6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Iklan Sebagai Media Komunikasi A.1. Pengertian Komunikasi Sebuah istilah Komunikasi, ini merupakan kata serapan dari bahasa inggris (Communication), secara etimologi atau menurut asal katanya, komunikasi berasal dari kata latin (Communicatio), dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Apabila dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. 2 Komunikasi, secara sederhana penulis katakan sebagai sebuah bentuk interaksi seperti yang dikatakan Effendy diatas. Bisa saja terjadi antara dua orang bisa juga terjadi pada lebih dari satu orang. Namun untuk lebih memperjelas lagi mengenai pengertian komunikasi akan penulis cuplik dari beberapa sumber. Selanjutnya adalah model-model komunikasi dari beberapa ahli, John Fiske memaparkan dalam bukunya “Pengantar Ilmu Komunikasi” 3 , antara lain: 1. Harrold Lasswell (1948) Model ini sangat terkenal yang menyebutkan beberapa unsurnya yaitu: Siapa, Berkata apa, ‘Melalui’ Saluran apa ‘Untuk’ siapa, dan dengan ‘Efek’ yang 2 Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung:CV.Remaja Karya, 1999), p.9 3 Fiske, John, Pengantar Ilmu Komunikasi-Edisi Ketiga. (Jakarta: PT.Rajagrafindo, 2012), p.49
56
Embed
BAB II - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58207/35/BAB 2.pdf · cara masing-masing dalam menelaah model komunikasi tetapi tujuan dari komunikasi sama yaitu manusia tidak bisa hidup
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Iklan Sebagai Media Komunikasi
A.1. Pengertian Komunikasi
Sebuah istilah Komunikasi, ini merupakan kata serapan dari bahasa inggris
(Communication), secara etimologi atau menurut asal katanya, komunikasi berasal
dari kata latin (Communicatio), dan bersumber dari kata communis yang berarti
sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Apabila dua orang terlibat
dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan
terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang
dipercakapkan.2
Komunikasi, secara sederhana penulis katakan sebagai sebuah bentuk
interaksi seperti yang dikatakan Effendy diatas. Bisa saja terjadi antara dua orang
bisa juga terjadi pada lebih dari satu orang. Namun untuk lebih memperjelas lagi
mengenai pengertian komunikasi akan penulis cuplik dari beberapa sumber.
Selanjutnya adalah model-model komunikasi dari beberapa ahli, John
Fiske memaparkan dalam bukunya “Pengantar Ilmu Komunikasi” 3, antara lain:
1. Harrold Lasswell (1948)
Model ini sangat terkenal yang menyebutkan beberapa unsurnya yaitu:
Siapa, Berkata apa, ‘Melalui’ Saluran apa ‘Untuk’ siapa, dan dengan ‘Efek’ yang
2 Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung:CV.Remaja Karya, 1999), p.9
pada sifat fisik. Maka kecantikan hanyalah ornamen, bukan keanggunan yang
sesungguhnya. Kecantikan tidak bisa dilepaskan dari citra tubuh dan seksualitas.
Kecantikan selalu disetarakan dengan bentuk fisik, relasi atau keintiman dengan
lawan jenis, serta perjodohan dan hubungan seksual. Mitos kecantikan tidak
pernah lekang oleh waktu dan telah berlangsung sepanjang sejarah, berawal sejak
zaman Revolusi Industri pada tahun 1830- an39.
Salah satu cara yang digunakan para pakar untuk membahas lingkup
makna yang lebih besar adalah dengan membedakan makna denotatif dengan
makna konotatif. Spradley menjabarkan makna denotatif meliputi hal-hal yang
ditunjuk oleh kata-kata (makna referensial). Sehubungan dengan uraian diatas,
semiotika sebagai pendekatan meninjau iklan. Adalah dengan melakukan otokritik
terhadap karya-karya yang di buat. Pendekatan semiotik merupakan salah satu
untuk mengetahui dan mengontrol iklan-iklan yang dibuat karena iklan
merupakan salah satu tanda yang diciptakan seniman yang dapat dibaca oleh
penonton atau penerima tanda. Dengan pendekatan signifikansi Barthes akan
diketahui bagaimana makna konotasi dan mitos yang terkandung dalam rangkaian
iklan40.
Menurut Roland Barthes, sebuah teks bukanlah sebaris kata-kata yang
menampilkan sebuah makna teologis tunggal (pesan pengarang atau Tuhan)
melainkan sebuah ruang multidimensi yang di dalamnya beraneka ragam tulisan,
tak satupun darinya yang orisinal, bercampur aduk, dan saling berbenturan. Teks
adalah tisu kutipan yang diambil dari pusat kebudayaan yang tiada batas. Teks itu
sendiri merupakan sebuah jaringan kutipan-kutipan yang diambil dari pusat-pusat
kebudayaan yang tak terhingga banyaknya41.
39 Wolf, op.cit., p.5 40
Barker, Chris, Cultural Studies: Teori dan Praktik, (Bantul: Kreasi Wacana, 2016), p.74
41 Barker, op.cit., p.75
31
Teks iklan sebagai sebuah sistem penandaan yang kompleks tersusun atas
kombinasi tanda-tanda. Makna yang dihasilkan dalam iklan tergantung dari
kombinasi antara gambar, suara dan tulisan untuk memahami bagaimana iklan
memanfaatkan dunia tanda-tanda.
Berarti iklan yang dalam hal ini menjadi sebuah pesan teks pada proses
komunikasi yang dirancang khusus dari sebuah gagasan menjadi symbol-simbol
dan atau bahasa. Berarti nanti para penerima pesan ini akan menerima sebuah
pesan berupa iklan yang berupa symbol dan atau bahasa. Sehingga akan
memunculkan banyak persepsi dalam benak penerima pesan. Seperti yang
dikatakan Saussure:
Persepsi dan pandangan kita tentang realitas, dikonstruksikan oleh kata-
kata dan tanda-tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Hal ini dianggap
revolusioner, karena hal itu berarti tanda membentuk persepsi manusia, lebih dari
sekedar merefleksikan realitas yang ada42 (Sobur,2006:87).
Mitos kecantikan sebenarnya merujuk pada prilaku, bukan fisiknya.
Kualitas pada periode tertentu, disebutkan sebagai kecantikan perempuan itu
hanya symbol dari perangai perempuan yang dianggap menggairahkan.
Persaingan antara perempuan menjadi mitos yang memisahkan satu sama lain.
Kemudaan dan keperawanan menjadi ukuran kecantikan perempuan. Perempuan
yang sudah tua merasa terancam oleh perempuan muda. Sementara itu,
perempuan yang masih muda takut menjadi tua. Kemudian identitas perempuan
direduksi hanya sebatas pada kecantikan43.
42 Sobur, Alex, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana Analisis Semiotik Analisis Framing, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006),p.87 43 Julian, Royyan. “MITOS KECANTIKAN DALAM CERPEN-CERPEN DWI RATIH RAMADHANY”. Jurnal Poetika (2016), IV, p.55
32
C.1. Konsep Kecantikan
Untuk mendapatkan pengertian dari kecantikan dan citra perempuan,
penulis akan menyajikan secara bertahap. Dengan cara membaginya secara
terpisah terlebih dahulu. Berbicara perihal kecantikan berarti berbicara pula
mengenai perempuan. Terlepas dari peran seorang wanita baik personal maupun
sosialnua. Dalam jurnlanya44, Wiasti membahas tentang Konsep kecantikan
seperti ini:
1. Kecantikan klasik lebih condong pada ukuran-ukuran tubuh yang
proporsional sesuai konsepsi ideal yang ditentukan oleh budaya, dan
perpaduan antara kecantikan fisik dan mental (inner buauty), serta
menekankan pada keselarasan hubungan dengan alam.
2. Konsep kecantikan tradisional pada dasarnya cenderung pada prinsip
harmony, yang terkait secara struktural antar bagian tubuh sebagai efek
alamiah dari sebuah anatomi dan fisiologis badan manusia.
3. Kecantikan modern, lebih mengarah kepada keseragaman atau
universalitas, seperti halnya kulit putih, dan ukuran-ukuran tubuh yang
proporsional, dan semuanya mengacu pada hal-hal yang modern.
4. Sedangkan kecantikan postmodern, adalah kecantikan yang mengarah
pada makna pluralitas, heterogenitas dan bersifat sangat subyektif.
Bebarapa definisi tentang kecantikan sering mengarah pada sosok
perempuan yang memiliki tubuh langsing berkulit putih. Hal ini senada dengan
pendapat dari seorang ahli komunikasi massa, Dedi Mulyana dalam bukunya45
menyatakan bahwa:
“Seorang wanita yang paling cantik dalam banyak budaya adalah yang wajahnya
paling menarik dan seksi (plus kulitnya putih mulus), namun dalam budaya lain
mungkin yang rambutnya keriting, paling pucat wajahnya, paling hitam kulitnya.
Pendek kata kecantikan selalu dikonstruksikan oleh masyarakatnya. Bagi suku
Dayak di Kalimantan, kecantikan identik dengan seberapa banyak anting-anting
yang dikenakan untuk membuat lubang di cuping telinga mereka semakin lebar
dan tergantung ke bawah. Di kalangan penduduk Fiji di Pasifik, secara tradisional
kecantikan identik dengan kemampuan reproduksi, yakni makan banyak dan
tubuh yang subur. Namun kini media massa yang yang merambah berbagai
44 Wiasti, Ni Made. “REDEFINISI KECANTIKAN DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA PEREMPUAN BALI, DI KOTA DENPASAR”. PIRAMIDA (2012), S.l, p.4 45 Mulyana, op.cit., p.177-178
33
budaya telah banyak mengubah citra kecantikan wanita dalam budaya- budaya
tersebut. Salah satu ciri kecantikan modern adalah tubuh yang ramping”46.
Dari pengertian diatas penulis mendapatkan sebuah gagasan tentang
kecantikan secara tradisional dan modern. Untuk melengkapinya mari kita
perhatikan hal yang berkaitan dengan kecantikan, yaitu sebuah citra dan
perempuan. Menurut KBBI Citra adalah gambaran yang dimiliki orang banyak
mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk. Sedangkan perempuan itu
sendiri didefinisikan sebagai sebagai orang (manusia) yang memiliki puki dapat
menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), dengan demikian, maka diperoleh pengertian bahwa citra perempuan
adalah gambaran atau representasi mental yang tergambar dibenak seseorang
terhadap perempuan dewasa.
Sejarah tubuh wanita di dalam ekonomi politik kapitalisme adalah sejarah
pemenjaraannya sebagai ‘tanda’ atau fragmen-fragmen tanda. Kapitalisme
‘membebaskan’ tubuh wanita dari ‘tanda-tanda’ dan identitas tradisionalnya (tabu,
etiket, adat, moral, spiritual) dan ‘memenjarakannya’ dalam ‘hutan rimba tanda-
tanda’ yang diciptakannya sendiri sebagai bagian dari ekonomi politik
kapitalisme. Ekonomi kapitalisme mutakhir telah berubah ke arah penggunaan
‘tubuh’ dan ‘hasrat’ sebagai titik sentral komoditi, yang disebut dengan ‘ekonomi
libido’. Tubuh menjadi bagian dari semiotika komoditi kapitalisme, yang
Dalam jurnal Julian48 mitos kecantikan memerlukan standar baku karena ia
universal. Standar baku ini merupakan imajinasi tentang kesempurnaan seorang
perempuan. Mistik feminine yang menjadikan seorang ibu dan istri rumah tangga
sebagai sosok sempurna sudah digantikan oleh perempuan yang telah ditakar
ukuran kualitasnya secara fisik.
Menurut mitos kecantikan didunia modern bahwa perempuan cantik
adalah sosok berambut pirang seperti yang disebut Wolf, dalam jurnal Julian49,
perempuan bisa disebut cantik jika punya rambut hitam, lurus, dan panjang hingga
pinggul. Imajinasi mengenai kecantikan dalam jurnal ini lebih mengarah pada
perempuan tradisional yang punya rambut panjang daripada perempuan modern
yang punya model rambut bermacam.
Standart kecantikan dalam jurnal ini dikatakan lagi tentang deskripsi kulit
seputih salju, bibir merah merona, dan tubuh yang beraroma wangi. Nyatanya,
aroma wangi bukan sifat instrinsik manusia. Ia disebabkan oleh faktor luar, seperti
bebungaan atau parfum.
Frase “kulit kencang” seringkali diasosiasikan dengan usia. Pada
umumnya, perempuan tua merupakan kelompok usia yang tidak punya kualitas
tersebut. Oleh karena itu, ketika jadi tua adalah kata lain dari mengucapkan
selamat tinggal pada kecantikan. Para perempuan sering melawan penuaan dengan
cara menghapus kerutan pada wajah dan mengembalikan kulit kencang
sebagaimana pada saat masih muda50.
48 Julian, op.cit., p.55 49 Ibid 50 Ibid
35
Julian menyebutkan bahwa, apa yang dikatakan cantik sebenarnya
mengarah pada perilaku perempuan yang menggairahkan. Daya tarik sensual
tersebut tidak esensial; bukan suatu yang deterministik. Maka, kecantikan adalah
sebuah konstruksi dari perempuan, sebagai subjek kecantikan, mereka berlomba-
lomba berperilaku sesuai norma menjadi cantik; saling berkontestasi untuk
mendapat pengakuan dari laki-laki atau sesamanya51.
Dengan memanfaatkan standar baku kecantikan, bisa jadi, kecantikan
tidak bisa didefinisikan sebagai kualitas tertentu pada bagian tubuh. Ia harus
diaplikasikan ke dalam tindakan. Tubuh menjadi indah saat ia berjalan dengan
metode yang tepat. Mata bisa menggoda saat ia dikerlingkan dengan cara yang
tepat. Akhirnya, cantik lebih benar disebut sebagai kata kerja daripada kata sifat.
Dalam konteks kutipan di atas, cantik adalah saat si pemiliknya tengah melakukan
upaya menebar pesona.
Sebab cantik bukan value intrinsik, ia perlu factor dari luar. Pada bahasan
diatas, cantik bukanlah kualitas tertentu yang sama dengan penampilan fisik
perempuan. Namun, ia serupa perilaku tertentu yang bisa menyebabkan “gairah”.
Mitos kecantikan “wolfian” juga dikonstruksi di atas anggapan kalau standar baku
cantik dibangun oleh industri kecantikan seperti program diet, operasi wajah,
perusahaan kosmetika, dan sebagainya. Iklan berperan menjadi “nabi” yang
menyampaikan standar- standar kepada khalayak52.
51 Julian, op.cit., p.57 52 Ibid., p.58
36
Standar kecantikan di Indonesia sendiri memiliki banyak versi, seperti
yang penulis temukan pada laman internet yang dilansir situs Brilio53, setidaknya
ada 8 macam kecantikan jaman dahulu, antara lain :
1. Wanita Jawa yang cantik adalah yang pandai menari (tahun 1934)
2. Wanita Papua yang cantik adalah yang bertato tradisional (tahun 1900)
3. Wanita Bandung yang cantik adalah yang bisa menenun (tahun 1920)
4. Wanita Gayo yang cantik adalah yang memakai lebih banyak
perhiasan dari wanita lain (1900)
5. Wanita Minangkabau yang cantik adalah yang menjaga kehormatan
dengan memakai pakaian adat (1930)
6. Wanita Dayak yang cantik adalah yang memakai anting-anting berat,
semakin panjang lebar lubang anting di telinga makin cantik (1920)
7. Wanita Sulawesi yang cantik adalah ketika bisa menari dan
mengenakan pakaian adat lengkap (1940)
8. Wanita Bali yang cantik adalah yang terampil dalam menyusun sesaji
persembahan untuk dewa (1900)
53 Fadila Adelin. “10 Standar Keccantikan Wanita Indonesia Zaman Dulu Tanpa Sulam Alis”. Diakses dari https://www.brilio.net/cewek/10-standar-kecantikan-wanita-indonesia-zaman-dulu-tanpa-sulam-alis-1608023.html , pada tanggal 22 April 2018 pukul 22.00
Dibelahan dunia yang lain, dibeberapa negara juga memiliki standar
kecantikan yang berbeda, seperti yang dilansir dalam laman situs Interactive
learning resources for Southeast Asian languages, literatures and cultures54,
antara lain :
1. Di Jepang, kulit merupakan kunci dari kecantikan. Perempuan di
Jepang memiliki kulit lembut dan cantik tanpa bekas, terutama di
wajah mereka. Kulit wanita di Jepang memang halus, tapi tetap saja
belum terasa lengkap tanpa rambut yang lurus, karena rambut lurus di
Jepang juga dianggap cantik, dan kebanyakan rambut-rambut wanita
Jepang itu memang lurus-lurus.55
2. Di Thailand dan Burma, anggota dari suku kayan memulai ritual
kecantikan mereka saat muda. Ketika umur 5 tahun, mereka sudah
dipakaikan gelang berbentuk melingkar di lehernya. Gelang leher itu
terus ditambahkan seiring dengan bertambahnya usia, dan hal tersebut
membuat lehernya semakin panjang seperti leher jerapah. Bagi
mereka, leher yang panjang dengan gelang bersinar merupakan tanda
status sosial mereka. Beratnya gelang leher itu mencapai 22 pounds
atau sekitar 10,5 kilo.56
3. Wanita di India mencampur turmeric, jeruk, dan madu untuk dioleskan
ke kulit mereka, pada hari-hari perayaan seperti pernikahan atau acara
54 Patricia Henry. “Definisi dan Pengertian Cantik tidak sama”. Diakses dari http://www.seasite.niu.edu/flin/definisi_kecantikan.htm pada 22 April 2018 pukul 22.15 55 Ibid 56 Ibid
7. Di Ethiopia, cantik itu punya bekas luka cakar. Bekas luka di Ethiopia
ini sengaja dibuat sendiri dengan cara menyayat perut mereka. Mereka
berpendapat bahwa bekas luka ini dapat memuaskan pria, dan semakin
banyak bekas luka, maka makin cantik. Biasanya luka cakar tersebut
mulai dibuat ketika masih anak-anak.61
8. Di Perancis, cantik itu berkelas, langsing, anggun, dan cantik. Di Paris,
perempuan menghabiskan banyak waktunya untuk perawatan
kecantikan. Karena mereka langsing-langsing, jadi hanya menyediakan
baju dengan ukuran duabelas untuk wanita. Anehnya, menurut mereka,
umur 60 tahun merupakan saat perempuan Paris paling cantik.62
9. Hampir di semua negara menganggap cantik itu ibarat dengan
langsing, tapi di negara bagian Afrika barat, Big is Beautifull.
Mauritania negara berpasir yang terletak di sebelah barat laut Afrika.
Arti kecantikan sangat berlawanan di Mauritania, dimana besar itu
lebih baik(Sexy) dari pada langsing. Semakin Besar (Gendut) seorang
wanita, maka semakin banyak pria yang suka, jika semakin langsing
maka semakin tidak laku. Lucunya, pria di Mauritania haruslah kurus
atau langsing.63
Dari berbagai macam versi kecantikan diatas semakin menambah data bagi
penelitian ini. Sehingga akan memudahkan penelitian ini dengan mengkomparasi
berbagai versi kecantikan lalu menganalaisis iklan ini akan mengarah pada
61 Ibid 62 Patricia, op.cit., p.1 63 Ibid
40
kecantikan yang seperti apa. Selanjutnya penulis akan membahas masalah
perempuan dalam industri media.
C.2. Perempuan dalam Industri Media
Dalam media massa, sering dijumpai iklan produk yang menampilkan
perempuan dalam iklan tersebut. Perempuan dianggap mampu menampilkan citra
yang tepat agar pesan yang ingin disampaikan oleh pembuat iklan dapat sampai
kepada para penonton. Dalam banyak iklan terjadi penekanan terhadap pentingnya
perempuan untuk selalu tampil memikat dengan mempertegas kecantikan secara
biologis, seperti memiliki kulit putih (iklan sabun mandi), memiliki rambut
panjang (iklan sampo) dan lainnya. Seperti yang terdapat dalam jurnal Sari, ia
menyatakan bahwa:
“Wanita terjangkiti dengan kebutuhan untuk memenuhi gambaran
tertentu tentang kecantikan. Kecantikan yang ideal seringkali memberi tekanan
pada wanita, yang kemudian akan menimbulkan obsesi untuk mencapai
gambaran ideal tentang menjadi cantik. Hal ini juga berlaku tidak hanya bagi
wanita tetapi juga bagi pria. Greer menyebutkan bahwa hal tersebut merupakan
dampak budaya yang menekan setiap orang saat ini. Berdasarkan penjalasan ini
dapat disimpulkan bahwa stereotip dalam iklan, yang terjadi akibat pengaruh
budaya, dapat memunculkan efek negatif bagi pihak yang terkena stereotip”.64
Senada dengan uraian diatas, Fitryani dalam jurnalnya juga mengatakan
bahwa kebutuhan akan tampil cantik dengan modal kulit putih dan rambut lurus
tidak bisa lepas dari pengaruh media massa, terutama media yang mempunyai
kekuatan audio visual dalam tayangan iklan, terutama dalam produk kecantikan.
Selanjutnya Fitryani melanjutkan dalam jurnalnya:
64 Sari, Wulan Purnama. “KONFLIK BUDAYA DALAM KONSTRUKSI KECANTIKAN WANITA INDONESIA”. FIKOM TARUMANEGARA (2015), VII/2, p.118
41
Marshall McLuhan menyebut televisi sebagai hot media adalah media paling
efektif untuk membangkitkan dan melumpuhkan kesadaran massa dalam jangka
tak bisa ditentukan. Di belahan dunia manapun logika dasar televisi memang
demikian: menghipnotis orang sedemikian rupa, hingga mereka tunduk di bawah
kekuasaannya, untuk kemudian digiring berbondong-bondong agar
mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan.65
Begitu banyak model iklan yang beredar berisi perempuan dengan citra
yang hampir sama, seperti kulit putih, tubuh langsing, rambut hitam lurus, dsb.
Dengan dukungan media yang dapat dengan mudah ditemui dimanapun,
kapanpun, semakin membuat citra perempuan dalam iklan semakin hari semakin
kuat dalam artian pengaruh iklan bukan hanya pada persuasif pembelian produk,
tapi juga pada tahap kesadaran semu akan makna kecantikan yang dibuat iklan.
Seperti yang diungkapkan Naomi dalam bukunya, bahwa sosialisasi citra
kecantikan ideal ini disuguhkan melalui usaha persuasif dalam iklan, sehingga
selanjutnya akan menumbuhkan keinginan bagi konsumen perempuan untuk
memiliki wajah putih sebagaimana yang dimodelkan oleh iklan ini. Dan pada
akhirnyapun akan berlanjut pada perilaku pembelian oleh konsumen perempuan.
Demikianlah, dalam iklan ini perempuan dimaknai sebagai konsumen potensial
bagi sang produsen.66
Oleh karena itu banyak yang menggunakan citra seorang wanita dalam
sebuah media. Sebab bias yang ditimbulkan bisa memantik keuntungan bagi pihak
pengiklan. Belum lagi ketika berbicara mengenai kecantikan, yang tentu banyak
mengandung mitos dibaliknya daripada konten atau informasi yang disampaikan.
65 Fitryani, Inda. “IKLAN DAN BUDAYA POPULAR: PEMBENTUKAN IDENTITAS IDEOLOGIS KECANTIKAN PEREMPUAN OLEH IKLAN DI TELEVISI”. Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti (2009), VI/2, p.121 66 Wolf, op.cit., p.17
42
C.3. Jenis Citra Wanita dalam Iklan
Menurut Tamrin Amal Tomagola dalam Asmajasari67, seorang sosiolog
dari Universitas Indonesia, dalam makalahnya membagi 5 citra wanita yang
ditampilkan di iklan meliputi:
1. Citra Pigura
Maksudnya iklan itu menekankan betapa pentingnya para wanita
untuk tampil memikat. Untuk itu wanita harus mempertegas kewanitaanya
yang sudah ada secara biologis alias kecantikan fisiknya.
2. Citra Pilar
Yaitu wanita sebagai pengurus utama rumah tangga. Citra ini
ditampilkan berdasarkan anggapan biar laki-laki dan wanita sama, tapi
secara kodrati mereka tetap berbeda.
3. Citra Peraduan
Maksudnya wanita harus menggunakan dana dan daya untuk
kepentingan pria.
4. Citra Pinggan
Maksudnya berkisar dalam urusan perut.
5. Citra Pergaulan
Maksudnya bila wanita ingin masuk dan diterima dalam suatu
lingkungan pergaulan sepatutnyalah ia menggunakan sesuatu yang menjadi
pelengkapnya.
Jadi menurut penulis, tubuh wanita dimuati dengan citra-citra tertentu
daripada sekedar pesona biologis. Keunikan tubuh wanita di dalam media
sengaja dikonstruksi dengan mengambil bagian-bagian tubuh tertentu
sebagai satu hal yang bisa dimaknai sesuai apa yang nampak, dengan
berbagai posisi dan pose, serta dengan berbagai aksesoris yang bermakna.
Tubuh wanita yang dieksploitasi melalui ribuan bentuk sikap, gaya, dan
penampilan ini seolah mengkonstruksi tubuhnya sebagai objek yang dijadikan
panutan karena dianggap mempunyai pesona tertentu yang mampu memberi
67 Asmajasari, op.cit., p.114-115
43
efek semu berkepanjangan bagi yang melihat seperti halnya acuan tubuh
ramping adalah kecantikan yang ideal.
D. Makna Tanda
Untuk mengurai makna tanda, mari kita telisik dulu pendapat dari
beberapa sumber yang peneliti dapatkan satu persatu. Sebelum itu mari kita lihat
dulu definisi merutut KBBI. Tanda menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
berarti, (1) yang menjadi alamat atau yang menyatakan sesuatu, (2) gejala. (3)