1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, oleh karena itu transportasi akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Sektor transportasi merupakan sektor penting yang dapat menunjang perkembangan suatu daerah. Perkembangan sektor-sektor lain seperti ekonomi, sosial, dan politik sangat dipengaruhi oleh transportasi. Di kota-kota besar di Indonesia, masalah transportasi merupakan salah satu masalah yang paling banyak terjadi. Pada dasarnya, permasalahan transportasi di perkotaan terjadi karena peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang tidak diimbangi dengan peningkatan panjang ruas jalan. Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah dan merupakan salah satu kota besar di Indonesia. Jumlah penduduk Kota Semarang berdasarkan data Semarang Dalam Angka tahun 2011 mencapai 1.544.358 jiwa, dan jumlah ini akan terus bertambah. Peningkatan jumlah penduduk di Kota Semarang berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaran bermotor, berdasarkan data dari Polwiltabes Semarang jumlah kendaraan bermotor di Kota Semarang pada tahun 2011 mencapai 190.107 unit, yang terdiri atas 184.809 kendaraan pribadi dan 5298 kendaraan umum. Jumlah tersebut terus bertambah dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 167.159 unit kendaraan. Di lain pihak, pertambahan panjang ruas jalan kota hanya dari tahun 2009 hingga tahun 2011 hanya sekitar 7,99 Km (Semarang dalam angka, 2011). Ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan dengan panjang ruas jalan menjadikan volume lalulintas kendaraan di Kota Semarang meningkat sehingga menimbulkan masalah seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas, kecelakaan lalulintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/ atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalulintas dapat terjadi karena
28
Embed
BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/73025/potongan/S1-2014... · seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas. Menurut UU RI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Transportasi merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia untuk
berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, oleh karena itu transportasi akan
selalu berkembang seiring dengan perkembangan manusia. Sektor transportasi
merupakan sektor penting yang dapat menunjang perkembangan suatu daerah.
Perkembangan sektor-sektor lain seperti ekonomi, sosial, dan politik sangat
dipengaruhi oleh transportasi. Di kota-kota besar di Indonesia, masalah
transportasi merupakan salah satu masalah yang paling banyak terjadi. Pada
dasarnya, permasalahan transportasi di perkotaan terjadi karena peningkatan
jumlah kendaraan bermotor yang tidak diimbangi dengan peningkatan panjang
ruas jalan.
Semarang sebagai ibu kota Provinsi Jawa Tengah dan merupakan salah satu
kota besar di Indonesia. Jumlah penduduk Kota Semarang berdasarkan data
Semarang Dalam Angka tahun 2011 mencapai 1.544.358 jiwa, dan jumlah ini
akan terus bertambah. Peningkatan jumlah penduduk di Kota Semarang
berbanding lurus dengan peningkatan jumlah kendaran bermotor, berdasarkan
data dari Polwiltabes Semarang jumlah kendaraan bermotor di Kota Semarang
pada tahun 2011 mencapai 190.107 unit, yang terdiri atas 184.809 kendaraan
pribadi dan 5298 kendaraan umum. Jumlah tersebut terus bertambah
dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 167.159 unit kendaraan. Di lain pihak,
pertambahan panjang ruas jalan kota hanya dari tahun 2009 hingga tahun 2011
hanya sekitar 7,99 Km (Semarang dalam angka, 2011). Ketidakseimbangan antara
pertambahan jumlah kendaraan dengan panjang ruas jalan menjadikan volume
lalulintas kendaraan di Kota Semarang meningkat sehingga menimbulkan masalah
seperti kemacetan lalulintas dan kecelakaan lalulintas.
Menurut UU RI No.22 tahun 2009 tentang lalu lintas, kecelakaan lalulintas
adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan
kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban
manusia dan/ atau kerugian harta benda. Kecelakaan lalulintas dapat terjadi karena
2
beberapa faktor antara lain dari faktor lingkungan, kondisi jalan, kondisi
kendaraan, dan faktor perilaku pengemudi kendaraan (Hobbs,1995). Berdasarkan
data dari Polwiltabes Semarang, angka kecelakaan lalulintas di Kota Semarang
masih cukup tinggi. Sepanjang tahun 2011 tercatat ada ada 721 kejadian
kecelakaan lalulintas yang mengakibatkan 65 orang meninggal dunia, 56 orang
luka berat, dan 901 orang lainnya luka ringan dengan jumlah kerugian
diperkirakan sekitar Rp.600.000.000,-. Jumlah ini meningkat pada tahun 2012
menjadi 1049 kasus kecelakaan dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak
176 orang, korban luka berat sebanyak 56 orang, dan korban luka ringan sebanyak
901 orang. Tabel 1.1 berikut menyajikan data jumlah kejadian kecelakaan di Kota
Semarang tahun 2010-2012.
Tabel 1.1. Data kecelakaan lalu lintas di Kota Semarang tahun 2010-2012
Tahun Jumlah
kecelakaan
Meninggal Luka
berat
Luka
ringan
2010 1708 249 313 1827
2011 721 65 56 901
2012 1049 176 92 1252
Sumber: Polda Jateng 2012
Beberapa contoh kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Kota Semarang
anatara lain kecelakaan di Jalan Arteri Soekarno Hatta pada tanggal 7 April 2012.
Kecelakaan ini merupakan kecelakaan tunggal akibat pengendara sepeda motor
Suzuki Satria D 6244 HJ kurang hati-hati dan berkendara dengan kecepatan tinggi
saat jalan menikung sehingga hilang kendali dan menabrak marka/ jalur pembatas
jalan dan selanjutnya menabrak tiang lampu penyebrang jalan akibat kecelakaan
ini 1 orang mengalami luka berat. Kecelakaan lalu lintas yang lain juga terjadi di
Kota Semarang pada tanggal 12 April 2012 di Jalan Kaligarang tepatnya di depan
Klenteng Sam Poo Kong. Kecelakaan ini terjadi karena pengendara sepeda motor
Tiger H 3894 JP kurang hati-hati dan berkendara dalam kecepatan tinggi serta
kurang memperhatikan situasi jalan menikung tajam sehingga hilang kendali
3
memasuki jalur kanan dan terjadi tabrakan dengan sepeda motor Yamaha Vega R
3349 VZ. Akibat kecelakaan ini 3 orang mengalami luka ringan (Polwiltabes Kota
Semarang, 2012).
Besarnya kerugian akibat kecelakaan lalu lintas menyebabkan Polwiltabes
Semarang bertekat untuk menurunkan angka kecelakaan. Hal ini dapat dicapai
melalui suatu kegiatan menejemen lalu lintas. Menurut UU no 43 tahun 1993
tentang lalu lintas, menejemen lalu lintas meliputi beberapa kegiatan yaitu
perencanaan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian lalu lintas. Sebagai
langkah awal untuk melakukan upaya menekan bertambahnya jumlah kejadian
kecelakaan lalu lintas dapat dilakukan dengan mengidentifikasi daerah rawan
kecelakaan. Selama ini data mengenai daerah rawan kecelakaan yang ada hanya
berupa data tertulis saja sehingga diperlu dibuat suatu basis data yang dapat
membantu untuk memudahkan pengolahan dan pencarian data mengenai
kecelakaan. Tersedianya basis data dan penyajian data mengenai kecelakaan
dalam bentuk peta daerah rawan kecelakaan, diharapkan dapat menjadi salah satu
masukan untuk kegiatan menejemen lalu lintas bagi pemerintah atau lembaga
yang paling bertanggung jawab.
Transportasi di Indonesia merupakan gabungan dari beberapa kelembagaan
membentuk suatu sistem transportasi makro untuk itu perlu diketahui masing-
masing tugas dan tanggung jawab dari lembaga tersebut. Lembaga yang terkait
dengan transportasi di Indonesia yaitu meliputi: kelembagaan sistem aktivitas,
kelembagaan sistem transportasi, dan kelembagaan sistem pergerakan.
Kelembagaan pada sistem aktivitas terdiri dari Bappenas, Bappeda, serta Pemda
tingkat I dan II. Sistem aktivitas ini bertugas untuk mengendalikan permintaan
transportasi dengan berbagai kebijakan misalnya menata penyebaran penduduk
(urbanisasi), menata dan memanfaatkan lahan, serta mengembangkan wilayah
pinggiran dan wilayah pusat kota. Kelembagaan sistem transportasi terdiri dari
Departemen Perhubungan dan Bina Marga. Tanggung jawab utama dari
kelembagaan ini adalah untuk menyediakan jasa transportasi sekaligus menjaga
keterhandalannya (availability) meliputi membangun jalan-jalan raya, rel,
terminal, stasiun, pelabuhan, serta infrastruktur lainnya beserta kelengkapannya,
4
selain itu juga bertanggung jawab untuk menyediakan alat angkut kendaraan
sebagai sarana utuk bergerak. Kelembagaan sistem pergerakan terdiri dari DLLAJ
dan Polantas. Tugas dari kelembagaan ini adalah untuk mengatur pergerakan arus
lalu lintas agar dapat memaksimalkan kapasitas dan meminimalakan
keterlambatan misalnya dengan penataan rute tempuh dan jaringan trayek,
pengaturan volume dan menjaga keseimbangan lalu lintas dengan teknik-teknik
rekayasa lalu lintas, dan pengelolaan perparkiran (Miro,1997).
Geografi adalah salah satu ilmu yang memperlajari interaksi dan keterkaitan
antara obyek dalam suatu wilayah, karenanya permasalahan lalu lintas termasuk
masalah kecelakaan lalu lintas dapat dikaji dari prespektif geografi. Kecelakaan
lalu lintas yang dalam penelitian ini akan di fokuskan pada kecelakaan lalu lintas
yang disebabkan oleh faktor ekternal yaitu dari faktor jalan dan faktor lingkungan.
Karena kecelakaan yang disebabkan oleh faktor diluar faktor eksternal akan sulit
dikaji melalui prespektif geografi dan penginderaan jauh
Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan suatu basis data yang dapat
memberikan informasi persebaran serta dapat menganalisis pola hubungan antar
berbagai fenomena yang terjadi di permukaan bumi secara keruangan. SIG juga
dapat digunakan untuk melakukan suatu permodelan sehingga dapat diketahui
karakteristik daerah yang rawan kecelakaan berdasarkan faktor-faktor penyebab
terjadinya kecelakaan. Input untuk melakukan identifikasi daerah rawan
kecelakaan berasal dari data citra penginderaan jauh.
Semakin berkembangnya teknologi penginderaan jauh saat ini
memungkinkan tersedianya berbagai jenis data penginderaan jauh dengan
berbagai variasi resolusi baik resolusi spektral, spasial, temporal, maupun resolusi
radiometrik. Data penginderaan jauh dapat memberikan informasi yang mutahir
dan dapat memberikan gambaran yang nyata mengenai keadaaan berbagai macam
objek di permukaan bumi, selain itu juga dapat mencakup daerah yang luas
sehingga efektif digunakan untuk melakukan kajian mengenai lalu lintas di
perkotaan yang bersifat dinamis. Porsi kegiatan pengukuran di lapangan dapat
diminimalkan dengan adanya data pengindearaan jauh sehingga dapat lebih
menghemat waktu dan biaya. Beberapa faktor penyebab kecelakaan yang dapat
5
diamati kenampakannya melalui citra penginderaan jauh antara lain faktor
lingkungan dan faktor kondisi jalan. Beberapa parameter lingkungan yang dapat
dikaji dari citra penginderaan jauh misalnya penggunaan lahan, dan pola arus lalu
lintas, sedangkan beberapa faktor kondisi jalan yang dapat dikaji dari citra
penginderaan jauh antara lain radius belokan jalan, kondisi marka jalan, dan
keberadaan perlintasan kereta api yang ada di jalan.
Tabel 1.2. Beberapa bentuk belokan jalan
Gambar Bentuk jalan Penyebab kecelakaan
Jalan lurus Kepatan terlalu tinggi
Jalan lurus kemudian
belok
Kecepatan tinggi,
Pandangan ke depan
terhalang
Jalan melengkung
bertahap
Pandangan ke depan
terhalang, Sulit
mengendalikan kendaraan
Jalan melingkar Pandangan ke depan
terhalang
Jalan naik kemudian
turun
Sulit mengendalikan
kendaraan
Jalan naik turun
berulang
Sulit mengendalikan
kendaraan
Sumber: F.D.Hobbs,1995 dengan modifikasi
6
1.2. Perumusan Masalah
Kota Semarang sebagai salah satu kota besar di Indonesia sekaligus Ibu
Kota Provinsi Jawa tengah yang terletak pada jalur pantai utara Jawa (Pantura)
menjadi salah satu jalur transportasi utama yang menghubungkan berbagai daerah.
Mengingat pentingnya peranan transportasi di Kota Semarang, maka diperlukan
suatu manejemen lalu lintas yang baik agar dapat meningkatkan keamanan dan
keselamatan berlalu lintas. Sebagai salah upaya preventif atau pencegahan yang
dapat dilakukan untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas adalah dengan
mengidentifikasi lokasi-lokasi ruas jalan yang rawan kecelakaan sehingga dapat
dilakukan penanganan lebih lanjut di daerah tersebut.
Teknologi penginderaan jauh saat ini telah mengalami perkembangan yang
sangat pesat sehingga tersedia citra dengan berbagai resolusi baik resolusi tinggi
seperti Quickbird dan IKONOS, citra resolusi menengah seperti ASTER dan
LANDSAT, dan citra resolusi rendah seperti NOAA dan MODIS. Hal ini
memungkinkan untuk memperoleh informasi mengenai berbagai fenomena di
permukaan bumi tanpa melakukan kontak secara langsung dengan fenomena
tersebut. Data penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengidentifikasi
beberapa faktor penyebab terjadinya kecelakaan terutama dari faktor lingkungan
dan faktor kondisi jalan. Kemampuan citra penginderaan jauh untuk
mengidentifikasi faktor penyebab kecelakaan tergantung pada resolusi spasialnya.
Pemanfaatan data penginderaan jauh yang diintegrasikan dengan Sistem
Informasi Geografis digunakan untuk membuat suatu model spasial yang dapat
menggambarkan lokasi ruas jalan dan tingkat kerawannya kecelakaan lalu lintas.
Parameter daerah rawan kecelakaan diekstraksi dari citra penginderaan jauh
melalui proses interpretasi diikuti dengan proses cek lapangan kemudian
dilakukan pengolahan dan analisis menggunakan Sistem Informasi Geografis.
Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penilitian
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kemampuan citra Quickbird dalam mengidentifikasi faktor
penyebab kecelakaan lalu lintas terutama dari faktor konsisi jalan dan
lingkungan di ruas jalan utama Kota Semarang?
7
2. Bagaimanakah menspasialkan data tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas
pada ruas-ruas jalan utama Kota Semarang?
3. Bagaimanakah tingkat akurasi model rawan kecelakaan lalu lintas dari hasil
interpretasi citra Quickbird?
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas, maka
dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat akurasi citra Quickbird untuk
mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan di Kota Semarang. Dipilihnya Kota
Semarang sebagai lokasi kajian karena tingginya angka kecelakaan di Kota
Semarang. Dengan mengetahui lokasi ruas jalan yang rawan kecelakaan,
diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mengurangi angka kejadian
kecelakaan di Kota Semarang. Judul untuk penelitian ini adalah: Pemanfaatan
Citra Quickbird dan Sistem Informasi Geografis untuk Identifikasi Daerah Rawan
Kecelakaan di Kota Semarang.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui kemampuan citra Quickbird untuk mengidentifikasi faktor
penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas terutama faktor kondisi jalan
dan lingkungan di ruas jalan utama Kota Semarang
2. Menghasilkan model spasial tingkat kerawanan kecelakaan lalu lintas di
ruas jalan utama Kota Semarang dalam bentuk peta.
3. Mengetahui tingkat akurasi model spasial daerah rawan kecelakaan lalu
lintas Kota Semarang.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Mengembangkan manfaat teknik penginderaan jauh dan SIG untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan aspek keruangan.
2. Memberikan informasi mengenai lokasi ruas jalan yang rawan
kecelakaan.
3. Sebagai masukan bagi instansi terkait untuk melakukan perencanaan
menjemen lalu lintas.
8
1.5. Tinjauan Pustaka
Studi pustaka diperlukan untuk menambah khasanah dan teori dasar
mengenai obyek kajian termasuk di dalamnya mengenai transportasi,
penginderaan jauh, dan citra Quickbird yang menjadi sumber data dalam
penelitian ini, serta Sistem Informasi Geografis. Tinjauan pustaka juga dilakukan
terhadap hasil-hasil dari penelitian sebelumnya agar dapat mengembangkan
penelitian-penelitian yang sudah ada.
1.5.1. Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh berasal dari dua kata dasar yaitu indera yang berarti
melihat dan jauh berarti dari jarak jauh. Jadi berdasarkan asal katanya
(epistimologi), penginderaan jauh berarti melihat objek dari jarak jauh. Lillesand
dan Kiefer (1999) mendefinisikan penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang objek, daerah, atau gejala dengan jalan
menganalisis menggunakan kaidah ilmiah data yang diperoleh dengan
menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah, atau gejala yang
dikaji.
Sistem penginderaan jauh terdiri atas berbagai komponen yang terintegrasi
dalam satu kesatuan. Komponen-komponen tersebut meliputi sumber tenaga,
atmosfer, objek, sensor dengan wahana, pengolahan data,interpretasi/ analisis dan
pengguna (user).
Gambar 1.1. Sistem Penginderaan Jauh (Sutanto, 1994)
9
Dalam penginderaan jauh tenaga yang digunakan merupakan tenaga
elektromagnetik. Sumber tenaga dapat berasal dari tenaga alami seperti tenaga
matahari maupun tenaga buatan manusia seperti sinyal radio. Sistem penginderaan
jauh yang bekerja dengan memanfaatkan tenaga yang dihasilkan oleh matahari
atau objek lain disebut sistem peginderaan jauh pasif, sedangkan sistem
peginderaan jauh yang bekerja dengan cara menghasilkan tenaga sendiri disebut
penginderaan jauh sistem aktif. Tenaga elektromagentik akan berinteraksi dengan
objek-objek di permukaan bumi yang memiliki karakteristik yang berbeda antara
satu objek dengan objek yang lain. Perbedaan karakteristik objek di permukaan
bumi menyebabkan tenaga elektromagnetik mengalami interaksi yang berbeda
dengan objek tersebut. Pada objek yang memiliki daya serap tinggi dan daya
pantul rendah, tenaga elektromagnetik akan lebih banyak diserap sehingga akan
menghasilkan pantulan spektral yang rendah demikian juga sebaliknya. Jadi setiap
objek di permukaan bumi akan memiliki karakteristik spektral yang berbeda-beda.
Kemampuan sistem penginderaan jauh untuk merekam objek di
permukaan bumi dipengaruhi oleh kemampuan sensor untuk menyadap dan
merekam objek. Sensor dipasang pada suatu wahana dan masing-masing sensor
memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda. Seiring perkembangan
teknologi, saat ini telah berkembang berbagai sensor penginderaan jauh dengan
resolusi spasial dan resolusi spektral yang semakin baik.
1.5.2. Citra Quickbird
Quickbird merupakan satelit sumberdaya kerjasama antara Amerika Serikat dan
Jepang dengan resolusi spasial sagat tinggi yakni mencapai 0,65 meter. Satelit ini
diluncurkan pada tanggal 18 Oktober 2001. Berikut adalah karakteristik dari citra
Quickbird
10
Tabel 1.3 Karakteristik Citra Quickbird
Ketinggian orbit 459 Km
Inklinasi orbit 97,20 Pengulangan perekaman 1-3,5 hari Luas area liputan 16,5 Km x 16,5 Km pada nadir Resolusi spasial Pankromatik: 61 cm (nadir)
72 cm (250 off nadir) Multispektral: 2,44 m (nadir) 2,88 m (250 off nadir)
Panjang gelombang Pankromatik : 450-900 nm Biru : 450-520 nm Hijau : 520-600 nm Merah : 630-690 nm Near IR : 760-900 nm
Berdasarkan spesifikasi tersebut, citra Quickbird termasuk dalam citra resolusi
tinggi dan sangat cocok digunakan untuk kajian lalu lintas perkotaan dalam
penilitian ini.
1.5.3. Interpretasi Citra
Berbagai kenampakan objek yang ada pada citra penginderaan jauh dapat
diidentifikasi melalui kegiatan interpretasi citra, yaitu perbuatan mengkaji foto
udara atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti
pentingnya objek tersebut (Estes dan Simonett, 1975 dalam Sutanto,1986).
Kegiatan interpretasi ini dapat dilakukan baik secara visual maupun secara digital.
Interpretasi secara digital dilakukan dengan menggunakan bantuan dari perangkat
lunak atau software pengolah citra dan perangkat komputer. Sedangkan
interpretasi visual citra dilakukan dengan memperhatikan berbagai unsur
interpretasi antara lain:
1. Rona dan warna
Rona dan warna merupakan tingkat pantulan spektral dari objek yang
tertangkap oleh sensor. Rona biasa dinyatakan dalam derajat keabuan (grey
scale).
11
2. Bentuk
Unsur bentuk merupakansalah satu unsur yang paling mudah dikenali dari
sebuah objek karen biasaanya tiap objek memiliki bentuk yang khas.
3. Ukuran
Ukuran objek yang terekam pada citra sangat dipengaruhi oleh skala yang
digunakan. Oleh karena itu, penggunaan skala yang tepat sangat penting
diperhatikan untuk mendukung kegiatan interpretasi.
4. Bayangan
Bayangan objek yang terekam pada citra dapat membantu untuk proses
interpretasi dengan adanya bayangan dapat menghasilkan kesan ketinggian
pada objek.
5. Tekstur
Tekstur merupakan kesan kekasana yang tampak pada objek dalam citra
penginderaan jauh. Tekstur biasa dinyatakan dalam wujud kasar, halis, ata
bercak-bercak
6. Pola
Pola merupakan pengulangan bentuk objek. Pola objek pada citra ada yang
teratur maupun tidak teratur, mengelompok maupun menyebar.
7. Situs
Situs merupakan letak suatu objek relatif terhadap objek yang lain. Dengan
mengetahui lokasi relatif objek terhadap objek yang lain dan lingkungan di
sekitarnya, maka suatu objek akan lebih mudah diinterpretasi.
8. Asosiasi.
Unsur ini merupakan salah satu unsur interpretasi yang dilakukan dengan
mengamati keterkaitan satu objek dengan objek lain. Hal ini memerlukan
pengalaman dari interpreter.
1.5.4. Sistem Informasi Geografis
Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem informasi yang dapat
diguanakan untuk menyusun, menyimpan, mengolah dan menganalisia data yang
memiliki referensi lokasi atau posisi di permukaan bumi. Sistem informasi
12
geografis merupakan sebuah sistem yang terdiri atas beberapa komponen yang
saling berhubungan satu dengan yang lain. komponen yang terdapat dalam sistem
informasi geografis adalah:
1. Perangkat keras (hardware)
Merupakan peralatan fisik yang berkaitan dengan komputer. Perangkat
keras dapat dibedakan berdasarkan fungsi prosesnya menjadi:
a. Perangkat keras input atau masukan yang berfungsi untuk
memasukan data seperti keyboard, mouse, digitizer, dan lain
sebagainya
b. Perangkat keras pemroses seperti RAM, hardisk, processor, dan lain
sebagainya. Perangkat ini berfungsi untuk memproses data yang
dimasukan melaului perangkat input
c. Perangkat keras output seperti printer dan monitor. Perangkat ini
berfungsi untuk menampilkan hasil dari data yang telah dimasukan
dan diproses sebelumnya.
2. Perangkat lunak (software)
Perangkat lunak dalam SIG merupakan perangkat yang digunakan untuk
menyimpan, menganalisa, dan memvisualkan data.
3. Data
Data dalam SIG dapat berupa data grafis dan data tabular atau data
atribut yang menambah informasi dari data grafis. Data grafis dapat
memilki dimensi berbentuk raster maupun vektor.
4. Manusia
Merupakan komponen yang paling penting dalam SIG. Manusialah yang
bertugas untuk mengoperasikan berbagai komponen lain. orang yang
mengoperasikan SIG haruslah mempunyai kemampuan dan pengetahuan
yang memadai di bidang ini.
5. Metode
Metode merupakan prosedur kerja yang digunakan dalam SIG. Prosedur
ini dapat berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang ingin
diselesaikan.
13
Saat ini sistem informasi geografis telah banyak digunakan untuk beberapa
aplikasi seperti untuk pemilihan lokasi (site location), penentuan jalur tercepat,
atau untuk mengetahui jangkauan pelayanan sebuah fasilitas umum. Sistem
informasi geografis juga dapat melakukan beberapa fungsi antara lain
pengukuran, pemetaan, permodelan, serta monitoring.
Permodelan dalam sistem informasi geogafis dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan
kekurangan, sehingga penggunaan metode ini harus disesuaikan dengan
kebutuhan dan hasil yang ingin diperoleh. Permodelean dalam sistem informasi
geografis meliputi:
a. Permodelan dua dimensi
Model dua dimensi digunakan untuk membandingkan informasi di suatu
daerah dan tema yang sama pada waktu yang berbeda. Contoh
penggunaaan model dua dimensi ini misalnya untuk memonitor perubahan
penggunaan lahan yang terjadi pada suatu daerah sehingga dapat diketahui
luasan perubahan penggunaan lahan dari waktu ke waktu
b. Permodelan kuantitatif binary
Model ini menggunakan pengharkatan biner yaitu 0 atau 1. Hasil yang
diperoleh dari permodelan biner cenderung bersifat mutlak. Contoh
penggunaan model kuantitatif binary ini misalnya untuk identifikasi
daerah yang sesuai untuk lahan pertanian dengan kriteria kemiringan
lereng kurang dari 30%, curah hujan lebih dari 1500 mm per tahun, dan
bentuk lahan aluvial. Dengan model kuantitatif binary, kritera-kriteria
tersebut bersifat mutlak. Apabila ada salah satu kriteria yang tidak
terpenuhi maka daerah tersebut dianggap tidak sesuai
c. Permodelan kuantitatif berjenjang
Dalam permodelan kuantitatif berjenjang, diasumsikan bahwa model yang
dihasilkan dipengaruhi oleh tema-tema yang ada secara setimbang. Setiap
tema memiliki unsur atau unit dengan harkat yang nilainya berjenjang
14
disesuaikan dengan kontribusi terhadap penentuan hasil modelnya. Contoh
penggunaan model kuantitatif berjenjang misalnya untuk menentukan
daerah rawan bencana banjir dengan faktor-faktor atau tema yang
berpengaruh antara lain: kemiringan lereng, tekstur tanah, dan drainase.
Masing-masing tema memiliki unsur atau unit yang memiliki kontribusi
terhadap hasil yang berjenjang misalnya, kemiringan lereng memiliki
harkat 1 untuk kemiringan lereng lebih dari 45% sampai harkat 5 untuk
kemiringan lereng kurang dari 8,1%. Untuk tekstur tanah memiliki harkat
1 untuk tekstur sangat kasar hingga harkat 5 untuk tekstur sangat halus.
Untuk drainase memiliki harkat 1 untuk drainase sangat cepat hingga
harkat 5 untuk drainase sangat lambat.
d. Permodelan kuantitatif berjenjang tertimbang
Perbedaan model kuantitatif berjenjang tertimbang dengan permodelan
berjenjang adalah selain setiap unit dalam satu tema memiliki harkat, tiap
tema juga akan dianggap memiliki kontrribusi yang berbeda pada hasil
model sehingga harus diberikan bobot sesuai dengan tingkat pengaruhnya
terhadap hasil. Contoh penggunaan model kuantitatif berjenjang
tertimbang misalnya untuk pemetaan daerah lahan kritis dengan faktor-
faktor yang berpengaruh antara lain: produktivitas, kemiringan lereng,
erosi, prosentasi batu-batuan, dan manajemen lahan. Model berjenjang
tertimbang ini akan mengasumsikan bahwa terjadinya lahan kritis adalah
akibat pengaruh dari keempat tema tersebut dimana didalamnya terdapat
unsur atau unit yang memiliki jenjang harkat yang sama 1-5. Akan tetapi
dominasi pengaruh tiap tema dalam menentukan terjadinya lahan kritis
berbeda beda sehingga tiap tema diberikan bobot sesuai dengan
kontibusinya dalam pembentukan lahan kritis.
1.5.5. Faktor penyebab kecelakaan lalulintas
Menurut UU nomor 22 tahun 2009 tentang lalu lintas, kecelakaan
lalulintas merupakan suatu peristiwa di jalan yang tidak terduga dan tidak
15
disengaja melibatkan kendaraan atau pengguna jalan yang lain yang
mengakibatkan korban manusia dan /atau kerugian harta benda. Kecelakaan
lalulintas dapat menyebabkan luka-luka hingga kematian pada manusia.
Kecelakaan lalulintas dapat terjadi karena beberap faktor antara lain: pengguna
jalan (manusia), kondisi lingkungan, jalan, dan kendaraan (Harahap, 1995 dalam
Wedasana, 2011).
1. Faktor pengguna jalan (manusia)
Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu lintas.
Penggunan jalan dapat dibedakan menjadi pengemudi dan pejalan kaki.
Pengemudi adalah seseorang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan yang telah memiliki surat izin mengemudi, sedangkan pejalan kaki
adalah setiap orang yang berjalan di ruang lalulintas jalan (UU no.22 tahun
2009). Faktor pengguna jalan merupakan salah satu faktor terpenting yang
mempengaruhi terjadinya kecelakaan lalu lintas. Sekitar 89,56%
kecelakaan lalulintas disebabkan karena faktor manusia dan hampir semua
kejadian kecelakaan didahului dengan pelanggaran lalu lintas
(Abubakar,1998). Keadaan fisik serta perilaku pengguna jalan juga akan
mempengaruhi keselamatan dalam berlalu lintas.
2. Faktor kendaraan
Kendaraan merupakan suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas
kendaran bermotor dan kendaraan tak bermotor. Kendaraan bermotor
adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa
mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel. Kendaaraan tak bermotor
adalah setiap kendaraan yang digerakan dengan tenaga manusia dan/atau
hewan (UU no. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas). Kondisi kendaraan yang
digunakan akan sangat mempengaruhi keselamat dalam berkendara.
Kendaraan dilengkapi dengan berbagai peralatan pengereman dan penahan
getaran yang dapat melindungi pengendara dari resiko kecelakaan. Adanya
perlengkatan penerangan seperti lampu depan, lampu belakang, dan lampu
rem pada kendaraan juga dapat mengurangi resiko kecelakaan (Wedasana,
16
2011). Kerusakan pada suatu bagian dari kendaraan dapat berpengaruh
terhadap keselamatan berlalu lintas.
3. Faktor kondisi lingkungan
Kondisi lingkungan yang dimaksud disini adalah penggunaan lahan di
sekitar jalan dan kondisi volume lalu lintas. Hal-hal tersebut dapat
mempengaruhi kegiatan berlalu lintas dan dapat mempengaruhi terjadinya
kecelakaan lalu lintas.
3.1. Penggunaan lahan di sekitar jalan
a. Di dalam kota misalnya di sekitar perumahan, perkantoran, atau
pertokoan, dan lain sebagainya
b. Di luar kota misalnya di sekitar perdesaan, pegunungan, dan lain
sebagainya.
c. Di tempat khusus misalnya di daerah rumah sakit, tempat ibadah,
tempat wisata dan sebagainya. (Wedasana, 2011)
3.2. Volume Lalu Lintas
Volume lalu lintas merupakan jumlah gerakan per satuan waktu
pada lokasi tertentu (Hobbs, 1995) atau dengan kata lain volume lalu
lintas merupakan banyaknya kendaraan yang lewat di titik tertentu
dalam periode tertentu. Besarnya volume lalu lintas pada setiap ruas
jalan dapat berbeda-beda. Biasanya masing-masing ruas jalan
memiliki saat-saat tertentu dimana volume lalu lintas mencapai
puncaknya.
Volume lalu lintas sangat erat kaitannya dengan kapasitas jalan.
Kapasitas jalan merupakan kemampuan jalan untuk menampung
kendaraan dalam periode tertentu. Hubungan perbandingan antara
volume lalu lintas dan kapasitas jalan sering disebut dengan V/C rasio.
Umumnya, arus lalu lintas yang padat (ramai) dengan kapasitas jalan
yang kecil lebih beresiko terjadi kecelakaan lalu lintas.
4. Faktor kondisi jalan.
Jalan merupakan prasarana perhubungan dalam bentuk apapun meluputi
seluruh bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapanya
17
yang diperuntukan bagi lalu lintas umum yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air,
serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel (UU.no.22
tahun 2009 tentang lalu lintas). Jalan harus direncanakan dengan
memperhatikan kenyamanan dan keamanan bagi penggunanya.
Perencanaan geometrik jalan dilakukan dengan memperhatikan: lalu lintas
yang akan melewati jalur tersebut, kelandaian jalan, alinyemen horizontal
(berkaitan dengan tikungan dan belokan jalan), persilangan dan komponen
pada penampang melintang (Soesantiyo,1985 dalam Wedasana, 2011).
Gambar 1.3. Beberapa jenis persimpangan jalan
1.5.6. Jenis- jenis jalan
Ruas jalan merupakan unit analisis dalam penelitian ini, maka perlu diketahui
jenis-jenis jalan baik berdasarkan struktur maupun fungsinya. Perbedaaan kelas
jalan akan mempengaruhi karakteristik jalan tersebut sehingga kemungkinan akan
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kejadian kecelakaan lalu lintas.
Secara umum, jaringan jalan berdasarkan struktur jaringannya dapat
dikelompokan menjadi enam (Bambang I.S, 1992 dan UU No.3 Tahun 1965
tentang jalan) yaitu:
1. Jaringan jalan berdasarkan sistem (pelayanan penghubung)
Jaringan jalan berdasarkan pelayanan penghubung terbagi atas:
1. Jaringan jalan primer
Jaringan jalan primer adalah jaringan jalan yang menghubungkan kota/
wilayah di tingkat nasional atau dengan pengertian lainnya merupakan
Persimpangan tiga kaki Persimpangan empat kaki Persimpangan banyak kaki dengan bunderan
18
ruas (link-link) yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi yang
kemudian berwujud kota tingkat nasional.
2. Jaringan jalan sekunder
Jaringan jalan sekunder adalah jaringan jalan yang menghubungkan zone-
zone, kawasan-kawasan (titik simpul) di dalam kota.
Gambar 1.2. Jaringan jalan primer dan sekunder (Sumber: Miro, 1997)
19
2. Jaringan jalan berdasarkan peranan (fungsi)
Berdasarkan peranannya, jaringan jalan dapat dibagi menjadi atas:
1. Jalan arteri
Jalan arteri merupakan jalan yang melayani jarak jauh dengan kecepatan
rata-rata tinggidan jumlah jalan masuk (access road) dibatasi secara
efisien.
2. Jalan kolektor
Jalan kolektor merupakan jalan yang melayani angkutan jarak sedang
(angkutan pengumpul/pembagi) dengan kecepatan rata-rata sedang dan
jumlah jalan masuk (access road) masih dibatasi
3. Jalan lokal.
Jalan lokal merupakan jalan yang melayani angutan jarak dekat (angkutan
setempat) dengan kecepatan rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk
(access road) tidak dibatasi
3. Jaringan jalan berdasarkan peruntukan
Berdasarkan peruntukkannya, jaringan jalan dibedakan menjadi dua yaitu jalan
umum dan jalan khusus. Jalan umum merupakan yang diperuntukan bagi lalu
lintas umum, sedangkan jalan khusus merupakan jalan yang tidak
diperuntukkan bagi lalu lintas umum seperti jalan di komplek-komplek,
perkebunan, jalan pipa, dan lain sebagainya.
4. Jaringan jalan berdasarkan klasifikasi teknis
Pengelompokan jalan berdasarkan klasifikasi teknis merupakan
pengelompokan jalan yang dihubungkan dengan kemampuan teknis jalan
dalam mendukung beban lalu lintas yang lewat diatasnya. Berdasarkan
pembagian ini jalan dapat dikelompokan menjadi:
1. Jalan kelas I
2. Jalan kelas II
3. Jalan kelas III
4. Jalan kelas IV
20
5. Jalan kelas V
6. Jalan kelas VI
Pembagian jalan dari kelas I sampai dengan kelas VI biasanya juga terkait
langsung dengan pengelompokan jalan berdasarkan sistem pelayanan dan
pengelompokan jalan berdasarkan fungsinya, misalnya jalan kelas I biasanya
merupakan jalan arteri primer dan sekunder, jalan kelas II merupakan jalan
kolektor primer dan jalan kolektor sekunder, demikian seterusnya.
5. Jaringan jalan berdasarkan status dan wewenang pembinaan
Berdasarkan wewenang pembinaan, jalan dapat dikelompokan menjadi: Jalan
Nasional (Negara), Jalan Provinsi, Jalan Kabupaten, dan Jalan Desa.
Pengelompokan jalan berdasarkan wewnang pembinaan biasanya juga masih
terkait dengan pengelompokan jalan berdasarkan sistem pelayanan dan
pengelompokan jalan menurut fungsinya. Berikut adalah penjelasannya:
1. Jalan Nasional (Negara)
Jalan nasional merupakan jaringan jalan primer, jalan arteri kelas I yang
pembinaannya dilakukan oleh pemerintah pusat (Departemen PU)
2. Jalan Propinsi
Jalan provinsi merupakan jaringan jalan kolektor primer dan kelas I yang
pembinaannya dilakukan oleh Pemda tingkat I
3. Jalan Kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jaringan jalan kolektor dan jalan lokal primer,
kelas III yang pembinaannya dilakukan oleh Pemda tingkat II
4. Jalan Desa
Jalan desa merupakan jaringan jalan lokal baik primer maupun sekunder
sebagai akses untuk mencapai pekarangan rumah yang pembinaannya
dilakukan oleh pemerintah desa setempat.
6. Jaringan jalan berdasarkan kualitas permukaan
Berdasarkan kualitas permukaannya, jaringan jalan dapat diberdakan menjadi:
jalan aspal, jalan kerikil, dan jalan tanah. Umumnya, kualitas permukaan jalan
21
juga terkait dengan fungsi,status, dan peruntukan jalan. Umumnya jalan
beraspal atau campuran aspal beton merupakan jalan negara, provinsi, dan
jalan kabupaten/ kota dan temasuk dalam Jalan kelas I sampai dengan Jalan
kelas IV,dan seterusnya kebawah.
1.6. Penelitian terdahulu
Penelitian mengenai kecelakaan lalu lintas dan manajemen lalu lintas di
perkotaan sudah banyak dilakukan sebelumnya. Tingginya angka kecelakaan lalu
lintas di perkotaan yang mengakibatkan banyaknya kerugian menjadi latar
belakang dilakukannya penelitian mengenai kecelakaan lalu lintas. Adanya
penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi suatu solusi untuk mengurangi
kejadian kecelakaan lalu lintas di perkotaan.
Yusuf Wibisono (2008) melalukan penelitian dengan judul Penggunaan
Foto Ortho untuk Mengkaji Tingkat Pelayanan Jalan di Sebagian Kotamadya
Surakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk menghitung kapasitas dan tingkat
pelayanan jalan. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi interpretasi
ortho foto skala 1:1000, survei lapangan, serta analisis data sekunder. Hasil dari
penelitian ini diketahui bahwa foto udara skala 1:1000 memiliki tingkat ketelitian
bentuk objek 96,45%.
Katon Kurniawan (2008) melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan
Data Digital Quickbird dan Sistem Informasi Geografis untuk Studi Manajemen
Jalan dan Lalu Lintas. Penelitian ini dilakukan Kota Yogyakarta. Tujuan
penelitian ini adalah untuk menguji tingkat ketelitian hasil interpretasi terhadap
unsur penggunaan lahan dan geometrik jalan pada citra Quickbird dan membuat
rekomendasi manajemen jalan dan lalu lintas berdasarkan tingkat pelayanan ruas
jalan. Metode yang digunakan adalah interpretasi citra Quickbird Pansharpened
tahun 2003, cek lapangan, dan melakukan analisis terhadap data sekunder. Hasil
dari penelitian ini diketahui bahwa tingkat ketelitian pemetaan dalam menyadap
parameter kondisi jalan dan lingkungan 97, 87% dan untuk pemanfaatan lahan
88,448%
22
Norma Prabawati (2010) melakukan penelitian dengan judul Pemanfaatan
citra Quickbird dan Sistem Informasi Geografis untuk Kajian Kecelakaan Lalu
Lintas (Kasus Sebagian Kota Surakarta). Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui tingkat ketelitian interpretasi citra Quickbird dalam menyadap
parameter kondisi jalan dan lingkungan, membuat permodelan spasial kecelakaan
lalu lintas Kota Surakarta, serta membuat rekomendasi manajemen lalu lintas
untuk menekan tingkat kecelakaan lalu lintas. Metode yang dilakukan pada
penelitian ini meliputi interpretasi visual citra Quickbird, survey lapangan, dan
analisis data sekunder. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diketahui bahwa
tingkat ketelitian interpretasi citra Quickbird dalam menyadap parameter kondisi
jalan dan lingkungan sebesar 87,5%. Hasil validasi permodelan sebesar 62,86%
Penelitian mengenai masalah lalu lintas telah banyak dilakukan oleh
peneliti sebelumnya dengan berbagai metode, sumber data, dan lokasi penelitian
yang berbeda. Sumber data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian
ini sama dengan beberapa penelitian sebelumnya yaitu menggunakan citra
Quickbird. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini akan sedikit berbeda
dengan penelitian sebelumnya karena akan ada beberapa parameter tambahan
untuk mengidentifikasi daerah rawan kecelakaan. Metode yang digunakan
memiliki beberapa persamaan dengan penelitian sebelumnya yaitu menggunakan
metode interpretasi visual untuk melakukan interpretasi citra. Analisis data akan
dilakukan dengan metode analisis deskriptif. Tabel 1.4 berikut menjelaskan
beberapa persamaan dan perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya.
23
Tabel 1.4. Perbandingan penelitian terdahulu
Nama Tahun Lokasi penelitian
Pokok bahasan
Metode Hasil
Yusuf Wibisono 2008 Kota Surakarta Kapasitas jalan
-Interpretasi ortho foto skala 1:1000 -Survey lapangan -Analisis data sekunder
Perhitungan hasil interpretasi citra untuk identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh pada tingkat kapasitas jalan
Katon Kurniawan 2008 Kota Yogyakarta
Manajemen lalu lintas
-Interpretasi citra Quickbird pan-sharpened -Cek lapangan -Analisis data sekunder
-Perhitungan tingkat ketelitian interpretasi Citra Quickbird untuk interpretasi kondisi jalan dan lingkungan serta pemanfaatan lahan -Rekomendasi manajemen jalan dan lalu lintas berdasarkan tingkat pelayanan ruas jalan
Norma Prabawati 2010 Kota Surakarta Kecelakaan lalu lintas
-Interpretasi citra Quickbird -Cek lapangan -Analisis data sekunder
-Perhitungan hasil interpretasi Citra Quickbird untuk identifikasi kondisi jalan dan lingkungan -Model tingkat rawan kecelakaan -Perhitungan tingkat akurasi model
Lina Adi Wijayanti 2013 Kota Semarang Kecelakaan lalu lintas
-Interpretasi visual citra Quickbird -Survey lapangan -Analisis deskriptif
-Perhitungan tingkat ketelitian interpretasi citra Quickbird untuk identifikasi kondisi jalan dan lingkungan -Model daerah rawan kecelakaan lalul intas -Perhitungan tingkat akurasi model daerah rawan kcelakaan
24
1.7. Kerangka Pemikiran
Geografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari keterkaitan keruangan
termasuk interaksi dan hubungan antara obyek-obyek yang ada di dalamnya.
Interaksi dan hubungan keruangan dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu
komplementer atau saling melengkapi permintaan dan penawaran akan kebutuhan
ekonomi maupun sosial antarra wilayah satu dengan lainnya, intervening
opportunity yang dapat menghalangi interaksi antara dua wilayah karena
permintaan akan kebutuhan ekonomi maupun sosial dapat dipenuhi oleh pihak
ketiga, dan trasferabilitas yaitu penggantian atau subtitusi dari suatu permintaan
ke permintaan lainnya karena manfaat yang hampir sama. Interaksi dan hubungan
antara obyek-obyek dalam suatu wilayah salah satunya dapat tercerminkan dari
arus lalu lintas dan karakteristik fasilitas transportasi.
Lalu lintas merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi manusia sehingga
kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi akan terus berkembang seiring
dengan pertumbuhan penduduk. Kota sebagai pusat berbagai kegiatan
perekonomian, perdagangan, dan jasa membawa daya tarik tersendiri bagi
masyarakat untuk tinggal dan beraktivitas di dalamnya. Daya tarik ini membuat
kota semakin padat dan bertambah penduduknya. Meningkatnya jumlah penduduk
di perkotaan memberikan tekanan bagi daya dukung kota tersebut. Meningkatnya
jumlah penduduk ini idealnya harus diikuti dengan peningkatan jumlah fasilitas
pelayanan umum yang mendukung kegiatan penduduk di berbagai bidang seperti
kesehatan, pendidikan, rekreasi, pengolahan sampah dan limbah, termasuk sarana
pendukung transportasi. Masalahnya, di kebanyakan kota-kota besar, keadaan
ideal itu sering kali tidak terpenuhi sehingga banyak terjadi permasalahan yang
terjadi di dalam kota. Salah satu masalah yang paling banyak terjadi di kota-kota
besar adalah masalah yang berkaitan dengan transportasi yaitu tingginya tingkat
kecelakaan lalu lintas. Diperlukan suatu kajian yang menyeluruh dari berbagai
aspek untuk mengatasi permasalahan lalu lintas sehingga dapat menghasilkan
suatu sistem transportasi yang yang lebih baik, aman, nyaman dan selamat.
Tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas di kota besar dapat terjadi karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor kondisi jalan maupun faktor
25
lingkungan. Faktor kondisi jalan yang berpengaruh terhadap tingkat kerawanan
kecelakaan lalu lintas yakni radius belokan, kondisi persimpangan jalan, daya
layan jalan, serta penggunaan lahan yang berada di tepi jalan. Sedangkan faktor
kondisi lingkungan yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalulintas antara lain
jarak pandang, keberadaan rambu-rambu lalulintas dan marka jalan, keberadaan
fasilitas penyeberangan seperti zebra cross dan jembatan penyeberangan, serta
kecepatan rata-rata kendaraan.
Beberapa parameter penyebab kecelakaan dapat di identifikasi melalui
kegiatan interpretasi visual menggunakan citra Quickbird. Interpretasi visual ini
dilakukan untuk memperoleh informasi dari parameter kondisi jalan seperti radius
belokan, keberadaan marka jalan, kondisi persimpangan jalan, serta keberadaan
fasilitas penyeberangan seperti jembatan penyeberangan dan zebra cross. Selain
itu interpretasi citra ini juga dilakukan untuk memperoleh informasi dari
penggunaan lahan di sepanjang tepi jalan.
Citra Quickbird dipilih untuk penelitian ini karena memiliki resolusi
spasial yang tinggi. Hal ini mendukung kegiatan penelitian terutama untuk studi
kasus di daerah perkotaan yang penggunaan lahannya cenderung heterogen dan
luasan penggunaan lahannya cenderung sempit sehingga diperlukan citra
penginderaan jauh dengan resolusi tinggi untuk mengidentifikasinya. Perbedaan
tingkat akurasi interpretasi dari suatu citra akan dipengaruhi oleh resolusi
spasialnya. Asumsinya, citra dengan resolusi spasial yang lebih detil akan dapat
menghasilkan tingkat interpretasi yang lebih dapat berpengaruh terhadap akurasi
tinggi, demikian juga sebaliknya. Tingkat akurasi model daerah rawan kecelakaan
juga dipengaruhi oleh hasil interpretasi dari citra karena beberapa parameter
diekstrasi dari citra. Model dapat dikatakan semakin akurat apabila semakin
sesuai dengan keadaan nyata di lapangan.
Kegiatan survey lapangan dimaksudkan untuk melakukan uji akurasi
hasil interpretasi. Informasi yang telah di ekstraksi dari citra penginderaan jauh
akan diuji interpretasi untuk mengetahui tingkat keakuratan hasil interpretasi
dengan kondisi yang ada di lapangan. Selain itu, juga dilakukan pengamatan dan
26
pengukuran lapangan untuk mendapatakan informasi lain yang tidak dapat
diekstrasi dari citra.
Beberapa informasi tambahan yang lain juga diperoleh dari data sekunder
dari instansi terkait, misalnya informasi mengenai jumlah kejadian kecelakaan
lalu lintas di Kota Semarang di peroleh dari Satlantas Kota Semarang. Sedangkan
data mengenai jumlah dan kondisi rambu lalu lintas, data daya layan jalan, dan
data kecepatan rata-rata kendaraan diperoleh dari dinas perhubungan Kota
Semarang.
Penyusunan model tingkat kerawanan kecelakaan dilakukan setelah
semua data berhasil dikumpulkan. Model tingkat kerawanan kecelakaan ini dibuat
dengan menggunakan model berjenjang tertimbang dimana setiap parameter
diberi skor. Dari hasil penjumlahan skor dari setiap parameter akan diketahui ruas
jalan yang rawan kecelakaan lalulintas. Hasil model selanjutnya akan diwujudkan
dalam sebuah peta tingkat kerawanan kecelakaan lalulintas.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode stratifed
sampling. Sampel diambil dari setiap ruas jalan yang mewakili tingkat kelas jalan
yang berbeda-beda yaitu jalan alteri primer, jalan alteri sekunder, jalan kolektor
primer, dan jalan kolektor sekunder. Pengambilan sampel ini berdasarkan asumsi
pada kelas jalan yang sama akan cenderung memiliki sifat-sifat parameter yang
relatif sama baik dari parameter kondisi jalan maupun dari parameter kondisi
lingkungan. Model yang dihasilkan kemudian dicocokan dengan data sekunder
untuk mengetahui tingkat akurasinya. Gamaber 1.4 berikut menunjukkan skema
diagram alir kerangka berpikir dalam penelitian ini.
27
Gambar 1.4 Diagram alir kerangka pemikiran
Interaksi dan hubungan antara objek dalam suatu wilayah
Kebutuhan transportasi sebagai penghubung dalam
suatu wilayah
Ketidakseimbangan permintaan dan penawaran kebutuhan transportasi
Meningkatnya kecelakaan lalu lintas
Identifikasi faktor penyebab kecelakaan dengan citra
penginderaan jauh
Faktor Kondisi geometris Jalan
Faktor Kondisi lingkungan
Analisis spasial dengan menggunakan SIG
Model daerah rawan kecelakaan lalu lintas
28
1.8. Batasan Istilah
Penginderaan jauh: Ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek,
daerah, atau gejala dengan jalan menganalisis menggunakan kaidah ilmiah
data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung
terhadap objek, daerah, atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1999).
Citra: Gambaran visual tenaga yang direkam dengan menggunakan piranti
penginderaan jauh (Ford,1979 dalam Sutanto ,1986)
Sistem Informasi Geografis (SIG): Suatu sistem berbasis komputer yang
memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis
yaitu pemasukan, pengolahan atau manajemen data (penyimpanan dan
pengaktifan kembali), manipulasi,dan analisis serta keluaran (Aronoff, 1989
dalam Danoedoro,1996)
Interpretasi citra: Perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud
untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Etes
dan Simonett, 1975 dalam Sutanto, 1986)
Kecelakaan lalu lintas: Kecelakaan lalulinatas merupakan suatu peristiwa di
jalan yang tidak terduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan atau
pengguna jalan yang lain yang mengakibatkan korban manusia dan /atau
kerugian harta benda (UU nomor 22 tahun 2009).
Kendaraan: Kendaraan merupakan suatu sarana angkut di jalan yang terdiri atas
kendaran bermotor dan kendaraan tak bermotor (UU nomor 22 tahun 2009).
Jalan: Jalan merupakan prasarana perhubungan dalam bentuk apapun meluputi
seluruh bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapanya yang
diperuntukan bagi lalu lintas umum yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/ atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel (UU.no.22 tahun 2009).