Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar terletak antara 0 ° 128 o Lintang Selatan dan 116 ° 48 - 122 ° 36 Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah Utara dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Timur. Batas sebelah Barat dan Timur masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores. Iklim dan Curah Hujan di Kota Makassar seperti halnya wilayah lain di seluruh Indonesia relative memiliki persamaan seperti mempunyai dua musim yaitu musim kemarau yang terjadi pada bulan Juni sampai September dan musim penghujan yang terjadi pada bulan Desember sampai dengan Maret. Konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu di permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input) dan keluar (output) pada jangka waktu tertentu Neraca masukan dan keluaran air di suatu tempat dikenal sebagai neraca air ( water balance). Karena air bersifat dinamis maka nilai neraca air selalu berubah dari waktu ke waktu sehingga di suatu tempat kemungkinan bisa terjadi kelebihan air (suplus) ataupun kekurangan (deficit) (Mahbub, 2011). 1 | Page
41

BAB I-V.docx

Dec 03, 2015

Download

Documents

AndisSahar
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I-V.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar terletak

antara 0° 12−8o Lintang Selatan dan 116° 48 - 122° 36 Bujur Timur, yang

berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah Utara dan

Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Timur. Batas

sebelah Barat dan Timur masing-masing adalah Selat Makassar dan

Laut Flores. Iklim dan Curah Hujan di Kota Makassar seperti halnya

wilayah lain di seluruh Indonesia relative memiliki persamaan seperti

mempunyai dua musim yaitu musim kemarau yang terjadi pada bulan

Juni sampai September dan musim penghujan yang terjadi pada bulan

Desember sampai dengan Maret.

Konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu

di permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input)

dan keluar (output) pada jangka waktu tertentu Neraca masukan dan

keluaran air di suatu tempat dikenal sebagai neraca air ( water

balance). Karena air bersifat dinamis maka nilai neraca air selalu

berubah dari waktu ke waktu sehingga di suatu tempat kemungkinan

bisa terjadi kelebihan air (suplus) ataupun kekurangan (deficit)

(Mahbub, 2011).

Apabila kelebihan dan kekurangan air ini dalam keadaan ekstrim

tentu dapat menimbulkan bencana, seperti banjir ataupun

kekeringan. Bencana tersebut dapat dicegah atau ditanggulangi bila

dilakukan pengelolaan yang balk terhadap lahan dan lingkungan nya.

Neraca air lahan merupakan neraca air untuk penggunaan lahan

pertanian secara umum. Neraca ini bermanfaat dalam

mempertimbangkan kesesuaian lahan pertanian; mengatur jadwal

tanam dan panen; mengatur pemberian air irigasi dalam jumlah dan

waktu yang tepat (Soemarno, 2008).

1 | P a g e

Page 2: BAB I-V.docx

Dalam perhitungan neraca air lahan bulanan di kota makassar

diperlukan data masukan yaitu curah hujan bulanan (CH),

evapotranspirasi bulanan (ETP), infiltrasi dll. Adapun parameter

parameter yang diabaikan dalam laporan ini adalah perhitungan air

tanah yang masuk dan yang keluar.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perbandingan volume air yang masuk dan keluar di

Kota Makassar?

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui neraca air kota makassar

1.4. Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Melatih penulis dalam pembuatan laporan penelitian neraca air

2. Menambah pengetahuan tentang pengolahan data BMKG

Flow Cart

2 | P a g e

Page 3: BAB I-V.docx

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

3 | P a g e

TOPIK

NERACA AIR

RENCANA PENELITIAN

PENGAMBILAN DATA

DATA SEKUNDER

LAIN-LAINBMKG

CURAH HUJAN SUHU KELEMBABABAN KECEPATAN ANGIN INDEKS

PENGOLAHAN

CURAH HUJAN RUN OFF INFILTRASI EVAPOTRANPIRASI

HASIL

NERACA AIR

KESIMPULAN

Page 4: BAB I-V.docx

2.1. Siklus Hidrologi

Kodoati dan Rustam (2008) menyatakan bahwa siklus hidrologi

adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses

di atmosfir, tanah dan badan-badan airyang tidak terputus melalui

proses kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan

air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus

hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi,

kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk air, es, atau kabut.

Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat

berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian

diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah

mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam

tiga cara yang berbeda.

Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah dari

tahun ke tahun, adalah penting bahwa setiap analisis iklim pertanian

mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas

nilai rata-rata. Total curah hujan tahunan untuk kano (12oU) dari

tahun 1916 sampai 1975. Ini adalah catatan curah hujan khas dengan

variasi besar dan disertai periode-periode pendek di atas dan di

bawah curah hujan rata-rata. Curah hujan rata-rata adalah 850 mm

dan total tahunan berkisar dari 416 mm pada tahun 1975 sampai

1181 pada tahun 1931.

Evaporasi (penguapan) terjadi Ketika air dipanaskan oleh sinar

matahari, permukaan molekul-molekul air memiliki cukup energi

untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut dan kemudian terlepas

dan mengembang sebagai uap air yang tidak terlihat di atmosfir.

Hujan turun dari awan, adanya awan belum tentu turunnya hujan.

Hujan baru turun bila butir-butir air di awan bersatu menjadi besar

dan mempunyai daya berat yang cukup dan suhu di bawah awan

4 | P a g e

Page 5: BAB I-V.docx

harus lebih rendah dari suhu awan itu sendiri, maka butir-butir air

yang telah besar dan berat jatuh sebagai hujan

Curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yaitu tinggi

lapisan air yang jatuh di atas permukaan tanah, andaikata air tidak

meresap ke dalam tanah, mengalir atau terjadi penguapan akan

mempunyai volume 1 liter. Curah hujan sering disebut dengan

presipitasi. Presipitasi adalah air dalam bentuk cair atau padat yang

mengendap ke bumi yang selalu didahului oleh proses kondensasi

atau sublimasi atau kombinasi keduanya yang sering dinyatakan

dalam mm. Uap air merupakan sumber presipitasi seperti hujan dan

salju. Jumlah uap air yang terkandung dalam udara merupakan

indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi. Kandungan

uap air diatmosfer hanya kurang dari 2 % dari total volume di

atmosfer. Kandungan uap air dapat bervariasi antara 0 % hingga 3 %

didaerah lintang menengah dan dapat mencapai 4 % di daerah

tropika basah. Evaporasi / transpirasi Air yang ada di laut, di daratan,

di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa

(atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh

uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya

akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

Infiltrasi / Perkolasi artinya Air bergerak ke dalam tanah melalui

celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah.

Air dapat bergerak akibat aksi kapiler. Air dapat bergerak secara

vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut

memasuki kembali sistem air permukaan.

Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat

dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin

sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran

permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-

sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang

5 | P a g e

Page 6: BAB I-V.docx

membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai

menuju laut.

Dalam konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan

tertentu di permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang

masuk (input) dan keluar (output) pada jangka waktu tertentu.

Semakin cepat siklus hidrologi terjadi maka tingkat neraca air nya

semakin dinamis (Soewarno, 2000).

Kesetimbangan air dalam suatu sistem tanah-tanaman dapat

digambarkan melalui sejumlah proses aliran air yang kejadiannya

berlangsung dalam satuan waktu yang berbeda-beda (Soewarno,

2000).

Gambar Siklus Hidrologi (Nuzul,2015)

2.2. Aliran Permukaan

A. Pengukuran debit secara tidak langsung (Metode Rasional)

Metode ini digunakan untuk memprediksikan prakiraan besarnya

air larian. Metode ini berlaku untuk suatu wilayah sub daerah aliran

sungai kecil (kurang dari beberapa ratus hektar) dengan komponen

tata lahan utama adalah pertanian.  Persamaan matematik metode

rasional untuk memperkirakan air larian adalah Q = 0,0028 C i A

Dimana :

6 | P a g e

Page 7: BAB I-V.docx

Q = air larian (debit) puncak (m3/dt)

C = Koefisien air larian

I = intensitas hujan (m/jam, m/detik)

A = luas wilayah DAS (m2)

2.2.1 Air Larian Puncak (Q)

Q adalah debit aliran air larian puncak yang terjadi dalam kurun

waktu tertentu. Biasannya menghitung curah hujan harian kemudian

dicari rata-rata curah hujan bulanan dan rata-rata curah hujan

tahunan. Metode ini hanya menunjukan besarnya air larian puncak

(Qp) debit  dan debit rata-rata (Qave). Metode ini paling praktis

karena terbukti untuk merancang bangunan pencegah banjir, erosi,

dan sedimentasi.

2.2.2 Koefisien Aliran (C)

Koefisien air larian atau sering disingkat C adalah bilangan yang

menunjukan perbandingan antara besarnya air larian terhadap

besarnya curah hujan. Prakiraan besar kecilnya angka koefisien C

untuk berbagai macam vegetasi di wilayah DAS menunjukan laju

infiltrasi, keadaan pentup tanah dan intensitas hujan.

Koefisien aliran atau C untuk kawasan hutan adalah 0,10 artinya

10% dari total curah hujan menjadi air larian. Secara matematis dapat

dijabarkan sebagai berikut :

Koefisien air larian (C) = Air Larian(mm)curahhujan(mm)

C Rata - rata = C1xA1+¿C2xA 2+…+C

n+A

n

A1+A2+…+An¿

Keterangan :

7 | P a g e

Page 8: BAB I-V.docx

Crata-rata = koefisien rata – rata tertimbang

C1, C2, ..Cn = koefisien Run Off

A1, A2, ..An = Luas masing – masing penggunaan lahan.

Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan

Kondisi Daerah Nilai C

Pegunungan yang curam 0.75 – 0.90

Pegunungan tersier 0.70 – 0.80

Tanah bergelombang dan hutan 0.5 – 0.75

Tanah dataran yang ditanami 0.45 – 0.6

Persawahan yang dialiri 0.7 – 0.8

Sungai di daerah pegunungan 0.75 – 0.85

Sungai kecil di dataran 0.45 – 0.75

Sungai besar di dataran 0.5 – 0.75

Sumber : Dr. Mononobe dalam suyono S (1999)

2.2.3 Intensitas Hujan (I)

Intensitas hujan adalah yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau

volume hujan tiap satuan waktu. Nilai intensitas hujan tergantung

lama curah hujan dan frekuensi hujan dan waktu konsentrasi.

Intensitas hujan dianalisis dari data hujan secara empiris atau secara

statistic.

Suatu fungsi dari lama waktu hujan dengan jumlah hujan,

analisis nilai i menggunakan rumus mononobe (Jepang). Menentukan

intensitas hujan i bedasarkan lama waktu aliran permukaan.  Manfaat

dari data stasiun pengamat hujan setempat atau gunakan atlas

frekuensi hujan tertentuuntuk periode ulang dan lama waktu hujan

tertentu.  Mengkonverensi anka hujan dalam unit milimeter menjadi

milimeter per jam.

Formula Monobe :

8 | P a g e

Page 9: BAB I-V.docx

It = (R/24)(24/tc)2/3

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

Tc = lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)

R = curah hujan rencana dalam suatu periode ulang. Yang

nilainya didapat dari tahapan sebelumnya. (tahapan

analisis frekuensi) dapat pula diartikan sebagai curah

hujan dalam 24 jam.

2.2.4Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi Tc (time of concertration) didefinisikan

sebagai waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat yang

paling jauh (hulu) sampai ketitik pengamatan aliran air (outlet). Hal

ini terjadi ketika sepanjang tanah kedua titik tersebuttelah jenuh dan

semua cekungan bumi telah terisi oleh air hujan.

Tc = 0,0195 L0,77S-0,385

Keterangan :

Tc = waktu konsentrasi (menit)

L = panjang maksimum aliran (meter)

S = beda ketinggian antara titik pengamatan dengan lokasi

terjauh pada DAS dibagi panjang maksimum aliran.

2.2.5Perhitungan koefisien Aliran (c)

Penggunaan Lahan

Luas (Ha)

% Luas C C Tertimbang

Pemukiman 51,4 45,6 0,6 0,2736

Tegalan 18 16 0,5 0,0800

Badan Air 19,0 16,9 0,9 0,1521

Kebun 20,0 17,8 0,4 0,0712

9 | P a g e

Page 10: BAB I-V.docx

Rumput/Tanah Kosong

3,9 3,4 0,5 0,0170

Gedung 0,2 0,2 0,7 0,0014

Total 112,5 100 0,5953

Intensitas = 64,84 mm/jam

Panjang Maksimum Aliran (L) dianggap mempunyai nilai 1,4 km =

1400 m, dan beda tinggi antara titik pengamatan dengan lokasi

terjauh pada hulu DAS (s) adala 5,6 m. maka nilai S adalah 5,6 m /

1400 = 0,004

Tc = 0,0195 L0,77 S-0,385

= 0,0195 (1400)0,77 (56/1400)-0,385

= 0,0195 (1400)0,77 (0,004)-0,385

= 43,2275 menit

= 0,72 jam

Maka Debit Puncak Aliran adalah

Qp = 0,0028 C I A

= 0,0028 x 0,5953 x 64,84 mm/jam x 112,5 ha

= 12,16 m3/dt

2.3. Mengukur Laju Infiltrasi Menggunakan Metode Horton

2.3.1Pengertian

Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang

terkenal dalam hidrologi yang dikembangkan oleh Horton pada

tahun 1933. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang

seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang

konstant. Ia menyatakan pandangannya bahwa penurunan

10 | P a g e

Page 11: BAB I-V.docx

kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di

permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah.

Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti

penutupan retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan

kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan dan

pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air

hujan.

2.3.2Tahap-tahap Pengukuran Infiltrometer

1) Menempatkan infiltrometer kelokasi percobaan percobaan

2) Menuang air kedalam ring luar dan ring dalam, sebelum

memasukkan air, masukkan spon terlebih dahulu agar air tidak

langsung meresap kedalam air.

11 | P a g e

Page 12: BAB I-V.docx

3) Menuang air kedalam ring dalam setinggi 5 – 10 cm dan pastikan

spon sudah dipindahkan.

4) Mengukur waktu penurunan air dalam infiltrometer

menggunakan stopwatch

5) Memperhatikan alat ukur infiltrometer dan mengukur penurunan

air dengan menggunakan mistar infiltrometer di setiap sela

waktu yang telah di tentukan

12 | P a g e

Page 13: BAB I-V.docx

6) Menuangkan air kedalam inner ring kemudian mengukur seperti

keadaan semula

Setelah melakukan pengukuran dengan menggunakan

infiltrometer kemudian membuat kurva fungsi antara waktu dan

penurunan muka air pada infiltrometer

Setelah mendapatkan nilai laju infiltrasi awal dan akhir dari tanah

maka nilai laju infiltrasi dari tanah tersebut dapat ditentukan dengan

menghitung laju infiltrasi dengan metode Horton.

2.3.3Laju Infiltrasi Model Horton

Laju infiltrasi berdasarkan Model Horton dihitung dengan rumus:

13 | P a g e

Page 14: BAB I-V.docx

Keterangan:

f = laju infiltrasi(cm/jam)

f0 = laju infiltrasi awal (cm/jam)

fc = laju infiltrasi akhir (cm/jam)

e = bilangan dasar logaritma Naperian

Fc = selisih total volume infiltrasi dengan volume infiltrasi konstan

(cm)

= luas kurva yang diarsir (gambar di bawah)

t = waktu yang dihitung dari mulainya hujan (jam)

Besarnya laju infiltrasi dipengaruhi oleh faktor jenis tanah dan

kondisi kelengasannya. Laju infiltrasi tidak selalu sama selama

berlangsungnya hujan. Pada awal hujan, untuk kondisi lahan

dengan lengas tanah kering - normal, laju infiltrasi akan sangat

14 | P a g e

Page 15: BAB I-V.docx

tinggi kemudian berangsur-angsur menurun hingga akhirnya

konstan / tetap setelah kondisi lengas tanah menjadi jenuh.

Penentuan laju infiltrasi dengan Model Horton memerlukan data

inflitrasi tanah setempat rinci, dari waktu ke waktu dalam

interval waktu yang cukup pendek, misal 10 atau 15 menitan,

sampai mendapatkan laju infiltrasi yang tetap / konstan. Curah hujan

netto dihitung dengan mengurangkan curah hujan total dengan

laju infiltrasinya.

Perhitungan laju infiltrasi dengan metode Horton tidak biasa

digunakan untuk perhitungan banjir desain bendungan. Dalam

perhitungan banjirdesain bendungan, secara konservatif, digunakan

asumsi bahwa pada saat curah hujan desain yang diperhitungkan

terjadi, kondisi lengas tanah DTA sudah cukup jenuh sehingga

laju konsentrasinya cukup kecil atau bahkan mendekati tidak ada

(nol).

Laju infiltrasi tipikal setelah satu jam untuk berbagai jenis tanah

berpenutup rumput seperti pada tabel berikut (ASCE Manual of

Engineering Practice, No 28).

15 | P a g e

Page 16: BAB I-V.docx

2.4. Evaporanspirasi

2.4.1Menghitung Evapotranspirasi

Pendahuluan

Pengertian budidaya di kalangan pertanian dapat diartikan sebagai

kegiatan usaha produksi suatu komoditi. Istilah ini merupakan

padanan dari istilah culture dalam bahasa Inggris, atau cultuur dalam

bahasa Belanda. Sebagai contoh, istilah cofficulture yang berarti

perkebunan kopi.

Pembudidayaan daerah rawa saaat ini banyak dilakukan tergantung

kebutuhan daerah setempat. Pada umumnya daerah seperti ini

terbagi atas dua yaitu daerah yang akan dibudidayakan dan area non

budidaya pertanian. Untuk area yang akan dibudidayakan pekerjaan

yang harus dilakukan adalah dengan pengembangan jaringan

drainase, sementara area non pertanian pengembangannya untuk

permukiman pusat desa seperti jalan raya, industri kecil, dan yang

lainnya.

16 | P a g e

Page 17: BAB I-V.docx

Untuk pengembangan daerah rawa yang harus diperhatikan seperti

topografi, kemasaman tanah, unsur-unsur tanah, iklim setempat dan

curah hujan. Tujuannya kita bias mengetahui area mana yang bisa

dimanfaatkan untuk daerah irigasi, untuk tanaman tahunan maupun

tanaman keras. Untuk itu kita harus mengetahui kondisi fisik dan

nonfisiknya.

Besarnya debit air yang akan ditampung oleh saluran drainase

tergantung pada beberapa factor berikut :

Topografi

Iklim

Jenis Tanah

Jenis Tanaman

Untuk mengetahui berapa banyak debit air yang harus dialirkan untuk

menurunkan muka air tanah di lahan gambut perlu diperhatikan

Evapotranspirasi Potensial lahan dan besar curah hujan pada areal

tersebut. Evapotranspirasi terbagi atar dua kata antara lain:

a. Evaporasi

Proses penguapan sejumlah uap air yang berada di permukaan air

bebas lepas ke atmosfer.

b. Transpirasi

Proses penguapan air yang berasal dari tumbuhan itu sendiri

langsung ke atmosfer.

Sedangkan pengertian Evapotranspirasi Potensial adalah laju

maksimum dari penguapan atau perpindahan sejumlah air dari

permukaan tanah untuk rentang waktu tertentu.

2.4.2Metode Perhitungan Evapotranspirasi

Pada saat ini terdapat beberapa metoda yang telah dikembangkan

untuk menghitung besarnya evapotranspirasi berdasarkan jenis dan

kelengkapan data yang tersedia. Pemilihan metoda biasanya

17 | P a g e

Page 18: BAB I-V.docx

dilakukan berdasarkan kelengkapan dan keakuratan data yang

tersedia.

Metoda empiris dapat digunakan untuk menghitung besarnya

evapotranspirasi potensial. Metoda ini disusun berdasarkan data

klimatologi seperti : temperatur, penyinaran matahari, kelembaban

relatif dan kecepatan angin. Besarnya evapotranspirasi aktual

diperoleh dengan mengalikan evapotranspirasi potensial dengan

faktor koreksi yang bergantung pada tanaman setempat.

Beberapa metode empiris yang dikembangkan untuk menghitung

evapotranspirasi potensial adalah Metode Thornthwaite, Metode

Blaney & Criddle, Metode Radiasi dan Metode Penman (modifikasi).

Parameter hidroklimatologi yang digunakan pada masing-masing

metoda tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1. Prosedur perhitungan

metoda tersebut dapat dilakukan mengikuti manual yang diterbitkan

oleh F AO pada tahun 1977 (Crop Water Requirement, Doorencos &

Pruitt).

Dibawah ini disajikan beberapa metoda yang kerap digunakan,

deskripsi dari metoda tersebut adalah sebagai berikut:

18 | P a g e

Page 19: BAB I-V.docx

1) Metode Thornthwaite

2) Metode Blaney & Criddle

Formulasi metoda Blaney & Criddle (1950) pada awalnya dituliskan

sbb:

ET = kpt/l00

dimana

k = Consumptive use coeficient dari tanaman.

p = Prosentase jam penyinaran matahari bulanan per tahun

t = Temperatur rata bulanan (oF)

ET = Evapotranspirasi bulanan (inch)

Formulasi tersebut kemudian dimodifikasi oleh FAO menjadi sbb.:

ET = C [ Ȗ (0,46 t + 8)]

dimana:

19 | P a g e

Page 20: BAB I-V.docx

ET = evapotranspirasi (mm/hari)

C = faktor koreksi f (RH, (n/N), U)

t = temperatur udara bulanan rata-rata (oC)

Ȗ = prosentase rasio penyinaran matahari harian/tahunan

RH = kelembaban relatif(RH)

n/N = penyinaran matahari

U = Kecepatan angin

3) Metode Radiasi

Berdasarkan metoda radiasi besarnya evapotranspirasi

diformulasikan sbb:

ET =C W Rs

dimana:

ET = evapotranspirasi (mm/hari)

C = faktor koreksi f(RH, (n/N), U)

W = faktor bobot tergantung dari nilai temperatur udara dan

ketinggian tempat

Rs = (0,25 + 0,50 n/N) Ra

(n/N) = faktor lamanya penyinaran matahari

N = maksimum lamanya penyinaran matahari rata-rata harian

Ra = radiasi matahari ekstra terrestrial tergantung dari letak lintang

4) Metode PENMAN (Modifikasi)

20 | P a g e

Page 21: BAB I-V.docx

2.5. Neraca Air

Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan

keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat

untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun

kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus

21 | P a g e

Page 22: BAB I-V.docx

dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi,

serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya

(Soewarno, 2000).

Model Neraca Air “Water Balance (Lee,1990)

Soewarno (2000) menytakan bahwa model neraca air cukup

banyak, namun yang biasa dikenal terdiri dari tiga model, antara lain:

a. Model Neraca Air Umum. Model ini menggunakan data-data

klimatologis dan bermanfaat untuk mengetahui berlangsungnya

bulan-bulan basah (jumlah curah hujan melebihi kehilangan air

untuk penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi maupun

penguapan dari sistem tanaman atau transpirasi, penggabungan

keduanta dikenal sebagai evapotranspirasi).

b. Model Neraca Air Lahan. Model ini merupakan penggabungan

data-data klimatologis dengan data-data tanah terutama data

kadar air pada Kapasitas Lapang (KL), kadar air tanah pada Titik

Layu Permanen (TLP), dan Air Tersedia (WHC = Water Holding

Capacity).

Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab

yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh

tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan

22 | P a g e

Page 23: BAB I-V.docx

tanah tersebut akan terus-menerus diserap akar tanaman atau

menguap sehingga tanah makin lama makin kering. Pada suatu

saat akar tanaman tidak lagi mampu menyerap airsehingga

tanaman menjadi layu. Kandungan air pada kapasitas lapang

diukur pada tegangan 1/3 bar atau 33 kPa atau pF 2,53 atau 346

cm kolom air.

Titik layu permanen adalah kondisi kadar air tanah dimana akar-

kar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tanah, sehingga

tanaman layu. Tanaman akan tetap layu pada siang atau malam

hari. Kandungan air pada titik layu permanen diukur pada

tegangan 15 bar atau 1.500 kPa atau pF 4,18 atau 15.849 cm

tinggi kolom air.

Air tersedia adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman

yaitu selisih antara kapasitas lapang dan titik layu permanen.

c. Model Neraca Air Tanaman. Model ini merupakan penggabungan

data klimatologis, data tanah, dan data tanaman. Neraca air ini

dibuat untuk tujuan khusus pada jenis tanaman tertentu. Data

tanaman yang digunakan adalah data koefisien tanaman pada

komponen keluaran dari neraca air. Neraca air adalah gambaran

potensi dan pemanfaatan sumberdaya air dalam periode

tertentu. Dari neraca air ini dapat diketahui potensi sumberdaya

air yang masih belum dimanfaatkan dengan optimal.

Secara kuantitatif, neraca air menggambarkan prinsip bahwa

selama periode waktu tertentu masukan air total sama dengan

keluaran air total ditambah dengan perubahan air cadangan

(change in storage). Nilai perubahan air cadangan ini dapat

bertanda positif atau negatif (Soewarno, 2000).

Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan

antara jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang

keluar dari sistem (sub sistem) tertentu. Secara umum

persamaan neraca air dirumuskan dengan (Sri, 2000).

23 | P a g e

Page 24: BAB I-V.docx

2.6. Manfaat Air

Perhitungan neraca air sangat penting dalam rangka pemenuhan

air dalam kehidupan air sehari hari. Contoh pemanfaatan air:

a. Kebutuhan Air untuk Penduduk/domestik dan Ternak

Kebutuhan air untuk penduduk di daerah penelitian diperkirakan

tiap orang sebesar 170 liter/hari untuk perkotaan, dan 100

liter/hari untuk perdesaan. Ternak besar membutuhkan air

sebanyak 40 liter/hari/ternak. Ternak kecil membutuhkan air

sebanyak 3 liter/hari/ternak dan unggas membutuhkan air

sebanyak 0.6 liter/hari/ternak (Triatmodjo, 2009 dengan modifi

kasi).

b. Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi sebagian besar dipasok oleh air permukaan

yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti klimatologi, kondisi

tanah, koefi sien tanaman, pola tanam, pasokan yang diberikan,

luas daerah irigasi, efi siensi irigasi, jadwal tanam dan lain-lain.

Kebutuhan air untuk sawah irigasi ditetapkan 1 liter/detik/ha.

Angka ini bila dikonversi dalam mm menjadi 1200 mm/ tahun,

jika sawah tersebut hanya sekali panen dalam satu tahun. Jika

dua kali panen dalam satu tahun maka kebutuhan airnya

menjadi 2400 mm/tahun. Jika pada lahan tersebut diselingi

palawija ( 1 kali padi dan 1 kali palawija) maka kebutuhan airnya

menjadi 2000 mm/th (Dumairi, 1992).

c. Kebutuhan Air di Tegalan/Kebun

Komposisi tanaman di lahan tegal pada umumnya adalah kacang

tanah, jagung, dan singkong. Kacang tanah dan jagung biasanya

dapat dua kali panen (musim tanam I dan II). Pada musim tanam

III biasanya hanya tanaman singkong yang ada. Kebutuhan air

24 | P a g e

Page 25: BAB I-V.docx

pada komposisi jenis tanam yang demikian diperkirakan sebesar

1200 mm/tahun (Dumairi, 1992).

BAB III

METEODOLOGI PENELITIAN

1.1. Tahapan Pengambilan Data

1. Mengambil data sekunder dari BMKG Kota Makassar

1.2. Tahapan Pengolahan Data

1. Membuka Microsoft excel

2. Menginput data sekunder

3. Menginput dan mengolah Data Curah hujan

4. Menginput dan mengolah Data suhu

5. Menginput dan mengolah Data kelembaban

6. Menginput dan mengolah Indeks penyinaran matahari

7. Menginput dan mengolah Kecepatan angin

8. Menginput dan mengolah Run off

9. Menginput dan mengolah Evapotranpirasi

10. Menginput dan mengolah Infiltrasi

11. Menginput dan mengolah Neraca Air

12. Membuat grafik Neraca Air

25 | P a g e

Page 26: BAB I-V.docx

26 | P a g e

Page 27: BAB I-V.docx

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Hasil

DATA CURAH HUJAN (m/s)

No.

BulanTahun

Rata-rata2010 2011 2012 2013 2014

1 Januari1,01E-

056,5E-

066,02E-

061,14E-

059,68E-

068,7338E-

06

2 Februari4,97E-

066,12E-

064,31E-

064,84E-

063,62E-

064,7708E-

06

3 Maret3,23E-

066,89E-

067,4E-

063,89E-

063,6E-

06 0,000005

4 April2,66E-

064,47E-

069,03E-

073,13E-

063,26E-

062,8843E-

06

5 Mei1,67E-

061,88E-

062,41E-

061,59E-

061,22E-

060,000001

75

6 Juni1,44E-

069,26E-

084,17E-

073,18E-

061,55E-

061,3356E-

06

7 Juli1,16E-

061,16E-

087,99E-

071,09E-

063,47E-

076,8056E-

07

8 Agustus6,6E-

07 0 01,16E-

086,94E-

081,4815E-

07

9Septemb

er2,67E-

06 0 02,31E-

08 05,3935E-

07

10 Oktober2,58E-

064,63E-

071,27E-

072,78E-

07 06,8981E-

07

11Nopemb

er2,75E-

062,12E-

068,22E-

072,35E-

061,35E-

061,8796E-

06

12Desemb

er8,8E-

069,93E-

065,19E-

067,81E-

067,79E-

067,9028E-

061. Tabel data curah hujan kota Makassar dari tahun 2010/2014

2. Tabel data aliran permukaan (Run off ) kota Makassar

27 | P a g e

Page 28: BAB I-V.docx

DATA RUNOFF (m^3/s)

No.

BulanTahun Rata-

rata2010 2011 2012 2013 2014

1 Januari3,382439

2,177469

2,01474

3,804759

3,239082

2,9236977

2Februar

i1,662161

2,049611

1,441314

1,619541

1,212719

1,5970689

3 Maret1,080986

2,305328

2,475806

1,301832

1,20497

1,673784

4 April0,891135

1,495557

0,302211

1,046115

1,092609

0,9655254

5 Mei0,557928

0,627669

0,805896

0,530807

0,406823

0,5858244

6 Juni0,480438

0,030996

0,139482

1,065488

0,519183

0,4471173

7 Juli0,387

450,003875

0,267341

0,364203

0,116235

0,2278206

8 Agustus0,220847 0 0

0,003875

0,023247

0,0495936

9Septem

ber0,895

01 0 00,007749 0

0,1805517

10 Oktober0,864014

0,15498

0,04262

0,092988 0

0,2309202

11Nopem

ber0,922131

0,709034

0,27509

0,786524

0,453317

0,6292188

12Desem

ber2,944

623,324321

1,735776

2,615288

2,607539

2,6455086

Ket: Nilai C = 0,6

Konstanta =

0,0028

Luas = 199.260.000

3. Tabel data Suhu kota Makassar

28 | P a g e

Page 29: BAB I-V.docx

SUHU(t):(CELCIUS)

No.

BulanTahun

Rata-rata2010

2011

2012

2013

2014

1 Januari 26,6 26,8 27 26,9 26,6 26,782 Februari 27,8 27 27,1 27,6 27,2 27,343 Maret 28,2 26,7 27,1 27,9 27,6 27,54 April 28,5 27,3 28 28,4 28,1 28,065 Mei 28,5 28,5 28 28,4 28,7 28,426 Juni 28,1 27,6 27,6 28,3 28,2 27,967 Juli 27,8 27,4 27,2 27,4 27,8 27,528 Agustus 28,1 27,7 27,5 27,5 27,4 27,649 September 28 28,3 28 28,8 27,8 28,1810 Oktober 28,1 28,7 29,1 28,6 29 28,711 Nopember 28,2 28,4 29 28,4 28,9 28,5812 Desember 26,6 27 27,9 27,1 27,3 27,18

4. Tabel data infiltrasi kota makassar

INFILTRASI

TahunInfiltrasi (mm/day)

Rata-rataVegetasi Non-Vegetasi

2010 513,36 326,88 420,122011 513,36 326,88 420,122012 513,36 326,88 420,122013 513,36 326,88 420,122014 513,36 326,88 420,12

5. Indeks Penyinaran Matahari

29 | P a g e

Page 30: BAB I-V.docx

INDEKS PENYINARAN MATAHARI

No. BulanTahun

Rata-rata KET.2010

2011

2012

2013

2014

1 Januari 44 42 45 29 38 39,6 LOW2 Februari 25 47 59 54 43 45,6 LOW3 Maret 63 44 52 65 69 58,6 MEDIUM4 April 67 55 65 75 71 66,6 MEDIUM5 Mei 69 75 70 64 77 71,0 MEDIUM6 Juni 74 83 75 64 86 76,4 MEDIUM7 Juli 68 87 70 58 77 72,0 MEDIUM8 Agustus 72 93 89 84 97 87,0 HIGH9 September 81 88 91 90 90 88,0 HIGH10 Oktober 75 83 93 89 85 85,0 HIGH11 Nopember 60 69 79 63 79 70,0 MEDIUM12 Desember 33 32 52 38 60 43,0 LOW

Total 731 798 840 773 872 802,8

6. Tabel Data Kecepatan Angin

KECEPATAN ANGIN (KNOT)

No. BulanTahun

Rata-rata2010

2011

2012

2013

2014

1 Januari 3 5 5 7 3 4,62 Februari 3 3 4 5 3 3,63 Maret 3 2 5 5 3 3,64 April 3 2 4 4 3 3,25 Mei 3 2 4 4 3 3,26 Juni 2 5 4 4 3 3,67 Juli 3 7 4 4 3 4,28 Agustus 4 8 4 4 3 4,69 September 4 7 4 5 4 4,810 Oktober 4 3 5 5 4 4,211 Nopember 3 3 4 5 4 3,812 Desember 3 3 4 5 4 3,8

Total 38 50 51 57 40 47,2

30 | P a g e

Page 31: BAB I-V.docx

7. Evapotranspirasi

a. Evapotranpirasi metode blaney-criddle

EVAPORTANSPIRASI METODE BLANEY – CRIDDLE

No. Bulan RH n/N U P t F ETo

1 Januari 87,6 39,6 4,6 0,28 26,78 5,7 3,72 Februari 85,2 45,6 3,6 0,28 27,34 5,8 3,83 Maret 84,8 58,6 3,6 0,28 27,5 5,8 4,74 April 82,8 66,6 3,2 0,27 28,06 5,6 4,55 Mei 80,2 71 3,2 0,27 28,42 5,7 4,66 Juni 78,6 76,4 3,6 0,27 27,96 5,6 4,57 Juli 77,6 72 4,2 0,27 27,52 5,6 4,58 Agustus 73,4 87 4,6 0,27 27,64 5,6 5,19 September 72,4 88 4,8 0,27 28,18 5,7 5,210 Oktober 74,6 85 4,2 0,28 28,7 5,9 5,411 Nopember 79,4 70 3,8 0,28 28,58 5,9 4,812 Desember 86,6 43 3,8 0,28 27,18 5,7 3,7

b. Evapotranpirasi metode radiasi

EVAPOTRANSPIRASI - METODE RADIASI

NO. BULAN RH* n/N* U* T* W* Rs* c ET1 Januari 87,6 39,6 4,6 26,8 0,8 5,4 4,0 3,02 Februari 85,2 45,6 3,6 27,3 0,8 5,8 4,4 3,33 Maret 84,8 58,6 3,6 27,5 0,8 6,5 4,9 3,94 April 82,8 66,6 3,2 28,1 0,8 6,6 5,1 4,05 Mei 80,2 71,0 3,2 28,4 0,8 6,2 4,8 3,86 Juni 78,4 76,4 3,6 28,0 0,8 6,2 4,7 3,57 Juli 77,6 72,0 4,2 27,5 0,8 6,1 4,6 3,48 Agustus 73,4 87,0 4,6 27,6 0,8 7,3 5,6 4,49 September 72,4 88,0 4,8 28,2 0,8 7,9 6,1 4,810 Oktober 74,6 85,0 4,2 28,7 0,8 8,2 6,3 4,911 Nopember 79,4 70,0 3,8 28,6 0,8 7,3 5,6 4,412 Desember 86,6 43,0 3,8 27,2 0,8 5,5 4,2 3,2

c. Evapotranpirasi Metode PENMAN

31 | P a g e

Page 32: BAB I-V.docx

EVAPOTRANSPIRASI - METODE PENMAN (MODIFIKASI)

VARJan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

Agust Sept Okt Nop Des

U 4,60 3,60 3,60 3,20 3,20 3,60 4,20 4,60 4,80 4,20 3,80 3,80

Rh87,6

085,2

084,8

082,8

080,2

078,6

077,6

073,4

072,4

074,6

079,4

086,6

0

t26,7

827,3

427,5

028,0

628,4

227,9

627,5

227,6

428,1

828,7

028,5

827,1

8

ea34,5

035,7

535,8

037,8

038,4

037,7

036,8

036,8

337,8

838,8

338,6

035,6

0

ed30,2

230,4

630,3

631,3

030,8

029,6

328,5

627,0

327,4

328,9

730,6

530,8

3ea-ed

4,28 5,29 5,44 6,50 7,60 8,07 8,24 9,8010,4

59,86 7,95 4,77

fu 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28

1-w 0,24 0,24 0,24 0,23 0,23 0,25 0,25 0,25 0,24 0,23 0,24 0,25

W 0,76 0,76 0,76 0,77 0,77 0,75 0,76 0,75 0,76 0,77 0,77 0,75

Ra15,6

515,9

015,6

014,8

013,6

013,0

013,2

514,1

515,0

515,6

515,6

515,5

5

n/N 0,40 0,46 0,59 0,67 0,71 0,76 0,72 0,87 0,88 0,85 0,70 0,43

Rs 4,65 5,44 6,86 7,39 7,24 7,45 7,16 9,23 9,93 9,98 8,22 5,01

Rns 3,49 4,08 5,14 5,54 5,43 5,59 5,37 6,92 7,45 7,48 6,16 3,76

f(t)15,9

516,1

016,2

016,3

516,5

016,2

516,2

116,2

316,4

016,3

716,5

516,1

7

f(ed) 0,10 0,09 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,12 0,12 0,10 0,10 0,10

f(n/N)

0,45 0,52 0,63 0,70 0,74 0,80 0,75 0,89 0,90 0,87 0,73 0,48

Rnl 0,70 0,79 0,99 1,09 1,16 1,34 1,33 1,66 1,73 1,44 1,17 0,75

Rn 2,78 3,29 4,15 4,46 4,27 4,24 4,04 5,26 5,72 6,04 5,00 3,01

c 0,80 0,81 0,91 0,96 0,94 0,88 0,93 0,96 0,97 0,97 0,97 0,90

ETo 1,91 2,30 3,19 3,68 3,53 3,30 3,35 4,46 4,88 5,12 4,20 2,33

32 | P a g e

Page 33: BAB I-V.docx

8. Neraca Air

NERACA AIR

No. Bulan

Curah Hujan Runoff

Infiltrasi

Evapotranspirasi Penman

Neraca Air

1 Januari 754,61,2677

28 420,12 1,91 331,30

2 Februari 412,20,6924

96 420,12 2,30 -10,91

3 Maret 4320,7257

6 420,12 3,19 7,97

4 April 249,20,4186

56 420,12 3,68 -175,02

5 Mei 151,20,2540

16 420,12 3,53 -272,71

6 Juni 115,40,1938

72 420,12 3,30 -308,21

7 Juli 58,80,0987

84 420,12 3,35 -364,77

8 Agustus 12,80,0215

04 420,12 4,46 -411,80

9Septemb

er 46,60,0782

88 420,12 4,88 -378,48

10 Oktober 59,60,1001

28 420,12 5,12 -365,74

11Nopemb

er 162,40,2728

32 420,12 4,20 -262,20

12Desemb

er 682,81,1471

04 420,12 2,33 259,20

9. Grafik Neraca Air

33 | P a g e

Page 34: BAB I-V.docx

Janu

ari

Febr

uari

Mar

et

April

Mei

Juni Juli

Agus

tus

Sept

embe

r

Okt

ober

Nop

embe

r

Dese

mbe

r

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

-600

-400

-200

0

200

400

600

800

1000

NERACA AIR

Curah Hujan Runoff InfiltrasiEvapotranspirasi Penman Neraca Air

4.2 PEMBAHASAN

Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada bulan Januari, Maret

dan Desember Neraca Air Kota Makassar bernilai lebih besar dari 0

atau bernilai positif, artinya bahwa kecepatan aliran air yang masuk

(inflow) lebih besar daripada kecepatan aliran keluar (outflow).

Perbedaan tersebut mengakibatkan Kota Makassar mengalami

kelebihan volume air yang menyebabkan terjadinya banjir.

Grafik tersebut juga menunjukkan data yang kurang dari 0 atau

bernilai negatif yaitu pada bulan Februari, April hingga Nopember.

Data tersebut menyatakan bahwa kecepatan aliran air masuk (inflow)

lebih kecil dibandingkan dengan aliran air yang keluar (outflow) di

Kota Makassar. Data tersebut menunjukkan bahwa Kota Makassar

kemungkinan mengalami kekeringan pada bulan-bulan tersebut.

34 | P a g e

Page 35: BAB I-V.docx

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Neraca air Kota Makassar memiliki nilai positif pada bulan

Januari, Maret dan Desember sehingga Makassar memiliki volume air

berlebih yang mengakibatkan terjadinya banjir. Neraca air Kota

Makassar memiliki nilai negatif pada bulan februari, April hingga

Nopember sehingga Makassar memiliki volume air lebih kecil dari

volume air yang keluar yang mengakibatkan terjadinya kekurangan

air atau kekeringan.

35 | P a g e

Page 36: BAB I-V.docx

5.2 Saran

1. Penelitian ini terbatas pada data sekunder yang didapatkan dari

BMKG dan sebaiknya penelitian selanjutnya mengggunakan data

primer.

36 | P a g e