1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Arab Saudi merupakan salah satu negara tujuan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia atau TKI terbesar di Timur Tengah dan kedua di antara negara-negara tujuan lainnya pengiriman TKI di Indonesia. Pengiriman TKI ke Arab Saudi menjadi salah satu cara Indonesia untuk mengatasi masalah pengangguran serta memberikan pemasukkan yang besar juga terhadap devisa negara selain migas. Pengiriman TKI ke Arab Saudi dimulai pada tahun 1970-an dimana harga minyak di pasar internasional saat itu sedang melonjak tinggi sehingga menyebabkan bermunculannya masyarakat kelas menengah di Arab Saudi. Kemunculan masyarakat kelas menengah di Arab Saudi meningkatkan kebutuhan akan tenaga kerja asing khususnya di sektor informal, yaitu Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT) yang juga menjadi bagian gaya hidup masyarakat kelas tersebut untuk menunjukkan tingkatan kelas sosial mereka. Kebutuhan yang meningkat akan tenaga kerja asing menjadikan daya tarik juga bagi Masyarakat Indonesia dalam mendapatkan sumber pendapatan ekonomi yang baru bagi mereka dimana di dalam negeri masih sedikit jumlah lapangan kerja. Indah dkk (2000, hlm. 3) menyebutkan bahwa: Seperti dalam hukum permintaan dan hukum penawaran, Indonesia memiliki jumlah angkatan kerja yang berlebihan atau tinggi sedangkan beberapa negara lainnya mempunyai permintaan tenaga kerja yang tinggi sehingga Indonesia menjadi salah satu negara yang diminati negara lain dalam permintaan tenaga kerja hal tersebut yang menyebabkan terjadinya interaksi dan transaksi pasar tenaga kerja antar negara baik secara legal maupun illegal. Maraknya pengiriman TKI ke Arab Saudi membuat Pemerintah Indonesia menetapkan regulasi untuk mengatur pengiriman TKI di tahun 1980-an, yaitu SK Menakertrans No. Kep.149/Men/1983 tentang tata cara pelaksanaan pengerahan tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi karena pemerintah melihat nilai positif dan memberikan nilai ekonomis yang tinggi bagi sumber pendapatan negara.Sehingga Arab Saudi menjadi negara penempatan pertama yang secara formal diatur dalam regulasi di Indonesia lewat SK Menakertrans No. Kep.149/Men/1983 tentang tata UPN "VETERAN" JAKARTA
19
Embed
BAB I PENDAHULUAN - repository.upnvj.ac.idrepository.upnvj.ac.id/3668/3/BAB I.pdf · sektor informal contohnya Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), yang banyak ditempatkan ke Arab
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Arab Saudi merupakan salah satu negara tujuan pengiriman Tenaga Kerja
Indonesia atau TKI terbesar di Timur Tengah dan kedua di antara negara-negara
tujuan lainnya pengiriman TKI di Indonesia. Pengiriman TKI ke Arab Saudi
menjadi salah satu cara Indonesia untuk mengatasi masalah pengangguran serta
memberikan pemasukkan yang besar juga terhadap devisa negara selain migas.
Pengiriman TKI ke Arab Saudi dimulai pada tahun 1970-an dimana harga minyak
di pasar internasional saat itu sedang melonjak tinggi sehingga menyebabkan
bermunculannya masyarakat kelas menengah di Arab Saudi. Kemunculan
masyarakat kelas menengah di Arab Saudi meningkatkan kebutuhan akan tenaga
kerja asing khususnya di sektor informal, yaitu Penata Laksana Rumah Tangga
(PLRT) yang juga menjadi bagian gaya hidup masyarakat kelas tersebut untuk
menunjukkan tingkatan kelas sosial mereka. Kebutuhan yang meningkat akan
tenaga kerja asing menjadikan daya tarik juga bagi Masyarakat Indonesia dalam
mendapatkan sumber pendapatan ekonomi yang baru bagi mereka dimana di
dalam negeri masih sedikit jumlah lapangan kerja. Indah dkk (2000, hlm. 3)
menyebutkan bahwa:
Seperti dalam hukum permintaan dan hukum penawaran, Indonesia memiliki jumlah
angkatan kerja yang berlebihan atau tinggi sedangkan beberapa negara lainnya mempunyai
permintaan tenaga kerja yang tinggi sehingga Indonesia menjadi salah satu negara yang
diminati negara lain dalam permintaan tenaga kerja hal tersebut yang menyebabkan
terjadinya interaksi dan transaksi pasar tenaga kerja antar negara baik secara legal maupun
illegal.
Maraknya pengiriman TKI ke Arab Saudi membuat Pemerintah Indonesia
menetapkan regulasi untuk mengatur pengiriman TKI di tahun 1980-an, yaitu SK
Menakertrans No. Kep.149/Men/1983 tentang tata cara pelaksanaan pengerahan
tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi karena pemerintah melihat nilai positif dan
memberikan nilai ekonomis yang tinggi bagi sumber pendapatan negara.Sehingga
Arab Saudi menjadi negara penempatan pertama yang secara formal diatur dalam
regulasi di Indonesia lewat SK Menakertrans No. Kep.149/Men/1983 tentang tata
UPN "VETERAN" JAKARTA
2
cara pelaksanaan pengerahan tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi. Untuk
mendukung pengiriman TKI, Pemerintah Indonesia juga mengontrol dengan tegas
pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang menyelenggarakan bisnis
penempatan buruh migran ke luar negeri. Pengontrolan Perusahaan Jasa Tenaga
Kerja Indonesia (PJTKI) atau sekarang yang dikenal dengan Pelaksana
Penempatan TKI Swatsa (PPTKIS) dilakukan Depnaker melalui Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.129/Men/1983 tentang Perusahaan
Pengerah Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri yang mengatur tentang ijin usaha,
hak dan kewajiban perusahaan dan sanksi pidana untuk yang melanggarnya.
Perjalanan regulasi TKI yang mulai diperhatikan oleh Menteri Tenga Kerja
membuat proses pengiriman TKI menjadi lebih terstruktur (Wahyu dkk. 2013,
hlm. 18). Kepmen yang dikeluarkan adalah pertanda bahwa negara sangat
mendukung proses mobilitas TKI khsusnya ke Arab Saudi.
Peningkatan pengiriman TKI setiap tahunnya ke Arab Saudi menjadikan
TKI memiliki peran sentral dalam penopang perekonomian nasional Indonesia.
Namun, sayangnya pengiriman ini dijadikan peluang bagi oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab, seperti calo atau makelar yang hanya mencari
keuntungan bahkan Masyarakat Indonesia yang ingin bekerja di Arab Saudi tanpa
sesuai prosedural.Sehingga Sehingga kedatangan atau keberadaan TKI ke negara
tujuan menimbulkan permasalahan baik bagi TKI itu sendiri, Indonesia sebagai
negara asal, maupun negara penempatan.Terlebih TKI yang direkrut mayoritas di
sektor informal contohnya Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), yang banyak
ditempatkan ke Arab Saudi. Menurut Erwan (2007, hlm. 169), TKI yang bekerja
sebagai PLRT direkrut dengan tidak mempunyai pendidikan, pengalaman dan
wawasan yang cukup atau bisa dibilang dengan latar pendidikan yang rendah
sehingga memicu terjadinya rentetan permasalahan yang dialami oleh TKI baik di
negara penempatan maupun di dalam negeri sendiri.
Di Timur Tengah sendiri para TKI yang melakukan pekerjaan dengan upah
rendah seperti PLRT khususnya di Arab Saudi, mengalami tingkat pelecehan dan
eksploitasi yang tinggi, sebagian karena keberadaan sistem kafala yang mengikat
seorang pekerja dengan majikannya (Bassina dkk, 2013, hlm. 36). Kerugian yang
sering dialami termasuk upah yang tidak dibayar, kondisi kerja yang tidak aman,
UPN "VETERAN" JAKARTA
3
waktu istirahat yang tidak memadai, kondisi perumahan yang tidak manusiawi,
perubahan mendasar dalam sifat maupun kondisi pekerjaan, penyitaan dokumen
identitas pekerja oleh majikan, atau dalam beberapa kasus, penyekapan dalam
rumah dan atau pelecehan fisik maupun pelecehan seksual. Dapat dilihat jenis
permasalahan apa saja yang menimpa TKI di Arab Saudi:
Tabel TKI Bermasalah di Arab Saudi berdasarkan Jenis Masalah
Tahun 2008-2010
No Jenis Masalah 2008 2009 2010
1 PHK Sepihak 18,789 13,945 22,123
2 Majikan bermasalah 1,228 1,916 4,358
3 Sakit akibat kerja 8,742 10,153 12,772
4 Gaji tidak dibayar 3,797 1,905 2,874
5 Penganiayaan 347 4,822 4,336
6 Pelecehan Seksual 1,889 2,518 2,978
7 Pekerjaan tidak sesuai PK 103 791 989
8 Dokumen tidak lengkap 1,547 1,326 1,894
Total 36,442 37,376 52,324
Sumber : BNP2TKI
Dalam kurun waktu 3 tahun dari 2008 sampai 2010 dapat dilihat
permasalahan TKI terus meningkat dimana PHK sepihak di tahun 2008 dari
18,789, di tahun 2009 menurun 13,945menjadi sedangkan di tahun 2010
meningkat menjadi 22,123. Dari majikan bermasalah bagi TKI meningkat setiap
tahunnya 2008 dari 1,288 menjadi 1,916 dan 4,358 di tahun 2010. Sakit akibat
juga bekerja dialami oleh para TKI dimana juga meningkat setiap tahunnya di
2008 dari 8,742 menjadi 10,153 lalu di tahun 2010 menjadi 12,772. Lalu
permasalahan gaji tidak dibayar di tahun 2008 dari 3,797 turun menjadi 1,905
namun meningkat di tahun 2010 menjadi 2,874. Kasus penganiayaan yang
dihadapi TKI di tahun 2008 347 meningkat menjadi 4,822 dan sedikit menurun
menjadi 4,336. Bukan hanya penganiayaan tetapi juga pelecehan seksual diterima
UPN "VETERAN" JAKARTA
4
oleh TKI dimana di tahun 2008 1,889 meningkat menjadi 2,518 dan meningkat
kembali menjadi 2,978. Majikan juga melanggar kontrak yang ada dimana
pekerjaan juga tidak sesuai Perjanjian Kerja atau Kontrak kerja dilihat tahun 2008
dari 103 meningkat menjadi 791 kembali meningkat menjadi 989. Permasalahan
juga datang dari TKI itu sendiri dimana mereka bekerja tanpa dokumen yang tidak
lengkap di tahun 2008 dari 1,547 menurun menjadi 1,326 lalu meningkat kembali
1,894.
Dalam upaya mengatur penempatan dan perlindungan TKI, Pemerintah
Indonesia mengeluarkan UU mengenai Penempatan dan Perlindungan TKI yang
berada di luar negeri, yaitu UU No.39 Tahun 2004 yang menjadi acuan bagi
Pemerintah Indonesia dalam melaksanakan perlindungan TKI di negara
penempatan termasuk Arab Saudi. Seperti yang tertuang dalam pasal 77 ayat 1
UU No. 39 Tahun 2004 bahwa Setiap calon TKI atau TKI mempunyai hak
memperoleh perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Namun,
pada penerapannya yang terjadi adalah para TKI yang bekerja di luar negeri lebih
cenderung menjadi komoditi dan dijadikan bisnis yang berorientasi untuk
kepentingan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga yang terjadi
tidak sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi TKI di Arab Saudi juga karena
kurangnya perlindungan TKI di Arab Saudi juga dikarenakan UU ketenagakerjaan
di Arab Saudi yang tidak memihak tenaga kerja asing yang bekerja disana serta
tidak adanya MoU perlindungan bagi TKI antara Indonesia dengan Arab Saudi
dan sistem kafala yang diterapkan oleh Arab Saudi menambah kecenderungan
majikan untuk dapat berlaku sewenang-wenang terhadap TKI hingga di luar batas
kemanusiaaan. UNIMIG (n.d., hlm.1) menjelaskan bahwa sistem hukum di Arab
Saudi juga sangat tertutup dan susah diakses, jika dibandingkan dengan negara
penempatan TKI lainnya seperti Malaysia, Taiwan, Singapura dan Hong Kong
sehingga dinilai paling merugikan bagi TKI yang bekerja disana.Bentuk hukum
dipakai Arab Saudi adalah bentuk hukum non notification yang lebih dikenal
dengan tidak adanya pemberitahuan kasus hukum kepada negara asal tenaga kerja
asing atau warga asing yang mempunyai masalah hukum di Arab Saudi. Ataupun
terkadang ada pemberitahuan namun pemberitahuan tersebut terlambat oleh
UPN "VETERAN" JAKARTA
5
Pemerintah Arab Saudi mengenai hukuman yang akan dihadapi. Sehingga tenaga
kerja yang menjadi tersangka atau terdakwa tiba-tiba sudah di eksekusi. Hal
tersebut juga menyebabkan pemerintah dari tenga kerja asing yang bersangkutan
terlambat memberikan pertolongan.
Contoh kasus pelaksanaan hukuman pancung TKI adalah Kasus Ruyati TKI
Legal asal Bekasi sejak tahun 2008, di hukum pancung pada 17 juni 2011 karena
dituduh membunuh majikan perempuannya pada 2009 di Mekkah, Arab Saudi
tanpa adanya pemberitahuan ke Pemerintah Indonesia. Presiden Indonesia, Susilo
Bambang Yudhoyono menentang hukuman mati dan mengatakan tindakan
Pemerintah Arab Saudi memutuskan hubungan dengan norma-norma
internasional karena Arab Saudi tidak memberitahu Indonesia sebelum eksekusi
Ruyati (VOAnews.com. 23 Juni 2011, hlm.1). Melihat tingginya angka kasus TKI
Informal di Arab Saudi serta dengan eksekusi Ruyati tanpa pemberitahuan sebagai
bahan pertimbangan Pemerintah Indonesia untuk memberlakukan kebijakan
moratorium pengiriman TKI Informal di Arab Saudi (BNP2TKI.com. 13 Oktober
2014, hlm. 1). Maraknya pemberitaan mengenai eksekusi Ruyati juga
menimbulkan gejolak di Masyarakat Indonesia yang menuntut Pemerintah
Indonesia untuk bersikap tegas dan mencari jalan keluar mengenai permasalahan
TKI bukan hanya di Arab Saudi tetapi juga di negara penempatan TKI lainnya.
Sehingga pada 1 Agustus 2011, Kebijakan moratorium diberlakukan melalui
Instruksi presiden berdasarkan hasil kabinet terbatas. Penumpukkan permasalahan
serta tidak adanya perjanjian yang mengikat mengenai perlindungan TKI informal
semakin menguatkan Pemerintah Indonesia untuk memoratorium pengiriman TKI
ke Arab Saudi.
Diberlakukannya moratorium diharapkan mampu menyelesaikan
permasalahan TKI di Arab Saudi. Ketika pengiriman TKI dibatasi, maka
Pemerintah Indonesia bisa lebih fokus untuk menanggulangi penyebab masalah-
masalah TKI yang sebagian besar berawal dari negara penempatan. Serta dapat
menjadi power Indonesia untuk mendorong Arab Saudi agar mau berdiskusi
mengenai perlindungan TKI yang bekerja disana dan juga meningkatkan
bargaining position Indonesia sehingga dapat terbentuk MoU (Memorandum of
Understanding) kerjasama perlindungan TKI antara keduanya. MoU kerjasama
UPN "VETERAN" JAKARTA
6
perlindungan ini didalamnya akan berisikan butir-butir yang menjamin hak-hak
serta perlindungan TKI yang berada di Arab Saudi. Pemberlakuan moratorium
pun tidak langsung diberlakukan, sebelumnya, Pemerintah Indonesia
memberlakukan semi moratorium di awal januari 2011. Semi moratorium di
mulai dengan adanya pengetatan total yang dilaksanakan dalam dua langkah, yaitu
regulasi dan sosialisasi. Regulasi diterbitkan dengan membuat kebijakan terkait
sistem rekrutmen, antara lain dengan mengendalikan job order secara ekstra ketat.
Job order secara ekstra ketat, yakni dengan menambah syarat-syarat agar majikan
yang mempekerjakan TKI terseleksi dengan lebih baik seperti calon majikan
harus melengkapi diri dengan surat kelakuan baik, gaji minimum 11 ribu riyal,
peta rumah, jumlah dan foto keluarga serta pernyataan kesediaan membuka akses
komunikasi (Harianhaluan.com. 24 juni 2011, hlm. 1).
Walaupun, banyak pihak mengusulkan moratorium pengiriman TKI sebagai
salah satu solusi atas permasalahan TKI sertasebagai salah satu dari upaya
pemerintah untuk melaksanakan perlindungan dan penempatan bagi para TKI
yang berada di luar negeri, khususnya dalam hal ini yang berada pada sektor
informal. Seperti tujuan moratorium, diharapkan langkah moratorium sendiri
dalam penerapannya dapat mencapai tujuan yang dimaksud Indonesia salah
satunya pembentukkan dan penandatanganan MoU dapat terlaksana dengan Arab
Saudi. Namun, dengan adanya moratorium ternyata juga memberikan dampak
yang negatif bagi Indonesia. Pasalnya banyak WNI yang menggantungkan
kehidupannya sebagai TKI dan dengan adanya moratorium sudah pasti CTKI
yang ingin berangkat dan bekerja di Arab Saudi terancam batal berangkat.
Sedangkan, lapangan pekerjaan di Indonesia sendiri belum memadai. Dengan
gagalnya para CTKI bukankah justru menambah pengangguran di Indonesia serta
kemungkinan yang terjadi maraknya human trafficking karena banyak WNI
menggunakan cara yang tidak sesuai prosedur dengan menggunakan para calo.
I.2 Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang sudah diuraikan sebelumnya dapat diketahui
bahwa diberlakukannya Kebijakan Moratorium TKI ke Arab Saudi khususnya
TKI di sektor informal sebagai hasil dari reaksi dari Pemerintah Indonesia kepada
Pemerintah Arab Saudi yang menghukum pancung TKI Wanita tanpa
UPN "VETERAN" JAKARTA
7
pemberitahuan terlebih dahulu ke pihak Indonesia serta menjadi salah satu upaya
Pemerintah Indonesia dalam memperbaiki sistem perekrutan, dan penempatan
TKI baik di dalam negeri maupun Arab Saudi dan upaya perlindungan TKI di
Arab Saudi. Sehingga dalam pelaksanaan penerapan kebijakan moratorium
memunculkan pertanyaan bagi penulis “Bagaimana Implementasi Kebijakan
Moratorium dalam pengiriman Tenaga Kerja Indonesia ke Arab Saudi?”
I.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan ini adalah :
a. Memahami latar belakang pemberlakuan Kebijakan Moratorium
Indonesia ke Arab Saudi.
b. Mengetahui proses serta implementasi kebijakan moratorium dalam
menyelesaikan permasalahan TKI di Arab Saudi.
c. Mengetahui dampak dari implementasi kebijakan moratorium bagi
Indonesia dan Arab Saudi
I.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari permasalahan ini adalah :
a. Memberikan manfaat bagi kajian Ilmu Hubungan Internasional dengan
menawarkan suatu fenomena isu non tradisional yaitu mengenai
permasalahan yang dialami oleh para TKI di Arab Saudi.
b. Memberikan manfaat dalam mengkaji ilmu kebijakan luar negeri,
khususnya Kebijakan Luar Negeri Indonesia, yaitu Kebijakan
Moratorium dalam pengiriman TKI.
c. Mengetahui proses yang dilakukan Pemeritah Indonesia dalam
melindungi warga negaranya di luar negeri.
I.5 Tinjauan Pustaka
Untuk menjawab rumusan permasalahan penelitian ini, peneliti melakukan
tinjauan terhadap karya akademis atau penelitian yang memiliki kemiripan dan
atau berhubungan dengan penelitian ini. Adapun beberapa tulisan yang dijadikan
tinjauan bagi penulis antara lain, yaitu :
UPN "VETERAN" JAKARTA
8
Pertama dikaji dari penelitian skripsi yang dilakukan oleh Mega Indah
Kusumawati yang berjudul “Penanganan Pemerintah Indonesia dalam Mengatasi
Masalah Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Arab
Saudi.”Dalam penelitian ini membahas upaya yang dilakukan Pemerintah
Indonesia dalam menagani masalah penempatan dan perlindungan TKI di Arab
Saudi.Penelitian ini menjelaskan bahwa Pemerintah Indonesia telah melakukan
berbagai upaya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh para TKI baik
pada saat pra penempatan, pada saat bekerja di luar negeri dan paska penempatan
atau masa kepulangan akan tetapi permasalahan tetap terjadi sepanjang tahunnya.
Upaya yang dilakukan pemerintah juga sudah sangat terlambat mengingat banyak
kasus yang sama terjadi sepanjang tahunnya di Arab Saudi.
Keterlambatan terjadi disebabkan karena lemahnya payung hukum yang
selama ini kurang efektif melindungi TKI di Arab Saudi yang terkena kasus
hukum dan kurangnya koordinasi antara pemerintah dengan pihak swasta dalam
program penempatan dan perlindungan TKI di Arab Saudi. Landasan hukum
perlindungan sosial untuk TKI adalah Undang-Undang RI Nomor 39 tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.
Indonesia telah menandatangani konvensi internasional tahun 1990 tentang
perlindungan terhadap pekerja migran dan anggota keluarga serta telah
meratifikasi konvensi tersebut melalui UU nomor 6 tahun 2012, namun sudah
terlambat mengingat banyaknya kasus yang sudah berlangsung sepanjang tahun.
Kelemahan payung hukum yang dapat melindungi tenaga kerja di luar
negeri disebabkan belum dimasukannya butir-butir perlindungan konvensi pekerja
migran ke dalam Undang-Undang nasional.Kekuatan payung hukum menjadi
tidak efektif dan tidak secara tegas mengikat objek hukum. Sehingga proses revisi
Undang-Undang nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perindungan
tenaga Kerja di Luar Negeri sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan.Terlebih
tidak adanya ikatan kerjasama atau perjanjian bilateral antara Indonesia dan Arab
Saudi untuk mengatur penempatan dan perlindungan TKI di Arab Saudi.Oleh
karena itu, penting adanya MoU diantara kedua negara ini untuk mengatasi dan
menyelesaikan permasalahan TKI serta menjamin keselamatan dan perlindungan
TKI.
UPN "VETERAN" JAKARTA
9
Kedua, Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik, Vol 21,2010 “Tindakan
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi Dalam menangani
Permasalahan TKI di Arab Saudi” yang ditulis oleh Imanuella Tamara Geerads.
Dalam jurnal ini dikatakan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh para TKI di
Arab Saudi diakibatkan banyak faktor. Yang pertama adalah faktor TKI itu sendiri
dimana mereka pada umumnya tidak memiliki pendidikan dan keterampilan yang
cukup baik, sehingga menyebabkan ketidaktahuan dan pemahaman yang
kurang.Selain itu, TKI juga sangat kurang dalam kemampuan memahami bahasa
menjadi sebab yang menjadikan TKI sulit untuk berkomunikasi dalam
bekerja.Faktor kedua adalah sistem perekrutan yang masih kurang baik. Para
calon TKI ada yang direkrut secara legal dan illegal, dalam proses perekrutan
secara legal para calon TKI harus mengurus surat atau dokumen resmi dan surat
izin dari Kementerian Ketenagakerjaan, serta mengikuti pelatihan kemampuan
calon TKI untuk dikirim ke negara tujuan. Sedangkan, perekrutan secara illegal
para calon TKI dibawa Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang
penempatannya tidak sesuai dengan standar gaji yang tidak sesuai dengan kontrak
kerja yang telah di sepakati sehingga hal ini sering terjadi kekerasan terhadap
tenaga kerja yang illegal. Dengan banyaknya permasalahan yang dihadapi para
TKI maka Indonesia dan Arab Saudi berupaya untuk menangani permasalahan
TKI di Arab Saudi dengan melakukan tindakan-tindakan yang diwujudkan dalam
membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan tenaga kerja di luar
negeri.
Ketiga, Fudianti Anggani penelitian thesis mengenai “Kebijakan Pemerintah
Indonesia Tentang Perlindungan TKI dalam pemenuhan hak dasar TKI di luar
negeri.” Dalam penelitiannya menyatakanbahwa program penempatan TKI di
Saudi Arabia menjadi sebuah prospek yang baik bagi pemerintah Indonesia,
dimana menjadi solusi atas permasalahan pengangguran yang sangat tinggi
jumlahnya di Indonesia serta keterbatasan lapangan pekerjaan di dalam negeri.
Tetapi di sisi lain, hal ini memunculkan permasalahan baru dengan berbagai
kasus kekerasan yang menimpa TKI diakibatkan pengguna jasa yang kurang
menghargai dan menghormati hak-hak pekerja. Pemerintah Indonesia tentunya
menghadapi hambatan dalam merealisasikan perlindungan TKI di Arab Saudi
UPN "VETERAN" JAKARTA
10
karena adanya perbedaan landasan hukum yang digunakan di negara tersebut.
Arab Saudi menganut dasar negara yang mengindikasi bahwa sistem politik yang
diakui tidak mengadopsi hukum internasional, seperti halnya dalam penerapan isu
hak asasi manusia dan gender, karena Arab Saudi tidak meratifikasi konvensi
yang berkaitan dengan kedua isu tersebut.
Fudianti Anggani juga menyatakan bahwa perlindungan TKI secara
mutlak menjadi tanggung jawab penuh dari pemerintah. Peran negara ini tentunya
membutuhkan koordinasi dalam penangangan kasus TKI tersebut supaya tidak
memunculkan kecenderungan tumpang tindih wewenang dan kewajiban bagi
setiap instansi terkait yang menjadi focal point dari program penempatan TKI di
luar negeri. Kerjasama dengan negara penempatan tidak dapat dikesampingkan
dalam hal ini, karena dengan dialog melalui kerjasama bilateral
dapatmenghasilkan agreement dasar yang mengikat secara hukum.Permasalahan
mengenai TKI apabila tidak diselesaikan dengan sesegera mungkin maka dapat
memicu munculnya konflik dalam hubungan bilateral.
Diplomasi bilateral memiliki peranan yang penting sebagai upaya preventif
perlindungan TKI di luar negeri guna tercapainya keberadaan “bilateral
agreement” antara negara pengirim dan negara penerima di bidang
ketenagakerjaan, hingga pengguna jasa TKI dapat menghargai hak-hak dasar dari
TKI. Tidak hanya itu saja, perbaikan tentunya harus dilakukan di dalam negeri,
seperti misalnya apabila pemerintah menginginkan negara penerima menaikkan
upah, maka kualitas dan kemampuan dari TKI tentu juga harus ditingkatkan.
Kebijakan dan peraturan domestik yang telah dirumuskan oleh pemerintah
Indonesia dijadikan prinsip dan dasar dalam proses penempatan TKI di luar
negeri.Kebijakan dan peraturan ini harus mampu memberikan kontribusi
perlindungan bagi keselamatan dan kesejahteraan TKI, walau diakui sangat sulit
untuk dapat membuat serta menyusun suatu peraturan yang dapat memuaskan
semua pihak. Meskipun demikian, pemerintah harus sebisa mungkin
mengakomodasi kepentingan dari semua pihak yang terkait, sedangkan upaya
hukum yang dapat dilakukan apabila terdapat pelanggaran hak TKI saat
penempatan yaitu tunduk pada peraturan negara setempat dengan mengikuti
kedaulatan teritorial suatu negara.
UPN "VETERAN" JAKARTA
11
Keempat, dari Ahmad Almaududy Amri penelitian thesisnya mengenai
“Pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi TKI Sektor Informal di \Saudi Arabia.”
Dalam penelitiannya menyatakan bahwa perlindungan hukum terhadap TKI telah
dilakukan dengan berbagai upaya oleh Pemerintah Indonesia, dimana diantaranya
menyiapkan perangkat hukum dalam negeri dengan melibatkan berbagai pihak
yang terkait, terdapat upaya pemerintah melalui Perwakilan Indonesia diSaudi
Arabia untuk melakukan penyelesaian secara langsung dengan para pengguna jasa
TKI di Saudi Arabia, dan adanya upaya hukum oleh pemerintah Indonesia
melalui pemerintah Saudi Arabia. Tetapi meskipun demikian, perlindungan TKI
di Saudi Arabia, khususnya di sektor informal belum dapat dilakukan secara
maksimal dikarenakan belum adanya asuransi lokal di Saudi Arabia untuk
menjamin keselamatan dari para TKI tersebut.
Ahmad Almaududy Amri dalam penelitiannya menuliskan bahwa pada
tahun 2002, pemerintah Saudi Arabia melakukan kebijakan baru dalam bidang
ketenagakerjaan, yaitu program Saudisasi. Program Saudisasi merupakan suatu
pembangunan untuk melatih dan mendidik tenaga kerja Saudi Arabia dan
menggantikan para tenaga kerja asing yang ada di Saudi Arabia, dengan target
80% tenaga kerja Saudi Arabia harus sudah mengisi semua sektor lapangan kerja
di Saudi Arabia pada tahun 2012. Kebijakan ini tentunya dapat mengancam
lapangan kerja bagi para TKI dan tentunya dapat mempersempit lapangan kerja di
Saudi Arabia. Tujuan utama dari kebijakan Saudisasi adalah:
a. Meningkatkan lapangan kerja bagi warga negara Saudi Arabia di semua
sektor kegiatan ekonomi.
b. Mengurangi ketergantungan terhadap tenaga kerja asing.
c. Menangkap kembali dan mereinvestasi pendapat yang diperoleh para
tenaga kerja asing di Saudi Arabia, yang selama ini dikirimkan sebagai
remittance ke negara asalnya.
Dari keempat tinjauan pustaka yang digunakan penulis, memiliki perbedaan
bagi penelitian yang akan dilakukan oleh penulis.Namun, keempat tinjauan
pustaka ini menjadi bahan pendukung untuk menganalisa penelitian yang
dilakukan penulis.Baik penyebab mengapa TKI mengalami permasalahan penulis
dapat melihat melalui Jurnal Masyarakat Kebudayaan dan Politik. Sedangkan,
UPN "VETERAN" JAKARTA
12
untuk upaya-upaya perbaikan dan perlindungan bagi TKI peneliti melihat dari
hasil penelitian skripsi yang dilakukan oleh Mega Indah dan tesis dari Ahmad
Almaududy Amri, lalu pembicaraan mengenai diplomasi bilateral dalam
pembuatan MoU dilihat dari tesis yang dilakukan Fudianti Anggani. Sehingga
pembahasan lebih dalam mengenai penerapan kebijakan moratorium TKI belum
dilakukan oleh tinjauan pustaka yang dipakai oleh penulis maupun penelitian
siapun.
I.6 Kerangka Pemikiran
Untuk membahas permasalahan mengenai Implementasi Kebijakan
Moratorium Indonesia ke Arab Saudi dalam Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia
Informal untuk Mengatasi Permasalahan Tenaga Kerja Indonesia di Arab Saudi
digunakan teori kebijakan luar negeri, diplomasi bilateral, konsep tenaga kerja dan
moratorium.
I.6.1 Kebijakan Luar Negeri
Menurut Holsti (1987, hlm. 135), kebijakan luar negeri merupakan tindakan
atau ide yang dirancang oleh para pembuat kebijakan untuk memecah suatu
masalah atau melakukan perubahan dalam lingkungan dimana dipengaruhi baik
lingkungan eksternal maupun internal. Dalam bukunya, Perwira menjelaskan
bahwa:
Kebijakan luar negeri merupakan strategi atau rencana tindakan yang dibuat oleh para
pembuat keputusan negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik internasional
lainnya, dan di kendalikan untuk mencapai tujuan nasional yang spesifik yang dituangkan
alam terminology kepentingan nasional. Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh
pemerintah suatu negara memang bertujuan untuk mencapai kepentingan nasional
masyarakat yang diperintahnya (Anak Agung dkk. 2005, hlm. 49).
Kebijakan luar negeri dibutuhkan oleh sebuah negara dalam perjalanannya,
karena suatu negara tentu akan berinteraksi dengan negara lain, sehingga perlu
dimiliki pedoman dasar sehingga mampu mencegah konflik yang dapat merusak
hubungan diplomatik dengan negara lainnya. Kebijakan luar negeri dalam
prosesnya dibagi mejadi tiga ruang lingkup, yaitu: pengaruh kebijakan luar negeri
(the influences of foreign policy), pembuatan kebijakan luar negeri (the making
of foreign policy), dan implementasi kebijakan luar negeri (the implementation of