terutama ayah dan ibu.
Sedangkan secara etimologi pendidikan oleh Jhon Dewey diartikan
sebagai berikut “Etymologically the word education means just a process
of leading or bringing up, wen have th out come of the process in mind we
speak of education as shopping, forming, molding, activity.5
“Secara etimologi kata pendidikan maksudnya adalah suatu proses
memimpin atau mengasuh, jika kita renungkan inti proses itu maka kita
akan berbicara tentang pentingnya pendidikan itu sebagai pembentuk
perbuatan, pembinaan dan mengarahkan aktivitas”.
Menurut Chabib Thoha “Pola Asuh orang tua adalah merupakan
suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak
sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak.6 Menurut
Kohn (1971) yang dikutib oleh Chabib Thoha; mengemukakan pola asuh
merupakan sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap
ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain dari cara orang tua
memberikan pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah dan
hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua
memberikan perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak. Dengan
demikian yang dimaksud dengan Pola Asuh Orang Tua adalah bagaimana
cara mendidik anak baik secara langsung maupun tidakl langsung.7
Cara mendidik secara langsung bentuk-bentuk asuhan orang tua
yang berkaitan dengan pembentukan kepribadian, kecerdasan, ketrampilan
yang dilakukan secara sengaja baik berupa perintah, larangan, hukuman,
penciptaan situasi, pemberian hadiah sebagai alat pendidikan. Dalam
4 Yulia Singgih D. Gunarso, Azas psikologi Keluarga Idaman, (Jakarta; BPR Gunung
Mulia : 2000), hlm 44 5 Jhon Dewey, Demokrasi and Education, The Macmilan Companya, (New York : 1964). 6 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996),
hlm 109 7 Ibid, hlm 110
7
situasi seperti ini yang diharapkan muncul dari anak adalah efek
intruksional yakni respon-respon anak terhadap pendidikan itu.
Pendidikan secara tidak langsung adalah berupa contoh kehidupan sehari-
hari baik tutur kata sampai kepada adat kebiasaan pola hidup, hubungan
antara orang tua dan keluarga, masyarakat, hubungan suami istri, semua
ini secara tidak sengaja membentuk situasi dimana anak selalu bercermin
terhadap kehidupan sehari-hari dari orang tuanya.8
Dalam pembentukan Akhlak anak, peranan orang tua sangatlah
besar, oleh karena itu sikap dan tingkah laku orang tua dapat mendukung
agar tujuan tercapai, sikap orang tua seharusnya menerima keberadaan
anak, sehingga anak merasa aman. Anak yang merasa dirinya aman dan
mencurahkan kesulitan yang dihadapinya, karena merasa bahwa orang
tuanya akan membantu memecahkan masalah yang dihadapi anak
tersebut. Dengan demikian anak akan berani menghadapi masalah bukan
menghindari.
Dari pendapat-pendapat di atas, penulis memberikan batasan
tentang pengertian Pola Asuh Orang Tua yaitu suatu cara/model
bimbingan jasmani dan rohani menuju terbentuknya manusia yang
berkepribadian yang dilandasi dengan kesadaran yang berlangsung dalam
lingkungan yang ditetapkan orang tua.
3. Fungsi dan Peran Orang Tua
Dalam keluarga orang tua merupakan orang tua pertama yang
bertanggung jawab terhadap proses hubungan dalam keluarga, antara lain
sebagai tauladan bagi anak, mengarahkan tata cara bergaul dan pendidikan
bagi anak-anaknya.9 Dan untuk melaksanakan semua itu orang tua harus
memerankan fungsi sebagai pelindung, pemelihara dan juga sebagai
pendidik.
8 Ibid, hlm 111 9 Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan (Jogyakarta : Aditya Media,
1999), hlm 90
8
Fungsi ini terwujud secara langsung diberikan oleh Allah sendiri
sebagai hal yang tergambar dalam firmannya sebagai berikut:
يايهاالذ ينامنواقواانفسكم واهليكمنارا ( مرح ت لا : ٦) “Hai orang-orang yang beriman pelihara dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka (Q.S At-Tahrim : 6).10
Dari kewajiban yang dipikulkan oleh ayat tersebut atas pundak orang tua
dapat dibedakan dua macam tugas yaitu :
a. Orang tua berfungsi sebagai pendidik anak.
Melatih anak suatu hal yang sangat penting sekali karena anak
sebagai amanat orang tuanya. Hati anak suci bagaikan mutiara
cemerlang bersih dari segala ukiran serta gambaran ia dapat mampu
menerima segala yang diukirkan atasnya dan condong kepada segala
yang dicondongkan kepadanya. Maka bila ia dibiasakan kearah
kebaikan dan diajarkan kebaikan jadialah ia baik dan berbahagia dunia
akhirat, tetapi bila dibiasakan jelek dan dibiarkan tanpa adanya
pengawasan maka celaka dan rusaklah ia. Untuk itu wajiblah orang
tua menjaga anak dari perbuatan dosa dari mendidik dan mengajar
berakhlak bagus, menjaga dari teman-temannya yang jahat dan tak
boleh membiarkan anak dengan bernikmat-nikmat.11
Ayah dan ibu merupakan dwi tunggal yang bersama-sama
dalam keluarga yang dijalin dengan kerjasama dan saling pengertian
dan sebaik-bainya, agar timbul keserasian dalam menunaikan tugas
tersebut baik yang bersifat paedagogis atau psikologis dalam
14 Kartini Kartono, Tinjauan Holistik Mengenai Tujuan Nasional, (Jakarta : PT. Pranya Paramita, 1997), hlm 59
10
1) Sebagai orang tua (mereka membesarkan, merawat, memelihara dan
memberikan kesempatan berkembang).
2) Sebagai guru (mengajarkan ketangkasan motorik, keterampilan
melalui latihan-latihan mengajarkan peraturan-peraturan, tata cara
keluarga, tata lingkungan, masyarakat, menanamkan pedoman hidup
bermasyarakat).
3) Sebagai tokoh teladan, orang tua menjadi tokoh yang ditiru pola
tingkah lakunya, cara berekspresi, cara berbicara dan sebagainya.
4) Sebagai pengawas, orang tua memperhatikan, mengamati tingkah laku
anak, mereka mengawasi anak agar tidak melanggar peraturan
dirumah diluar lingkungan keluarga (tidak – jangan – stop).15
Kartini Kartono mengemukakan bahwa tugas orang tua ialah
mendidik keturunannya. Dengan kata lain, dalam relasi dalam anak
dengan orang tua secara kodrati tercakup unsur pendidikan untuk
membangun kepribadian anak dan mendewasakannya. Ditambah dengan
adanya kemungkinan untuk dapat dididik pada diri anak, maka orang tua
menjadi agen pertama dan terutama yang mampu dan berhak menolong
keturunanny, serta mendidik anak-anaknya.16
Pernyataan ini sesuai dengan sabda Nabi, sebagai berikut:
عنأبي هريرة أنه كان يقول قال رسولاهللاعليه وسلم
مامن مولودااليولدعلىالفطرة فأبواه يهودانه و ينصرانه و يمجسانه (رواه مسلم) 17
”Sesungguhnya Nabi SAW bersabda tidaklah anak yang baru lahir adalah fitrah (suci), kecuali bapaknya yang menjadikan anaknya yahudi nasrani atau majusi”.
15 Yulia Singgih D. Gunarsa, Op cit hlm 45 16 Kartini Kartono, Quo Vadis Tujuan PEndidikan, (Bandung : Mandar Maju, 1991), hlm 63 17 Shohih Muslim, Juz 2, (Bandung : Dahlan), hlm. 458
11
Hadits ini mengemukakan bahwa pendidikan agama islam itu
merupakan tanggung jawab orang tua dan bersifat keharusan, dan
pengertian fitrah adalah sikap tauhid kepada Allah SWT, yakni untuk
beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu orang tua memiliki tanggung
jawab atas fitrah tersebut, berbagai macam asuhan (cara mendidik) yang
dilaksanakan orang tua tidaklah satu dengan dengan yang lainnya sebab
sesuai dengan prinsip mereka masing-masing.
4. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh adalah sikap atau cara orang tua mendidik dan
mempengaruhi anak dalam mencapai suatu tujuan yang ditujukan oleh
sikap perubahan tingkah laku pada anak, cara pendidikan dalam keluarga
yang berjalan dengan baik akan menumbuhkan perkembangan
kepribadian anak menjadi pribadi yang kuat dan memiliki sikap positif
jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal.
Dengan kata lain bahwa anak-anak itu merupakan tanggung jawab
orang tua, karena itu ayah dan ibu memberikan bekal dan memberikan
perhatian yang cukup kepada anaknya itu sejak dari masa mengandung
hingga sampai kepada masa dapat dilepaskan terjun dalam gelombang
masyarakat.18
Cara mendidik anak menurut Syamsu Yusuf LN. terdapat tiga pola
diberikan kesempatan untuk memberikan saran atau usul-usul yang
berhubungan dengan masalah anak dengan demikian akan tumbuh
rasa tanggung jawab pada anak dan akan memupuk kepercayaan diri
anak.
b. Pola Asuh Otoriter
Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan
aturan-aturan yang ketat seringkali memaksa anak untuk berperilaku
seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama
dirinya sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan
bertukar pikiran dengan orang tua. Orang tua menganggap bahwa
semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimbangkan
dengan anak.25 Sedangkan menurut Yulia Singgih D. Gunarsa Pola
Asuh Otoriter adalah “orang tua menentukan aturan dan batasan
mutlak yang harus ditaati anak, apabila dilanggar anak dihukum.26
Pola asuh otoriter merupakan sikap orang tua yang keras,
biasanya memberikan batasan yang jelas antara tingkah laku yang
diperbolehkan dengan tingkah laku yang dilarang. Namun dalam
mempertahankannya mereka sering mengabaikan kehangatan dan
moral memberikan dukungan serta semangat diperlukan oleh seorang
anak.27
Pola asuh “otoriter” adalah suatu sikap mau menang sendiri,
main bentak, main pukul, anak serba salah, orang tua serba benar.
Dengan kata lain orang tua menerapkan pola asuh otoriter membatasi
anak, berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal) mendesak
anak untuk bertanya mengapa ia harus melakukan hal-hal tersebut
mekispun sesungguhnya tidak ingin melakukan sesuatu kegiatan yang
25 Chabib Thoha, Op. Cit, hlm 111 26 Yulia Singgih D. Gunarsa, Op.Cit, hlm 46 27 Alex Sobur, Butir-butir Mutiara Rumah Tangga, (Kumpulan Tulisan Mengenai
Pendidikan Anak Cit. 2) (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1997), hlm. 57
15
diperintah oleh orang tuanya, ia harus tetap melakukan kegiatan
tersebut disisi lain ia tidak ingin melakukannya.
Disisi lain orang tua melarang anaknya melakukan sesuatu
kegiatan meskipun kegiatan tersebut mungkin sangat disenangi atau
diinginkan oleh sang anak, maka anak harus tetap rela untuk tidak
melakukannya.
Ciri-ciri pola asuh otoriter sebagai berikut :
1. Sikap “Aceptance” rendah namun kontrolnya tinggi
2. Suka menghukum secara fisik
3. bersikap mengomando (mengharuskan anak untuk melakukan
sesuatu tanpa kompromi).
4. Bersikap kaku (keras)
5. Cenderung emosional dan bersikap menolak
6. Harus mematuhi peraturan-peraturan orang tua dan tidak boleh
membantah
Akibat dari pola asuh yang otoriter anak akan cenderung
memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mudah tersinggung
b. Penakut
c. Pemurung tidak bahagia
d. Mudah terpengaruh dan mudah stres
e. Tidak mempunyai arah masa depan yang jelas
f. Tidak bersahabat
g. Gagap (stuttering) serta rendah diri29
Sedangkan menurut Monty P. Satria Darma mengemukakan
akan dampak dari perlakuan orang tua yang selalu menyakiti
(memberi hukuman) adalah rasa sakit, secara fisik rasa sakit dapat
langsung hanya sesaat saja akan tetapi secara psikologi rasa sakit
29 Syamsu Yusuf, Op. Cit., hlm 51
16
secara fisik tidak seberapa itu bisa dirasakan berkepanjangan dan
menahun, atau biasa dikenal dengan istilah trauma. Contoh jika
seorang anak dipukul orang tuanya pada saat tertentu, ia cenderung
akan mengingat terus peristiwa tersebut sebagai peristiwa yang
menyakitkan didalam hidupnya. Inilah yang disebut trauma.30
Dari apa yang diuraikan diatas dapat penulis simpulkan bahwa
dengan cara otoriter ditambah dengan sikap keras, menghukum,
mengancam anak menjadikan anak patuh dihadapan orang tua, tetapi
dibelakangnya ia memperlihatkan reaksi-reaksi, misalnya menentang
atau melawan, bisa ditampilkan dalam bentuk tingkah laku yang
melanggar norma-norma dan menimbulkan persoalan dan kesulitan
baik pada dirinya, lingkungan rumah, sekolah maupun pergaulannya.
c. Pola Asuh Permissive
Pola asuh permissive ditandai dengan orang tua mendidik anak
secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa (muda), ia diberi
kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang
dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak
memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya, semua yang
telah dilakukan anak adalah benar dan tidak perlu mendapatkan
teguran, arahan (bimbingan).31 Kekurangan-kekurangan dalam pola
asuh ini antara lain :
- Anak cenderung melakukan segala sesuatunya “semua gue”
- Tidak atau kurang memperhatikan akibat dari perbuatannya baik
bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
- Orang tua hampir tidak pernah campur tangan baik dalam memilih
tempat sekolah mengatur waktu ibadah teman bergaul dan
sebagainya.
30 Monty P. Satria Darma, Persepsi Orang Tua Membentuk Perilaku Anak (Dampak
yang sangat besar, diantaranya melatih diri dan membiasakan
hidup secara teratur dan penuh kedisiplinan sehingga dalam
mengarungi kehidupan ini akan lebih terarah dan terencana.
Di samping itu dalam melaksanakan salat dianjurkanuntuk
melaksanakannya dengan berjama’ah, 27 kali lipat pahalnya bagi
mereka yang mau melaksanakannya. Bahkan salat berjama’ah
diwajibkan melaksanakan sekali dalam seminggu, yaitu pada salat
Jum’at. Dari sini Islam berusaha mendidik umatnya untuk
bermasyarakat dan mempererat ukhuwah islamiyah antar sesama
muslim. Salat berjama’ah juga menumbuhkan rasa solidaritas
dengan yang kaya. Rakyat jelata duduk bersisian dengan para
pejabat, tak ada tempat yang diisimewakan. Semuanya melakukan
satu gerakan yang sama dan seirama dan disiplin atas komando
dari sang imam. Akhirnya salat ditutup dengan salam, maksudnya
saling menyatakan selamat sejahtera dan damai, sesudah itu
dimanifestasikan dengan saling berjabat tangan yang menandakan
ikatan perdamaian dan persaudaraan, sama-sama menyatakan diri
sebagai hamba Allah yang bersaudara, tak ada permusuhan dan
satu tujuan mengabdi kepada Allah SWT.39
2. Puasa
Puasa menurut bahasa menahan diri dari sesuatu, seperti
makan, minum, nafsu dan menahan dari berbicara yang tidak
bermanfaat. Sedangkan menurut syar’i puasa digambarkan dalam
Al-Qur’an dalam surat Al-Baqarah (ayat : 187) sebagai menahan
hawa nafsu dari makan, minum dan hubungan seksual dari terbit
fajar sampai terbenam matahari.40
39 Nasiruddin Rozak, Dienul Islam, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1996), hlm. 184 40 Murni Djamal, Ilmu Fiqh, (Jakarta : Direktorat Pembinaan Tinggi Agama Islam, 1983),
hlm. 274
24
Puasa merupakan salah satu yang telah disyari’atkan Islam
yakni sesudah turunnya perintah salat dan zakat, firman Allah
SWT :
يايهاالذينامنواكتبعليکمالصيام كما كتبعلىالذ ين
من قبلکم لعلکم تتقون. (ةرق بلا : ١٨٣) “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana, diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (Q.S. Al-Baqarah : 183)41
Dalam ayat diatas dapat dijelaskan bahwa tujuan puasa
adalah membentuk manusia yang bertaqwa, dan taqwa
sesungguhnya merupakan sikap mental yang tumbuh atas dasar
jiwa tauhid dan mengaktualisasikan dalam bentuk ibadah-ibadah
yang dilakukan semata-mata untuk Allah.
Dari pengertian yang telah dipaparkan diatas penulis
menyimpulkan bahwa puasa selain menahan lapar, minum, dan
menahan dari berbicara yang tidak bermanfaat dari terbit fajar
sodiq hingga terbenamnya matahari, disini puasa merupakan
sarana yang dapat menahan dari hawa nafsu, dengan puasa hawa
nafsu kita melemah, kecenderung kepada kejahatan pun menjadi
melemah dan kemampuan beramal baik akan meningkat, karena
nilai saum (puasa) dinamakan landasan bagi kebiasaan beribadah
dan kunci amal soleh, kalau jiwa dimurnikan dengan lapar ia
menjadi mampu mengingat Allah dan merenungkannya, dzikir
kepada Allah dalam keadaan begini menciptakan pengaruh besar
kepada jiwa.42
Puasa melatih kita untuk berjiwa besar, sanggup mengatasi
segala kesulitan dan cobaan hidup. Puasa juga melatih kita untuk
41 Soenarjo dkk, Op. Cit. hlm. 44 42 M. Abul Quasem, Op.Cit. hl. 233
25
berakhlak teguh memegang amanah, jujur, disiplin serta
menumbuhkan jiwa sosial kita terhadap orang-orang yang
bernasib kurang beruntung.
b. Akhlak Manusia Kepada Dirinya Sendiri
1. Membina sifat jujur
Jujur atau benar ialah : “memberitahukan, menuturkan
sesuatu dengan sebenarnya.43 Kejujuran merupakan salah satu
untuk mencapai keselamatan, keberuntungan dan kebahagiaan.
Kejujuran akan menentukan status dan kemajuan masyarakat dan
baik kemajuan diri sendiri maupun kemajuan masyarakat,
kejujuran juga akan menimbulkan ketenangan dan rasa percaya
serta menimbulkan keberanian.
Islam menganjurkan bahkan menekankan, agar segi-segi
dan unsur-unsur kejujuran ditanamkan kepada anak-anak sejak
kecil agar mereka terbiasa melakukan kejujuran dimana pun
berada. Rasulullah SAW bersabda :
من قاللصبى : تعالهاك ثم لم يعظه فهي کذ بة. ﴿رواهاحمد﴾
“Barang siapa yang berkata kepada anak kecil, mari kemari, saya beri ini, kemudian tidak memberi, maka itu bohong”. (H.R. Ahmad)44
Hadits diatas menjelaskan bahwa kejujuran itu harus selalu
ditanamkan orang tua terhadap anaknya sejak kecil dan selain itu
orang tua harus selalu bersikap jujur terhadap anaknya dalam hal
apapun, terutama dalam pendidikan anaknya. Karena jika prinsip
kebenaran dan kejujuran ini telah membudaya maka akan tegaklah
suatu masyarakat yang harmonis, aman dan sentosa sebagaimana
dibandingkan dengan harta, kecuali mengembalikan menjadi orang
merdeka sebagai manusia mempunyai hak kemanusiaan yang penuh
setelah menjadi budak/hamba sahaya karena suatu keadaan yang tidak
diinginkan.
Kalau ibu merawat jasmani dan rohaninya sejak kecil secara
langsung, maka bapak pun merawat, mencari nafkahnya,
membesarkannya, mendidiknya dan menyekolahkannya, disamping
itu usaha ibu mulai mengandung sampai masa muhariq (masa dapat
membedakan baik dan buruk). Seorang ibu sangat berperan, maka
setelah memasuki masa belajar, ayah lebih tampak kewajibannya,
mendidiknya dan mempertumbuhkannya menjadi dewasa. Namun
apabila dibandingkan antara berat tugas ibu dengan ayah, mulai
mengandung sampai dewasa, dan sebagaimana perasaan ibu dan ayah
terhadap putranya, maka secara perbandingan tidaklah keliru apabila
dikatakan lebih berat tugas ibu daripada tugas ayah.
Menurut hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori Muslim
dari Abu Hurairah : seorang sahabat bertanya kepada Rosulullah : “Ya
Rosulullah, siapakah yang harus saya perbuat baik? (sampai tiga kali)
“Rosulullah menjawab : “Kepada ibumu”, dan yang keempat kalinya
sahabat bertanya, kemudian siapa lagi? Rosul menjawab kepada
ayahmu.48
Adapun bentuk-bentuk bakti atau berbuat baik terhadap orang
tua itu antara lain :
1) Tata terhadap yang diperintahkan dan meinggalkan segala yang
dilarang mereka sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran
agama. Namun jika bertentangan dengan ajaran agama kita tidak
boleh tidak mentaatinya, tetapi tetap bersikap baik terhadap
keduanya.
2) Menghormatinya, merendahkan diri kepadanya. Berkata halus
baik, tidak membentak dan tidak bersuara melebihi suaranya, tidak
48 Rahmad Djatnika, Op. Cit. hlm. 203
29
bejalan didepannya, memanggil dengan ayah, ibu dan tidak pergi
kecuali seizinnya.
3) Memberi penghidupan, pakaian, mengobati sakitnya dan
menyelamatkannya dari suatu yang membahayakannya.49
d. Akhlak terhadap Alam
Manusia tidak lepas dari alam, maka hendaknya manusia
berbuat baik terhadap alam. Adapun bentuk akhlak terhadap alam
adalah :
1) Menyayangi binatang
Sebagian dari binatang merupakan karunia Allah yg boleh
kita makan dagingnya, tetapi kita harus menyembelihnya terlebih
dahulu. Jangan sampai kita menghambat kematiannya atau
menyiksanya sedikit demi sedikit. Berbuatlah sesuatu yang
membuat binatang itu senang.50 Firman Allah dalam surat al-
An’am ayat 38 :
وما من دابة فى اال رض وال طئر يطير بجنا حيهاال امم
امثا لكمقلى ما فرطنا فى الكتب من شيء ثم إلى
ربهم يحشرون (ماعنألا : ٣٨) Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah kami alpakan seuatupun di dalam al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpun. (QS. Al An’am : 38)51