1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Perhatian peneliti terhadap sektor di luar pertanian belakangan ini sudah cukup banyak. Perhatian tersebut pada dasarnya menseimbangkan sektor pertanian yang selalu esensial di pedesaan. 1 Kajian di luar sektor pertanian sebenarnya begitu diperlukan terlebih pada usaha yang mendukung sektor pertanian itu sendiri. Usaha pembuatan alat pertanian yang dalam masyarakat Jawa sering disebut pande besi 2 , merupakan kegiatan pendorong pertanian yang penting. Namun selama ini kajian mengenai pande besi masih sangat sedikit. Padahal dilihat dari segi fungsional, peran pande besi sangat berarti bagi sektor pertanian khususnya dan juga kehidupan di pedesaan pada umumnya. 1 Kita bisa melihat bila sektor pertanian kerap menjadi tulang punggung perekonomian negara. Pada masa Mataram Islam, Sultan Agung menitikberatkan pertanian sebagai fokus ekonomi kerajaan. Kedatangan Bangsa Eropa di Nusantara pada dasarnya juga dilandasi oleh keinginan untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya dari penjualan komoditas pertanian yakni rempah-rempah. Fokus ekonomi Bangsa Eropa ini bermula dari penguasaan laut melalui VOC, menjadi penguasaan tanah saat kekuasaan berpindah ke Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Pergantian itu semakin menegaskan bila pertanian menjadi fokus penting para penjajah. Beberapa sistem seperti cultuurstelsel pun dicanangkan untuk mencapai hasil sebesar-besarnya dalam mengeksploitasi sektor pertanian. Pasca kemerdekaan Republik Indonesia fokus pada sektor pertanian berlanjut. Pada masa pemerintahan Orde Baru melalui program swasembada beras atau revolusi hijau, pertanian menjadi fokus utama negara untuk menjawab kesejahteraan penduduk. lihat. M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Moderen 1200- 2004. Terjemahan Satrio Wahono, dkk. (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesa, 2005), halaman: 97. 2 Dalam masyarakat Jawa Kuno profesi menempa logam ini disebut pande. Adapun ada berbagai macam pande sebagaimana tertulis dalam prasasti seperti pande mas (emas) dan pande esi (besi). Timbul Haryono, Logam dan peradaban Manusia (Yogyakarta: Philosophy Press, 2001), halaman: 30. Perkembangan Pande Besi di Jodog 19301 - 1990an NDARU SIH WAHYONO Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
Embed
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64102/potongan/S1-2014-267865-chapter1.pdfpenelitian mengenai sejarah pande besi hanya sebatas selayang pandang,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Perhatian peneliti terhadap sektor di luar pertanian belakangan ini sudah
cukup banyak. Perhatian tersebut pada dasarnya menseimbangkan sektor
pertanian yang selalu esensial di pedesaan.1 Kajian di luar sektor pertanian
sebenarnya begitu diperlukan terlebih pada usaha yang mendukung sektor
pertanian itu sendiri. Usaha pembuatan alat pertanian yang dalam masyarakat
Jawa sering disebut pande besi2, merupakan kegiatan pendorong pertanian yang
penting. Namun selama ini kajian mengenai pande besi masih sangat sedikit.
Padahal dilihat dari segi fungsional, peran pande besi sangat berarti bagi sektor
pertanian khususnya dan juga kehidupan di pedesaan pada umumnya.
1 Kita bisa melihat bila sektor pertanian kerap menjadi tulang punggung
perekonomian negara. Pada masa Mataram Islam, Sultan Agung menitikberatkan
pertanian sebagai fokus ekonomi kerajaan. Kedatangan Bangsa Eropa di
Nusantara pada dasarnya juga dilandasi oleh keinginan untuk mendapatkan laba
sebesar-besarnya dari penjualan komoditas pertanian yakni rempah-rempah.
Fokus ekonomi Bangsa Eropa ini bermula dari penguasaan laut melalui VOC,
menjadi penguasaan tanah saat kekuasaan berpindah ke Pemerintahan Kolonial
Hindia Belanda. Pergantian itu semakin menegaskan bila pertanian menjadi fokus
penting para penjajah. Beberapa sistem seperti cultuurstelsel pun dicanangkan
untuk mencapai hasil sebesar-besarnya dalam mengeksploitasi sektor pertanian.
Pasca kemerdekaan Republik Indonesia fokus pada sektor pertanian berlanjut.
Pada masa pemerintahan Orde Baru melalui program swasembada beras atau
revolusi hijau, pertanian menjadi fokus utama negara untuk menjawab
kesejahteraan penduduk. lihat. M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Moderen 1200-
interprestasi (analisis dan sintesis), (5) penulisan. Sedangkan mengingat objek
penelitian merupakan sejarah pedesaan yang sedikit sekali meninggalkan sumber
tertulis, maka sumber penelitian ini akan lebih banyak menggunakan sumber
sejarah lisan, yaitu dilakukan dengan wawancara.
Adapun untuk mengetahui seluk beluk sejarah lisan perlu dibaca beberapa
artikel tentang sejarah lisan yang ada dalam Lembaran Berita Sejarah Lisan edisi
nomor 13 bulan Maret 1991. Dalam buku tersebut ada tiga tulisan yang sangat
mengena untuk pande besi ini. Pertama, karya Adaby Darban, Beberapa Catatan
Lapangan Penelitian Sejarah Lisan di Pedesaan dan Sekitarnya. Kedua,
Pengalaman Kolektif Sebagai Objek Sejarah Lisan oleh Sartono Kartodirjo. Dan
terakhir Sejarah LisanuntukSejarah Sosial karya Djoko Suryo.30
Selanjutnya
sebuah buku terjemahan M. Nursam mengenai teori dan metode sejarah lisan,
Suara dari Masa Silam: Teori dan Metode Sejarah Lisan karanganPaul
Thompson31
. Buku yang tergolong baru ini menjelaskan secara rinci mengenai
tatacara penelitian sejarah lisan, kisah pengalaman penulis, serta cara mensikapi
narasumber. Berbagai pengalaman wawancara yang Thompson lakukan di Inggris
ia ceritakan dengan jeli, sehingga banyak sekali pengetahuan sejarah lisan dalam
30
Adaby Darban, “Beberapa Catatan Lapangan Penelitian Sejarah Lisan di Pedesaan dan Sekitarnya”; Sartono Kartodirdjo, “Pengalaman Kolektif sebagai Obyek Sejarah Lisan”; dan Djoko Surjo, “Sejarah Lisan untuk Sejarah Sosial” dalam Lembaran Berita Sejarah Lisan”. dalam Lembaran Berita Sejarah Lisan edisi nomor 13 Bulan Maret 1991.
31 Paul Thompson, Suara dari Masa Silam: Teori dan Metode Sejarah
Lisan (Yogyakarta: Ombak, 2012).
Perkembangan Pande Besi di Jodog 19301 - 1990anNDARU SIH WAHYONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
buku ini. Pada bagian akhir buku ini terdapat contoh kendali wawancara yang
dapat membantu kita untuk menyusun pertanyaan dengan lebih tepat dan
mendalam.
Selain beberapa buku tadi, Kuntowijoyo dalam Pengantar Ilmu Sejarah32
juga menyinggung sedikit mengenai sejarah lisan. Dalam buku ini Kuntowijoyo
menjelaskan kita tentang berbagai hal yang harus dipersiapkan dalam penelusuran
sejarah lisan. Mulai dari belajar sebanyak-banyaknya sampai pada tatacara untuk
menghormati hak interview. Untuk menghormati hak narasumber kita harus
menanyakan apa hasil wawancara tersebut dapat didengar oleh banyak orang.
Namun untuk penelitian pande besi ini bersifat netral sehingga semua hasil
wawancara dapat diketahui oleh banyak orang.
Temporal 1930-an sampai 1990-an dalam penelitian ini jelas bukan
temporal yang mudah untuk menggali informasi dengan metode wawancara.
Pasalnya, narasumber yang dipilih harus sesuai dan memenuhi kriteria usia
tertentu. Adapun untuk mendapatkan gambaran yang memadai diperlukan juga
sumber sekunder dari pustaka yang berisi tentang pande besi sezaman yang terjadi
di kawasan lain sebagai pembanding pada masa itu. Selain itu dalam penggalian
sejarah lisan ini dibutuhkan pula bukti-bukti fisik seperti napak tilas, foto dan
beberapa dokumen yang berhubungan dengan pande besi Jodog.
Penelitian ini selain mengandalkan sumber lisan juga mengusahakan
sumber-sumber tertulis seperti arsip dan pustaka. Data dari Badan Pusat Statistik
(BPS) kabupaten Bantul sebenarnya merupakan sumber yang sangat penting,
32
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Bentang, 2005)
halaman: 98.
Perkembangan Pande Besi di Jodog 19301 - 1990anNDARU SIH WAHYONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
namun dokumen yang ada di tempat ini kurang lengkap. Kebanyakan data yang
tersedia dari BPS Bantul merupakan data mutakhir, yakni tahun 1990-an.
Demikian juga yang kami peroleh di Badan Kearsipan Kabupaten Bantul,
pelayanan serta data yang tersedia tidak seperti yang kami harapkan.
Selanjutnya, titik cerah kembali terbuka saat mendapatkan beberapa berkas
data dari Badan Kearsipan dan di BPS Provinsi Yogyakarta. Beberapa data
tentang peralatan tani, serta perkembangan teknologi pertanian tersebut sudah
cukup membantu untuk penelitian ini. Selain itu, secara tidak sengaja penulis
menemukan tulisan tentang pandai besi dalam naskah kuno yang tersimpan di
Museum Sonobudoyo Yogyakarta. Naskah yang sudah ditransliterasi ke huruf
cetak ini berisi tentang sejarah empu keris sejak masa Majapahit.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibagi menjadi empat bab pokok yang disusun secara
kronologis. Pada Bab pertama yang merupakan pengantar menunjukkan alasan
penelitian ini penting untuk dilakukan. Latar belakang penelitian, permasalahan,
ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, tinjauan pustaka serta sumber dan
metode penulisan terdapat dalam bab ini.
Dalam Bab kedua merupakan kajian yang lebih mendalam mengenai
kawasan Jodog dan sekitarnya. Pada bab ini terdapat tinjauan lingkungan geografi
beserta kondisi masyarakat Jodog. Bagaimana hubungan dan kedudukan kawasan
ini dengan pemerintah lokal serta segi-segi historis yang menjadi kepercayaan
masyarakat di sini. Selain itu juga disampaikan cerita legendaris kawasan ini yang
tentu masih berhubungan dengan awal mula pande besi.
Perkembangan Pande Besi di Jodog 19301 - 1990anNDARU SIH WAHYONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
Pada Bab ketiga yang ditandai dengan munculnya pande besi-pande besi
baru menandakan bila pande besi benar-benar sudah menjadi profesi pokok
sebagian masyarakat di Jodog. Bab ini dibagi menjadi tiga bagian yakni
munculnya pande besi-pande besi baru, penyebaran industri pande besi, sertapola
pewarisan. Pembagian ini sebenarnya dilakukan secara kronologis, yakni mulai
dari tahun 1930-an sampai 1950-an.
Pada Bab ke-empat membahas ketika Jodog menjadi pusat pande besi.
Pembahasan dalam bab ini dilakukan mulai dari merebaknya pande besi di Jodog
pada tahun 1960-an, masa ke-emasan pande besi pada tahun 1970-an, modernisasi
pande besi tahun 1980-an, serta tantangan dan kemunduran pande besi pada tahun
1990-an. Modernisasi pande besi itu ditandai oleh masuknya listrik pada tahun
1983 serta mekanisasi pertanian yang membuat beberapa budaya seperti aliran
kepercayaan dan sesaji dalam pande besi berubah. Selain itu, merebaknya
produksi alat tani dari pabrik juga membuat pande besisemakin menerima
tantangan dan harus memilih menentukan nasibnya kelak. Penelitian ini ditutup
dengan tahun 1990-an sebab pada tahun ini pande besi di Jodog mengalami
penurunan jumlah yang cukup besar.
Akhirnya tibalah pada bagian akhir penulisan ini yang ada pada Bab
kelima. Pada bab ini memuat kesimpulan yang menandakan awal harapan kami,
kajian pandai besi ini dapat menarik minat pemuda khususnya di Jodog untuk
lebih mengenal sejarah lokal tempat tinggal mereka.
Perkembangan Pande Besi di Jodog 19301 - 1990anNDARU SIH WAHYONOUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/