1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Warisan budaya merupakan sumber informasi yang membawa pesan masa lalu untuk generasi masa kini dan masa yang akan datang. Warisan budaya antara lain menginformasikan bentuk-bentuk tinggalan budaya yang berupa perangkat- perangkat simbol / lambang. Menurut Ahimsa-Putra ( 2004, 23 - 27) ada empat bentuk simbol / lambang yang dapat diidentifikasi dan dikategorikan sebagai peninggalan budaya. Simbol / lambang peninggalan budaya yang dimaksud adalah: 1. Pertama yaitu benda-benda fisik atau material culture yang mencakup seluruh benda-benda hasil kreasi manusia, mulai dari benda-benda dengan ukuran yang relatif kecil hingga benda-benda yang sangat besar. 2. Kedua yaitu pola-pola perilaku yang merupakan representasi dari adat- istiadat sebuah kebudayaan tertentu. Bentuk kedua meliputi hal-hal keseharian, seperti pola makan, pola kerja, pola belajar, pola berdoa, hingga pola-pola yang bersangkutan dengan aktivitas sebuah komunitas. 3. Ketiga adalah sistem nilai atau pandangan hidup yang berupa falsafah hidup atau kearifan lokal dari suatu masyarakat dalam memandang atau memaknai lingkungan sekitarnya.
28
Embed
BAB I PENDAHULUAN . Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71735/potongan/S2-2014... · ditetapkan sebagai wari. ... Menunjukkan adanya pertukaran nilai-nilai kemanusiaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Warisan budaya merupakan sumber informasi yang membawa pesan masa
lalu untuk generasi masa kini dan masa yang akan datang. Warisan budaya antara
lain menginformasikan bentuk-bentuk tinggalan budaya yang berupa perangkat-
perangkat simbol / lambang. Menurut Ahimsa-Putra ( 2004, 23 - 27) ada empat
bentuk simbol / lambang yang dapat diidentifikasi dan dikategorikan sebagai
peninggalan budaya. Simbol / lambang peninggalan budaya yang dimaksud
adalah:
1. Pertama yaitu benda-benda fisik atau material culture yang mencakup
seluruh benda-benda hasil kreasi manusia, mulai dari benda-benda
dengan ukuran yang relatif kecil hingga benda-benda yang sangat
besar.
2. Kedua yaitu pola-pola perilaku yang merupakan representasi dari adat-
istiadat sebuah kebudayaan tertentu. Bentuk kedua meliputi hal-hal
keseharian, seperti pola makan, pola kerja, pola belajar, pola berdoa,
hingga pola-pola yang bersangkutan dengan aktivitas sebuah
komunitas.
3. Ketiga adalah sistem nilai atau pandangan hidup yang berupa falsafah
hidup atau kearifan lokal dari suatu masyarakat dalam memandang
atau memaknai lingkungan sekitarnya.
2
4. Wujud yang keempat adalah lingkungan yang dapat menjadi bagian
dari tinggalan budaya oleh karena lingkungan memainkan peran
sebagai bagian yang tak terpisahkan bagi terciptanya kebudayaan itu
sendiri.
Sayangnya, tidak semua orang dapat memaknai warisan budaya yang merupakan
akar dari kebudayaan yang berkembang saat ini. Kenyataan ini salah satunya
disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat tentang kebudayaan para
pendahulunya. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menyebarluaskannya,
salah satu caranya dapat ditempuh dengan memanfaatkan warisan budaya sebagai
sarana pariwisata (Nuryanti, 1996).
Pemanfaatan warisan budaya sebagai objek wisata telah berkembang
menjadi “industri”1 pariwisata yang marak di dunia. Mengingat bahwa warisan
budaya harus tetap lestari dalam pemanfaatannya, diperlukan manajemen yang
tepat dalam penanganannya. Manajemen ini bertujuan menyeimbangkan antara
kelestarian objek dan perkembangannya, dalam usaha memenuhi kebutuhan
pengunjung dalam menikmati objek. Kelestarian suatu warisan budaya sangat
perlu untuk tetap dijaga, mengingat bahwa warisan budaya merupakan aset yang
sangat spesial dan istimewa dan harus terus dapat disaksikan sebagai bukti adanya
identitas suatu bangsa. Warisan budaya yang memiliki kriteria-kriteria khusus
dapat ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. UNESCO dalam Konvensi
Warisan Dunia di Paris tahun 2005 menetapkan 10 kriteria untuk mengkaji nilai
1 Kusudianto, 1996: Industri pariwisata adalah suatu susunan organisasi, baik pemerintah maupun
swasta yang terkait dalam pengembangan, produksi, dan pemasaran produk suatu layanan yang
memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang bepergian.
3
universal yang luar biasa dari sebuah situs sebagai syarat untuk dapat ditetapkan
sebagai warisan dunia. Kriteria-kriteria tersebut adalah:
1. Mewakili karya agung (masterpiece) dari kejeniusan kreativitas manusia,
2. Menunjukkan adanya pertukaran nilai-nilai kemanusiaan yang penting,
selama jangka waktu tertentu atau dalam wilayah tertentu, terkait dengan
perkembangan dunia arsitektur atau teknologi, kesenian yang monumental,
perencanaan kota atau desain lansekap,
3. Mengandung bukti atas keunikan atau setidaknya kehebatan atas sebuah
tradisi budaya atau sebuah peradaban yang masih hidup atau yang telah
punah,
4. Merupakan contoh yang luar biasa dari sebuah tipe bangunan, karya
arsitektural atau teknologi atau lansekap yang melukiskan tahapan penting
dari sejarah umat manusia,
5. Merupakan contoh yang luar biasa dari sebuah permukiman tradisional,
tata guna lahan, atau tata guna laut yang merupakan representasi dari
sebuah kebudayaan (atau beragam kebudayaan), atau interaksi manusia,
6. Mempunyai kaitan langsung atau nyata dengan kejadian atau tradisi yang
hidup, dengan ide, atau dengan kepercayaan, dengan karya artistik dan
sastra yang mempunyai signifikansi universal yang luar biasa,
7. Mengandung fenomena alam yang luar biasa hebat atau kawasan dengan
keindahan alam yang sangat menakjubkan dengan nilai estetika yang
tinggi,
4
8. Merupakan contoh luar biasa yang mewakili tahapan-tahapan penting dari
sejarah bumi, meliputi catatan tentang kehidupan, proses geologis penting
yang sedang berlangsung dalam perkembangan bentuk tanah atau unsur
geomorfik dan fisiografik yang penting,
9. Merupakan contoh luar biasa yang mewakili proses ekologis dan biologis
yang penting dalam evolusi dan perkembangan ekosistem terestrial, air
tawar, pantai dan kelautan dan komunitas tumbuhan dan hewan, dan
10. Mengandung habitat alam terpenting untuk konservasi in-situ dari
keanekaragaman hayati termasuk yang mengandung spesies yang
terancam, yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang
ilmu pengetahuan alam atau konservasi.
Supaya dapat dianggap memiliki nilai universal yang luar biasa, sebuah warisan
budaya juga harus memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan yaang dimaksud
berkaitan dengan integritas dan / atau otentisitas dan harus mempunyai sistem
perlindungan dan pengelolaan uang yang memadai untuk memastikan upaya
pelestariannya.
Warisan budaya yang ditetapkan menjadi warisan dunia membuat
masyarakat menjadi lebih tertarik untuk berkunjung. Ketertarikan ini
menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan semakin meningkat dari waktu ke
waktu. Sejalan dengan meningkatnya jumlah pengunjung, maka meningkat pula
permasalahan yang berkaitan dengan manajemen, terutama kebutuhan untuk
menjaga keseimbangan kegiatan konservasi dan pariwisata (Leask, A., &
Yeoman, I, 1999). Menciptakan dan menjaga keseimbangan antara pelestarian dan
5
pemanfaatan memang tidak mudah karena cara yang digunakan untuk kedua hal
tersebut sering tidak sejalan. Pada kegiatan pelestarian, konservator berpendapat
bahwa pelestarian merupakan hal yang paling penting, sedangkan wisatawan
berkeinginan untuk memanfaatkan situs sebagai objek untuk mendapatkan
pengalaman baik yang berkaitan dengan pengetahuan maupun rekreasi. Cara yang
paling tepat untuk menjembatani kedua hal tersebut adalah dengan menerapkan
Cultural Resource Management (CRM). CRM merupakan upaya pengelolaan
Sumber Daya Budaya dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan banyak
pihak yang masing-masing pihak seringkali bertentangan. Kinerja CRM
cenderung lebih menekankan pada upaya pencarian solusi terbaik dan terbijak
agar kepentingan berbagai pihak tersebut dapat terakomodasi secara adil
(Tanudirjo, 1998:15). Tahapan-tahapan yang dilaksanakan sebagai langkah
penerapan CRM adalah identifikasi masalah dan potensi, penyusunan model
solusi, dan yang terakhir pemantauan dan evaluasi (Tanudirjo, dkk, 2004:19).
Penerapan CRM pada sebuah warisan budaya seyogyanya dapat
memenuhi kepentingan semua pihak yang terkait antara lain pengunjung,
masyarakat sekitar, para pelestari dan pemerhati budaya baik pemerintah maupun
swasta, dan pengelola. Salah satu objek pembahasan dalam tulisan ini kaitannya
dengan penerapan tahapan CRM yang terakhir yaitu evaluasi manajemen yang
dilakukan di Kompleks Candi Prambanan2 sebagai Situs Warisan Dunia.
Kompleks Candi Prambanan telah terdaftar dalam World Heritage List
nomor 642 tahun 1991 dan dimanfaatkan sebagai objek wisata yang menarik
2 Kompleks Candi Prambanan dalam tulisan ini adalah kelompok candi yang terdiri dari Candi
Siwa, Candi Wisnu, Candi Brahma, serta candi apit dan candi perwara di sekitarnya.
6
perhatian banyak wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Pemanfaatan
sebagai objek wisata dikelola oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur,
Prambanan dan Ratu Boko (PT.TWCBPRB) yang merupakan salah satu Badan
Usaha Milik Negara. Dalam hal pelestariannya wewenang dipegang oleh Balai
Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta (BPCB DIY). Dua institusi tersebut
mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berbeda terhadap Kompleks Candi
Prambanan. Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
No.PM.37/OT.001/MKP-2006, tanggal 7 September 2006 dan perubahan
Peraturan Menteri tersebut dengan Nomor PM.35/HK.001/MKP-2008, tanggal 9
September 2008 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) mempunyai
tugas pokok yaitu melaksanakan pemeliharaan, perlindungan, pemugaran,
pendokumentasian, bimbingan, dan penyuluhan mengenai peninggalan sejarah
dan purbakala beserta situs-situsnya, sedangkan fungsinya adalah:
1. Pengelolaan dan pemanfaatan peninggalan purbakala, bergerak maupun
tidak bergerak serta situs peninggalan arkeologi bawah air;
2. Pelaksanaan perlindungan peninggalan purbakal, bergerak maupun tidak
bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan maupun yang
tersimpan di ruangan;
3. Pelaksanaan pemugaran peninggalan purbakala bergerak maupun tidak
bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan maupun yang
tersimpan di ruangan;
7
4. Pelaksanaan dokumentasi peninggalan purbakala bergerak maupun tidak
bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan maupun yang
tersimpan di ruangan;
5. Pelaksanaan penyidikan dan pengamanan peninggalan purbakala bergerak
maupun tidak bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan
maupun yang tersimpan di ruangan;
6. Pelaksanaan pemberian bimbingan/penyuluhan terhadap masyarakat
tentang peninggalan sejarah dan purbakala;
7. Pelaksanaan penetapan benda cagar budaya bergerak di wilayah kerja
Balai Pelestarian;
8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Pelestarian.
PT. TWCBPRD, menurut Kepres No. 1 Tahun 1992 tentang Pengelolaan
Borobudur dan Prambanan pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa:
” PT. TWCBPRB dapat melakukan pengelolaan pada zona 2 juga
melakukan pemanfaatan dan pemeliharaan ketertiban serta kebersihan
zona 1 beserta candinya sebagai objek dan daya tarik wisata berdasarkan
petunjuk teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan selaku instansi yang menguasai, mengelola dan
bertanggung jawab atas candi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku”.
Menurut Kepres No. 1 Tahun 1992 Bab II Pasal 4 dan 5, zona satu merupakan
lingkungan kepurbakalaan yang diperuntukkan bagi perlindungan dan
pemeliharaan kelestarian lingkungan fisik candi. Zona dua merupakan kawasan di
sekeliling zona 1 di masing-masing candi. Zona ini diperuntukkan bagi
pembangunan taman wisata sebagai tempat kegiatan kepariwisataan, penelitian,
kebudayaan, dan pelestarian lingkungan candi. Tugas pokok dan fungsi itu
8
berbeda dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala yang lebih pada
pelestarian. Adanya perbedaan tugas, fungsi dan tujuan masing-masing institusi
tersebut, maka tulisan ini akan membahas dan mengevaluasi tentang manajemen
pariwisata khususnya manajemen pengunjung yang diterapkan oleh PT.
TWCBPRB dalam kaitannya dengan pelestarian Kompleks Candi Prambanan.