BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. 1 Pada hakekatnya, terdapat dua istrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni pertama Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional bertujuan diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat. Kedua, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ( selanjutnya disebut UUPK ). Lahirnya Undang-Undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa, dimana Undang- Undang Perlindungan Konsumen menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen. Dalam UUPK ini yang dimaksud dengan perlindungan konsumen 1 Janus Sidabalok, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti : Bandung, h. 7. 1
33
Embed
BAB I PENDAHULUAN Perlindungan konsumen adalah istilah ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan
konsumen itu sendiri.1Pada hakekatnya, terdapat dua istrumen hukum penting
yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni
pertama Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum
di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional
bertujuan diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis
sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi
barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
Kedua, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen ( selanjutnya disebut UUPK ). Lahirnya Undang-Undang ini
memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan
atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa, dimana Undang-
Undang Perlindungan Konsumen menjamin adanya kepastian hukum bagi
konsumen. Dalam UUPK ini yang dimaksud dengan perlindungan konsumen
1 Janus Sidabalok, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra AdityaBakti : Bandung, h. 7. 1
2
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.
Masalah perlindungan konsumen bukanlah masalah baru, sampai saat ini
batasan hukum perlindungan konsumen masih beragam.Walaupun begitu, secara
umum para ahli sepakat bahwa hukum perlindungan konsumen ini bertujuan
untuk melindungi kepentingan konsumen dan menyeimbangkan kedudukan
konsumen dan pelaku usaha.Hingga saat ini, kedudukan konsumen tetap berada
pada pihak yang sangat lemah dan membutuhkan suatu perlindungan terhadap
kepentingannya.Hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha yang terus
berkembang membutuhkan sebuah aturan yang memberikan kepastian terhadap
tanggung jawab, hak dan kewajiban dari masing-masing pihak.
Melihat banyak sekali di dalam usaha perhotelan tidak luput dari adanya
keluhan – keluhan tamu yang merasakan ketidaknyamanan selama menginap di
hotel dikarenakan barang bawaannya yang hilang ketika menginap dihotel, maka
diangkatlah judul tentang tanggung jawab pelaku usaha perhotelan terhadap
hilangnya barang milik tamu di Hotel Melia Bali, Nusa Dua.
Konsumen memiliki hak dasar dalam Guidelenes For Consumer
Protection Of 1985yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB),
yang menyatakan:
Konsumen dimanapun mereka berada memiliki hak-hak dasar sosialnya.Yang dimaksudHak dasar tersebut adalah Hak untuk mendapatkaninformasi yang jelas, benar dan jujur, Hak untuk mendapatkan keamanandan keselamatan, Hak untukmemilih, Hak untuk didengar, Hak untuk
3
mendapatkan ganti rugi dan Hak untuk mendapatkankebutuhan hidupmanusia2
Untuk menunjang kegiatan pariwisata, dibutuhkan Akomodasi wisata
salah satunya adalah hotel. Hotel menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
bangunan berkamar banyak yang disewakan sebagai tempat untuk menginap dan
tempat makan orang yang sedang dalam perjalanan, atau bentuk akomodasi yang
dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk pelayanan,
penginapan, makan dan minum. Sedangkan Pengertian Hotel menurut Pasal 14
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan adalah salah satu
bagian dari usaha pariwisata yang memberikan layanan berupa penyediaan
akomodasi beserta pelayananmakanan dan minuman kepada para wisatawan, dan
yang dimaksud dengan usaha pariwisata adalah kegiatan yang bertujuan
menyelenggarakan jasa pariwisata atau menyediakan atau mengusahakan objek
dan daya tarik wisata.
Pada prinsipnya hotel ialah salah satu bentuk perdagangan jasa. Sebagai
industry jasa, setiap pengusaha hotel akan berusahamemberikan pelayanan yang
maksimal bagi para tamunya. Kekuatan usaha ini bergantung pada bagaimana
para pelaku usaha menawarkan pelayanan yang terbaikkepada para tamunya.
Masing-masing hotel, motel atau berbagai bentuk penginapan lainnya akan
berusaha memberikan nilai tambah yang berbeda terhadap produk dan jasa atau
pelayanan yang diberikan kepada tamunya agar dapat menjadi pembeda antara
satu hotel dengan hotel lainnya.
2 Az. Nasution, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Diadit Medika), h. 7.
4
Dalam usaha perhotelan tidak luput dari adanya keluhan – keluhan tamu
yang merasakan ketidaknyamanan selama menginap di hotel.MenurutBambang
Sujatnoempat tipe yang dapat memunculkan keluhan tamu (guest Complain),
yaitu :
1. Hal-hal yang bersifat mekanis
Yang termasuk dalam tipe ini adalah adanya kerusakan pada fasilitas hotel,
misalnya :
AC, Penerangan, kunci kamar, pipa-pipa, TV, video, komputer, radio, Air.
2. Hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan
Hal ini biasanya disebabkan oleh tamu harus menunggu lama, pelanggan
kopor dan bawaan lainnya, kamar yang kurang bersih, pelayanan telepon,
fax, pelayanan di bagian makanan dan minuman, pencucian pakaian,
kurang perlengkapan di kamar, di bar, dsb.
3. Sikap pegawai : kasar, kurang hati-hati, tidak ramah, kurang sopan, kurang
peka dan kurang tanggap terhadap keinginan tamu, membeda-bedakan
tamu, malas, lamban.
4. Sesuatu yang tidak biasa
Termasuk didalamnya : kurangnya kendaraan umum, cuaca yang kurang
mendukung, ada binatang masuk ke hotel, kehilangan barang, dan hal-hal
lain yang terjadi di luar kemampuan hotel untuk mencegahnya.3
Keluhan-keluhan yang disampaikan oleh konsumen, harus diselesaikan
secara positif oleh pelaku usaha, dimana pelaku usaha harus bertanggung jawab
3 Bambang Sujatno, 2006, Hotel Courtesy, Yogyakarta, Andi Yogyakarta, h. 118-119.
5
atas semua kerugian yang diderita konsumen dikarenakan kelalaian atau kesalahan
yang dilakukan oleh pelaku usaha, namun sering terjadi juga konsumen kecewa
karena keluhan-keluhan yg disampaikan tidak mendapat penyelesaian yang
positif, serta ada juga pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab atas kerugian
yang diderita oleh konsumen akibat dari kesalahan atau kelalaian pihak pelaku
usaha itu sendiri, hal ini merupakan masalah yang sering terjadi di dalam dunia
perhotelan, sehingga posisi konsumen yang lebih lemah dibandingkan pelaku
usaha mengakibatkan kepentingan dan hak konsumen terabaikan ditambah lagi
peranan pemerintah dalam mengawasi perilaku pelaku usaha yang lemah semakin
membuat konsumen tidak berdaya atas hak-haknya dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa.
Salah satu masalah yang timbul dalam usaha jasa perhotelan adalah
hilangnya barang bawaan tamu yang ada di dalam kamar hotel.Hal ini
menimbulkan kerugian bagi tamu selaku konsumen jasa.Kerugian yang ada
menimbulkan tanggung jawab bagi pelaku usaha jasa perhotelan
tersebut.Peristiwa ini tentunya sangat merugikan pihak penyewa dan pihak hotel.
Pihak penyewa mengalami kerugian materiil, sedangkan pihak hotel juga dapat
mengalami kerugian, karena namanya bisa tercemar, hal ini tentunya akan sangat
mempengaruhi kredibilitas hotel. Tentunya agar hal seperti ini tidak terjadi
diperlukan suatu bentuk tanggung jawab bersama baik antara pihak penyewa dan
pihak hotel.
Berkaitan dengan tanggung jawab pelaku usaha terhadap keamanan dan
keselamatan tamu hotel, maka dilakukan penelitian pada salah satu Hotel di Bali,
6
yaitu hotel Melia Bali yang terletak di Nusa Dua. Dalam penelitian tersebut
diperoleh tentang peristiwa seorang tamu yang kehilangan barang bawaannya
dikamar hotel saat ia menginap. Setelah chek-in dan sampai dikamar ia
membereskan barang bawaannya, setelah beberapa hari berlalu ia membereskan
barangnya kembali untuk chek out dari kamar tersebut, ternyata ada beberapa
barang yang hilang seperti tas dan jam tangan miliknya. Segera ia mengadu
kepihak hotel untuk meminta pertanggung jawaban atas kehilangan barang
miliknya tersebut.
Pertanggungjawaban hukum merupakan sesuatu hal yang tidak bisa
dipisahkan dari kerugian yang telah diderita oleh para pihak sebagai akibat (dalam
hubungan konsumen dan pelaku usaha) dari penggunaan, pemanfaatan serta
pemakaian oleh konsumen atas barang dan/atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku
usaha.Dan dari kasus tersebut maka perlunya pengkajian terhadap pelaksanaan
tanggung jawab pihak hotel apabila terjadi hilangnya barang milik tamu.
Pada umumnya para pelaku usaha berlindung di balik Standard Contract
atau Perjanjian Baku yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak (antara
pelaku usaha dan konsumen), ataupun melalui berbagai informasi semu yang
diberikan oleh pelaku usaha kepada konsumen. Sistem peradilan yang dinilai
rumit, cenderung berteletele dan relatif mahal turut mengaburkan hak-hak
konsumen dan kewajiban-kewajiban pelaku usaha, sehingga adakalanya
masyarakat sendiri tidak mengetahui dengan jelas apa yang menjadi hak-hak dan
kewajiban-kewajibannya dari atau terhadap pelaku usaha dengan siapa konsumen
tersebut telah “berhubungan hukum”. Umumnya produsen-pelaku usaha membuat
7
atau menetapkan syarat-syarat perjanjian secara sepihak tanpa memperhatikan
dengan sungguh-sungguh kepentingan kosnumen sehingga bagi kosnumen tidak
ada kemungkinan untuk mengubah syarat-syarat itu guna mempertahankan
kepentingannya.Seluruh produsen-pelaku usaha barang dan atau jasa. Bagi
konsumen hanya ada pilihan “ mau atau tidak mau sama sekali. Karena itu, Vera
Bolger menamakannya sebagai take it or leave it contract. Artinya, kalau calon
konsumen setuju, perjanjian boleh dibuat; kalau tidak setuju silahkan pergi.4
Dengan adanya perjanjian baku terkadang pihak hotel tidak melaksanakan
tanggung jawabnya sebagaimana diatur didalam UUPK. Sehingga pihak
konsumen selaku pengguna jasa merasa kecewa karena keluhan-keluhan yang
disampaikan tidak mendapat penyelesaian secara positif. Tentunya agar masalah
seperti ini tidak terjadi maka diperlukannya pengkajian terhadap upaya-upaya apa
saja yang harus dilakukan oleh pihak hotel selaku pelaku usaha untuk mencegah
terjadinya kasus kerugian akibat hilangnya barang milik tamu.
Terdapat 4 (empat) alasan pokok mengapa konsumen harus dilindungi
antara lain:
1. Melindungi konsumen sama artinya dengan melindungi seluruh bangsa
sebagaimana yang diamanatkan oleh tujuan pembangunan nasional
menurut Pembukaan UUD 1945.
4 Mariam Darus, 1980, Perlindungan Terhadap Konsumen Ditinjau dari Segi StandarKontrak (Baku), makalah pada Simposium Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen, BPHN-Binacipta, h. 59-60.
8
2. Melindungi konsumen perlu untuk menghindarkan konsumen dari
dampak negatif penggunaan teknologi.
3. Melindungi konsumen perlu untuk menciptakan iklim persaingan yang
sehat jasmani dan rohani bagi para pelaku usaha untuk menjaga
kesinambungan pembangunan nasional.
4. Melindungi konsumen perlu untuk menjamin dana pembangunan yang
bersumber dari masyarakat konsumen.5
Berdasarkan uraian masalah di atas, maka hal ini kemudian menjadi dasar
yang mendorong penulis untuk menelitimembahas dan menulisnya dalam sebuah
bentuk karya ilmiah yang berupa skripsi dengan judul “Tanggung Jawab Pelaku
Usaha Perhotelan Terhadap Hilangnya Barang Milik Tamu Ditinjau Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen”.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakahpelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha
perhotelan terhadap hilangnya barang milik tamu di Hotel Melia
Bali ?
2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan pelaku usaha perhotelan
dalam mencegah kasus kerugian akibat hilangnya barang milik
tamu di Hotel Melia Bali ?
5 Janus Sidabalok, op.cit, h. 6.
9
1.3.Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan skripsi ini ditentukan secara tegas mengenai materi yang
akan dibahas. Hal ini tentunya untuk menghindari agar materi atau isi pembahasan
tidak menyimpang dari pokok permasalahan. Sehinga permasalahan diteliti sesuai
dengan rumusan masalah yang akan dibahas yaitu sebatas pelaksanaan tanggung
jawab pelaku usahaperhotelan terhadap hilangnya barang milik tamu di Hotel
Melia Bali dan Bagaimana upaya yang dapat dilakukan pelaku usaha perhotelan
dalam mencegah kasus kerugian akibat hilangnya barang milik tamu di Hotel
Melia Bali.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan hasil karya tulis asli yang penulis kerjakan
sendiri dengan tidak ada unsur plagiasi dari hasil karya tulis manapun.Adapun
hasil karya tulis lainnya yang dapat menunjukan perbedaan yang signifikan antara
hasil karya tulis ini dengan karya tulis lainnya dapat diperhatikan mulai dari judul
dan masalah yang dikaji. Lebih lanjut diuraikan sebagai berikut :
Tabel 1
No Nama Peneliti Judul Penelitian Rumusan Masalah
1 Luh Ayu Nadira
Saraswati
(1103005130)
Tanggung Jawab
Pihak Hotel Atas
Ketidaksesuaian
Fasilitas Kamar
1. Bagaimana
tanggung jawab
pihak hotel atas
ketidaksesuaian
10
Fakultas
Hukum
Universitas
Udayana.
Hotel Berdasarkan
Perjanjian
Reservasi Di
Kabupaten Badung
fasilitas kamar
hotel berdasarkan
perjanjian reservasi
?
2. Bagaimanakah
perlindungan
hukum bagi
wisatawan yang
mengadakan
perjanjian reservasi
dengan pihak hotel
atas ketiaksesuaian
fasilitas kamar
hotel ?
Sedangkan dalam penelitian ini, mengambil judul tentang Tanggung
Jawab Pelaku Usaha Perhotelan Terhadap Hilangnya Barang Milik Tamu Ditinjau
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Di Hotel Melia Bali, Nusa
Dua. Dalam penelitian ini membahas mengenai :
1. Bagaimanakah pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha perhotelan terhadap
hilangnya barang milik tamu di Hotel Melia Bali ?
11
2. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan pelaku usaha perhotelan dalam
mencegah kasus kerugian akibat hilangnya barang milik tamu di Hotel Melia
Bali ?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
1. Sebagai pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khusunya
dibidang penelitian.
2. Sebagai usaha untuk mengemukakan pendapat secara tertulis,
kritis, sistematis dan obyektif.
3. Untuk mengembangkan diri pribadi dalam kehidupan masyarakat.
4. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pembulat studi dalam
bidang ilmu hukum.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pelaksanaan tanggung jawab pelaku usaha
perhotelan terhadap hilangnya barang milik tamu di Hotel Melia
Bali.
2. Untuk mengetahui upaya yang dapat dilakukan pelaku usaha
perhotelan dalam mencegah kasus kerugian akibat hilangnya
barang milik tamu di Hotel Melia Bali.
12
1.6 Manfaat Penelitian
Dalam suatu penelitian, terdapat suatu manfaat penelitian.Selain
bermanfaat bagi penulis, diharapkan juga bermanfaat bagi semua pihak dan
tentunya mempunyai manfaat yang dianggap positif.Manfaat penelitian dibagi
menjadi dua yaitu secara teoritis dan secara praktis.
a. Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis dari penulisan ini adalah menambah wawasan
ilmiah dalam khasanah ilmu hukum khususnya hukum perlindungan konsumen,
dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dari penjelasan tentang “Tanggung Jawab Pelaku Usaha Perhotelan
Terhadap Hilangnya Barang Milik Tamu Ditinjau Berdasarkan UUPK”.
b. Manfaat Praktis
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan yang berwenang
baik kalangan pemerintah maupun swsta dalam menentukan
kebijaksanaan, mengembangkan dan menyempurnakan pengaturan
dan pelaksanaan undang-undang mengenai tanggung jawab pelaku
usaha perhotelan terhadap hilangnya barang milik tamu.
2. Skripsi ini diharapkan menjadi suatu sumbangan yang dapat
dipakai sebagai acuan/pedoman bagi para praktisi hukum dan dapat
memberikan gambaran serta rekomendasi untuk menyelesaikan
permasalahan yang serupa.
13
1.7 Landasan Teoritis
Suatu landasan teoritis dalam pembahasan yang bersifat ilmiah memiliki
kegunaan lebih untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak
diselidiki atau diuji kebenarannya.Disamping itu suatu landasan teoritis juga dapat
memberikan petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada suatu pengetahuan
penelitian.6
Teori Pertanggungjawaban
Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus
hukum, yaitu liability dan responsibility.Liability merupakan istilah hukum yang
luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko dan tanggung jawab, yang
pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan
kewajiban secara actual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya
atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang.
Responsibility berati hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban,
dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga
kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam
Pengertian dan penggunaan dan penggunaan praktis , istilah liability menunjuk
pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang
6 Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, h. 12.
14
dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada
pertanggungjawaban politik.7
Lima prinsip tanggung jawab dalam hukum perlindungan konsumen, yaitu
sebagai berikut :
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan atau Kelalaian
Tanggung jawab berdasarkan kelalaian adalah prinsip tanggung jawab
yang bersifat subyektif, yaitu suatu tanggung jawab yang ditentukan oleh
perilaku produsen.
2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanggung jawab
(presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan ia tidak
bersalah. Jadi, beban pembuktian ada pada si tergugat.
3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip praduga untuk selalu bertanggung
jawab.Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab (presumption
of nonliability principle) hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen
yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara common
sense dapat dibenarkan.
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Tanggung jawab mutlak (strict liability) adalah bentuk khusus dari trot
(perbuatan melawan hukum), yaitu prinsip pertanggung jawaban dalam
7 Ridawan H.R, 2006, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.335-337.
15
perbuatan melawan hukum yang tidak didasarkan kepada kesalahan, tetapi
prinsip ini mewajibkan pelaku langsung bertanggung jawab atas kerugian
yang timbul karena perbuatan melawan hukum itu.Larenanya, prinsip
strict liability ini disebut juga dengan liability without fault.
5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability
principle) sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkansebagai
klausul eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya.Prinsip ini
biasanya dokombinasikan dengan prinsip-prinsip tanggung jawab lainnya.
Akan tetapi, prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen
apabila ditetapkan secara sepihak oleh pelaku usaha.Dalam UUPK seharusnya
pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausul yang merugikan
konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya.Jika ada
pembatasan mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
jelas.
Dalam ketentuan pasal 19 ayat 1 UUPK ditentukan bahwa pelaku usaha
bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran
dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang
dihasilkan.
Tanggung jawab ( responsibility ) merupakan suatu refleksi tingkah laku
manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya,
merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau
16
mentalnya.Bilamana suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan
bagian dari tanggung jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alas an lain mengapa
hal itu dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin
oleh kesadarn intelektualnya.Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung
jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti
tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak
disadari akibatnya.
Menurut Teori Perlindungan yang dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon,
menyebutkan bahwa perlindungan hukum terbagi atas dua, yaitu perlindungan
hukum represif dan perlindungan hukum preventif.8Perlindungan hukum represif
yaitu perlindungan hukum yang dilakukan dengan cara menerapkan sanksi
terhadap pelaku agar dapat memulihkan hukum kepada keadaan sebenarnya.
Perlindungan jenis ini biasanya dilakukan di Pengadilan.Perlindungan hukum
preventif yaitu perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya
suatu sengketa.Perlindungan hukum jenis ini misalnya sebelum Pemerintah
menetapkan suatu aturan/keputusan, rakyat dapat mengajukan keberatan, atau
dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut.
Istilah konsumen berasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris,
Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau
consument itu tergantung dalam posisi mana ia berada. Secara harafiah arti kata
consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan
8 Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu,Surabaya, h. 38.
17
barang.Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk
konsumen kelompok mana pengguna tersebut.Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-
Indonesia member arti kata consumer sebagai pemakai atau
konsumen.9Disamping itu, telah pula berdiri berbagai organisasi konsumen seperti
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta, dan organisasi
konsumen lain di Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan sebagainya.10
Pengertian “konsumen” di Amerika Serikat dan MEE, kata “konsumen”
yang berasal dari consumer sebenarnya berarti “pemakai”.Namun, di Amerika
Serikat kata ini dapat diartikan lebih luas lagi sebagai “korban pemakaian, bahkan
juga korban yang bukan pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati
pula bahkan oleh korban yang bukan pemakai.11
Pengertian konsumen menurut UUPK dalam Pasal 1 ayat (2) yakni :
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.12
Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu :
9 Az. Nasution, 2001, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta:DiaditMedia), h. 3.
10 Nurmadjito, 2000, makalah “Kesiapan Perangkat Peraturan Perundang-Undangantentang Perlindungan Konsumen dalam Menghadapi era Perdagangan Bebas” dalam bukuHukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Mandar Maju, Bandung, h. 12.
11 Agus Brotosusilo, 1998, makalah “Aspek-Aspek Perlindungan terhadap Konsumendalam Sistem Hukum di Indonesia”, dalam Percakapan tentang Pendidikan Konsumen danKurikulum Fakultas Hukum, editor Yusuf Shofie, (Jakarta: YLKI-USAID), h. 46.
12 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grasindo), h. 4-9.
18
1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety)
2. Hak untuk mendapatkan informasi (the tight to be informed)
3. Hak untuk memilik (the right to choose)
4. Hak untuk didengar (the right to be heard)
Empat hak dasar ini diakui secara internasional.Dalam perkembangannya,
organisasi-organisasi konsumen yang tergabung dalam The International
Organization of Consumer Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak,
seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak mendapatkan ganti kerugian,
dan hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.13
Hak konsumen sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UUPK adalah sebagaiberikut :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalammengonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barangdan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi sertajaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi danjaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasayang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upayapenyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidakdiskriminatif;
13 Celina Tri Siwi Kristiyanti, op.cit, h. 31.
19
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai denganperjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undanganlainnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
menyebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan
hukum.Oleh karena itu, perlindungan konsumen mengandung aspek
hukum.Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekadar fisik,
melainkan terlebih-lebih haknya yang bersifat abstark. Dengan kata lain,
perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang
diberikan hukum tentang hak-hak konsumen.14
Berdasarkan pasal 2 UUPK disebutkan bahwa azas Perlindungan
Konsumen terdiri dari :
1. Asas Manfaat : Mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat
sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
14Ibid, h. 30.
20
2. Asas Keadilan : partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara
adil.
3. Asas Keseimbangan : memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spiritual.
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen : memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
5. Asas Kepastian Hukum : baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Dalam Pasal 1 angka 3 UUPKdisebutkan pelaku usaha adalah setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.15
Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Produsen disebutsebagai pelaku usaha yang mempunyai hak sebagai berikut :
15 Az. Nasution, 2001, op.cit, h. 17.
21
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatanmengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yangbeitikad tidak baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaianhukum sengketa konsumen;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwakerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undanganlainnya.
Adapun dalam Pasal 7 diatur kewajiban pelaku usaha, sebagai berikut :
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi danjaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur sertatidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/ataudiperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasayang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencobabarang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atasbarang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibatpenggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yangdiperdagangkan;
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barangdan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai denganperjanjian.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(selanjutnya disebut sebagai UU Kepariwisataan), menyebutkan pariwisata adalah
segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan
22
daya tarik wisata serta usaha-usaha yang berhubungan dengan penyelenggaraan
pariwisata, dengan demikian pariwisata meliputi:
1. Semua kegiatan yang berhubungan dengan perjalanan wisata.
2. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata seperti: kawasan wisata,
Taman rekreasi, kawasan peninggalan sejarah, museum, pagelaran seni
budaya, tata kehidupan masyarakat atau yang bersifat alamiah:
keindahan alam, gunung berapi, danau, pantai.
3. Pengusahaan jasa dan sarana pariwisata yaitu: usaha jasa pariwisata
(biro perjalanan wisata, agen perjalanan wisata, konvensi, perjalanan
insentif dan pameran, konsultan pariwisata, informasi pariwisata).
Usaha sarana pariwisata yang terdiri dari akomodasi, rumah makan,
bar, angkutan wisata.
Pengembangan kepariwisataan harus memperhatikan berbagai asas dan
tujuan kepariwisataan. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan, kepariwisataan diselenggarakan berdasarkan asas: manfaat,
kekeluargaan, adil dan merata, keseimbangan, kemandirian, kelestarian,
partisipatif, berkelanjutan, demokratis, kesetaraan dan kesatuan. Tujuan
kepariwisataan adalah: meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan
melestarikan alam, lingkungan dan sumberdaya, memajukan kebudayaan,
mengangkat citra bangsa, memupuk rasa cinta tanah air, memperkukuh jati diri
dan kesatuan bangsa, serta mempererat persahabatan antar bangsa. Dengan
23
demikian pengembangan kepariwisataan mesti mengacu pada asas dan tujuan
tersebut.
Pariwisata menurut daya tariknya menurut Fandeli (1995:3) dapat
dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Daya Tarik Alam Pariwisata, yaitu wisata yang dilakukan dengan
mengunjungi daerah tujuan wisata yang memiliki keunikan daya tarik
alamnya, seperti laut, pesisir pantai, gunung, lembah, air terjun, hutan
dan objek wisata yang masih alami.
2. Daya Tarik Budaya Pariwisata merupakan suatu wisata yang dilakukan
dengan mengunjungi tempat-tempat yang memiliki keunikan atau
kekhasan budaya, seperti kampung naga, tanah toraja, kampung adat
banten, kraton kasepuhan Cirebon, kraton Yogyakarta, dan objek
wisata buidaya lainnya.
3. Daya Tarik Minat Khusus Pariwisata ini merupakan pariwisata yang
dilakukan dengan mengunjungi objek wisata yang sesuai dengan minat
seperti wisata olahraga, wisata rohani, wisata kuliner, wisata belanja,
dengan jenis-jenis kegiatannya antara lain bungee jumping. Dalam
kegiatan kepariwisataan ada yang disebut subjek wisata yaitu orang
orang yang melakukan perjalanan wisata dan objek wisata yang
merupakan tujuan wisatawan.16
16Fandeli.Chafid, 2002, Perencanaan Kepariwisataan Alam. Bulaksumur, FakultasKehutanan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, h. 8.
24
Bermacam-macam pendapat para ahli mengenai pengertian pariwisata
dalam buku Wahab, diantaranya:
1. Menurut Gamal Suwartono, S.H. Kepariwisataan adalah suatu proses
kepergian sementara dari seorang, lebih menuju ketempat lain diluar
tempat tinggalnya. Dorongan kepergiannya adalah karena berbagai
kepentingan baik karena kepentingan ekonomi, sosial, budaya, politik,
agama, kesehatan maupun kepentingan lain.
2. E. Guyer Freuler Pariwisata merupakan fenomena dari jaman sekarang
yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa,
penilaian yang sadar dan menumbuhkan cinta terhadap keindahan alam
dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai
bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil dari pada
perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan
dari pada alat-alat pengangkutan.
3. A.J. Burkart dan S. Malik Dalam bukunya yang berjudul “Tourism,
Past, Present, and Future”, berbunyi bahwa pariwisata adalah
perpindahan orang untuk sementara dan dalam jangka waktu pendek
ke tujuan-tujuan di luar tempat dimana mereka biasanya hidup dan
bekerja, dan kegiatan-kegiatan mereka selama tinggal di tempat tujuan
itu.17
17 Wahab, Salah, 2003, Manajemen Kepariwisataan, Pradnya Paramitha, Jakarta, h. 11.
25
Dalam istilah perhotelan kehilangan barang milik tamu disebut dengan
Lost and Found, menurut Agusnawar Lost and Found adalah penemuan barang-
barang yang hilang, baik di kamar maupun di area-area umum di dalam suatu
hotel. Sedangkan menurut Rumekso menyatakan bahwa Lost and Found adalah
penemuan barang-barang yang hilang milik tamu, baik di dalam kamar tamu
maupun di area umum di dalam hotel.
Menurut Rumekso menyatakan bahwa barang Lost and Found dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
- Kelompok Barang Biasa
Untuk menentukan nilai suatu barang yang ditemukan berharga atau biasa
sangat sulit.Pada dasarnya nilai dari semua barang yang ditemukan
ditentukan berdasarkan pengalaman dilapangan dan berpedoman pada
jenis, harga, serta keadaan barang.Biasanya suatu barang ditentukan
sebagai barang biasa adalah berdasarkan faktor harga beli, misalnya
sandal, kaos kaki, celana, alat pencukur, dan lain-lain. Lama penyimpanan
kelompok barang biasa adalah tiga bulan.
- Kelompok Barang Berharga
Barang temuan yang dikelompokkan sebagai barang berharga bilamana
barang tersebut sangat diperlukan oleh pemiliknya, dan bernilai
mahal.Disamping itu juga harus dilihat dari faktor harga dan keadaan
barang tersebut.Contoh termasuk barang berharga adalah uang tunai dalam
jumlah besar, kamera (handycam), surat-surat berharga (passport), dan
26
perhiasan. Lama masa penyimpanan barang ini adalah enam bulan atau
lebih.
- Kelompok Barang Yang Dibuang Oleh Tamu
Barang yang dibuang oleh tamu adalah barang yang diletakkan ditempat
sampah di dalam kamar tamu.Penanganan barang seperti ini memeerlukan
perhatian, karena bias saja tamu lupa atau tidak sengaja menaruh
barangnya ditempat sampah. Biasanya hotel, khususnya Room Boy, akan
menghubungi tamu jika masih tinggal di hotel. Kalau tamu sudah check
out, barang tersebut dapat dikelompokkan sebagai barang biasa setelah
dinilai berdasarkan keadaan barang.18
Teori Kesadaran Hukum (Legal Awareness) menurut Menurut RM.
Sudikno Mertokusumo, kesadaran hukum menunjuk pada kategori hidup kejiwaan
pada individu, sekaligus juga menunjuk pada kesamaan pandangan dalam
lingkungan masyarakat tertentu tentang apa hukum itu, tentang apa yang
seyogyanya dilakukan atau perbuat dalam menegakkan hukum atau apa yang
sebaiknya dilakukan untuk terhindar dari perbuatan melawan hukum.19
Achmad Ali dalam bukunya yang berjudul Menguak Teori Hukum t(Legal
Theory dan Teori peradilan (Judical Prudence) ermasuk interpretasi Undang-
Undang (Legisprudence), membagi kesadaran hukum menjadi dua macam yakni
18 Rumekso, 2001, Housekeeping Hotel, Yogyakarta : Andi Yogyakarta, h. 136.
19 Sudikno Mertokusumo, 1981, Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat, CetakanPertama, Edisi Pertama, Liberty, Yogyakarta, h. 3.
27
kesadaran hukum positif, identik dengan ketaatan hukum dan kesadaran hukum
negative, identik dengan ketidaktaatan.
Mengenai kesadaran hukum, Ewick dan Silbey berpendapat bahwa, “the
term’legal consciousness’ is used scientists to refer to the ways in which people
make sense of law and legal institusions, that is, the understandings which give
meaning to people’s experiences and action” (‘kesadaran hukum adalah istilah
yang digunakan para ilmuwan untuk menunjuk pada cara-cara orang meemhami
lembaga-lembaga hukum dan hukum, yaitu pemahaman yang member makna
pada pengalaman orang-orang dan tindakan). Kesadaran hukum merupakan suatu
proses psikhis yang terdapat dalam diri manusia, yang mungkin timbul dan
mungkin tidak timbul. Akan tetapi, tentang asas kesadaran hukum, ada pada setiap
manusia, oleh karena setiap manusia mempunyai rasa keadilan.Begitu pentingnya
kesadaran hukum di dalam memperbaiki sistem hukum, maka tak heran dari
tokoh-tokoh mazhab sejarah seperti Krabbe dan Kranenburg bersikukuh
mengatakan bahwa kesadaran hukum merupakan satu-satunya sumber hukum.
Paul Scholten sendiri yang melahirkan teorinya tentang kesadaran hukum
atau yang dalam Bahasa Belanda disebut Rechtsgefuhl atau Rechtsbewustzijn
dengan tegasnya menyatakan bahwa kesadaran hukum adalah dasar sahnya
hukum positif (hukum tertulis) karena tidak ada hukum yang mengikat warga-
warga masyarakat kecuali atas dasar kesadaran hukum, karenanya kesadaran
hukum adalah sumber dari semua hukum. selengkapnya Paul Scholten
mengatakan :
28
Met den term rechtsbewustzijn meent men niet het rechtsoordeel overeenig concreet geval, doch het in ieder mensch levend bewustzijn van watrecht is of behoort te zijn, een bepaalde categorie van ons geestesleven,waardoor wij met onmiddellijke evidentie los van positieve instellingenscheiding maken tusschen recht en onrecht, gelijk we dat doen tusschenwaar en onwaar, goed en kwaad, schoon en leelijk.
( Pandangan Scholten diatas pada intinya menjelaskan kepada kita bahwaistilah kesadaran hukum, tidak dipandangnya sebagai penilaian hukummengenai suatu kejadian konkrit, melainkan suatu kesadaran yang hiduppada manusia mengenai apa yang hukum , kategori tertentu dari kehidupankejiwaan yang menyebabkan kita dengan evidensi melepaskan diri darilembaga-lembaga hukum positif, dalam membedakan antara hukum danbukan hukum, seperti kita membedakan antara benar dan tidak benar, baikdan buruk, cantik dan jelek).
Di dalam ilmu hukum ada banyak pendapat mengenai kesadaran hukum
sebagaimana juga telah dikemukakan diatas.Diantara sekian banyak Pengertian-
pengertian itu, terdapat suatu rumusan bahwa sumber satu-satunya hukum dan
kekuatan mengikatnya adalah kesadaran hukum.kesadaran hukum sangat
diperlukan untuk mengoptimalisasikan penegakan hukum terhadap tanggung
jawab pelaku usaha.
Teori Ketaatan Hukum menurut Brian H. Bix dalam karya editornya yang
berjudul A Dictionary of Legal Theory sebagaimana dikutip Achmad Ali
menguraikan tentang obligation to obey the law (kewajiban untuk menaati
hukum), bahwa merupakan satu isu penting yang senantiasa muncul berulang di
dalam ilmu hukum adalah apakah atau seluas apakah adanya an obligation to obey
the law (satu kewajiban untuk menaati hukum). olehan obligation to obey (suatu
kewajiban untuk menaati), maka refrensi yang umum dalam hal itu biasanya
adalah karena adanya a moral obligation (kewajiban moral), dimana alegal
29
obligation to obey the law (suatu kewajiban hukum untuk menaati hukum) adalah
being a near-tautology. Kedua, kewajiban hukum tersebut, biasanya diasumsikan
untuk menjadi a prima-facie obligation (kewajiban utama), yang dapat mengatasi
jika ada satu alas an moral yang lebih kuat untuk bertindak yang bertentangan
dengan preskripsi hukum. ketiga, diantara para komentator yang mempercayai
bahwa ada suatu kewajiban moral untuk mentaati hukum, maka kesimpulan
mereka biasanya diadakan untuk menerapkan hanya terhadap sistem hukum yang
bersifat umum.
Dengan demikian ketaatan hukum merupakan suatu kewajiban moral dan
kewajiban hukum yang harus dilaksanakandalam kerangka penegakan hukum
terhadap tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen.
1.8 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mempergunakan metode penelitian
yuridis empiris. Metode penelitian yuridis empiris adalah metode
penelitian yang beranjak dari adanya kesenjangan antara teori dengan
kenyataan di lapangan, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta
hukum, dan atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk
memenuhi kepuasaan akademik, jenis penelitian hukum empiris ini
bertujuan untuk mengungkapkan fenomena hukum dalam kehidupan nyata
dalam masyarakat.
30
b. Jenis Pendekatan
Menurut penjelasan dalam buku Pedoman Pendidikan Fakultas
Hukum Universitas Udayana, Penelitian Hukum umumnya mengenal 7
(tujuh) jenis pendekatan, yakni :
1. Pendekatan Kasus (The Cases Approach)
2. Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach)
3. Pendekatan Fakta (The Facy Approach)
4. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical& Conseptual
Approach)
5. Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach)
6. Pendekatan Sejarah (Historical Approach)
7. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach)
Dalam karya tulis skripsi ini, penulis menggunakan Pendekatan
Fakta (The Fact Approach), yaitu pendekatan fakta dilakukan
dengan mengkaji fakta-fakta yang terjadi dalam suatu masalah.
c. Sifat Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini penelitian yang digunakan bersifat
deskriptif, yakni penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat-sifat
suatu individu, keadaan, gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya
hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
31
d. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder.Data primer diperoleh melalui hasil penelitian lapangan
(field research).Penelitian lapangan dilakukan di Hotel Melia
Bali.Sedangkan data sekunder diperoleh melalui hasil penelitian
kepustakaan (library research).Data primer didapat langsung dari
responden maupun informan, dan data sekunder diperoleh tidak secara
langsung dari sumber pertamanya melainkan bersumber dari penelitian
kepustakaan yaitu dari data yang sudah terdokumenkan dalam bentuk
bahan-bahan hukum.
Adapun sumber data yang digunakan sebagai bahan dalam
penyusunan skripsi ini adalah :
- Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat autoratif yang
artinya memiliki otortitas. Bahan hukum ini mengikatdan sebagai landasan
hukum dalam menganalisis permasalahan tersebut.
- Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memeberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer, yaitu pendapat sarjana yang terkemuka.
Artinya bahan sekunder ini adalah yang sudah tertulis oleh suatu lembaga
seperti buku, karya tulis, literature-literatur ataupun jurnal serta data
penunjang seperti wawancara.
- Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder.
32
Dalam penelitian ini bahan hukum tersier digunakan kamus-kamus
hukum, kamus besar bahasa Indonesia dan kamus-kamus ilmiah.
e. TeknikPengumpulan Data
Teknik pengumpulan data kepustakaan yang digunakan dalam
penulisan skripsi ini, dengan cara mempelajari literatur yang memiliki
hubungan dengan topik permasalahan, kemudian dikumpulkan dan dicatat
sedemikian rupa. sedangkan untuk data lapangan, teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara wawancara (interview) dengan pihak-pihak
yang dipandang relevan dan berkompeten untuk pemecahan permasalahan
yang diajukan.
f. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Teknik penentuan sampel yang digunakan penulis yaitu Teknik
Non Probability Sampling, dalam hal ini tidak ada ketentuan yang pasti
berapa sampel harus diambil agara dapat dianggap mewakili populasinya.
Salah satu bentuk dari Non Probability Sampling yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Purposive Sampling, artinya penarikan sampel
dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan
sendiri oleh si peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel
didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-
sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari
populasinya.
33
g. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh, baik dari penelitian kepustakaan maupun
yang diperoleh dari penelitian lapangan kemudian diolah secara kualitatif,
artinya data yang diperoleh tersebut untuk selanjutnya dipilah-pilah mana
data yang penting/relevan dan mana data yang kurang penting/tidak
relevan sehubungan dengan masalah yang dibahas.Sedangkan
penyajiannya dilakukan dengan metode deksriptif analisis yaitu dengan
memaparkan terlebih dahulu, paparan tersebut kemudian dianalisa dan