Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota di Makassar terletak
antara 0° 12−8o Lintang Selatan dan 116° 48 - 122° 36 Bujur Timur, yang
berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah Utara dan
Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Timur. Batas
sebelah Barat dan Timur masing-masing adalah Selat Makassar dan
Laut Flores. Iklim dan Curah Hujan di Kota Makassar seperti halnya
wilayah lain di seluruh Indonesia relative memiliki persamaan seperti
mempunyai dua musim yaitu musim kemarau yang terjadi pada bulan
Juni sampai September dan musim penghujan yang terjadi pada bulan
Desember sampai dengan Maret.
Konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan tertentu
di permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang masuk (input)
dan keluar (output) pada jangka waktu tertentu Neraca masukan dan
keluaran air di suatu tempat dikenal sebagai neraca air ( water
balance). Karena air bersifat dinamis maka nilai neraca air selalu
berubah dari waktu ke waktu sehingga di suatu tempat kemungkinan
bisa terjadi kelebihan air (suplus) ataupun kekurangan (deficit)
(Mahbub, 2011).
Apabila kelebihan dan kekurangan air ini dalam keadaan ekstrim
tentu dapat menimbulkan bencana, seperti banjir ataupun
kekeringan. Bencana tersebut dapat dicegah atau ditanggulangi bila
dilakukan pengelolaan yang balk terhadap lahan dan lingkungan nya.
Neraca air lahan merupakan neraca air untuk penggunaan lahan
pertanian secara umum. Neraca ini bermanfaat dalam
mempertimbangkan kesesuaian lahan pertanian; mengatur jadwal
tanam dan panen; mengatur pemberian air irigasi dalam jumlah dan
waktu yang tepat (Soemarno, 2008).
1 | P a g e
Page 2
Dalam perhitungan neraca air lahan bulanan di kota makassar
diperlukan data masukan yaitu curah hujan bulanan (CH),
evapotranspirasi bulanan (ETP), infiltrasi dll. Adapun parameter
parameter yang diabaikan dalam laporan ini adalah perhitungan air
tanah yang masuk dan yang keluar.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbandingan volume air yang masuk dan keluar di
Kota Makassar?
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui neraca air kota makassar
1.4. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Melatih penulis dalam pembuatan laporan penelitian neraca air
2. Menambah pengetahuan tentang pengolahan data BMKG
Flow Cart
2 | P a g e
Page 3
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
3 | P a g e
TOPIK
NERACA AIR
RENCANA PENELITIAN
PENGAMBILAN DATA
DATA SEKUNDER
LAIN-LAINBMKG
CURAH HUJAN SUHU KELEMBABABAN KECEPATAN ANGIN INDEKS
PENGOLAHAN
CURAH HUJAN RUN OFF INFILTRASI EVAPOTRANPIRASI
HASIL
NERACA AIR
KESIMPULAN
Page 4
2.1. Siklus Hidrologi
Kodoati dan Rustam (2008) menyatakan bahwa siklus hidrologi
adalah pergerakan air di bumi berupa cair, gas, dan padat baik proses
di atmosfir, tanah dan badan-badan airyang tidak terputus melalui
proses kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan
air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus
hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi,
kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk air, es, atau kabut.
Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat
berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian
diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah. Setelah
mencapai tanah, siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam
tiga cara yang berbeda.
Curah hujan adalah unsur iklim yang sangat berubah-ubah dari
tahun ke tahun, adalah penting bahwa setiap analisis iklim pertanian
mempertimbangkan variabilitas ini dan tidak hanya didasarkan atas
nilai rata-rata. Total curah hujan tahunan untuk kano (12oU) dari
tahun 1916 sampai 1975. Ini adalah catatan curah hujan khas dengan
variasi besar dan disertai periode-periode pendek di atas dan di
bawah curah hujan rata-rata. Curah hujan rata-rata adalah 850 mm
dan total tahunan berkisar dari 416 mm pada tahun 1975 sampai
1181 pada tahun 1931.
Evaporasi (penguapan) terjadi Ketika air dipanaskan oleh sinar
matahari, permukaan molekul-molekul air memiliki cukup energi
untuk melepaskan ikatan molekul air tersebut dan kemudian terlepas
dan mengembang sebagai uap air yang tidak terlihat di atmosfir.
Hujan turun dari awan, adanya awan belum tentu turunnya hujan.
Hujan baru turun bila butir-butir air di awan bersatu menjadi besar
dan mempunyai daya berat yang cukup dan suhu di bawah awan
4 | P a g e
Page 5
harus lebih rendah dari suhu awan itu sendiri, maka butir-butir air
yang telah besar dan berat jatuh sebagai hujan
Curah hujan yang dinyatakan dalam milimeter (mm) yaitu tinggi
lapisan air yang jatuh di atas permukaan tanah, andaikata air tidak
meresap ke dalam tanah, mengalir atau terjadi penguapan akan
mempunyai volume 1 liter. Curah hujan sering disebut dengan
presipitasi. Presipitasi adalah air dalam bentuk cair atau padat yang
mengendap ke bumi yang selalu didahului oleh proses kondensasi
atau sublimasi atau kombinasi keduanya yang sering dinyatakan
dalam mm. Uap air merupakan sumber presipitasi seperti hujan dan
salju. Jumlah uap air yang terkandung dalam udara merupakan
indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi. Kandungan
uap air diatmosfer hanya kurang dari 2 % dari total volume di
atmosfer. Kandungan uap air dapat bervariasi antara 0 % hingga 3 %
didaerah lintang menengah dan dapat mencapai 4 % di daerah
tropika basah. Evaporasi / transpirasi Air yang ada di laut, di daratan,
di sungai, di tanaman, dsb. kemudian akan menguap ke angkasa
(atmosfer) dan kemudian akan menjadi awan. Pada keadaan jenuh
uap air (awan) itu akan menjadi bintik-bintik air yang selanjutnya
akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.
Infiltrasi / Perkolasi artinya Air bergerak ke dalam tanah melalui
celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah.
Air dapat bergerak akibat aksi kapiler. Air dapat bergerak secara
vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut
memasuki kembali sistem air permukaan.
Air Permukaan - Air bergerak diatas permukaan tanah dekat
dengan aliran utama dan danau; makin landai lahan dan makin
sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Aliran
permukaan tanah dapat dilihat biasanya pada daerah urban. Sungai-
sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang
5 | P a g e
Page 6
membawa seluruh air permukaan disekitar daerah aliran sungai
menuju laut.
Dalam konsep siklus hidrologi bahwa jumlah air di suatu luasan
tertentu di permukaan bumi dipengaruhi oleh besarnya air yang
masuk (input) dan keluar (output) pada jangka waktu tertentu.
Semakin cepat siklus hidrologi terjadi maka tingkat neraca air nya
semakin dinamis (Soewarno, 2000).
Kesetimbangan air dalam suatu sistem tanah-tanaman dapat
digambarkan melalui sejumlah proses aliran air yang kejadiannya
berlangsung dalam satuan waktu yang berbeda-beda (Soewarno,
2000).
Gambar Siklus Hidrologi (Nuzul,2015)
2.2. Aliran Permukaan
A. Pengukuran debit secara tidak langsung (Metode Rasional)
Metode ini digunakan untuk memprediksikan prakiraan besarnya
air larian. Metode ini berlaku untuk suatu wilayah sub daerah aliran
sungai kecil (kurang dari beberapa ratus hektar) dengan komponen
tata lahan utama adalah pertanian. Persamaan matematik metode
rasional untuk memperkirakan air larian adalah Q = 0,0028 C i A
Dimana :
6 | P a g e
Page 7
Q = air larian (debit) puncak (m3/dt)
C = Koefisien air larian
I = intensitas hujan (m/jam, m/detik)
A = luas wilayah DAS (m2)
2.2.1 Air Larian Puncak (Q)
Q adalah debit aliran air larian puncak yang terjadi dalam kurun
waktu tertentu. Biasannya menghitung curah hujan harian kemudian
dicari rata-rata curah hujan bulanan dan rata-rata curah hujan
tahunan. Metode ini hanya menunjukan besarnya air larian puncak
(Qp) debit dan debit rata-rata (Qave). Metode ini paling praktis
karena terbukti untuk merancang bangunan pencegah banjir, erosi,
dan sedimentasi.
2.2.2 Koefisien Aliran (C)
Koefisien air larian atau sering disingkat C adalah bilangan yang
menunjukan perbandingan antara besarnya air larian terhadap
besarnya curah hujan. Prakiraan besar kecilnya angka koefisien C
untuk berbagai macam vegetasi di wilayah DAS menunjukan laju
infiltrasi, keadaan pentup tanah dan intensitas hujan.
Koefisien aliran atau C untuk kawasan hutan adalah 0,10 artinya
10% dari total curah hujan menjadi air larian. Secara matematis dapat
dijabarkan sebagai berikut :
Koefisien air larian (C) = Air Larian(mm)curahhujan(mm)
C Rata - rata = C1xA1+¿C2xA 2+…+C
n+A
n
A1+A2+…+An¿
Keterangan :
7 | P a g e
Page 8
Crata-rata = koefisien rata – rata tertimbang
C1, C2, ..Cn = koefisien Run Off
A1, A2, ..An = Luas masing – masing penggunaan lahan.
Nilai C pada berbagai topografi dan penggunaan lahan
Kondisi Daerah Nilai C
Pegunungan yang curam 0.75 – 0.90
Pegunungan tersier 0.70 – 0.80
Tanah bergelombang dan hutan 0.5 – 0.75
Tanah dataran yang ditanami 0.45 – 0.6
Persawahan yang dialiri 0.7 – 0.8
Sungai di daerah pegunungan 0.75 – 0.85
Sungai kecil di dataran 0.45 – 0.75
Sungai besar di dataran 0.5 – 0.75
Sumber : Dr. Mononobe dalam suyono S (1999)
2.2.3 Intensitas Hujan (I)
Intensitas hujan adalah yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau
volume hujan tiap satuan waktu. Nilai intensitas hujan tergantung
lama curah hujan dan frekuensi hujan dan waktu konsentrasi.
Intensitas hujan dianalisis dari data hujan secara empiris atau secara
statistic.
Suatu fungsi dari lama waktu hujan dengan jumlah hujan,
analisis nilai i menggunakan rumus mononobe (Jepang). Menentukan
intensitas hujan i bedasarkan lama waktu aliran permukaan. Manfaat
dari data stasiun pengamat hujan setempat atau gunakan atlas
frekuensi hujan tertentuuntuk periode ulang dan lama waktu hujan
tertentu. Mengkonverensi anka hujan dalam unit milimeter menjadi
milimeter per jam.
Formula Monobe :
8 | P a g e
Page 9
It = (R/24)(24/tc)2/3
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
Tc = lamanya curah hujan / durasi curah hujan (jam)
R = curah hujan rencana dalam suatu periode ulang. Yang
nilainya didapat dari tahapan sebelumnya. (tahapan
analisis frekuensi) dapat pula diartikan sebagai curah
hujan dalam 24 jam.
2.2.4Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi Tc (time of concertration) didefinisikan
sebagai waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat yang
paling jauh (hulu) sampai ketitik pengamatan aliran air (outlet). Hal
ini terjadi ketika sepanjang tanah kedua titik tersebuttelah jenuh dan
semua cekungan bumi telah terisi oleh air hujan.
Tc = 0,0195 L0,77S-0,385
Keterangan :
Tc = waktu konsentrasi (menit)
L = panjang maksimum aliran (meter)
S = beda ketinggian antara titik pengamatan dengan lokasi
terjauh pada DAS dibagi panjang maksimum aliran.
2.2.5Perhitungan koefisien Aliran (c)
Penggunaan Lahan
Luas (Ha)
% Luas C C Tertimbang
Pemukiman 51,4 45,6 0,6 0,2736
Tegalan 18 16 0,5 0,0800
Badan Air 19,0 16,9 0,9 0,1521
Kebun 20,0 17,8 0,4 0,0712
9 | P a g e
Page 10
Rumput/Tanah Kosong
3,9 3,4 0,5 0,0170
Gedung 0,2 0,2 0,7 0,0014
Total 112,5 100 0,5953
Intensitas = 64,84 mm/jam
Panjang Maksimum Aliran (L) dianggap mempunyai nilai 1,4 km =
1400 m, dan beda tinggi antara titik pengamatan dengan lokasi
terjauh pada hulu DAS (s) adala 5,6 m. maka nilai S adalah 5,6 m /
1400 = 0,004
Tc = 0,0195 L0,77 S-0,385
= 0,0195 (1400)0,77 (56/1400)-0,385
= 0,0195 (1400)0,77 (0,004)-0,385
= 43,2275 menit
= 0,72 jam
Maka Debit Puncak Aliran adalah
Qp = 0,0028 C I A
= 0,0028 x 0,5953 x 64,84 mm/jam x 112,5 ha
= 12,16 m3/dt
2.3. Mengukur Laju Infiltrasi Menggunakan Metode Horton
2.3.1Pengertian
Model Horton adalah salah satu model infiltrasi yang
terkenal dalam hidrologi yang dikembangkan oleh Horton pada
tahun 1933. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang
seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang
konstant. Ia menyatakan pandangannya bahwa penurunan
10 | P a g e
Page 11
kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di
permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah.
Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti
penutupan retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan
kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan dan
pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air
hujan.
2.3.2Tahap-tahap Pengukuran Infiltrometer
1) Menempatkan infiltrometer kelokasi percobaan percobaan
2) Menuang air kedalam ring luar dan ring dalam, sebelum
memasukkan air, masukkan spon terlebih dahulu agar air tidak
langsung meresap kedalam air.
11 | P a g e
Page 12
3) Menuang air kedalam ring dalam setinggi 5 – 10 cm dan pastikan
spon sudah dipindahkan.
4) Mengukur waktu penurunan air dalam infiltrometer
menggunakan stopwatch
5) Memperhatikan alat ukur infiltrometer dan mengukur penurunan
air dengan menggunakan mistar infiltrometer di setiap sela
waktu yang telah di tentukan
12 | P a g e
Page 13
6) Menuangkan air kedalam inner ring kemudian mengukur seperti
keadaan semula
Setelah melakukan pengukuran dengan menggunakan
infiltrometer kemudian membuat kurva fungsi antara waktu dan
penurunan muka air pada infiltrometer
Setelah mendapatkan nilai laju infiltrasi awal dan akhir dari tanah
maka nilai laju infiltrasi dari tanah tersebut dapat ditentukan dengan
menghitung laju infiltrasi dengan metode Horton.
2.3.3Laju Infiltrasi Model Horton
Laju infiltrasi berdasarkan Model Horton dihitung dengan rumus:
13 | P a g e
Page 14
Keterangan:
f = laju infiltrasi(cm/jam)
f0 = laju infiltrasi awal (cm/jam)
fc = laju infiltrasi akhir (cm/jam)
e = bilangan dasar logaritma Naperian
Fc = selisih total volume infiltrasi dengan volume infiltrasi konstan
(cm)
= luas kurva yang diarsir (gambar di bawah)
t = waktu yang dihitung dari mulainya hujan (jam)
Besarnya laju infiltrasi dipengaruhi oleh faktor jenis tanah dan
kondisi kelengasannya. Laju infiltrasi tidak selalu sama selama
berlangsungnya hujan. Pada awal hujan, untuk kondisi lahan
dengan lengas tanah kering - normal, laju infiltrasi akan sangat
14 | P a g e
Page 15
tinggi kemudian berangsur-angsur menurun hingga akhirnya
konstan / tetap setelah kondisi lengas tanah menjadi jenuh.
Penentuan laju infiltrasi dengan Model Horton memerlukan data
inflitrasi tanah setempat rinci, dari waktu ke waktu dalam
interval waktu yang cukup pendek, misal 10 atau 15 menitan,
sampai mendapatkan laju infiltrasi yang tetap / konstan. Curah hujan
netto dihitung dengan mengurangkan curah hujan total dengan
laju infiltrasinya.
Perhitungan laju infiltrasi dengan metode Horton tidak biasa
digunakan untuk perhitungan banjir desain bendungan. Dalam
perhitungan banjirdesain bendungan, secara konservatif, digunakan
asumsi bahwa pada saat curah hujan desain yang diperhitungkan
terjadi, kondisi lengas tanah DTA sudah cukup jenuh sehingga
laju konsentrasinya cukup kecil atau bahkan mendekati tidak ada
(nol).
Laju infiltrasi tipikal setelah satu jam untuk berbagai jenis tanah
berpenutup rumput seperti pada tabel berikut (ASCE Manual of
Engineering Practice, No 28).
15 | P a g e
Page 16
2.4. Evaporanspirasi
2.4.1Menghitung Evapotranspirasi
Pendahuluan
Pengertian budidaya di kalangan pertanian dapat diartikan sebagai
kegiatan usaha produksi suatu komoditi. Istilah ini merupakan
padanan dari istilah culture dalam bahasa Inggris, atau cultuur dalam
bahasa Belanda. Sebagai contoh, istilah cofficulture yang berarti
perkebunan kopi.
Pembudidayaan daerah rawa saaat ini banyak dilakukan tergantung
kebutuhan daerah setempat. Pada umumnya daerah seperti ini
terbagi atas dua yaitu daerah yang akan dibudidayakan dan area non
budidaya pertanian. Untuk area yang akan dibudidayakan pekerjaan
yang harus dilakukan adalah dengan pengembangan jaringan
drainase, sementara area non pertanian pengembangannya untuk
permukiman pusat desa seperti jalan raya, industri kecil, dan yang
lainnya.
16 | P a g e
Page 17
Untuk pengembangan daerah rawa yang harus diperhatikan seperti
topografi, kemasaman tanah, unsur-unsur tanah, iklim setempat dan
curah hujan. Tujuannya kita bias mengetahui area mana yang bisa
dimanfaatkan untuk daerah irigasi, untuk tanaman tahunan maupun
tanaman keras. Untuk itu kita harus mengetahui kondisi fisik dan
nonfisiknya.
Besarnya debit air yang akan ditampung oleh saluran drainase
tergantung pada beberapa factor berikut :
Topografi
Iklim
Jenis Tanah
Jenis Tanaman
Untuk mengetahui berapa banyak debit air yang harus dialirkan untuk
menurunkan muka air tanah di lahan gambut perlu diperhatikan
Evapotranspirasi Potensial lahan dan besar curah hujan pada areal
tersebut. Evapotranspirasi terbagi atar dua kata antara lain:
a. Evaporasi
Proses penguapan sejumlah uap air yang berada di permukaan air
bebas lepas ke atmosfer.
b. Transpirasi
Proses penguapan air yang berasal dari tumbuhan itu sendiri
langsung ke atmosfer.
Sedangkan pengertian Evapotranspirasi Potensial adalah laju
maksimum dari penguapan atau perpindahan sejumlah air dari
permukaan tanah untuk rentang waktu tertentu.
2.4.2Metode Perhitungan Evapotranspirasi
Pada saat ini terdapat beberapa metoda yang telah dikembangkan
untuk menghitung besarnya evapotranspirasi berdasarkan jenis dan
kelengkapan data yang tersedia. Pemilihan metoda biasanya
17 | P a g e
Page 18
dilakukan berdasarkan kelengkapan dan keakuratan data yang
tersedia.
Metoda empiris dapat digunakan untuk menghitung besarnya
evapotranspirasi potensial. Metoda ini disusun berdasarkan data
klimatologi seperti : temperatur, penyinaran matahari, kelembaban
relatif dan kecepatan angin. Besarnya evapotranspirasi aktual
diperoleh dengan mengalikan evapotranspirasi potensial dengan
faktor koreksi yang bergantung pada tanaman setempat.
Beberapa metode empiris yang dikembangkan untuk menghitung
evapotranspirasi potensial adalah Metode Thornthwaite, Metode
Blaney & Criddle, Metode Radiasi dan Metode Penman (modifikasi).
Parameter hidroklimatologi yang digunakan pada masing-masing
metoda tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1. Prosedur perhitungan
metoda tersebut dapat dilakukan mengikuti manual yang diterbitkan
oleh F AO pada tahun 1977 (Crop Water Requirement, Doorencos &
Pruitt).
Dibawah ini disajikan beberapa metoda yang kerap digunakan,
deskripsi dari metoda tersebut adalah sebagai berikut:
18 | P a g e
Page 19
1) Metode Thornthwaite
2) Metode Blaney & Criddle
Formulasi metoda Blaney & Criddle (1950) pada awalnya dituliskan
sbb:
ET = kpt/l00
dimana
k = Consumptive use coeficient dari tanaman.
p = Prosentase jam penyinaran matahari bulanan per tahun
t = Temperatur rata bulanan (oF)
ET = Evapotranspirasi bulanan (inch)
Formulasi tersebut kemudian dimodifikasi oleh FAO menjadi sbb.:
ET = C [ Ȗ (0,46 t + 8)]
dimana:
19 | P a g e
Page 20
ET = evapotranspirasi (mm/hari)
C = faktor koreksi f (RH, (n/N), U)
t = temperatur udara bulanan rata-rata (oC)
Ȗ = prosentase rasio penyinaran matahari harian/tahunan
RH = kelembaban relatif(RH)
n/N = penyinaran matahari
U = Kecepatan angin
3) Metode Radiasi
Berdasarkan metoda radiasi besarnya evapotranspirasi
diformulasikan sbb:
ET =C W Rs
dimana:
ET = evapotranspirasi (mm/hari)
C = faktor koreksi f(RH, (n/N), U)
W = faktor bobot tergantung dari nilai temperatur udara dan
ketinggian tempat
Rs = (0,25 + 0,50 n/N) Ra
(n/N) = faktor lamanya penyinaran matahari
N = maksimum lamanya penyinaran matahari rata-rata harian
Ra = radiasi matahari ekstra terrestrial tergantung dari letak lintang
4) Metode PENMAN (Modifikasi)
20 | P a g e
Page 21
2.5. Neraca Air
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan
keluaran air disuatu tempat pada periode tertentu, sehingga dapat
untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan (surplus) ataupun
kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus
21 | P a g e
Page 22
dan defisit dapat mengantisipasi bencana yang kemungkinan terjadi,
serta dapat pula untuk mendayagunakan air sebaik-baiknya
(Soewarno, 2000).
Model Neraca Air “Water Balance (Lee,1990)
Soewarno (2000) menytakan bahwa model neraca air cukup
banyak, namun yang biasa dikenal terdiri dari tiga model, antara lain:
a. Model Neraca Air Umum. Model ini menggunakan data-data
klimatologis dan bermanfaat untuk mengetahui berlangsungnya
bulan-bulan basah (jumlah curah hujan melebihi kehilangan air
untuk penguapan dari permukaan tanah atau evaporasi maupun
penguapan dari sistem tanaman atau transpirasi, penggabungan
keduanta dikenal sebagai evapotranspirasi).
b. Model Neraca Air Lahan. Model ini merupakan penggabungan
data-data klimatologis dengan data-data tanah terutama data
kadar air pada Kapasitas Lapang (KL), kadar air tanah pada Titik
Layu Permanen (TLP), dan Air Tersedia (WHC = Water Holding
Capacity).
Kapasitas lapang adalah keadaan tanah yang cukup lembab
yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh
tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang dapat ditahan
22 | P a g e
Page 23
tanah tersebut akan terus-menerus diserap akar tanaman atau
menguap sehingga tanah makin lama makin kering. Pada suatu
saat akar tanaman tidak lagi mampu menyerap airsehingga
tanaman menjadi layu. Kandungan air pada kapasitas lapang
diukur pada tegangan 1/3 bar atau 33 kPa atau pF 2,53 atau 346
cm kolom air.
Titik layu permanen adalah kondisi kadar air tanah dimana akar-
kar tanaman tidak mampu lagi menyerap air tanah, sehingga
tanaman layu. Tanaman akan tetap layu pada siang atau malam
hari. Kandungan air pada titik layu permanen diukur pada
tegangan 15 bar atau 1.500 kPa atau pF 4,18 atau 15.849 cm
tinggi kolom air.
Air tersedia adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman
yaitu selisih antara kapasitas lapang dan titik layu permanen.
c. Model Neraca Air Tanaman. Model ini merupakan penggabungan
data klimatologis, data tanah, dan data tanaman. Neraca air ini
dibuat untuk tujuan khusus pada jenis tanaman tertentu. Data
tanaman yang digunakan adalah data koefisien tanaman pada
komponen keluaran dari neraca air. Neraca air adalah gambaran
potensi dan pemanfaatan sumberdaya air dalam periode
tertentu. Dari neraca air ini dapat diketahui potensi sumberdaya
air yang masih belum dimanfaatkan dengan optimal.
Secara kuantitatif, neraca air menggambarkan prinsip bahwa
selama periode waktu tertentu masukan air total sama dengan
keluaran air total ditambah dengan perubahan air cadangan
(change in storage). Nilai perubahan air cadangan ini dapat
bertanda positif atau negatif (Soewarno, 2000).
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan
antara jumlah air yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang
keluar dari sistem (sub sistem) tertentu. Secara umum
persamaan neraca air dirumuskan dengan (Sri, 2000).
23 | P a g e
Page 24
2.6. Manfaat Air
Perhitungan neraca air sangat penting dalam rangka pemenuhan
air dalam kehidupan air sehari hari. Contoh pemanfaatan air:
a. Kebutuhan Air untuk Penduduk/domestik dan Ternak
Kebutuhan air untuk penduduk di daerah penelitian diperkirakan
tiap orang sebesar 170 liter/hari untuk perkotaan, dan 100
liter/hari untuk perdesaan. Ternak besar membutuhkan air
sebanyak 40 liter/hari/ternak. Ternak kecil membutuhkan air
sebanyak 3 liter/hari/ternak dan unggas membutuhkan air
sebanyak 0.6 liter/hari/ternak (Triatmodjo, 2009 dengan modifi
kasi).
b. Kebutuhan Air Irigasi
Kebutuhan air irigasi sebagian besar dipasok oleh air permukaan
yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti klimatologi, kondisi
tanah, koefi sien tanaman, pola tanam, pasokan yang diberikan,
luas daerah irigasi, efi siensi irigasi, jadwal tanam dan lain-lain.
Kebutuhan air untuk sawah irigasi ditetapkan 1 liter/detik/ha.
Angka ini bila dikonversi dalam mm menjadi 1200 mm/ tahun,
jika sawah tersebut hanya sekali panen dalam satu tahun. Jika
dua kali panen dalam satu tahun maka kebutuhan airnya
menjadi 2400 mm/tahun. Jika pada lahan tersebut diselingi
palawija ( 1 kali padi dan 1 kali palawija) maka kebutuhan airnya
menjadi 2000 mm/th (Dumairi, 1992).
c. Kebutuhan Air di Tegalan/Kebun
Komposisi tanaman di lahan tegal pada umumnya adalah kacang
tanah, jagung, dan singkong. Kacang tanah dan jagung biasanya
dapat dua kali panen (musim tanam I dan II). Pada musim tanam
III biasanya hanya tanaman singkong yang ada. Kebutuhan air
24 | P a g e
Page 25
pada komposisi jenis tanam yang demikian diperkirakan sebesar
1200 mm/tahun (Dumairi, 1992).
BAB III
METEODOLOGI PENELITIAN
1.1. Tahapan Pengambilan Data
1. Mengambil data sekunder dari BMKG Kota Makassar
1.2. Tahapan Pengolahan Data
1. Membuka Microsoft excel
2. Menginput data sekunder
3. Menginput dan mengolah Data Curah hujan
4. Menginput dan mengolah Data suhu
5. Menginput dan mengolah Data kelembaban
6. Menginput dan mengolah Indeks penyinaran matahari
7. Menginput dan mengolah Kecepatan angin
8. Menginput dan mengolah Run off
9. Menginput dan mengolah Evapotranpirasi
10. Menginput dan mengolah Infiltrasi
11. Menginput dan mengolah Neraca Air
12. Membuat grafik Neraca Air
25 | P a g e
Page 27
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Hasil
DATA CURAH HUJAN (m/s)
No.
BulanTahun
Rata-rata2010 2011 2012 2013 2014
1 Januari1,01E-
056,5E-
066,02E-
061,14E-
059,68E-
068,7338E-
06
2 Februari4,97E-
066,12E-
064,31E-
064,84E-
063,62E-
064,7708E-
06
3 Maret3,23E-
066,89E-
067,4E-
063,89E-
063,6E-
06 0,000005
4 April2,66E-
064,47E-
069,03E-
073,13E-
063,26E-
062,8843E-
06
5 Mei1,67E-
061,88E-
062,41E-
061,59E-
061,22E-
060,000001
75
6 Juni1,44E-
069,26E-
084,17E-
073,18E-
061,55E-
061,3356E-
06
7 Juli1,16E-
061,16E-
087,99E-
071,09E-
063,47E-
076,8056E-
07
8 Agustus6,6E-
07 0 01,16E-
086,94E-
081,4815E-
07
9Septemb
er2,67E-
06 0 02,31E-
08 05,3935E-
07
10 Oktober2,58E-
064,63E-
071,27E-
072,78E-
07 06,8981E-
07
11Nopemb
er2,75E-
062,12E-
068,22E-
072,35E-
061,35E-
061,8796E-
06
12Desemb
er8,8E-
069,93E-
065,19E-
067,81E-
067,79E-
067,9028E-
061. Tabel data curah hujan kota Makassar dari tahun 2010/2014
2. Tabel data aliran permukaan (Run off ) kota Makassar
27 | P a g e
Page 28
DATA RUNOFF (m^3/s)
No.
BulanTahun Rata-
rata2010 2011 2012 2013 2014
1 Januari3,382439
2,177469
2,01474
3,804759
3,239082
2,9236977
2Februar
i1,662161
2,049611
1,441314
1,619541
1,212719
1,5970689
3 Maret1,080986
2,305328
2,475806
1,301832
1,20497
1,673784
4 April0,891135
1,495557
0,302211
1,046115
1,092609
0,9655254
5 Mei0,557928
0,627669
0,805896
0,530807
0,406823
0,5858244
6 Juni0,480438
0,030996
0,139482
1,065488
0,519183
0,4471173
7 Juli0,387
450,003875
0,267341
0,364203
0,116235
0,2278206
8 Agustus0,220847 0 0
0,003875
0,023247
0,0495936
9Septem
ber0,895
01 0 00,007749 0
0,1805517
10 Oktober0,864014
0,15498
0,04262
0,092988 0
0,2309202
11Nopem
ber0,922131
0,709034
0,27509
0,786524
0,453317
0,6292188
12Desem
ber2,944
623,324321
1,735776
2,615288
2,607539
2,6455086
Ket: Nilai C = 0,6
Konstanta =
0,0028
Luas = 199.260.000
3. Tabel data Suhu kota Makassar
28 | P a g e
Page 29
SUHU(t):(CELCIUS)
No.
BulanTahun
Rata-rata2010
2011
2012
2013
2014
1 Januari 26,6 26,8 27 26,9 26,6 26,782 Februari 27,8 27 27,1 27,6 27,2 27,343 Maret 28,2 26,7 27,1 27,9 27,6 27,54 April 28,5 27,3 28 28,4 28,1 28,065 Mei 28,5 28,5 28 28,4 28,7 28,426 Juni 28,1 27,6 27,6 28,3 28,2 27,967 Juli 27,8 27,4 27,2 27,4 27,8 27,528 Agustus 28,1 27,7 27,5 27,5 27,4 27,649 September 28 28,3 28 28,8 27,8 28,1810 Oktober 28,1 28,7 29,1 28,6 29 28,711 Nopember 28,2 28,4 29 28,4 28,9 28,5812 Desember 26,6 27 27,9 27,1 27,3 27,18
4. Tabel data infiltrasi kota makassar
INFILTRASI
TahunInfiltrasi (mm/day)
Rata-rataVegetasi Non-Vegetasi
2010 513,36 326,88 420,122011 513,36 326,88 420,122012 513,36 326,88 420,122013 513,36 326,88 420,122014 513,36 326,88 420,12
5. Indeks Penyinaran Matahari
29 | P a g e
Page 30
INDEKS PENYINARAN MATAHARI
No. BulanTahun
Rata-rata KET.2010
2011
2012
2013
2014
1 Januari 44 42 45 29 38 39,6 LOW2 Februari 25 47 59 54 43 45,6 LOW3 Maret 63 44 52 65 69 58,6 MEDIUM4 April 67 55 65 75 71 66,6 MEDIUM5 Mei 69 75 70 64 77 71,0 MEDIUM6 Juni 74 83 75 64 86 76,4 MEDIUM7 Juli 68 87 70 58 77 72,0 MEDIUM8 Agustus 72 93 89 84 97 87,0 HIGH9 September 81 88 91 90 90 88,0 HIGH10 Oktober 75 83 93 89 85 85,0 HIGH11 Nopember 60 69 79 63 79 70,0 MEDIUM12 Desember 33 32 52 38 60 43,0 LOW
Total 731 798 840 773 872 802,8
6. Tabel Data Kecepatan Angin
KECEPATAN ANGIN (KNOT)
No. BulanTahun
Rata-rata2010
2011
2012
2013
2014
1 Januari 3 5 5 7 3 4,62 Februari 3 3 4 5 3 3,63 Maret 3 2 5 5 3 3,64 April 3 2 4 4 3 3,25 Mei 3 2 4 4 3 3,26 Juni 2 5 4 4 3 3,67 Juli 3 7 4 4 3 4,28 Agustus 4 8 4 4 3 4,69 September 4 7 4 5 4 4,810 Oktober 4 3 5 5 4 4,211 Nopember 3 3 4 5 4 3,812 Desember 3 3 4 5 4 3,8
Total 38 50 51 57 40 47,2
30 | P a g e
Page 31
7. Evapotranspirasi
a. Evapotranpirasi metode blaney-criddle
EVAPORTANSPIRASI METODE BLANEY – CRIDDLE
No. Bulan RH n/N U P t F ETo
1 Januari 87,6 39,6 4,6 0,28 26,78 5,7 3,72 Februari 85,2 45,6 3,6 0,28 27,34 5,8 3,83 Maret 84,8 58,6 3,6 0,28 27,5 5,8 4,74 April 82,8 66,6 3,2 0,27 28,06 5,6 4,55 Mei 80,2 71 3,2 0,27 28,42 5,7 4,66 Juni 78,6 76,4 3,6 0,27 27,96 5,6 4,57 Juli 77,6 72 4,2 0,27 27,52 5,6 4,58 Agustus 73,4 87 4,6 0,27 27,64 5,6 5,19 September 72,4 88 4,8 0,27 28,18 5,7 5,210 Oktober 74,6 85 4,2 0,28 28,7 5,9 5,411 Nopember 79,4 70 3,8 0,28 28,58 5,9 4,812 Desember 86,6 43 3,8 0,28 27,18 5,7 3,7
b. Evapotranpirasi metode radiasi
EVAPOTRANSPIRASI - METODE RADIASI
NO. BULAN RH* n/N* U* T* W* Rs* c ET1 Januari 87,6 39,6 4,6 26,8 0,8 5,4 4,0 3,02 Februari 85,2 45,6 3,6 27,3 0,8 5,8 4,4 3,33 Maret 84,8 58,6 3,6 27,5 0,8 6,5 4,9 3,94 April 82,8 66,6 3,2 28,1 0,8 6,6 5,1 4,05 Mei 80,2 71,0 3,2 28,4 0,8 6,2 4,8 3,86 Juni 78,4 76,4 3,6 28,0 0,8 6,2 4,7 3,57 Juli 77,6 72,0 4,2 27,5 0,8 6,1 4,6 3,48 Agustus 73,4 87,0 4,6 27,6 0,8 7,3 5,6 4,49 September 72,4 88,0 4,8 28,2 0,8 7,9 6,1 4,810 Oktober 74,6 85,0 4,2 28,7 0,8 8,2 6,3 4,911 Nopember 79,4 70,0 3,8 28,6 0,8 7,3 5,6 4,412 Desember 86,6 43,0 3,8 27,2 0,8 5,5 4,2 3,2
c. Evapotranpirasi Metode PENMAN
31 | P a g e
Page 32
EVAPOTRANSPIRASI - METODE PENMAN (MODIFIKASI)
VARJan Feb Mar Apr Mei Juni Juli
Agust Sept Okt Nop Des
U 4,60 3,60 3,60 3,20 3,20 3,60 4,20 4,60 4,80 4,20 3,80 3,80
Rh87,6
085,2
084,8
082,8
080,2
078,6
077,6
073,4
072,4
074,6
079,4
086,6
0
t26,7
827,3
427,5
028,0
628,4
227,9
627,5
227,6
428,1
828,7
028,5
827,1
8
ea34,5
035,7
535,8
037,8
038,4
037,7
036,8
036,8
337,8
838,8
338,6
035,6
0
ed30,2
230,4
630,3
631,3
030,8
029,6
328,5
627,0
327,4
328,9
730,6
530,8
3ea-ed
4,28 5,29 5,44 6,50 7,60 8,07 8,24 9,8010,4
59,86 7,95 4,77
fu 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28 0,28
1-w 0,24 0,24 0,24 0,23 0,23 0,25 0,25 0,25 0,24 0,23 0,24 0,25
W 0,76 0,76 0,76 0,77 0,77 0,75 0,76 0,75 0,76 0,77 0,77 0,75
Ra15,6
515,9
015,6
014,8
013,6
013,0
013,2
514,1
515,0
515,6
515,6
515,5
5
n/N 0,40 0,46 0,59 0,67 0,71 0,76 0,72 0,87 0,88 0,85 0,70 0,43
Rs 4,65 5,44 6,86 7,39 7,24 7,45 7,16 9,23 9,93 9,98 8,22 5,01
Rns 3,49 4,08 5,14 5,54 5,43 5,59 5,37 6,92 7,45 7,48 6,16 3,76
f(t)15,9
516,1
016,2
016,3
516,5
016,2
516,2
116,2
316,4
016,3
716,5
516,1
7
f(ed) 0,10 0,09 0,10 0,10 0,10 0,10 0,11 0,12 0,12 0,10 0,10 0,10
f(n/N)
0,45 0,52 0,63 0,70 0,74 0,80 0,75 0,89 0,90 0,87 0,73 0,48
Rnl 0,70 0,79 0,99 1,09 1,16 1,34 1,33 1,66 1,73 1,44 1,17 0,75
Rn 2,78 3,29 4,15 4,46 4,27 4,24 4,04 5,26 5,72 6,04 5,00 3,01
c 0,80 0,81 0,91 0,96 0,94 0,88 0,93 0,96 0,97 0,97 0,97 0,90
ETo 1,91 2,30 3,19 3,68 3,53 3,30 3,35 4,46 4,88 5,12 4,20 2,33
32 | P a g e
Page 33
8. Neraca Air
NERACA AIR
No. Bulan
Curah Hujan Runoff
Infiltrasi
Evapotranspirasi Penman
Neraca Air
1 Januari 754,61,2677
28 420,12 1,91 331,30
2 Februari 412,20,6924
96 420,12 2,30 -10,91
3 Maret 4320,7257
6 420,12 3,19 7,97
4 April 249,20,4186
56 420,12 3,68 -175,02
5 Mei 151,20,2540
16 420,12 3,53 -272,71
6 Juni 115,40,1938
72 420,12 3,30 -308,21
7 Juli 58,80,0987
84 420,12 3,35 -364,77
8 Agustus 12,80,0215
04 420,12 4,46 -411,80
9Septemb
er 46,60,0782
88 420,12 4,88 -378,48
10 Oktober 59,60,1001
28 420,12 5,12 -365,74
11Nopemb
er 162,40,2728
32 420,12 4,20 -262,20
12Desemb
er 682,81,1471
04 420,12 2,33 259,20
9. Grafik Neraca Air
33 | P a g e
Page 34
Janu
ari
Febr
uari
Mar
et
April
Mei
Juni Juli
Agus
tus
Sept
embe
r
Okt
ober
Nop
embe
r
Dese
mbe
r
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
-600
-400
-200
0
200
400
600
800
1000
NERACA AIR
Curah Hujan Runoff InfiltrasiEvapotranspirasi Penman Neraca Air
4.2 PEMBAHASAN
Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada bulan Januari, Maret
dan Desember Neraca Air Kota Makassar bernilai lebih besar dari 0
atau bernilai positif, artinya bahwa kecepatan aliran air yang masuk
(inflow) lebih besar daripada kecepatan aliran keluar (outflow).
Perbedaan tersebut mengakibatkan Kota Makassar mengalami
kelebihan volume air yang menyebabkan terjadinya banjir.
Grafik tersebut juga menunjukkan data yang kurang dari 0 atau
bernilai negatif yaitu pada bulan Februari, April hingga Nopember.
Data tersebut menyatakan bahwa kecepatan aliran air masuk (inflow)
lebih kecil dibandingkan dengan aliran air yang keluar (outflow) di
Kota Makassar. Data tersebut menunjukkan bahwa Kota Makassar
kemungkinan mengalami kekeringan pada bulan-bulan tersebut.
34 | P a g e
Page 35
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Neraca air Kota Makassar memiliki nilai positif pada bulan
Januari, Maret dan Desember sehingga Makassar memiliki volume air
berlebih yang mengakibatkan terjadinya banjir. Neraca air Kota
Makassar memiliki nilai negatif pada bulan februari, April hingga
Nopember sehingga Makassar memiliki volume air lebih kecil dari
volume air yang keluar yang mengakibatkan terjadinya kekurangan
air atau kekeringan.
35 | P a g e
Page 36
5.2 Saran
1. Penelitian ini terbatas pada data sekunder yang didapatkan dari
BMKG dan sebaiknya penelitian selanjutnya mengggunakan data
primer.
36 | P a g e