Top Banner
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Kerajaan Majapahit didirikan oleh Nararya Sanggramawijaya pada tahun 1293 Masehi. Ketika Majapahit mencapai masa keemasannya, ibukotanya yang berada di tepi sungai Brantas menjadi sebuah kota yang kaya dan makmur. Banyak pendatang dari luar daerah datang ke sini khususnya untuk urusan perdagangan dan diplomatik. Para pendatang tersebut misalnya dari daerah lain di Jawa, beberapa pulau di nusantara seperti Bali, Dompo, Suwarnadwipa, dan juga orang–orang dari daerah yang lebih jauh lainnya seperti Campa, Siam, Khmer, Birma dan tentu saja Cina. Kondisi ini direkam oleh Prapanca dengan baik dalam karyanya Desawarnnana atau yang lebih banyak dikenal dengan Nagarakretagama 1 . Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, banyak sarjana yang meyakini bahwa ibukota kerajaan yang digambarkan Prapanca tersebut berada di daerah Trowulan saat ini. Setelah jatuh dan hancurnya Kraton Majapahit dalam beberapa episode konflik terbuka di internal kerajaan, kota raja Majapahit pindah ke arah barat, yakni Daha. Pada awal abad XVI, kerajaan Majapahit telah hilang dari catatan sejarah. Bekas kota rajanya, Trowulan menjadi onggokan reruntuhan bangunan–bangunan. Hanya pada waktu–waktu tertentu sajalah, raja atau pangeran dari Bali, yang meyakini bahwa mereka merupakan trah dari Majapahit, melawat untuk melakukan semacam perziarahan ke sana. Berdasarkan Kidung Pamancangah, suatu karya dari awal abad XIX, penulisnya memberikan informasi bahwa banyak penguasa dari 1 I Ketut Riana, Kakawin Desawarnnana uthawi Nagarakretagama (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009), hlm. 13. Bandingkan juga dengan Slamet Muljana, Tafsir Sejarah Nagarkretagama (Yogyakarta: LkiS, 2006).
28

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

Mar 05, 2019

Download

Documents

phamthu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Kerajaan Majapahit didirikan oleh Nararya Sanggramawijaya pada tahun 1293

Masehi. Ketika Majapahit mencapai masa keemasannya, ibukotanya yang berada di

tepi sungai Brantas menjadi sebuah kota yang kaya dan makmur. Banyak pendatang

dari luar daerah datang ke sini khususnya untuk urusan perdagangan dan diplomatik.

Para pendatang tersebut misalnya dari daerah lain di Jawa, beberapa pulau di

nusantara seperti Bali, Dompo, Suwarnadwipa, dan juga orang–orang dari daerah

yang lebih jauh lainnya seperti Campa, Siam, Khmer, Birma dan tentu saja Cina.

Kondisi ini direkam oleh Prapanca dengan baik dalam karyanya Desawarnnana atau

yang lebih banyak dikenal dengan Nagarakretagama1. Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan, banyak sarjana yang meyakini bahwa ibukota kerajaan yang

digambarkan Prapanca tersebut berada di daerah Trowulan saat ini.

Setelah jatuh dan hancurnya Kraton Majapahit dalam beberapa episode

konflik terbuka di internal kerajaan, kota raja Majapahit pindah ke arah barat, yakni

Daha. Pada awal abad XVI, kerajaan Majapahit telah hilang dari catatan sejarah.

Bekas kota rajanya, Trowulan menjadi onggokan reruntuhan bangunan–bangunan.

Hanya pada waktu–waktu tertentu sajalah, raja atau pangeran dari Bali, yang

meyakini bahwa mereka merupakan trah dari Majapahit, melawat untuk melakukan

semacam perziarahan ke sana. Berdasarkan Kidung Pamancangah, suatu karya dari

awal abad XIX, penulisnya memberikan informasi bahwa banyak penguasa dari

1 I Ketut Riana, Kakawin Desawarnnana uthawi Nagarakretagama (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009), hlm. 13. Bandingkan juga dengan Slamet Muljana, Tafsir Sejarah Nagarkretagama (Yogyakarta: LkiS, 2006).

Page 2: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

2

kerajaan–kerajaan Bali memulai perziarahan itu sejak abad XVII atau XVIII. Banyak

sisa–sisa dari bangunan kerajaan seperti Kedaton, Manguntur, Segaran, dan Alun–

Alun dalam keadaan rusak seperti yang tercatat dalam kidung tersebut2. Dari catatan

tersebut dapat dilihat bagaimana bekas kota raja Majapahit di Trowulan ini mulai

dimaknai dan dimanfaatkan.

Berkuasanya bangsa Eropa atas Jawa membawa perubahan pada pemaknaan

dan pemanfaatan warisan Majapahit di Trowulan. Hal ini tampak pada apa yang

dilakukan oleh seorang Inggris, Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles pada

tahun 1815. Ketika Raffles berkeliling pulau Jawa, ia banyak memperhatikan

peninggalan–peninggalan monumen bercorak Hindu dan Budha, seperti relief–relief

yang ada di candi, reruntuhan dan lainnya seperti yang dikemukakan dalam bukunya,

History of Java. Reruntuhan dan sisa–sisa monumen tadi merupakan hal yang penting

karena Raffles paham bahwa orang Jawa memiliki memori tentang kejayaan di masa

lalu khususnya di era Majapahit. Raffles sendiri berkeyakinan bahwa, memori tentang

kejayaan masa lampau itu bisa dicapai kembali oleh masyarakat bumiputera melalui

bantuan dari pemerintah kolonial Inggris 3 . Namun sayang, ia tidak dapat

merealisasikan keyakinannya itu karena pada tahun 1819, Belanda kembali

mengambil alih pulau Jawa dan beberapa daerah lainnya di nusantara sesuai dengan

perjanjian yang disepakati antara kerajaan Belanda dan Inggris. Meskipun demikian,

Raffles tetap terukir namanya dalam sejarah sebagai orang pertama yang melakukan

2 Peter Carey, Amrit Gomperts, dan Arnoud Haag, “Rediscovering the Capital of Majapahit” dalam SPAFA Journal Vol. 20 No. 2, hlm. 12–15. 3 Mary Catherine Quilty, Textual Empires A Reading of Early British Histories of Southeast Asia (Clayton: Monash Asia Institute, 1998) hlm. 60–69. Menurut Catherine Quilty, Raffles berupaya membangkitkan romantisisme masa lalu Jawa sebelum kedatangan bangsa Belanda. Dia meyakini bahwa bangsa Belanda hanya memberikan kesengsaraan pada Jawa karena praktik monopoli khususnya di bidang ekonomi yang dilakukannya. Raffles juga meyakinkan para pembaca bukunya The History of Java, bahwa kedatangan Inggris ke Jawa adalah untuk membangkitkan kembali kejayaannya.

Page 3: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

3

upaya pelestarian pusaka di Trowulan. Ia juga memerintahkan seorang Kapten

Insinyur J. W. B. Wardenaar, seorang Belanda beribu Jawa, untuk membuat pemetaan

kawasan tersebut. Peta yang dibuat oleh Wardenaar ini merupakan peta pertama yang

mendokumentasikan situs–situs di Trowulan dan sekitarnya.

Pada awal abad ke–20, pemerintah kolonial Hindia Belanda membentuk

Komisi Arkeologi dengan beberapa latar belakang seperti kepentingan politik etis dan

kerisauan estetis terhadap kerusakan yang terjadi secara alami maupun pengrusakan

dari peninggalan–peninggalan arkeologis di wilayah Hindia Belanda khususnya

monumen seperti Borobudur4. Sebelumnya telah ada institusi yang memiliki konsen

pelestarian budaya dan dibentuk oleh masyarakat yakni Bataviasch Genootschap van

Kunsten en Wetenschappen atau Lembaga Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia.

Lembaga ini mengumpulkan beberapa data tentang Majapahit dan artefak–artefak

peninggalannya yang kemudian menjadi koleksi lembaga tersebut. Pada tahun 1913,

Komisi Arkeologis Hindia Belanda berubah nomenklaturnya menjadi

Oudheidkundige Dienst atau Dinas Purbakala. Perubahan ini juga menandai semakin

meluasnya lingkup tugas institusi ini terhadap reruntuhan maupun monumen

peninggalan masa prasejarah maupun klasik di wilayah Hindia Belanda. Kawasan

Trowulan termasuk salah satu dalam obyek penelitian maupun konservasi Dinas

Purbakala.

Pemanfaatan dan pemberian makna terhadap kawasan Trowulan sejak saat itu

telah banyak didominasi oleh para sarjana yang juga menjabat dalam Dinas Purbakala

seperti H. Kern, R. Ng Poerbatjaraka, F. D. K. Bosch dan W. F. Stutterheim. Kedua

nama terakhir ini pernah menjadi Kepala Dinas Purbakala. Latar belakang disiplin

4 Marieke Bloembergen dan Martin Eickhoff, “Conserving the Past, Mobilizing the Indonesian Future; Archaeological Sites, Regime Change, and Heritage Politics in Indonesia in the 1950s” dalam BKI Vol. 167, No. 4 (2011), hlm. 405–436.

Page 4: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

4

ilmu dari para sarjana tersebut adalah dari ilmu–ilmu humaniora khususnya ilmu

arkeologi, ilmu sejarah dan ilmu bahasa. Namun pada perkembangannya, penelitian

dan pelestarian kawasan Trowulan juga menarik minat sarjana dari disiplin ilmu yang

lain seperti arsitek Ir. Henry Maclaine Pont dan bahkan penguasa lokal Mojokerto,

Adipati Ario Kromodjojo Adinegoro IV. Nama Henry Maclaine Pont sendiri telah

kondang di Hindia Belanda sebagai arsitek dari beberapa bangunan baik di Belanda

maupun Hindia Belanda khususnya dengan arsitektur yang mengangkat kekhasan

nusantara. Sedangkan Ario Kromodjojo Adinegoro IV adalah adipati di Kadipaten

Mojokerto dimana Trowulan termasuk dalam wilayahnya. Mereka berdua juga

dikenal sebagai kolektor dari barang–barang antik dari masa klasik. Pada tahun 1924,

Maclaine Pont berinisiatif untuk mendirikan suatu lembaga yang bertujuan untuk

melakukan penelitian dan pelestarian peninggalan Majapahit di Trowulan. Lembaga

tersebut adalah Oudheidkundige Vereeniging Majapahit atau Perkumpulan Purbakala

Majapahit. Proyek paling besar dari perkumpulan ini adalah rekonstruksi dari Ibukota

Kerajaan Majapahit di Trowulan yang dimulai dari tahun 1924 sampai dengan tahun

19265.

Seiring dengan ditemukannya sumber sejarah paling primer tentang Majapahit

yakni Kakawin Desawarnnana atau yang lebih dikenal dengan nama

Nagarakretagama, banyak sarjana tertarik untuk meneliti dan melakukan interpretasi

atas sumber tersebut khususnya untuk membuat historiografi Majapahit. Manuskrip

kakawin yang ditemukan di Puri Cakranegara, Lombok ini merupakan catatan dari

Prapanca yang semasa dengan Raja Hayam Wuruk dimana kerajaan Majapahit

mencapai masa keemasannya. Kakawin ini juga menjelaskan secara rinci berbagai

5 Ir H Maclaine Pont, Overzicht van de Overwegingen Welke Geleid Hebben tot De Oprichting van de Oudheidkundige Vereeniging Majapahit te Modjokerto (Weltevreden: Albrecht & Co., 1924), hlm. 3–18.

Page 5: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

5

aspek kehidupan pada masa itu termasuk salah satunya adalah deskripsi tentang

ibukota kerajaan. Di sana dijelaskan bagaimana istana raja Majapahit, perumahan

keluarga kerajaan, pemukiman para pejabat kerajaan termasuk Rakryan Mapatih Pu

Mada, alun–alun, pasar, candi serta pertapaan umat Hindu dan Budha, dan berbagai

bagian kota lainnya. Dari penjelasan kakawin ini, Maclaine Pont kemudian berupaya

untuk melakukan rekonstruksi dan pemetaan atas reruntuhan yang tersisa di

Trowulan. Bagi para sarjana dan pejabat di Dinas Purbakala, dari interpretasi kakawin

ini dan penemuan–penemuan artefak terbaru menambah komprehensif penulisan

sejarah tentang Majapahit dibanding masa sebelumnya6.

Namun di sisi lain, penemuan kakawin Nagarakretagama dan semakin

lengkapnya historiografi tentang kerajaan Majapahit, semakin menyulut bara

nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga

menggelora. Salah seorang diantara para pemuda yang getol membawa isu kebesaran

kerajaan Majapahit untuk kebangkitan bangsanya justru adalah ketua terakhir dari

Jong Sumatranen Bond atau Perkumpulan Pemuda Sumatera, Muhammad Yamin.

Yamin sejak bersekolah di Algemene Middelbare School di Jawa telah banyak

menghabiskan buku–buku tentang Majapahit maupun terjemahan dari kitab–kitab

klasik seperti Pararaton dan Nagarakretagama yang diterjemahkan oleh H. Kern7.

Menurutnya, klaim wilayah bangsa Indonesia dapat didasarkan pada wilayah–wilayah

yang disebut dalam Nagarakretagama sebagai wilayah bawahan dari kerajaan

Majapahit. Yamin juga menulis beberapa buku tentang Majapahit diantaranya Gajah

Mada: Pahlawan Persatuan Nusantara dan Sapta Parwa. Dalam buku Gajah Mada:

Pahlawan Nusantara, sosok Rakryan Mapatih Pu Mada dijadikan tokoh sentral dan

6 Ibid 7 Sapardi Djoko Damono, “Gajah Mada Celengan Rekaan Yamin”, dalam Tempo Edisi Khusus Hari Kemerdekaan, 18–24 Agustus 2014, hlm. 102.

Page 6: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

6

pionir bagi persatuan di antara pulau–pulau di nusantara. Bahkan lebih jauh lagi,

Yamin menggambarkan sosok Gajah Mada dengan artefak terakota yang

ditemukannya pada saat ia berkunjung di Trowulan.

Upaya untuk meneliti sebagai bagian dari pemanfaatan kawasan Trowulan

yang dilakukan oleh Dinas Purbakala maupun perkumpulan yang dibentuk Maclaine

Pont berhenti karena kondisi yang tidak stabil di Jawa maupun Hindia Belanda yang

dimulai pada saat Perang Dunia II dan masa revolusi. Museum yang dirintis oleh

Perkumpulan Purbakala Majapahit di Trowulan ditutup dan Maclaine Pont ditangkap

oleh tentara Jepang pada tahun 1942. Barang–barang yang merupakan koleksi

museum dan milik pribadi Maclaine Pont di Trowulan disita oleh Jepang.

Pemanfaatan dan pemaknaan peninggalan purbakala di bekas wilayah Hindia

Belanda baru berlanjut ketika Republik Indonesia berdiri dan mengambil alih

pemerintahan. Kepentingan Republik Indonesia atas peninggalan dari masa lalu ini

dapat dilihat sebagaimana yang sering diungkapkan oleh presiden pertama Republik

Indonesia, Soekarno bahwa tidak ada bangsa yang dapat bertahan tanpa pengetahuan

tentang sejarah masa lalunya. Pasca kemerdekaan Republik Indonesia,

Oudheidkundige Dienst dirubah namanya menjadi Dinas Purbakala. Di Trowulan,

kantor Dinas Purbakala membuka kantor cabangnya sejak tahun 1963. Kepala Kantor

Dinas Purbakala cabang Trowulan yang pertama adalah Soediman. Sebelum bertugas

di Trowulan, Soediman merupakan Kepala kantor Dinas Purbakala cabang Bali dan

telah melanjutkan studinya di Universitas Gadjah Mada8.

Kantor Dinas Purbakala cabang Trowulan kemudian beberapa kali mengalami

perubahan nomenklatur yakni Suaka Purbakala, Balai Pelestarian Peninggalan

Purbakala hingga Balai Pelestarian Cagar Budaya. Sejak adanya Kantor Dinas

8 Soekmono, Menapak Jejak Arkeologi Indonesia (Jakarta: M3 Books, 2002), hlm. 55–57.

Page 7: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

7

Purbakala di Trowulan ini, upaya pemanfaatan warisan Majapahit yakni penelitian

dan pelestarian tentang peninggalan purbakala didominasi oleh arkeolog profesional.

Pemerintah Republik Indonesia sendiri kemudian juga telah menerbitkan master plan

untuk kawasan Trowulan beberapa kali seperti Rencana Induk Arkeologi Bekas Kota

Kerajaan Majapahit pada tahun 1986 hingga menetapkan Kawasan Trowulan sebagai

Kawasan Cagar Budaya Nasional pada tahun 2013. Rencana Induk ini diharapkan

dapat menjadi acuan untuk membuat kebijakan tentang upaya pelestarian di Trowulan

secara sistematis.

Wacana pelestarian warisan Majapahit di Trowulan dari masa lalu hingga saat

ini masih menghadapi tantangan yang sama baik dari perusakan secara alamiah

maupun akibat perbuatan manusia. Secara alamiah, sejak ditinggalnya kota raja ini,

kawasan Trowulan beralih menjadi hutan. Seperti yang ditemui oleh Raffles ketika

berkunjung ke kawasan ini pada tahun 1815, yang ditemukan hanyalah reruntuhan

bata dan hutan jati yang lebat. Kerusakan yang terjadi akibat ulah manusia lebih hebat

lagi dampaknya bagi peninggalan purbakala. Perusakan paling parah terjadi karena

adanya industri batu bata tradisional yang berjumlah ribuan. Industri batu bata ini

tidak muncul begitu saja. Pemicunya terjadi sejak maraknya pabrik gula dan

perkebunan tebu yang didirikan sampai memuncak dengan diterapkannya Agrarische

Wet atau Undang–Undang Agraria tahun 18709. Implikasi diterapkannya regulasi ini

adalah maraknya industrialisasi partikelir di berbagai daerah di Hindia Belanda.

Termasuk di Mojokerto dan sekitarnya, berdirilah banyak pabrik gula dan perkebunan

tebu untuk memasok produksinya.

Industrialisasi yang terjadi di Jawa Timur tentu saja memerlukan banyak

bahan material dalam proses pembangunan pabrik–pabrik dan pendukungnya.

9 Wawancara dengan Peter Carey, Jakarta 14 April 2013.

Page 8: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

8

Peninggalan purbakala yang terbengkalai di hutan jati Trowulan dalam kacamata

pemilik modal saat itu hanyalah tumpukan batu bata yang sudah tak berarti lagi

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan material pembangunan. Apalagi dari segi

kualitas, batu bata peninggalan purbakala ini lebih besar dan lebih kuat dibandingkan

batu bata modern. Berawal dari hal tersebut, eksploitasi batu bata kuna dimulai.

Beberapa struktur batu bata peninggalan purbakala yang tak bisa dimanfaatkan secara

utuh dihancurkan untuk kemudian dijadikan bahan baku pembuatan batu bata baru.

Linggan atau pabrik batu bata tradisional inilah yang menarik banyak tenaga kerja

dari berbagai daerah untuk membuka lahan dari yang semula hutan jati menjadi

pemukiman dan industri batu bata. Di sin tampak terdapat perubahan pemaknaan dan

pemanfaatan warisan Majapahit yang dilandasi kepentingan ekonomi.

Eksploitasi batu bata peninggalan purbakala ini tetap berjalan meskipun telah

berdiri Dinas Purbakala Hindia Belanda. Sampai dengan tahun 1920–an, sebagian

besar struktur pondasi dari dinding kraton raja masih dapat dilihat10. Namun setelah

periode tersebut, struktur tersebut menghilang sama sekali. Upaya pelestarian yang

dilakukan oleh Dinas Purbakala pada masa itu terhalang oleh kuatnya pengaruh dan

lobi para pemilik pabrik dan perkebunan khususnya gula di pemerintahan kolonial.

Aktivitas industri pembuatan batu bata tradisional itu tetap berlangsung hingga kini.

Bahkan semakin banyak jumlahnya dan meluas area operasionalnya. Penggunaan dan

pemanfaatan lahan di kawasan Trowulan tidak hanya untuk industri batu bata saja

melainkan juga untuk industri penambangan pasir dan kerikil, penggalian lahan untuk

keperluan irigasi, pembuatan infrastruktur seperti jalan dan paving, dan tentu saja

10 Peter Carey, Amrit Gomperts, dan Arnoud Haag, “The Archaeological Identification of the Majapahit Royal Palace: Prapanca’s 1365 Description Projected onto Satellite Imagery”, dalam Journal of the Siam Society Vol. 102, hlm. 67–69.

Page 9: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

9

yang paling kentara adalah semakin padatnya penduduk yang bermukim di kawasan

tersebut.

Dari perspektif penguasa, peranan masyarakat di kawasan Trowulan dalam

memaknai dan memanfaatkan warisan Majapahit sering diabaikan. Hal ini terbukti

dari narasi–narasi yang ada sejak masa Majapahit masih eksis hingga berdirinya

negara Indonesia hanya menonjolkan peranan penguasa. Dalam pemaknaan dan

pemanfaatan situs–situs purbakala yang ada di Trowulan, penduduk hanya dianggap

sebagai penonton belaka oleh penguasa dari masa ke masa. Bahkan jikalau bertindak

aktif, maka yang mengemuka adalah pemanfaatan yang dianggap merusak situs untuk

kepentingan ekonomi seperti yang dijelaskan pada beberapa paragraf sebelumnya.

Narasi semacam ini mendapat tantangan pada beberapa catatan sejarah yang

terjadi pada era pasca reformasi di Indonesia. Seperti dalam kasus melambungnya

situs makam Troloyo sebagai obyek wisata religi di kawasan Trowulan. Pada era–era

sebelumnya, situs ini tidak pernah mendapat perhatian yang besar dari wacana

dominan khususnya dalam pemanfaatan aspek ekonomi di bidang pariwisata. Namun

sejak kisaran tahun 2000–an, situs ini menjadi obyek wisata yang paling meraup

keuntungan ekonomi tertinggi dibanding situs warisan Majapahit lainnya di kawasan

Trowulan. Contoh kecil ini memperlihatkan kembali tentang pemaknaan dan

pemanfaatan warisan Majapahit yang mengalami perubahan.

B. Rumusan Masalah

Kerajaan Majapahit yang mencapai masa keemasaannya pada abad XIV telah

menginspirasi banyak pihak untuk memaknai dan memanfaatkan warisannya. Kita

dapat melihat dari berbagai contoh dari masa ke masa seperti pada masa pasca

runtuhnya Majapahit. Disusul masa ketika orang–orang Eropa menguasai Jawa, antara

Page 10: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

10

Raffles dan sarjana lainnya membawa ide tentang kejayaan Majapahit dari berbagai

sisi. Kemudian pada masa ketika masyarakat bumiputera memandang dan

memanfaatkan sejarah kejayaan Majapahit pada era pergerakan. Bahkan glorifikasi

tentang Majapahit ini terus diproduksi dan direproduksi dalam masa pemerintahan

Republik Indonesia. Seperti yang dapat dilihat misalnya tentang sosok Rakryan

Mapatih Pu Mada, yang lebih banyak dikenal dengan Mahapatih Gajah Mada,

dimasukkan ke dalam daftar pahlawan nasional dalam beberapa buku sejarah 11 .

Terkait hal tersebut, adalah hal yang menarik dalam penelitian yang membahas

tentang sejarah pemaknaan dan pemanfaatan warisan Majapahit termasuk kota

Trowulan yang kaya akan peninggalan purbakala ini adalah bagaimana ideologi dari

masing–masing gerakan yang mengusung ide tentang kejayaan Majapahit ini.

Bagi Republik Indonesia sendiri, peninggalan kerajaan Majapahit tak dapat

dipungkiri dimanfaatkan di berbagai pranata kenegaraan. Misalnya dari penggunaan

semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang merupakan salah satu warisan dari

kesusastraan masa Majapahit. Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

identik dengan sebutan Bhayangkara, sekelompok pengawal kerajaan di masa

Majapahit. Bahkan di Markas Besar Kepolisian dibangun monumen patung Gajah

Mada, sang Mahapatih legendaris yang berasal dari kesatuan Bhayangkara. Selain itu,

masih banyak contoh lainnya tentang pemaknaan dan pemanfaatan peninggalan

kerajaan Majapahit.

Dari rumusan permasalahan di atas muncul beberapa pertanyaan penelitian yang

hendak dijawab dalam penelitian ini:

11 Tim Mutiara Sumber Widya, Album Pahlawan Bangsa (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001), hlm. 131–133.

Page 11: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

11

1. Mengapa warisan Majapahit di Trowulan menjadi obyek pemaknaan dan

pemanfaatan dari berbagai aktor negara (kerajaan), industri, dan masyarakat?

dan apakah kepentingan mereka dibalik pemaknaan dan pemanfaatan itu?

2. Bagaimana transformasi pemaknaan dan pemanfaatan warisan Majapahit dari

masa pra–kolonial ke masa poskolonial di Indonesia?

C. Ruang Lingkup Penelitian

Sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan, sejarah memiliki karakteristik yakni

memiliki batasan waktu atau temporal serta spasial dalam mengulas suatu

permasalahan di masa lalu. Adapun ruang lingkup kajian ini akan berfokus pada

kepentingan, lebih khusus lagi adalah ideologi, mereka yang terlibat dalam isu

pelestarian peninggalan sejarah dari kerajaan Majapahit. Di sini kita akan menemui

betapa beragamnya kepentingan gerakan–gerakan yang muncul baik dari pemerintah

yang berkuasa, sarjana yang memiliki klaim atas ilmu pengetahuan, dan warga biasa

yang sehari–hari hidup dan beraktivitas dengan peninggalan Majapahit khususnya di

area Trowulan. Pusaka atau peninggalan sejarah tidak lagi bisa dipandang hanya

sebatas obyek yang bebas nilai, melainkan telah diberi muatan oleh berbagai pihak

yang memiliki kepentingan.

Batasan temporal dari penelitian ini dimulai pada era pasca keruntuhan

Majapahit. Merujuk pada berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

hilangnya Majapahit dalam sejarah diperkirakan pada tahun 1527. Keruntuhan

Majapahit tidak berarti pudarnya pengaruh kerajaan tersebut. Kerajaan–kerajaan yang

berdiri setelah Majapahit di Jawa dan Bali justru memelihara hubungan dengan

kerajaan tersebut dengan beragam cara. Hal tersebut masih berlangsung bahkan pada

masa dimana kekuasaan Eropa semakin mencengkeram Jawa. Ketika kedatangan

Page 12: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

12

Thomas Stamford Raffles ke Trowulan dan berlanjut hingga fenomena kekinian yang

terjadi dalam memaknai dan memanfaatkan peninggalan sejarah kerajaan Majapahit.

Kedatangan Raffles sebagai Letnan Gubernur Jenderal Kerajaan Inggris di bekas kota

raja Majapahit dalam rihlahnya di pulau Jawa, menjadi titik tonggak dalam perspektif

modern tentang pemanfaatan suatu warisan atau peninggalan bersejarah. Apa yang

dilakukan oleh Raffles ketika itu belum pernah dilakukan oleh pihak lain. Raffles

menugaskan J. W. B. Wardenaar untuk melakukan dokumentasi dan pemetaan atas

tinggalan kekunaan yang terdapat di sekitaran hutan jati Trowulan. Dokumentasi yang

jelas masih bisa dilihat dalam buku Raffles, History of Java dan peta yang akurat

menjadi koleksi Museum Nasional Inggris. Sejak masa inilah lalu kemudian

berduyun–duyun aktor lain khususnya para pengkoloni Jawa mulai meneliti dan

memanfaatkan peninggalan bersejarah Majapahit.

Fenomena kekinian yang dijadikan batasan akhir lingkup temporal penelitian

ini adalah masa dimana kesadaran akan pelestarian pusaka atau peninggalan

bersejarah telah menggejala di berbagai lini. Di dalam fase ini, negara sebagai otoritas

yang selama ini menjadi aktor utama dalam pelestarian dan pemanfaatan peninggalan

Majapahit mau tak mau harus berhadapan dengan banyak pihak bahkan termasuk di

dalam aparat negara itu sendiri dibanding masa–masa sebelumnya. Para sarjana

sebagai pihak yang memiliki privileges (hak–hak istimewa) dalam meneliti hingga

melakukan tafsiran atas warisan bersejarah harus berbagi dengan berbagai pihak

termasuk masyarkat lokal hingga dukun dan cenayang.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitan dan penulisan tesis ini adalah membuat historiografi

tentang pemanfaatan dan pemaknaan warisan kerajaan Majapahit. Karya tulis ini juga

Page 13: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

13

bertujuan membahas beberapa hal. Pertama, menelusuri dan menjelaskan seperti apa

wacana dan kepentingan di balik para aktor dan gerakan–gerakan yang mengusung

ide tentang kebangkitan Majapahit dengan kota rajanya di Trowulan. Dari satu

sumber sejarah yang sama, dapat dijumpai beragam pemahaman dan pemaknaan

dilakukan oleh masing–masing pihak yang memiliki kepentingan beragam. Di dalam

penelitian ini akan diurai kepentingan politik, sosial budaya, hingga ekonomi yang

terangkum dalam suatu ideologi yang beragam. Hal tersebut tampak ketika para aktor

tersebut melakukan pemanfaatan atas warisan Majapahit. Kedua, penelitian ini juga

bertujuan untuk menjelaskan bagaimana para aktor dengan berbagai kepentingan dan

ideologi tersebut berinteraksi dalam memanfaatkan peninggalan kerajaan Majapahit

khususnya yang ada di kawasan Trowulan sebagai kota rajanya.

Penelitian ini juga memberikan kontribusi dalam penulisan sejarah tentang

peninggalan bersejarah yang selama ini belum terlalu banyak dituliskan. Lebih khusus

lagi historiografi tentang pemaknaan dan pemanfaatan bekas kota Majapahit di

Trowulan sangat jarang ditemukan dan adalah suatu hal yang ironis mengingat

kebesaran banyak fokus penelitian tentang Majapahit dan kotanya di Trowulan hanya

berkutat pada masa Majapahit itu sendiri. Melalui penelitian dan penulisan tesis ini

diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada para pihak yang selama ini terlibat

dalam kegiatan penelitian dan pelestarian pusaka atau warisan Majapahit. Apa yang

mereka lakukan saat ini memiliki kesinambungan dari masa lalu. Tanpa memiliki

pemahaman tentang itu, pelestarian pusaka atau peninggalan bersejarah di masa depan

akan berjalan tanpa panduan.

Page 14: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

14

E. Tinjauan Pustaka

Sejarawan dan historiografi di Indonesia secara umum hanya memberikan

sedikit perhatian tentang sejarah pusaka atau peninggalan bersejarah jika

dibandingkan dengan beberapa tema lain seperti sejarah politik, ekonomi bahkan

olahraga. Pada umumnya jika berbicara tentang peninggalan bersejarah dari masa

klasik di Indonesia akan banyak didominasi oleh sarjana dari disiplin ilmu arkeologi.

Padahal jika dilihat dari berbagai kepustakaan yang dihasilkan dari masa kolonial,

sejarawan memiliki peran yang tidak sedikit dalam historiografi masa klasik

nusantara.

Beberapa penelitian yang membahas tentang sejarah peninggalan bersejarah

Majapahit dapat disebutkan antara lain pertama sebuah artikel dari Supomo, “The

Image of Majapahit in Later Javanese and Indonesia Writing” di dalam buku

Perceptions of the Past in Southeast Asia 12 . Karya ini membawa kita untuk

memahami tentang sejarah intelektual tentang karya–karya sastra yang menampilkan

kejayaan Majapahit berdasarkan peninggalannya. Supomo dalam karyanya

mengambil berbagai contoh karya sastra dari masa Kasultanan Mataram Hadiningrat

hingga era Indonesia modern yang menciptakan berbagai persepsi tentang kerajaan

Majapahit kepada sidang pembacanya. Masih dalam buku yang sama, Anthony Reid

menulis sebuah artikel “The Nationalist Quest for an Indonesian Past”13. Artikel ini

membawa isu dan konteks yang lebih luas dibanding artikel sebelumnya. Di dalam

artikel ini, Reid tidak hanya menampilkan pusaka kerajaan Majapahit saja yang

kemudian dieksploitasi oleh kelompok nasionalis dalam rangka pembentukan bangsa

12 Supomo, “The Image of Majapahit in Later Javanese and Indonesian Writing” dalam Anthony Reid & David Marr (eds.), Perception of the Past in Southeast Asia Publication Series 4 (Singapore: Heinemann, 1979). 13 Anthony Reid, “The Nationalist Quest for an Indonesian Past” dalam Anthony Reid & David Marr (eds.), Perception of the Past in Southeast Asia Publication Series 4 (Singapore: Heinemann, 1979).

Page 15: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

15

(nation building), melainkan juga peninggalan dari berbagai masa seperti kerajaan

Sriwijaya hingga peninggalan masa kolonial.

Artikel lain datang dari Marieke Bloembergen dan martin Eickhoff yang

bertajuk “Conserving the Past, Mobilizing the Indonesian Future; Archaeological

Sites, Regime Change, and Heritage Politics in Indonesia in the 1950s”14. Walaupun

hanya membahas sekilas saja tentang pusaka Majapahit yang ada di Trowulan

khususnya pada era sebelum Indonesia merdeka, namun karya ini tetap penting bagi

penelitian ini. Artikel ini dianggap penting karena penelitian ini bertolak dari metode

ilmu sejarah dan membahas tentang topik peninggalan bersejarah. Seperti yang telah

disebutkan sebelumnya kebanyakan kajian tentang pusaka atau peninggalan

bersejarah di Indonesia berasal dari penelitian arkeologi atau ilmu arsitektur. Secara

umum karya ini membahas tentang bagaimana situs–situs arkeologis khususnya Candi

Borobudur dan Kompleks Candi Prambanan bertransformasi menjadi suatu

peninggalan bersejarah bangsa Indonesia.

Masih membahas tentang persepsi masa lalu, terdapat sebuah buku dari

Michael Wood, Official History in Modern Indonesia: New Order Perceptions and

Counterviews 15 . Terdapat satu bab dalam buku ini yang didedikasikan untuk

mengkritisi proyek–proyek Orde Baru yang memakai dan memanfaatkan peninggala

bersejarah dari kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Wood juga mempertanyakan

tentang istilah yang disematkan oleh negara kepada dua kerajaan tersebut sebagai

kerajaan nasional pertama dan kedua. Menurutnya, hal ini merupakan anakronisme

14 Marieke Bloembergen dan Martin Eickhoff, “Conserving the Past, Mobilizing the Indonesian Future; Archaeological Sites, Regime Change, and Heritage Politics in Indonesia in the 1950s” dalam BKI Vol. 167, No. 4 (2011). 15 Michael Wood, Official History in Modern Indonesia: New Order Perceptions and Counterviews (Leiden/Boston: Brill, 2005).

Page 16: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

16

besar dalam mata pelajaran sejarah bagi siswa dari Sekolah Dasar hingga Sekolah

Menengah Atas di Indonesia.

Kepustakaan penting selanjutnya datang dari Soekmono, Menapak Jejak

Arkeologi Indonesia16. Soekmono sendiri sering disebut sebagai Bapak Arkeologi

Indonesia. Sebutan ini muncul karena selain merupakan sarjana arkeologi kenamaan

di Indonesia bahkan di Asia, ia juga bertindak sebagai praktisi. Di dalam buku ini,

Soekmono menjelaskan tentang sejarah perkembangan institusi yang mengurusi

tentang kepurbakalaan di Indonesia. Dari buku tersebut disinggung juga tentang

bagaimana instansi yang mengurusi kepurbakalaan hadir di Trowulan. Selain itu,

buku ini juga penting untuk memahami bagaimana munculnya berbagai instansi

pemerintah yang mengurus peninggalan bersejarah hingga saling sengkarut

kewenangan di antaranya.

Dari penelitian arkeologi terdapat terbitan lain yaitu Kajian Integratif

Perlindungan dan Pengembangan Situs Kerajaan Majapahit di Trowulan 17 .

Penelitian ini dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, Badan

Pengembangan Sumber Daya, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata). Di dalam

publikasi ini, beberapa tahap–tahap penting dalam upaya pelestarian dan

pengembangan peninggalan bersejarah kerajaan Majapahit telah dijalankan. Selain

itu, disebutkan juga beberapa rekomendasi untuk tahapan pelestarian di masa yang

akan datang.

16 Soekmono, Menapak Jejak Arkeologi Indonesia (Jakarta: M3 Books, 2002). 17 Junus Satrio Atmodjo dkk., Kajian Integratif Perlindungan dan Pengembangan Situs Kerajaan Majapahit di Trowulan (Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebudayaan, Badan Pengembangan Sumber Daya, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2008).

Page 17: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

17

Terdapat juga kajian dari ranah ilmu arsitektur karya Wara Indira Rukmi,

Pelestarian Kawasan Kuno bersejarah Pusat Situs Majapahit Trowulan18. Di dalam

penelitiannya, Wara menampilkan banyak foto, gambar, peta dan info grafis lainnya

dalam rangka membantu pembaca karyanya untuk memahami kawasan Trowulan dan

situs–situs pusaka kerajaan Majapahit. Hal penting lain yang terdapat dalam karyanya

ini yakni terdapat kompilasi dari berbagai dialog publik, diskusi, sarasehan hingga

seminar pada tahun 2009 yang membahas tentang proyek pemerintah di Trowulan

yakni Pusat Informasi Majapahit.

Satu kepustakaan lagi yang tak kalah pentingnya bagi studi ini yaitu Politics

and Preservation, A Policy History of the Built Heritage 1882–199619. Penulis buku

ini, John Delafons membahas tentang sejarah pelestarian peninggalan bersejarah di

Inggris. Dalam penjelasannya tentang upaya pelestarian di sana, Delafons

menggunakan narasi yang kronologis. Bahasan utama dalam buku ini terkait proses–

proses politik baik di parlemen maupun di instansi terkait. Selain itu Delafons juga

membahas peran dari masyarakat dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan. Kajian

dari Delafons ini banyak berkontribusi dalam membuat suatu historiografi

peninggalan bersejarah yang komprehensif.

F. Kerangka Konseptual

Historiografi tentang warisan Majapahit ini dapat digolongkan ke dalam

kategori sejarah pemikiran. Menurut Roland N. Stromberg dalam Kuntowijoyo,

sejarah pemikiran dapat didefinisikan sebagai sebuah kajian mengenai peran dari

18 Wara Indira Rukmi, Pelestarian Kawasan Kuno Bersejarah Pusat Situs Majapahit Trowulan, Penelitian pada Program Doktoral Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, 2012. 19 John Delafons, Politics and Preservation, A Policy History of the Built Heritage 1882–1996 (London: Chapman & Hall, 1997).

Page 18: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

18

pemikiran–pemikiran dalam berbagai peristiwa dan proses sejarah. Segala perbuatan

manusia dalam kehidupan sehari–hari pasti dipengaruhi oleh pemikiran tertentu.

Terdapat dua jenis pemikiran yakni pemikiran teoretis yang mencakup filsafat,

politik, agama, dan ekonmi serta pemikiran praktis yang terdiri atas pengetahuan

sehari–hari dan common sense20. Para aktor dalam lintasan masa ke masa tentu tidak

dapat dilepaskan dari ide–ide atau pemikiran–pemikiran yang sesuai jamannya dalam

memberi makna dan memanfaatkan warisan Majapahit.

Dalam penelitian tesis ini akan membahas tentang transformasi pemaknaan

dan pemanfaatan warisan Majapahit oleh berbagai aktor sesuai batasan temporal

penelitian. Transformasi sendiri memiliki pengertian yakni perubahan rupa (bentuk,

sifat, fungsi, dan sebagainya) 21 . Dari pengertian tersebut dapat dilihat makna

transformasi yang lebih luas daripada perubahan. Dalam linguistik, transformasi

adalah perubahan struktur gramatikal menjadi struktur gramatikal lain dengan

menambah, mengurangi, atau menata kembali unsur–unsurnya. Dalam ilmu sosial,

transformasi dipakai dalam beragam disiplin ilmu. Transformasi menurut Dawam

Raharjo berkaitan dengan pengertian yang menyangkut perubahan mendasar berskala

besar dalam suatu masyarakat. Transformasi berbeda dengan rekayasa karena

transformasi merupakan perubahan yang bersifat alamiah dan keharusan sejarah

karena adanya proses dialektis dalam kesadaran masyarakat. Sedangkan menurut

Kuntowijoyo, transformasi merupakan sebuah konsep ilmiah atau alat analisis untuk

20 Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah Edisi Kedua (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), hlm. 189–200. 21 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 1101.

Page 19: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

19

memahami perubahan karena dengan memahaminya setidaknya dua kondisi atau

keadaan dapat diketahui yakni pra dan pasca perubahan tersebut22.

Pemaknaan dalam penelitian ini adalah suatu proses pemberian makna. Makna

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai arti dan maksud

pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan23.

Dari pengertian tersebut dapat disimak bagaimana terdapat satu subyek yang memiliki

maksud untuk disampaikan kepada obyek. Heritage atau warisan bukanlah suatu

obyek yang bebas nilai atau muncul begitu saja. Warisan, pusaka atau peninggalan

bersejarah adalah suatu proses kultural24.

Terdapat pihak–pihak yang berwenang dalam penciptaan, termasuk pemberian

makna, sampai pemanfaatan warisan untuk kepentingan masing–masing. Pemanfaatan

yang dimaksud dalam penelitian tesis ini memiliki pengertian yang lebih luas

daripada pengertian pemanfaatan seperti yang ada dalam Undang–Undang Republik

Indonesia No. 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Jika merujuk pada UU tersebut

yang dimaksud pemanfaatan adalah pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan

sebesar–besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

Pemanfaatan dalam penelitian adalah proses, cara, perbuatan menjadikan ada manfaat

dari warisan Majapahit 25 . Pemanfaatan warisan memiliki korelasi dengan

pemanfaatan memori kolektif. Seperti yang dijelaskan dalam Pierre Nora yakni lieux

de mémoire atau sites of memory bahwa terdapat materialiasasi atau pengejawantahan

22 Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi (Jakarta: Penerbit Mizan, 1991), hlm. 53 23 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 454. 24 Laurajane Smith, The Uses of Heritage (New York: Routledge, 2006), hlm. 57 25 Bandingkan dengan definisi pemaknaan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Depdiknas (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 486.

Page 20: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

20

dari memori dalam bentuk warisan untuk suatu kepentingan26. Maurice Halbwachs

menjelaskan lebih lanjut bahwa memori kolektif dapat dihadirkan kembali melalui

bantuan dari jejak–jejak material, ritual, teks, dan tradisi27. Jejak material tersebut

dapat berupa monumen, buku pelajaran, pameran dunia dan lain sebagainya. Di titik

inilah warisan menjadi rentan terhadap pemanfaatan dari suatu pihak tertentu untuk

meminggirkan kelompok–kelompok lainnya.

Pada akhir tahun 2013, Pemerintah Indonesia menetapkan Trowulan sebagai

Kawasan Cagar Budaya Nasional. Istilah cagar budaya sendiri memiliki padanan kata

dalam bahasa Inggris adalah heritage. Istilah heritage beberapa kali mengalami

transformasi makna dalam sejarah. Konsep ini sendiri berasal dari bahasa Perancis,

Patrimoine. Desvalles menjelaskan setidaknya terdapat lima kali perubahan mengenai

konsepsi dari pusaka. Pertama kali istilah ini digunakan di Perancis pada sekitar tahun

1790–an, dimana Francois Puthod de Maisonrouge membuat petisi kepada Majelis

Konstituen. Dengan petisi tersebut, de Maisonrouge berupaya untuk meyakinkan para

emigran tentang kebutuhan memindahkan warisan mereka dari keluarga untuk

bangsa. Jadi sebelum masa itu, konsep patrimoine masih identik dengan properti

milik keluarga yang diwariskan turun temurun 28 . Istilah ini sama dengan istilah

bahasa Indonesia untuk warisan. Sedangkan untuk menyebut tentang peninggalan

bersejarah dari masa lalu yang layak untuk dilestarikan, istilah monument yang

dipakai.

26 Kepentingan yang dijelaskan dalam bahasan Pierre Nora ini adalah kepentingan nasional merujuk pada contoh bangsa Perancis. Pierre Nora, “Between Memory and History: Les Lieux de Mémoire”, dalam Representation, 26, hlm. 7–24. 27 Maurice Halbwachs, On Collective Memory (Chicago: Chicago University Press, 1992), hlm. 175. 28 Andre Desvalles, “A Definition of Cultural Heritage: From the Tangible to Intangible’ dalam Journal of Cultural Heritage, Vol. 11 (2010) hlm. 321–324.

Page 21: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

21

Perubahan kedua terjadi seiring dengan dihelatnya Konferensi Athena pada

tahun 1931. Dalam konferensi ini terjadi perluasan makna dari patrimoine/heritage

dengan memasukkan dimensi kultural dan benda–benda artistik. Dalam periode waktu

yang sama di Hindia Belanda, regulasi yang mengatur tentang pelestarian dikeluarkan

oleh pemerintah kolonial yakni Monumenten Ordonnantie. Dalam konteks ini,

pemerintah kolonial masih memakai istilah monumen dan pelestarian memang lebih

banyak berfokus pada peninggalan yang monumental seperti Candi Borobudur,

Kompleks Candi Prambanan, dan lainnya.

Perubahan ketiga terjadi pada kurun waktu pasca Perang Dunia II dimana

terbentuk banyak negara bangsa (nation state) baru yang merupakan bekas wilayah

koloni. Kembali terjadi perluasan makna dari patrimoine/heritage. Kali ini ekspresi

budaya yang tak ragawi seperti tarian, tradisi, teknologi, dan lainnya masuk ke dalam

konsep cultural heritage/patrimoine culturel. Jadi, patrimoine/heritage tidak lagi

melulu hanya pada bangunan–bangunan monumental. Selain itu istilah

patrimoine/heritage sendiri juga telah masuk ke dalam organisasi internasional seperti

dalam UNESCO dan ranah politik dan adminsitratif negara. Perubahan keempat dan

yang terakhir terjadi sekitar akhir tahun 1960–an, dimana istilah patrimoine/heritage

menjadi sesuatu yang sakral bagi publik maupun negara.

Secara internasional baru pada tahun 1964, istilah patrimoine/heritage sendiri

baru mendapatkan definisi yang diterima semua pihak. Pada Piagam Venezia atau

Venice Charter, definisi dari patrimoine/heritage sendiri adalah

“imbued with a message from the past, the historic monuments of

generations of people remain to the present day as living witnesses of their

age–old traditions. People are becoming more and more conscious of the

unity of human values and regard ancient monuments as a common

Page 22: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

22

heritage. The common responsibility to safeguard them for future

generations is recognized. It is our duty to hand them on in the full richness

of their authenticity is found”29.

Istilah ini terus diimplementasikan dalam pemanfaatan berbentuk pelestarian

yang khususnya dilakukan oleh negara yang berpatron pada UNESCO. Sampai

dengan tahun 2008, baru kemudian organisasi tersebut merilis perincian tentang

Pedoman Operasional untuk Implementasi (the Operational Guidelines for the

Implementation). Dari pedoman tersebut, UNESCO mengklasifikasikan

patrimoine/heritage menjadi 2 kategori yakni cultural heritage dan natural heritage.

Cultural heritage terdiri atas monumen, kelompok bangunan, dan situs. Monumen

didefinisikan sebagai karya arsitektural, karya patung dan gambar yang monumental,

elemen–elemen atau struktur–struktur dari suatu benda purbakala, prasasti,

pemukiman–pemukiman di gua dan kombinasi diantara fitur–fitur tersebut yang

memiliki nilai–nilai universal yang luar biasa (outstanding universal values) dari

perspektif sejarah, seni, atau ilmu pengetahuan. Kelompok bangunan didefinisikan

sebagai kelompok dari bangunan–bangunan yang terpisah atau terhubung dimana

dikarenakan arsitekturnya, tempatnya dalam lanskap, memiliki nilai–nilai universal

yang luar biasa dari perspektif sejarah, seni, atau ilmu pengetahuan. Situs

didefinisikan sebagai karya dari manusia atau kombinasi bentukan alam dan karya

manusia dan kawasan termasuk diantaranya situs–situs arkeologis yang memiliki

nilai–nilai universal yang luar biasa dilihat dari sudut pandang historis, estetis,

etnologis atau antropologis.

Natural heritage dijelaskan dari artikel ini terdiri atas fitur alam, formasi

geologis dan fisiografis dan situs alam. Fitur alam terdiri dari formasi fisik dan

29 Piagam Venice dalam http://www.icomos.org/charters/venice_e.pdf, diakses Selasa tanggal 17 September 2013, pukul 23.37 WIB.

Page 23: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

23

biologis atau kelompok dari formasi semacam ini yang memiliki nilai–nilai universal

yang luar biasa dari sudut pandang estetis atau ilmiah. Formasi geologis dan

fisiografis merupakan kawasan yang mendapat delineasi dimana terdiri atas habitat

spesies flora dan fauna yang terancam punah yang memiliki nilai–nilai universal yang

luar biasa dari sudut pandang ilmiah atau konservasi. Sedangkan situs alam

merupakan kawasan yang mendapat delineasi yang memiliki nilai–nilai universal

yang luar biasa dari sudut pandang ilmiah, konservasi atau estetis. Lebih lanjut dalam

Pedoman UNESCO ini juga dijelaskan tentang adanya campuran antara Cultural

Heritage dan Natural Heritage30.

Dalam konteks Indonesia, terdapat beberapa istilah sebagai padanan dari

istilah patrimoine/heritage yakni cagar budaya, peninggalan bersejarah, warisan

hingga pusaka. Untuk istilah pusaka, telah terdapat Piagam Pelestarian Pusaka

Indonesia yang dirilis pada tahun 200331. Terdapat empat butir utama dalam piagam

ini. Pertama, pusaka Indonesia adalah pusaka alam, pusaka budaya, dan pusaka

saujana. Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa. Pusaka budaya adalah

hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih 500 suku bangsa di Tanah

Air Indonesia, secara sendiri–sendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia, dan dalam

interaksinya dengan budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka saujana

adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan ruang dan waktu.

Butir kedua adalah pusaka budaya mencakup pusaka berwujud dan pusaka

tidak berwujud. Ketiga, pusaka yang diterima dari generasi–generasi sebelumnya

sangat penting sebagai landasan dan modal awal bagi pembangunan masyarakat

30 UNESCO Operational Guidelines for the Implementation of the World Heritage Convention dalam http://whc.unesco.org/archive/opguide13-en.pdf, diakses Rabu tanggal 18 September 2013, pukul 00.13 WIB. 31 Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia dalam http://www.international.icomos.org/charters/indonesia-charter.pdf, diakses Rabu tanggal 18 September 2013, pukul 00.29 WIB.

Page 24: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

24

Indonesia di masa depan, karena itu harus dilestarikan untuk diteruskan kepada

generasi berikutnya dalam keadaan baik, tidak berkurang nilainya, bahkan perlu

ditingkatkan untuk membentuk pusaka masa datang. Keempat, pelestarian adalah

upaya pengelolaan pusaka melalui kegiatan penelitian, perencanaan, perlindungan,

pemeliharaan, pemanfaatan, pengawasan, dan/atau pengembangan secara selektif

untuk menjaga kesinambungan, keserasian, dan daya dukungnya dalam menjawab

dinamika jaman untuk membangun kehidupan bangsa yang lebih berkualitas.

Sedangkan menurut produk hukum yang berlaku di Indonesia, yakni Undang–

Undang no.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya menjelaskan bahwa Cagar Budaya

adalah warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya,

Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan

Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena

memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau

kebudayaan melalui proses penetapan. Sedangkan negara juga memakai istilah

warisan budaya tak benda bagi cultural heritage yang bersifat intangible seperti

tarian, batik, keris, dan sebagainya.

Untuk pembahasan tentang patrimoine/heritage dalam penelitian dan

penulisan tesis ini konsepsi yang terus bertransformasi dari masa ke masa akan

dipakai untuk melihat betapa beragamnya pemaknaan atas Majapahit dan

peninggalannya di Trowulan itu sendiri sesuai dengan kepentingan maupun ideologi

dari berbagai pihak dalam pemanfaatan maupun pelestariannya.

G. Metode Penelitian dan Sumber Penulisan

Penulisan tesis ini menggunakan metode sejarah yang terdiri atas lima

langkah. Pemilihan suatu topik, mengumpulkan sumber, melakukan verifikasi atas

Page 25: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

25

sumber–sumber yang terkumpul, interpretasi terhadapnya, dan terakhir adalah

historiografi. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai

tempat32. Untuk arsip–arsip, banyak digunakan berbagai dokumentasi, laporan, dan

hasil penelitian dari beberapa lembaga seperti Batavia Genotschaap van Kunsten en

Wetesnchappen, Oudheidkundige Dienst, Oudheidkundige Vereeniging Madjapahit,

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto,

Balai Arkeologi Yogyakarta, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan lainnya.

Sumber lainnya seperti buku, artikel, dan publikasi lain juga menjadi sumber

dari penelitian ini. Karya J. S.G. Gramsberg, Madjapahit: historisch–romantisch

tafereel uit de geschiedenis van Java, yang merupakan fiksi juga dijadikan sumber

karena pada masa itu dipakai untuk kepentingan tertentu. Selain itu sumber dari

pemberitaan dari media massa seperti koran dan majalah juga akan dipakai dalam

penelitian ini mulai dari Harian Rakjat yang terbit pada masa Orde Lama sampai

Kompas, Jawa Pos, Tempo dan beberapa media lainnya seperti media sosial pada era

pasca Reformasi. Dari pemberitaan–pemberitaan di media tersebut, dapat dilihat

bagaimana Majapahit dengan situs kota rajanya di Trowulan mendapat wacana yang

beragam dari masa ke masa.

Sumber penting lainnya selain sumber tertulis yang dipakai dalam penelitian

ini adalah sumber lisan. Terdapat banyak sekali hal tentang pemaknaan dan

pemanfaatan peninggalan Majapahit yang masih terserak dan belum

terdokumentasikan dalam suatu penelitian yang pernah dilakukan. Suatu contoh

misalnya tentang relokasi ribuan makam yang ada di sekitar Gapura Bajang Ratu,

Gapura Wringin Lawang, dan Candi Kedaton. Dari peristiwa ini saja terdapat

gambaran kontestasi diantara para aktor dengan beragam kepentingannya yang

32 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang Budaya, 1995), hlm. 89–90.

Page 26: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

26

memanfaatkan pusaka Majapahit. Untuk kasus ini saja, penulis berupaya mencari dan

melakukan wawancara dengan sebanyak mungkin para pihak yang terlibat di

dalamnya. Kemudian pada peristiwa lainnya seperti kasus pembangunan Pusat

Informasi Majapahit, terdapat bias media dan politis yang pada akhirnya

meminggirkan suara–suara lain dari aktor yang terlibat di sana. Sebagaimana

kelebihan sumber lisan yang disampaikan Paul Thompson33, penelitian ini menggali

lebih banyak hal tentang kegiatan pelestarian dan pemanfaatan Majapahit dengan

kotanya.

H. Sistematika Penulisan

Adanya dominasi wacana tertentu dalam pemaknaan dan pemanfaatan pusaka

kerajaan Majapahit dan kota rajanya di Trowulan ini mewarnai beberapa fase dalam

lintasan sejarah. Dari pemahaman tersebut, maka secara sistematis tulisan ini dibagi

menjadi enam bab, antara lain bab pertama yang merupakan pendahuluan dan berisi

latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup penelitian, tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual, metode penelitian dan sumber

penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab kedua akan mengulas pemberian makna dan pemanfaatan peninggalan

Majapahit dan kota raja Trowulan pasca keruntuhan Kerajaan Majapahit oleh para

penguasa di Jawa dan Bali. Beberapa kerajaan yang muncul setelah keruntuhan

Majapahit memaknai dan memanfaatkan Majapahit dan peninggalannya di Trowulan

untuk kepentingan–kepentingan tertentu. Kerajaan tersebut diantaranya adalah

Kerajaan Mataram di Jawa bagian tengah beserta pecahannya baik Kasunanan

Surakarta Hadiningrat, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Pura Mangkunegaran,

33 Paul Thompson, Voices of the Past: Oral History (Oxford University Press, 2000), hlm. 15–19.

Page 27: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

27

dan Pura Paku Alaman. Memori akan kebesaran Majapahit di masa lalu tetap

dipertahankan dan diwariskan oleh para penguasa istana tersebut. Bagi beberapa

kerajaan di Bali, khususnya keturunan dari Puri Klungkung, warisan Majapahit masih

terus dilestarikan dari masa ke masa. Lawatan ke bekas kota raja Majapahit di

Trowulan juga dilakukan penguasa di Bali seperti yang tercatat dalam karya sastra.

Selain penguasa Jawa dan Bali, rupanya Majapahit juga memiliki arti penting bagi

masyarakat Sunda. Hal ini dapat dilihat karya sastra yang menceritakan perjalanan

seorang pangeran ke Majapahit yang akan diulas juga dalam bab ini.

Bab ketiga berisi tentang bagaimana dua bangsa Eropa memaknai dan

memanfaatkan peninggalan Majapahit untuk kepentingannya masing–masing. Seperti

telah dijelaskan di awal, Letnan Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles adalah

sosok penting yang merupakan pionir tentang pelestarian situs peninggalan Majapahit

khususnya dalam hal pendokumentasian. Pada masa pasca Raffles, pemerintah Hindia

Belanda memanfaatkan Majapahit dan peninggalannya dengan berbagai wacana.

Mulai dari wacana gerakan anti Islam sampai wacana ekonomi khususnya di bidang

indsutrialisasi. Bagi bangsa Belanda, kemajuan yang dicapai di Hindia Belanda

khususnya di bidang ekonomi membawa banyak perubahan. Demikian pula dalam

perkembangan ilmu pengetahuan modern dimana bermunculan para sarjana dan

profesional dalam bidang kepurbakalaan.

Bab keempat akan diuraikan tentang bagaimana pemaknaan dan pemanfaatan

Majapahit dan peninggalannya di Trowulan oleh bangsa Indonesia. Para bumiputera

memberi wacana tentang Majapahit dan peninggalannya di kota raja Trowulan sejalan

dengan kepentingan pergerakan mereka di masa kebangunan nasional. Kebangunan

atau kebangkitan nasional yang digerakkan oleh para pemuda tak pelak mendapat

suntikan yang berharga sejak ditemukannya berbagai peninggalan Majapahit yang

Page 28: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88118/potongan/S2-2015... · nasionalisme para pemuda bumiputera yang pada periode hampir bersamaan juga menggelora.

28

melimpah di Trowulan dan didukung dengan kajian–kajian ilmiah tentang sejarah

kerajaan tersebut. Tak pelak ide tentang adanya suatu entitas kesatuan nusantara

sebelum kedatangan bangsa Barat semangat beberapa tokoh nasionalis pada masa ini.

Terdapat berbagai wacana dan kepentingan yang dipakai khususnya oleh negara

terhadap Majapahit. Mulai dari wacana tentang kedaulatan sebuah bangsa dalam

rangka melakukan konsolidasi eksternal maupun internal hingga wacana pariwisata

dalam pemanfaatan pusaka Majapahit dan situs kota raja ini khususnya pada masa

Orde Baru hingga masa kini. Wacana tentang pariwisata ini sangat kuat sejak

pemerintahan Presiden Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Pada masa ini

pelestarian peninggalan Majapahit khususnya yang ada di Trowulan diarahkan untuk

menjadi objek wisata. Berbagai sarana dan prasarana penunjang pun banyak

dikembangkan di sana untuk alasan ini. Tidak hanya berupa fisik saja tetapi materi

lain seperti buku panduan wisata untuk pelajar pun juga dibuat dalam rangka ini.

Bab kelima menjelaskan perkembangan terbaru dimana wacana kesadaran

akan pusaka (heritage consciousness) berkembang pesat khususnya diantara para

aktor yang terlibat dalam pelestarian dan pemanfaatan Majapahit dan peninggalannya.

Beberapa peristiwa termutakhir seperti kasus pembangunan Pusat Informasi

Majapahit dan pendirian pabrik baja di Trowulan adalah fenomena dari telah

berkembangnya wacana ini. Perkembangan wacana ini terjadi dengan dukungan

teknologi informasi yang juga berkembang pesat. Dominasi negara atas pemaknaan

dan pemanfaatan Majapahit dan peninggalannya di Trowulan mulai terkikis seiring

dengan hadirnya berbagai pihak lain khususnya masyarakat lokal Trowulan.

Bab keenam adalah penutup yang berisi tentang simpulan penelitian dan

penulisan tesis ini.