1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah keyakinan diri terhadap kemampuan diri sendiri (self efficacy) sangat berperan, bahkan menjadi salah satu kunci terhadap prestasi siswa. Self efficacy ikut memperkuat kegiatan belajar dalam meningkatkan kompetensi siswa dalam bidang akademik. Siswa dengan self efficacy yang tinggi, pada umumnya akan lebih mudah menerima dan memahami pembelajaran yang disampaikan guru. Self efficacy juga dapat membuat siswa lebih mudah dan lebih merasa mampu untuk mengerjakan soal-soal pelajaran yang dihadapinya, bahkan pelajaran yang lebih rumit sekalipun. Sebaliknya, siswa yang memiliki self efficacy lemah, tampak kurang percaya diri, meragukan kemampuan akademiknya, tidak berusaha mencapai nilai tinggi, menghindari tugas-tugas sulit, dan usaha kurang optimal. Hal tersebut sesuai pendapat (Humeira, 2014: 3) bahwa siswa yang memiliki self efficacy lemah terlihat minder diantara siswa yang pintar dan berprestasi dan tidak percaya diri akan kemampuan mencapai prestasi. Bandura (1997) menguraikan bahwa setiap belajar diperoleh melalui percontohan sosial (social modeling) seperti meniru pengamatan (imitation of observation). Pada dasarnya siswa belajar
12
Embed
BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15577/1/T2_942013073_BAB I.pdfdipandang sebagai respon-respon terhadap stimuli tingkah laku dari hasil
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah keyakinan diri terhadap kemampuan
diri sendiri (self efficacy) sangat berperan, bahkan
menjadi salah satu kunci terhadap prestasi siswa.
Self efficacy ikut memperkuat kegiatan belajar
dalam meningkatkan kompetensi siswa dalam
bidang akademik. Siswa dengan self efficacy yang
tinggi, pada umumnya akan lebih mudah menerima
dan memahami pembelajaran yang disampaikan
guru. Self efficacy juga dapat membuat siswa lebih
mudah dan lebih merasa mampu untuk
mengerjakan soal-soal pelajaran yang dihadapinya,
bahkan pelajaran yang lebih rumit sekalipun.
Sebaliknya, siswa yang memiliki self efficacy lemah,
tampak kurang percaya diri, meragukan
kemampuan akademiknya, tidak berusaha mencapai
nilai tinggi, menghindari tugas-tugas sulit, dan
usaha kurang optimal. Hal tersebut sesuai pendapat
(Humeira, 2014: 3) bahwa siswa yang memiliki self
efficacy lemah terlihat minder diantara siswa yang
pintar dan berprestasi dan tidak percaya diri akan
kemampuan mencapai prestasi.
Bandura (1997) menguraikan bahwa setiap
belajar diperoleh melalui percontohan sosial (social
modeling) seperti meniru pengamatan (imitation of
observation). Pada dasarnya siswa belajar
2
merupakan proses meniru apa yang dilihat dan
yang didengar selama proses pembelajaran yang
dipandu oleh guru. Secara sederhana behaviorisme
dapat didefinisikan sebagai proses belajar, yang di
dalam proses tersebut konselor mengggunakan
prosedur sistematis untuk membantu klien
menyempurnakan suatu perubahan khusus dalam
perilaku. Dalam terapi kelompok-kelompok
behavioral, baik kelompok interpersonal yang
bersifat mendidik dan meliputi tujuan-tujuan
khusus, biasanya terpusat pada self-improvement
(perbaikan diri).
Terapi tingkah laku menerapkan aneka ragam
teknik dan prosedur yang berakar pada berbagai
teori tentang belajar dengan menyertakan penerapan
sistematis prinsip-prinsip belajar pada perubahan
tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif
(Ajeeng, 2013: 1). Pendekatan ini banyak
memberikan sumbangan dalam bidang klinis
ataupun pendidikan yang berlandasan teori belajar
modifikasi pelaku dan terapi tingkah laku adalah
pendekatan terhadap konseling dan psikoterapi yang