BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Skizofrenia adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani; “Schizein”, yang berarti “terpisah” atau “pecah” dan “phrenia” yang berarti “jiwa”. Arti dari kata-kata tersebut menjelaskan tentang karateristik utama dari gangguan Skizofrenia, yaitu adanya pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya. Gangguan Skizofrenia tergolong pada gangguan psikotik, yang ciri utamanya antara lain adalah kegagalan dalam reality testing (Fausiah, 2005). Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai terutama oleh distorsi- distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Skizofrenia adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Yunani; “Schizein”,
yang berarti “terpisah” atau “pecah” dan “phrenia” yang berarti “jiwa”. Arti dari kata-
kata tersebut menjelaskan tentang karateristik utama dari gangguan Skizofrenia, yaitu
adanya pemisahan antara pikiran, emosi, dan perilaku dari orang yang mengalaminya.
Gangguan Skizofrenia tergolong pada gangguan psikotik, yang ciri utamanya antara
lain adalah kegagalan dalam reality testing (Fausiah, 2005).
Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang
ditandai terutama oleh distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya
perilaku menarik diri dari interaksi sosial, serta disorganisasi dan fragmentasi dalam
hal persepsi, pikiran dan kognisi (Wiramihardja, 2005).
Skizofrenia merupakan gangguan yang benar-benar membingungkan atau
menyimpan banyak teka-teki. Pada suatu saat orang-orang dengan Skizofrenia
berfikir dan berkomunikasi dengan sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat dan
realita, dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat yang lain,
pemikiran dan kata-kata mereka terbalik-balik, mereka kehilangan sentuhan (touch)
dengan realita, dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri, bahkan
dalam banyak cara yang mendasar (Wiramihardja, 2005).
1
Masih terdapat gejala-gejala yang mengharuskan adanya perbedaan
perbincangan antara Skizofrenia pada anak-anak dengan Skizofrenia pada orang
dewasa. Hal ini terjadi karena pada anak-anak gejala-gejala itu tidak tampak jelas,
sedangkan pada orang dewasa tampak lebih jelas. Meskipun gambaran klinis dapat
sangat bervariasi pada orang-orang yang di diagnosis Skizofrenia, organisasi
pengalaman yang mencirikan episode-episode Skizofrenia selama fase psikotik dapat
dilukiskan secara jelas (Wiramihardja, 2005).
Waham adalah suatu kepercayaan palsu yang menetap yang tak sesuai dengan
fakta dan kepercayaan tersebut mungkin “aneh” (misalnya: mata saya adalah
komputer yang dapat mengontrol dunia) atau bisa pula “tidak aneh” (hanya sangat
tidak mungkin, misalnya: “FBI mengikuti saya”) dan tetap dipertahankan meskipun
telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya, waham sering
ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering
ditemukan pada Skizofrenia (Utama, 2010).
Waham adalah keyakinan yang keliru, yang tetap dipertahankan sekalipun
dihadapkan dengan cukup bukti tentang kekeliruannya, dan tidak serasi dengan latar
belakang pendidikan dan sosial budaya orang yang bersangkutan (Fausiah, 2005).
Menurut (PPDGJ III, 2001), memenuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia,
waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “passivity” (delusion of passivity),
dan keyakinan yang dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas. Dan
ternyata pada Skizofrenia paranoid, waham itu gejala yang dominan dan khas.
2
Prevalensi penderita Skizofrenia di Amerika Serikat diperkirakan 1-1,5 % dari
populasi. Tidak ditemukan perbedaan prevalensi berdasarkan jenis kelamin pada
gangguan Skizofrenia, artinya jumlah penderita pria dan wanita diperkirakan
seimbang. Perbedaan antara pria dan wanita terjadi pada onset dan bentuk penyakit,
diaman onset gangguan muncul lebih awal pada pria adalah 15-25 tahun, sementara
pada wanita 25-35 tahun. Sedangkan onset Skizofrenia sebelum usia 10 tahun atau
setelah usia 50 tahun sangat jarang terjadi (Fausiah, 2005).
Perkiraan resiko Skizofrenia pada suatu waktu tertentu 0,5-1 persen. Sekitar 15
persen penderita yang masuk rumah sakit jiwa merupakan pasien skizofrenia, 45 persen
populasi rumah sakit jiwa adalah pasien skizofrenia, dan sebagian besar pasien
skizofrenia akan tinggal di rumah sakit untuk waktu yang lama. Pria lebih sering
daripada wanita dan kebanyakan dimulai sebelum usia 30 tahun (Ingram, 1993).
Menurut dr.Danardi Sosrosumihardjo, Sp.KJ dari Kedokteran Jiwa
FKUI/RSCM prevalensi penderita Skizofrenia di Indonesia tahun 2000 adalah 0,3-1%
dan biasanya timbul pada usia sekitar 18-45 tahun, namun ada juga yang baru
berusia 11-12 tahun sudah menderita Skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia
sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa menderita Skizofrenia.
Berdasarkan keterangan di atas oleh karena itu, peneliti tertarik melakukan
penelitian yang berjudul “Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Waham
Kebesaran Dan Waham Kejar Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara Pada Periode Januari-Maret Tahun 2014” karena tingkat
prevalensi memiliki angka kejadian yang cukup tinggi yaitu 93,9% di Rumah Sakit
3
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2013. Secara keseluruhan jumlah
penderita Skizofrenia dan gangguan waham berjumlah 2.130 orang.
1.2 Rumusan Masalah
Berapa jumlah Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Waham
Kebesaran Dan Waham Kejar Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara Pada Periode Januari - Maret Tahun 2014.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui jumlah Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala
Waham Kebesaran Dan Waham Kejar Yang Dirawat Inap Di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara Pada Periode Januari - Maret Tahun
2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karateristik usia, jenis kelamin, status
perkawinan, dan suku penderita waham pada Skizofrenia Paranoid
yang dirawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera
Utara.
2. Untuk mengetahui tipe-tipe waham.
4
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1. Masyarakat
Sebagai tambahan informasi tentang waham kebesaran dan waham kejar
pada penderita Skizofrenia.
1.4.2. Peneliti
Menambah ilmu pengetahuan peneliti semua tentang waham kebesaran
dan waham kejar pada penderita skizofrenia dan membuat karya tulis
ilmiah baik dan benar.
1.4.3. Pembaca
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
dikembangkan dalam penelitian selanjutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Skizofrenia
2.1.1 Definisi
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama
dalam pikiran, emosi, dan perilaku pikiran yang terganggu, dimana berbagai
pemikiran tidak saling berhubungan secara logis, persepsi dan perhatian yang keliru,
afek yang datar atau tidak sesuai, dan berbagai, gangguan aktivitas motorik yang
bizam. Pasien Skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali
masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi dan merupakan
salah satu dari berbagai psikopatologi paling berat (Davison, 2010).
Skizofrenia adalah suatu penyakit kronis dan terdiri dari atas lebih dari satu
episode psikosis. Semakin banyak gambaran klinisnya, semakin mungkin
diagnosisnya adalah Skizofrenia. Sering disertai periode prodromal kemunduran
penampian (misalnya, di sekolah, universitas, tempat kerja) disertai penarikan sosial
(Hibbert, 2008).
2.1.2 Epidemiologi
6
Prevalensi Skizofrenia di Amerika Serikat sekitar 1% selama seumur
hidupnya yang berarti bahwa kurang lebih dari 100 orang akan mengalami
Skizofrenia selama masa hidupnya. Studi Epidemiologic Catchment Area (ECA)
yang disponsori National Institute of Mental Health (NIMH) melaporkan
prevalensi seumur hidup sebesar 0,6 sampai 1,9 %. Menurut DSM-IV-TR, insiden
tahunan Skizofrenia berkisar antara 0,5 sampai 5,0 per 10.000 dengan beberapa
variasi geografik (contoh, insidens lebih tinggi pada orang yang lahir didaerah
perkotaan di negara maju). Skizofrenia ditemukan pada semua masyarakat dan
area geografis dan angka insidens serta prevalensinya secara kasar merata di
seluruh dunia. Kurang lebih 0,05% populasi total di Amerika Serikat menjalani
pengobatan untuk Skizofrenia setiap tahun dan hanya sekitar setengah dari semua
pasien Skizofrenia mendapatkan pengobatan, meskipun penyakit ini termasuk
berat (Sadock, 2010).
Prevalensi Skizofrenia adalah 15-30 kasus baru per 100.000 populasi
pertahun, dengan usia awitan rata-rata lebih awal pada laki-laki daripada perempuan.
Rasio jenis kelamin sama yaitu Skizofrenia sama seringnnya terjadi pada laki-laki dan
perempuan dan prevalensi lebih tinggi pada yang belum menikah (Puri, 2012).
2.1.3 Etiologi
Menurut (Fitri Fausiah, 2005), etiologi dari Skizofrenia dibagi atas empat
yakni:
2.1.3.1 Model Diatesis Stres
7
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor
lingkungan. Model ini mengatakan bahwa seseorang mungkin memiliki
suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh
lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan
Skizofrenia.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau
psikologis (misal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari
diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti
penyalahgunaan obat, stress psikososial, dan trauma.
2.1.3.2 Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien Skizofrenia ditemukan
adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum
diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu
dengan munculnya simptom Skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam
membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sistem limbik, korteks frontal,
cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling behubungan,
sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis
primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah
waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi
antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.
8
2.1.3.3 Faktor Genetika
Skizofrenia mempunyai komponen yang diturunkan secara bermakna,
kompleks dan poligen. Sesuai dengan penelitian hubungan darah
(konsanguinitas). Skizofrenia adalah gangguan yang bersifat keluarga
(misalnya, terdapat dalam kelurga). Semakin dekat hubungan kekerabatan
semakin tinggi risiko. Pada penelitian anak kembar, kembar monozigot
mempunyai risiko 4-6 kali lebih sering menjadi sakit bila di bandingkan
dengan kembar dizigot. Penelitian pada kembar monozigotik yang diadopsi
menunjukkan bahwa kembar yang diasuh oleh orang tua angkat mempunyai
Skizofrenia dengan kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara
kembarnya yang dibesarkan oleh orang tua kandungnya. Temuan tersebut
menyatakan bahwa pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan. Untuk
mendukung lebih lanjut dasar genetika adalah pengamatan bahwa semakin
parah skizofrenia., semakin mungkin kembar adalah sama-sama menderita
gangguan. Satu penelitian yang mendukung model diatesis stress
menunjukkan bahwa kembar monozigotik yang diadopsi yang kemudian
menderita Skizofrenia kemungkinan telah diadopsi oleh keluarga yang tidak
sesuai secara psikologis.
9
2.1.3.4 Faktor psikososial
1. Teori Tentang Individu Pasien
a. Teori Psikoanalitik
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia,
kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan
kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi.
Gangguan tersebut akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu
dan anak.
Berbagai symptom dalam Skizofrenia memiliki makna simbolis bagi
masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat
mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya
telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan subtitusi dari
ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif
dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan
terdalam yang dimilikinya.
b. Teori Psikodinamik
Menurut pendekatan psikodinamik, symptom positif diasosiasikan
dengan inset akut sebgai respon terhadap faktor pemicu/pencetus,
dan erat kaitannya dengan adanya konflik. Simptom negatif
berkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah
absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguan dalam
hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik intrapsikis,
10
namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang
mendasar.
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan
psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa simptom-
simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya
waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya
terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan
manusia diangap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap
Skizofrenia.
c. Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi Skizofrenia karena pada masa
kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari
reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari
orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional.
2. Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien Skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami
nonpsikiatrik berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku
keluarga yang patologis, yang secara signifikan menungkatkan stress
emosional yang harus dihadapi oleh pasien Skizofrenia.
3. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi
banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada
11
data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui
pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.
2.1.4 Gejala Klinis
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III,
2001), adapun gejala klinis dari Skizofrenia yakni sebagai berikut :
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas
(dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala – gejala itu kurang tajam atau
kurang jelas) :
a) “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya
sama, namun kualitasnya berbeda.
1) “Thought Insertion Or Withdrawal” : isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal)
2) “Thought broadcasting” : isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya.
b) “delusion of control“ : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar
1) “delusion of influence” : waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar
12
2) “delusion of passivity” : waham tentang dirinya tidak berdaya dan
pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar, (tentang “dirinya” : secara
jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau pikiran,
tindakan, atau penginderaan khusus).
3) “delusion perception” : pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjijat.
c) Halusinasi auditorik :
1) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien.
2) Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara).
3) Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari slaah satu bagian tubuh.
d) Waham – waham menetap jenis lainnya yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi
dengan makhluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
a) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
13
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide – ide berlebihan
(over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjai setiap hari selama
berminggu – minggu atau berbulan – bulan terus menerus.
b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolatin), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
c) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativism, mutisme,
dan stupor.
d) Gejala- gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
2. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung
selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase
nonpsikotik prodromal).
3. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna
dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed
attitude), dan penarikan diri secara sosial.
14
Menurut (Davidson, 2006), gejala yang tampak dari suatu Skizofrenia dibagi
dalam 3 dimensi, yaitu:
1. Symptom positif
Symptom positif mencakup hal – hal yang berlebihan dan khas, meliputi
waham, halusinasi, disorganisasi pembicaraan dan disorginasi perilaku seperti
katatonia / agitasi
2. Symptom negative
Symptom negative terdiri dari 5 tipe gejala, yaitu :
a. Avolition merupakan kondisi kurangnya energi dan ketiadaan minat atau
ketidakmampuan untuk tekun melakukan apa yang biasanya merupakan
aktifitas rutin.
b. Alogia merupakan suatu gangguan negatif, alogia dapat terwujud dalam
beberapa bentuk.
c. Anhedonia ketidakmampuan untuk merasakan kesenangan disebut
anhedonia. Ini tercermin dalam kurangnya minat dalam berbagai aktifitas
rekresional, gagal untuk mengembangkan hubungan dekat dengan orang
lain dan kurangnya minat dalam hubungan seks.
d. Afek datar, yang memiliki afek datar hampir tidak ada stimulasi dapat
memunculkan respon emosional. Pasien menatap dengan pandangan
kosong, otot – otot wajah kendur, dan mata mereka tidak hidup
e. Asisialitas, mengalami ketidakmampuan parah dalam hubungan sosial.
15
3. Symptom disorganisasi
Mencakup disorganisasi pembicaraan dan perilaku aneh, juga dikenal sebagai
gangguan positif formal. Disorganisasi pembicaraan merujuk pada masalah
dalam organisasi berbagai pemikiran dan dalam berbicara sehingga pendengar
dapat memahaminya.
Awitan skizofrenia dapat muncul tiba- tiba atau bertahap, tetapi kebanyakan
klien mengalami perkembangan tanda dan gejala yang lambat dan bertahap, misalnya
menarik diri dari masyarakat, perilaku yang tidak lazim, kehilangan minat untuk
sekolah atau bekerja, dan sering kali mengabaikan hygiene (Videbeck, 2008).
2.1.5 Jenis – Jenis Skizofrenia
Menurut (PPDGJ III, 2001), jenis – jenis Skizofrenia dibagi menjadi :
1. Skizofrenia Paranoid
a) Memunuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia
b) Sebagai tambahan :
1) Halusinasi dan atau waham harus menonjol
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing)
16
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hamper setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas
2) Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relative tidak nyata atau tidak menonjol.
2. Skizofrenia Hebefrenik
a. Memenuhi kriteria umum diagnosis Skizofrenia
1) Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia
remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun)
2) Kepribadian premorbid menunjukkan cirri khas, pemalu dan senang
menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk menentukan
diagnosis
3) Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, unutk memasikan
bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
- Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme, ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary),
dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan.
17
- Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate),
sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri
(self-satisfied), senyum sendiri (self-absorbed smiling), atau oleh
sikap tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces),
mannarisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondriakal, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reitered
phrases).
- Proses piker mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak
menentu (rambling) serta inkoheren.
b. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan
proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada
tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku
penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless)
dan tanpa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan terra abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
3. Skizofrenia Katatonik
a. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis Skizofrenia.
18
b. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran
klinisnya
1) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap
lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme
(tidak berbicara);
2) Gaduh-gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak
bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
3) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela
mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak
wajar atau aneh);
4) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif
terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau
pergerakan kearah yang berlawanan);
5) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk