BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga 1. Definisi Dalam buku Keperawatan Keluarga yang ditulis Friedman (1998), Burgess (1963) menyebutkan bahwa keluarga adalah orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan ikatan adopsi. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran- peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan berbagai ciri unik tersendiri. Whall (1986) dalam buku Keperawatan Keluarga (Friedman, 1998), keluarga adalah kelompok yang mengidentifikasikan diri dengan anggotanya terdiri dari dua individu atau lebih. Asosiasinya dicirikan oleh istilah-istilah khusus, yang boleh jadi tidak diikat oleh hubungan darah atau hukum, tapi yang berfungsi demikian macam sehingga mereka menganggap diri mereka sebagai sebuah keluarga. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga. 8
30
Embed
BAB II A. Keluarga menganggap rumah tangga tersebut ...digilib.unimus.ac.id/files/disk1/134/jtptunimus-gdl-muchnurkha... · Dalam buku Keperawatan Keluarga yang ditulis Friedman (1998
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Keluarga
1. Definisi
Dalam buku Keperawatan Keluarga yang ditulis Friedman (1998),
Burgess (1963) menyebutkan bahwa keluarga adalah orang-orang
yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan ikatan adopsi. Para
anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu
rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap
menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota
keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-
peran sosial keluarga seperti suami-istri, ayah dan ibu, anak laki-laki
dan anak perempuan, saudara dan saudari. Keluarga sama-sama
menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari
masyarakat dengan berbagai ciri unik tersendiri.
Whall (1986) dalam buku Keperawatan Keluarga (Friedman, 1998),
keluarga adalah kelompok yang mengidentifikasikan diri dengan
anggotanya terdiri dari dua individu atau lebih. Asosiasinya dicirikan
oleh istilah-istilah khusus, yang boleh jadi tidak diikat oleh hubungan
darah atau hukum, tapi yang berfungsi demikian macam sehingga
mereka menganggap diri mereka sebagai sebuah keluarga.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua
orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan
ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai
bagian dari keluarga.
8
9
2. Tujuan Dasar Keluarga
Tujuan utama keluarga adalah sebagai perantara yaitu menanggung
semua harapan-harapan dan kewajiban-kewajiban masyarakat serta
membentuk dan mengubahnya sampai taraf tertentu hingga dapat
memenuhi kebutuhan dan kepentingan setiap anggota individu dalam
keluarga (Frieman,1998).
3. Fungsi Keluarga
Friedman (1998) menyebutkan ada lima fungsi keluarga, yaitu:
a. Fungsi Afektif
Untuk stabilitas kepribadian kaum dewasa, memenuhi kebutuhan-
kebutuhan para anggota keluarga. Fungsi afektif merupakan suatu
basis sentral bagi pembentukan dan keberlangsungan unit keluarga
individu. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini
merupakan sebuah determinan kunci, apakah sebuah keluarga
tertentu akan bertahan atau bubar. Sebagaimana Duvall (1977)
katakan “Keluarga, kebahagiaan diukur dengan kekuatan cinta
keluarga.” Keluarga harus memenuhi kebutuhan-kebuthan
afeksi/kasih sayang dari anggotanya karena respons afektif dari
seorang anggota keluarga memberikan penghargaan terhadap
kehidupan keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi dan Penempatan Sosial
Untuk sosialisasi primer anak-anak yang bertujuan untuk membuat
mereka menjadi anggota masyarakat yang produktif, dan juga
sebagai penganugerahan status anggota keluarga. Sosialisasi
anggota keluarga merupakan syarat fungsional silang budaya bagi
keberlangsungan masyarakat (Leslie dan Korman,1989). Fungsi ini
menyatakan begitu banyak pengalaman belajar yang ada dalam
keluarga dengan tujuan untuk mengajar anak-anak agar bagaimana
berfungsi dan menerima peran-peran sosial dewasa seperti suami-
10
ayah dan istri-ibu. Keluarga memiliki tanggungjawab utama untuk
mentransformasikan seorang bayi dalam beberapa tahun menjadi
seorang individu sosial, yang mampu berpartisipasi dalam
masyarakat.
c. Fungsi Reproduktif
Salah satu fungsi dasar dari keluarga adalah untuk menjamin
kontinuitas keluarga antar generasi dan masyarakat yaitu
menyediakan tenaga kerja (rekruit) bagi masyarakat (Lesie dan
Korman, 1989). Di masa lalu, perkawinan dan keluarga dirancang
untuk mengatur dan mengontrol perilaku seksual dan juga
reproduksi. Kedua aspek pengontrol terhadap perilaku seksual, dan
pengontrol kelahiran, merupakan fungsi yang kurang penting dari
keluarga dalam masyarakat sekarang tidak ada pembatasan
aktifitas seksual bagi mereka yang menikah memiliki anak daam
batas-batas keluarga tradisional.
d. Fungsi Ekonomis
Untuk mengadakan sumber-sumber ekonomi yang memadai dan
pengalokasian sumber-sumber tersebut secara efektif. Sumber-
sumber dari keluarga secara cukup finansial, ruang gerak dan
materi, serta pengalokasian sumber-sumber tersebut yang sesuai
melalui proses pengambilan keputusan.
Karena fungsi sulit sekali bagi kebanyakan keluarga miskin untuk
memenuhi secara memuaskan, perawat keluarga harus menerima
tanggung jawab untuk membantu keluarga agar dapat memperoleh
sumber-sumber dalam komunitas yang sesuai di mana mereka
dapat memperoleh informasi yang dierlukan, pekerjaan, konseling
pekerjaan dan bantuan finansial.
11
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga tidak hanya merupakan
fungsi yang mendasar dan vital, melainkan fungsi yang memangku
suatu fokus sentral dalam keluarga-keluarga yang sehat dan
berfungsi dengan baik. Pratt (1976, 1982) menggarisbawahi
signifikansi dari fungsi yang efektif dalam bidang ini dengan
menyatakan “Semakin banyak keluarga menjalankan fungsi yang
vital kepada anggotanya secara sukses, semakin kuat sistem
keluarga tersebut”. Bagian ini berfokus pada bagaimana keluarga
memenuhi fungsi perawatan kesehatan dengan baik.
Dari persektif masyarakat, keluarga merupakan sistem dasar
dimana perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur
dilaksanakan, dan diamankan. Keluarga memberikan perawatan
kesehatan yang bersifat preventif dan secara bersama-sama
merawat anggota keluarga yang sakit. Lebih jauh, keluarga
mempunyai tanggung jawab utama untuk memulai dan
mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh para
profesional perawatan kesehatan (Pratt, 1977;1982; dalam
Friedman, 1998).
Ada sebuah asumsi yang pervasif, yaitu karena keluarga lebih
mengkhususkan diri pada fungsinya, fungsi perawatan kesehatan
keluarga telah hilang dipindahkan ke ruang praktik dokter dan
rumah sakit (Adams, 1971). Namun peran paling penting yang
dimainkan oleh keluarga dalam menyediakan perawatan kesehatan
kepada anggota keluarga merupakan bukti yang jelas bagi para
profesional perawatan kesehatan. Dengan pengakuan bahwa
perbaikan dan pemeliharaan kesehatan berlangsung terutama
melalui komitmen dan modifikasi lingkungan dan gaya hidup
pribadi, peran pokok keluarga dalam memangku tanggung jawab
12
terhadap kesehatan para anggotanya semakin diperkokoh
(Pratt,1982), oleh karena itu penyediaan perawatan kesehatan
sudah tentu merupakan fungsi keluarga yang vital dan mendasar.
Praktik-praktik kesehatan dan penggunaan pelayanan perawatan
kesehatan sangat bervariasi dari satu keluarga ke keluarga yang
lain. Keluarga berbeda pada konseptualisasi tentang apa yang
merupakan sehat dan sakit serta derajat motivasi yang diperlukan
untuk mencari pelayanan perawatan kesehatan dan meningkatkan
kesehatan yang merupakan alasan utama terhadap keanekaragaman
praktik perawatan kesehatan yang diamati (Friedman, 1998).
Konseptualisasi sehat dan sakit amat bervariasi dari satu budaya
dengan budaya lain, dari satu daerah dengan daerah lain, dan dari
satu keluarga dengan keluarga lain, dan juga diantara beberapa
kelas sosial dan karena hasil dari tingkat perkembangan teknologi
yang telah berlangsung di dalam komunitas keluarga.
Orang yang berasal dari latar belakang budaya yang sama dan atau
dari status sosioekonomi yang sama seringkali membagi sikap,
mitos, dan nilai-nilai yang dapat diperbandingkan dalam
hubungannya dengan kesehatan mereka. Beberapa masalah
kesehatan yang menjadi endemik di seluruh komunitas atau
kelompok boleh jadi dianggap sebagai persoalan biasa, bukan
dianggap sebagai penyakit. Kebiasaan dan norma dalam
masyarakat seringkali menentukan apakah perilaku tertentu
dianggap sakit atau sehat (Jahoda, 1958).
Oleh karena itu, orang mempunyai cara yang berbeda dalam
menentukan apakah mereka sehat atau sakit. Beberapa orang
merasa bahwa mereka sakit hanya bila mereka tidak dapat bekerja
13
lagi atau melakukan aktifitas dan peran yang biasa mereka lakukan,
beberapa orang lain sangat menyesuaikan diri terhadap fungsi
fisiologis mereka dan bahkan mengenal tanda atau gejala minor
yang menunjukkan penyakit dan sakit. Orientasi terhadap sakit
juga bahwa orang sakit bila mereka merasa tidak enak.
Pentingnya kepercayaan atau persepsi kesehatan dalam keluarga
membuat individu siap dan bermaksud mencari perawatan
kesehatan atau memperbaiki gaya hidupnya. Skema yang paling
komprehensif untuk menjelaskannya adalah dengan Model
Keyakinan Kesehatan yang telah mendapat pengujian dalam
berbagai bidang kesehatan preventif dan kuratif. Meskipun
dimodifikasi sejak awal, model ini diyakini menjadi alat yang
bermanfaat untuk menganalisis perilaku kesehatan pribadi secara
sistematis, memprediksi berbagai aktivitas seperti tindakan
kesehatan preventif, penggunaan perawatan medis, menunda
meminta bantuan, dan mematuhi regimen medis (Becker, 1974).
Dalam perawatan kesehatan, menurut Pratt (1976) setelah
mengkaji bagaimana keluarga dapat berfungsi dengan baik sebuah
sistem perawatan, menemukan keluarga kurang memiliki
keadekuatan dalam perawatan kesehatan. Penyimpangan-
penyimpangan penting sering terjadi dalam pola nutrisi keluarga,
latihan, istirahat, merokok, higiene gigi, dan komunikasi, serta
praktik perawatan diri. Masalah obat-batan merupakan masalah
yang sudah lumrah. Perawatan anggota keluarga yang tidak
mandiri, sakit atau cacat sering sulit atau dilakukan secara tidak
adekuat. Dan sejumlah besar keluarga gagal menggunakan
pelayanan keperawatan kesehatan atau menggunakan pelayanan
kesehatan secara tidak benar, seperti menggunakan ruang gawat
darurat sebagai layanan primer. Perawatan kesehatan preventif
14
kadang dilakukan dengan baik dan kadang dilakukan dengan
buruk, meskipun tngkat informasi kesehatannya sudah
berkembang, namun belum cukup untuk berfungsi sebagai suatu
dasar yag sehat pada kebanyakan keluarga.
Pratt (1976) mengatakan bahwa alasan ketidakefektifan keluarga
dalam menyediakan perawatan kesehatan bagi para anggota
keluarga terletak pada struktur sistem perawatan kesehatan, dan
struktur keluarga. Apabila keluarga memiliki asosiasi yang luas
dengan organisasi, teribat dalam dalam kegiatan-kegiatan yang
umum, dan menggunakan sumber-sumber dalam komunitas,
mereka akan menggunakan pelayanan perawatan kesehatan secara
lebih tepat.
Agar keluarga dapat menjadi sumber kesehatan yang efektif dan
utama, keluarga harus lebih terlibat dalam tim perawatan kesehatan
dan keseluruhan proses terapeutik. Ini memberi arti adanya suatu
hubungan yang adil dengan mereka yang memberikan perawatan
kesehatan, dimana kedua belah pihak tersebut dapat
menegosiasikan dan mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan dan
kepentingan mereka secara terbuka.
Peran kemitraan semacam itu diperlukan, apakah untuk praktek
kesehatan preventif atau kuratif dan kebutuhan kesehatan
rehabilitatif masih dipertimbangkan. Orang harus diperlakukan
sebagai orang dewasa yang bertanggungjawab, bukan sebagai
anak-anak yang pasif, jika para profesional ingin mereka
memangku tanggung jawab terhadap diri sendiri.
Keluarga tidak hanya harus bermitra dengan mereka yang
memberikan perawatan kesehatan daam mengarahkan dan
15
mengimplementasikan perawatan kesehatan dirinya, tetapi klien
harus menjadi pengambil keputusan terakhir dan menjadi manajer
bagi masalah-masalah kesehatan yang mempengaruhi
kesejahteraan dan hidup mereka. Agar klien dapat ikut dalam
perawatan diri yang efektif, mereka harus memiliki pengetahuan
dan keterampilan yang diperlukan ntuk memberikan perawatan
kesehatan yang baik. Ini berarti bahwa keluarga perlu mengakses
sumber utama kesehatan. Dengan demikian para rofesional dalam
bidang kesehatan harus rela memperluas peran mereka untuk
memasukkan juga pendidikan kesehatan yang diarahkan pada
perawatan diri keluarga.
4. Peran Keluarga Selama Sehat dan Sakit
Ketika seorang anggota keluarga mengalami sakit yang menimbulkan
cacat dan dirawat di rumah, maka ada peran yang menjadi primer yaitu
menjadi perawat. Peran yang paling menonjol untuk melaksanakan
tugas tersebut adalah sosok seorang ibu, bahwa peran-peran penting
tertumpu pada ibu yaitu posisi sebagai istri, sebagai pemimpin, dan
pemberi asuhan kesehatan. Apapun kriteria yang telah digunakan
dalam penelitian untuk mengukur pembuatan keputusan tentang
bagaimana penyakit diatasi dan disembuhkan, penggunaan layanan
medis dan layanan kesehatan, peran sentral ibu sebagai pembuat
keputusan tentang kesehatan utama, pendidik, konselor, dan pemberi
asuhan dalam keluarga tetap menjadi temuan dalam penelitian tersebut
(Litman, 1974; dalam Friedman, 1998). Dalam peran ini, ibu
menentukan gejaa-gejala dan memutuskan pencarian sumber-sumber
yang penting. Ia juga mempunyai kontrol substansial terhadap
keputusan apakah anaknya akan mendapatkan layanan kuratif atau
preventif (Aday dan Eichhorn, 1972; Diosy, 1956; Rayner 1970), dan
bertindak sebagai sumber ketenangan dan bantuan pada masa-masa
sakit.
16
5. Keperawatan Keluarga
Definisi tentang keperawatan keluarga itu sendiri terdapat tiga tingkat
praktik keperawatan keluarga atau foci, yaitu keluarga sebagai konteks,
keluarga sebagai kumpulan dari anggota keluarga, dan keluarga
sebagai klien. Tingkat keperawatan keluarga yang dipraktikkan
tergantung pada bagaimana perawat keluarga mengkonseptualisasikan
keluarga dan bekerja dengannya. Tingkat keterpusatan pada keluarga
juga tergantung kepada filosofi dari sistem tempat perawat bekerja.
Lingkungan kerja (apa penghargaan dan penguatan negatif
kepemimpinan) merupakan penentu utama dari perilaku. Setiap tingkat
dari ketiga tingkat atau foci keperawatan keluarga merupakan
komponen keperawatan keluarga.
Proses keperawatan merupakan intisari dari keerawatan, proses ini
menjadi pusat bagi semua tindakan keperawatan, dapat diaplikasikan
dalam situasi apa saja, dalam kerangka referensi tertentu, konsep
tertentu, teori atau falsafah (Yura dan Walsh, 1978). Proses
keperawatan keluarga akan relatif berbeda pada siapa yang menjadi
fokus perawatan. Perbedaan fokus tersebut tergantung pada
konseptualisasi keluarga dari perawat tersebut dalam praktiknya. Jika
ia melihat keluarga sebagai latar belakang dari pasien individu, maka
anggota keluarga secara individu merupakan fokus dan proses
keperawatan yang berorietasi pada individu, akan tetap, perawat
mengkonseptualisasikan keluarga sebagai unit pelayanan, maka
meskipun proses itu sendiri tidak ada bedanya, keluarga sebagai
sebuah unit atau sistem merupakan fokusnya (Friedman, 1998).
Langkah-langkah dalam proses keperawatan keluarga adalah meliputi:
pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah-masalah keluarga
(Diagnosa Keperawatan), rencana perawatan, intervensi, dan evaluasi
perawatan (Friedman, 1998).
17
a. Pengkajian Keluarga
Proses pengkajian keerawatan diwarnai dengan pengumpulan
informasi secara terus menerus terhadap arti yang melekat pada
informasi yang sedang dikumpulkan tersebut. Dengan kata lain,
data dikumpulkan dengan cara sistematis (dengan menggunakan
suatu alat pengkajian keluarga) diklasifikaskan dan dianalisa
artinya. Seringkali sekilas dikumpulkan pada setiap area utama.
Jika pengkaji menemukan kemudian menemukan kemungkinan
bermakna atau potensial masalah, maka ia menggali area tersebut
secara lebih mendalam.
Pengumpulan data tentang keluarga didapatkan dari berbagai
sumber, yaitu wawancara dengan klien dalam hubungannya dengan
kejadian-kejadian pada waktu lalu dan sekarang, temuan-temuan
yang objektif (misal observasi terhadap rumah dan fasilitas-
fasilitas yang ada didalamnya), informasi-informasi tertulis
maupun lisan dari rujukan, berbagai lembaga yang menangani
keluarga, dan anggota tim kesehatan lainnya.
Menciptakan suatu hubungan saling percaya dimana ada saling
keterbukaan dan saling menghormati, komunikasi berjalan
berbarengan dengan proses pengkajian dan tahap orientasi bekerja
dengan sebuah keluarga. Penjalinan kepercayaan dan hubungan
membentuk tempat dan dasar bagi perawatan keluarga yang
efektif.
b. Diagnosa Keperawatan Keluarga
Diagnosa – diagnosa keperawatan keluarga merupakan
perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan terhadap sistem
keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian terhadap perawatan.
Diagnosa-diagnosa keperawatan keluarga didalamnya termasuk
18
juga masalah-masalah kesehatan yang aktua dan potensial yang
mana karena pendidikan dan pengalaman, para perawat mampu dan
diizinkan untuk menanganinya (Gordon, 1978 dan 1982).
c. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan meliuti perumusan tujuan yang berorientasi pada
klien. Penyusunan bersama tujuan tersebut terdiri atas
kemungkinan sumber-sumber, menggambarkan pendekatan-
pendekatan alternatif untuk memenuhi tujuan-tujuan, menyeleksi
intervensi-intervensi keperawatan yang spesifik, memobilisasi
sumber-sumber (termasuk pengerahan kemampuan perawatan diri),
dan mengoperasionalisasikan perencanaan (menyusun prioritas-
priritas dan menulis bagaimana perencanaan tersebut dilaksanakan
dalam fase-fase). Rencana asuhan keperawatan bertindak sebagai
rencana untuk bertindak.
d. Intervensi
Tahap intervensi diawali dengan penyelesaian perencanaan
keperawatan. Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang;
klien (individu atau keluarga), perawat, dan anggota tim perawatan
kesehatan yang lain, keluarga luas, dan orangorang lain dalam
jaringan kerja sosial keluarga.
e. Evaluasi
Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya intervensi-
intervensi yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang
lainnya. Keefektifan ditentukan dengan melihat respons keluarga
dan hasil (bagaimana keluarga memberikan respons), bukan
intervensi-intervensi yang diimlementasikan. Sekali lagi evaluasi
merupakan suatu upaya bersama antara perawat dan keluarga.
19
B. Tuberkulosis Paru
1. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosae, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang
1-4.Um dan tebal 0,3-0,6/Um yang menyerang paru-paru
(Bahar,2001).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang menyebar melalui batuk
dan dahak yang disebabkan oleh Basil tuberkel Mycobacterium
tuberculosis (Miller,2002).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosis adalah
penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosae,yang
menyerang paru-paru dan menyebar melalui batuk dan dahak.
2. Tanda dan gejala TB Paru
Menurut Bahar (2001), keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis
dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan Tb paru
tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan
yang terbanyak adalah :
a) Demam
Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian
dapat timbul kembali. Kadang-kadang panas badan dapat mencapai
40-41ºC. keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk.
b) Batuk/Batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi
pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-
produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-
produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
20
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.
c) Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah
lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d) Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
e) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala
malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan,
badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri
otot, keringat malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat
dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
Tuberkulosis Paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien
menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan
berat badan, berkeringat malam, nyeri dada, dan batuk menetap. Batuk
pada awalnya mungkin nonproduktif, tetapi dapat berkembang ke arah
pembentukan sputum mukopurulen dengan hemoptisis (Smeltzer dan
Brenda, 2001).
3. Cara Penularan
Menurut Manaf (2006) cara penularan TB meliputi:
a) Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
b) Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
21
c) Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab.
d) Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan
hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
e) Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.
4. Pemeriksaan laboratorium
Diagnosis pasti tuberkulosis ditegakkan terutama dengan dilakukan
pemeriksaan dahak. Seseorang dipastikan TB jika di dalam
pemeriksaan mikroskopis, dahaknya mengandung kuman TB. Kriteria
sputum BTA (+) adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA (+) pada satu sediaan. Bila hasil pemeriksaan dahak
kurang mendukung, sedangkan gejalanya mengarah ke TB, dokter
mungkin akan memerlukan pemeriksaan tambahan yaitu pemeriksaan
dengan sinar Rotgen (Ro). Pada pemeriksaan dengan sinar Rotgen
lokasi lesi tuberkulosis umumnya didaerah apeks paru (Bahar, 2001).
5. Pencegahan
Berperilaku hidup bersih dan sehat dapat mengurangi angka kejadian
TB (PPTI, 2010) yakni: makan makanan yang bergizi seimbang
sehingga daya tahan tubuh meningkat untuk membunuh kuman TB,
tidur dan istirahat yang cukup, tidak merokok, minum alkohol dan
menggunakan narkoba, lingkungan yang bersih baik tempat tinggal
22
dan disekitarnya, membuka jendela agar masuk sinar matahari di
semua ruangan rumah karena kuman TB akan mati bila terkena sinar
matahari, imunisasi BCG bagi balita, yang tujuannya untuk mencegah
agar kondisi balita tidak lebih parah bila terinfeksi TB.
Bagi pasien TB, yang harus dilakukan agar tidak menularkan kepada
orang lain yaitu seorang pasien TB sebaiknya sadar dan berupaya
tidak menularkan penyakitnya kepada orang lain, antara lain dengan
tidak meludah di sembarang tempat, menutup mulut saat batuk atau
bersin, berperilaku hidup bersih dan sehat, berobat sesuai aturan
sampai sembuh, memeriksakan balita yang tinggal serumah.
6. Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi (Bahar, 2001). Komplikasi dibagi atas
komplikasi dini (pleuritis, efusi pleura, laryngitis, menjalar ke organ
lain seperti usus) dan komplikasi lanjut (kerusakan parenkim berat,
karsinoma paru).
Reaksi granulomatosa pada dasarnya adalah upaya untuk mengandung
infeksi tuberkulosis, granuloma, terutama ketika besar dan kavitas,
dapat menyebabkan komplikasi. erosi granuloma ke dalam arteri
pulmonalis dapat menyebabkan perdarahan yang signifikan dan
kadang-kadang fatal (aneurisma Rasmussen). erosi melalui pleura
dapat menyebabkan pembentukan fistula bronkopleural dan empiema
TB pleura. rongga dapat menjadi dijajah oleh aspergilli dan
mengembangkan bola jamur (aspergilloma). carsinomas parut jarang
berkembang dalam hubungan dengan bekas luka yang disebabkan
oleh infeksi tuberkulosis kronis. Amiloidosis adalah komplikasi lain
sangat jarang infeksi Cronic ( Dani S. Zander dan Carol F.
Farver,2008).
23
7. Pengobatan TB Paru
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan
dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
b. Jenis, Sifat , dan dosis OATJenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan (mg/kg)