Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini akan mengkaji seluk-beluk altruisme yang sangat melekat pada citra non-state actors seperti INGOs/NGOs dan kaitannya dengan karakter kosmopolit untuk menjelaskan penyebab mengapa INGOs mau melibatkan diri untuk menolong ‗the distant others‘. Selama ini, NGOs dikenal sebagai aktor yang memiliki citra sebagai penyelamat bagi kelompok-kelompok rentan dan dirugikan (Wang 2010: 207-208), termasuk di antaranya fringe community1 seperti komunitas masyarakat adat. Kajian mengenai masyarakat adat dalam Hubungan Internasional semakin didalami karena menawarkan alternatif baru dalam menjelaskan hubungan antara manusia dan alam yang melampaui pandangan yang berpusat pada negara (state-centric). (Corntassel dan Woons, 2018). Dalam kaitannya dengan masyarakat adat yang terpinggirkan bahkan di negaranya sendiri, aktor-aktor seperti INGOs/NGOs hadir sebagai ―magic bulletyang lebih fleksibel, berkomitmen dan responsif terhadap komunitas yang 1 fringe community adalah konsep yang awalnya berdimensi spasial dan merujuk pada wilayah tidak berpenghuni (unincorporetaed territory) yang berada dalam jarak pengaruh wilayah kota. Tetapi berseiring dengan semakin meluasnya dampak globalisasi, konsep fringe community dan juga fringe stakeholders, secara luas juga dipakai untuk merujuk kelompok-kelompok atau komunitas pinggiran yang tidak beruntung dan justru mengalami dampak negatif globasliasi (lihat misalnya, Matthew Murphy & Daniel Arenas, ―Through Indigenous Lenses: Cross—Sector Collaborations with Fringe Stakeholders‖, Journal of Business Ethics, 2010, Vol. 94, pp. 103-121; Jacob Vakkayil, ―Resistance and integration: Working with capitalism as its fringes‖, M@n@gement, 2017, vol. 20(4): 394-417.) IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia Izzah, Nur Diana
31

BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

Aug 31, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini akan mengkaji seluk-beluk altruisme yang sangat melekat

pada citra non-state actors seperti INGOs/NGOs dan kaitannya dengan karakter

kosmopolit untuk menjelaskan penyebab mengapa INGOs mau melibatkan diri

untuk menolong ‗the distant others‘. Selama ini, NGOs dikenal sebagai aktor

yang memiliki citra sebagai penyelamat bagi kelompok-kelompok rentan dan

dirugikan (Wang 2010: 207-208), termasuk di antaranya fringe community1 seperti

komunitas masyarakat adat. Kajian mengenai masyarakat adat dalam Hubungan

Internasional semakin didalami karena menawarkan alternatif baru dalam

menjelaskan hubungan antara manusia dan alam yang melampaui pandangan yang

berpusat pada negara (state-centric). (Corntassel dan Woons, 2018).

Dalam kaitannya dengan masyarakat adat yang terpinggirkan bahkan di

negaranya sendiri, aktor-aktor seperti INGOs/NGOs hadir sebagai ―magic bullet‖

yang lebih fleksibel, berkomitmen dan responsif terhadap komunitas yang

1 fringe community adalah konsep yang awalnya berdimensi spasial dan merujuk pada wilayah

tidak berpenghuni (unincorporetaed territory) yang berada dalam jarak pengaruh wilayah kota.

Tetapi berseiring dengan semakin meluasnya dampak globalisasi, konsep fringe community dan

juga fringe stakeholders, secara luas juga dipakai untuk merujuk kelompok-kelompok atau

komunitas pinggiran yang tidak beruntung dan justru mengalami dampak negatif globasliasi (lihat

misalnya, Matthew Murphy & Daniel Arenas, ―Through Indigenous Lenses: Cross—Sector

Collaborations with Fringe Stakeholders‖, Journal of Business Ethics, 2010, Vol. 94, pp. 103-121;

Jacob Vakkayil, ―Resistance and integration: Working with capitalism as its fringes‖,

M@n@gement, 2017, vol. 20(4): 394-417.)

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

2

menjadi targetnya, serta ―quick fix‖ berupa solusi inovatif dan cepat untuk

masalah-masalah yang ditanganinya. (Lewis dan Opoku, 2006: 666; Werker dan

Ahmed, 2007: 4). Pada umumnya, NGOs berisi anggota dan relawan altruistik

yang mengupayakan tujuan mulia sesuai dengan ideologi tertentu dan tidak

mengejar keuntungan finansial belaka. Semisal dalam kasus NGOs yang bergerak

dalam sektor masyarakat adat biasanya erat dengan ideologi-ideologi indigenism-

nya. Para founder NGOs pada umumnya adalah individu-individu kreatif, peduli,

dan berjiwa sosial tinggi. Bahkan karena sisi altruisme yang melekat itu, tak

jarang para founder dan anggota NGOs yang miskin dan bahkan berstatus

anonim. (Werker dan Ahmed, 2007).

Namun demikian, tentu ada sejumlah pendapat lain yang bertolak belakang

dengan asumsi umum terkait altruisme NGOs/INGOs tersebut. Altruisme NGOs

tak jarang hanya dianggap sebagai ‗retorika‘ belaka, (Lewis dan Opoku, 2006:

627) dan pandangan NGOs/INGOs sebagai aktor altruistik dianggap sebagai

persepsi yang terlalu optimistis (Heiss dan Kelley, 2017: 3). Menurut perspektif

neo-realis, ‗altruisme‘ tidak begitu relevan dalam Hubungan Internasional. Negara

yang dipandang sebagai aktor utama lebih memilih self-help dibanding

mempercayai adanya altruisme aktor lain dalam sistem internasional yang anarki.

(Brown dkk, 1995: 383-384). Kekuatan institusi atau organisasi menurut

pandangan kaum neo-realis juga tidak begitu besar dan jika institusi ingin

mengubah motif negara dari yang mulanya berorientasi self-interest ke altruistik,

maka tentunya itu merusak asumsi dasar dari neo-realisme. (Brown dkk, 1995:

411).

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

3

Di era globalisasi yang semakin meleburkan batas-batas negara, tentu

perspektif yang state-centric dianggap tidak begitu relevan lagi. Globalisasi

sangat erat kaitannya dengan liberal worldview yang di satu sisi memang dapat

memberi platform bagi fringe community termasuk masyarakat adat untuk

menyuarakan kepentingannya, meningkatkan pengaruh politiknya, atau mendapat

sorotan di level internasional melalui advokasi INGOs/NGOs, kelompok

lingkungan, aktivis HAM, dsb (Naim, 2003). Namun demikian, di sisi lain

seringkali liberal worldview justru hanya membahas mengenai dampak positif

dari globalisasi dan mengabaikan dampak negatifnya. Aktor-aktor yang semakin

kuat dalam globalisasi justru didominasi oleh negara dan korporasi yang sama-

sama berkepentingan untuk memperoleh kekuasaan di tingkat global. (IRD,

2011).

Di Indonesia, masyarakat adat yang tergolong sebagai fringe community

telah mengalami peminggiran baik dalam bentuk kekerasan, kriminalisasi, dan

perampasan sumber daya yang menyebabkan kemiskinan bahkan sejak Indonesia

merdeka. Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUUP) yang sedang

dirumuskan oleh DPR dinilai sangat ‗liberal‘ dan akan mempermudah pemerintah

serta korporasi untuk merampas lahan-lahan adat dengan dalih pembangunan.

Tidak hanya semakin terpinggirkan, terusir dari tanah adatnya, bahkan bisa

memicu konflik di lahan adat. (AMAN, 2019). Akhir-akhir ini juga marak

disuarakan tentang bagaimana Omnibus Law atau RUU Cipta Lapangan Kerja

(RUU CiLaKa) mendukung dan mempermudah investasi di Indonesia sehingga

dianggap berpotensi merugikan masyarakat adat dan lingkungan hidup, (AMAN,

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

4

2020). Omnibus Law juga beresiko menyebabkan semakin masifnya perusahaan-

perusahaan yang akan mengambil alih hutan dan lahan adat untuk kepentingannya

tanpa mempedulikan kondisi masyarakat adat yang terdampak, keanekaragaman

hayati di dalamnya, dan juga bagaimana peran besar hutan dalam mencegah serta

mengurangi dampak climate change yang tengah menjadi isu global saat ini.

Gambar Peta Kepulauan Mentawai

Sumber: Google Maps dan mapsof.net/Indonesia/mentawai-islands-topography

Salah satu masyarakat adat di Indonesia yang mendapat sorotan sampai ke

tingkat internasional adalah Suku Mentawai di Sumatera Barat, Indonesia. Selain

karena terkenal dengan sektor pariwisata surfing dan keunikan budaya masyarakat

adat nya, (Henry, 2012: 1) banyak pula orang asing yang tertarik mempelajari

budaya masyarakat adat Mentawai dan bahkan membentuk organisasi non-profit

untuk melestarikan budaya adat tersebut. Hal ini tak terlepas dari fakta jika

masyarakat adat yang telah ada sejak 500 SM (Mongabay 2017) ini, kini justru

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

5

harus berjuang untuk survive di tengah gerusan arus globalisasi. (Henry, 2012: 1).

Modernisasi semakin menggerus tradisi dan pengetahuan adat, di mana sekitar

93.8% siswa dan 89.9% komunitas adat Mentawai di Matatonan mengaku tidak

belajar cukup tentang Arat Sabulungan yang telah beribu tahun lamanya

dipertahankan oleh leluhur dan tetuah adat. (Henry, 2012: 16). Selain itu,

masyarakat adat acapkali diabaikan posisinya karena identik dengan kelompok

terbelakang dan menghambat pembangunan, padahal mereka jugalah yang selama

ini memiliki kearifan dalam menjaga hutan dan alam. (Balairung Press, 2018).

Dalam ―Transforming Our World: the 2030 Agenda for Sustainable

Development‖ United Nations, sebanyak 73 dari 169 target memiliki keterkaitan

dengan UN Declaration on the Rights of Indigenous Peoples. Karena itulah

pelestarian budaya dan lahan masyarakat adat sangat krusial untuk diupayakan

sehingga kedepannya masyarakat global bisa belajar dari mereka tentang

pengetahuan, kebijaksanaan maupun keselarasannya dengan alam. (Indigenous

Education Foundation, 2019). Dengan bermitra bersama masyarakat adat,

lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat adat termasuk INGOs bisa belajar

pengetahuan, budaya adat, dan kebijaksanaan ekologi tradisional mereka dalam

melestarikan keanekaragaman hayati demi masa depan planet bumi yang kian

lama semakin memburuk kondisinya. (Indigenous Education Foundation, 2019).

Sejumlah INGOs/NGOs yang pernah tercatat terlibat dalam perjuangan

pelestarian hak-hak masyarakat adat diantaranya seperti Native Planet, A Perfect

Foundation, Indigenous Education Foundation (IEF), Sinchi Foundation, Suku

Mentawai Cultural Education Foundation, dsb. Dalam penelitian ini, penulis

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

6

fokus pada salah satu organisasi yang sampai saat ini masih aktif dan

berkolaborasi dengan NGO lokal Yayasan Pendidikan Budaya Mentawai (YPBM)

yaitu Indigenous Education Foundation (IEF). Pada mulanya, Rob Henry selaku

founder IEF telah hidup di Mentawai sejak tahun 2008 dengan melakukan

penelitian dan dokumentasi terkait dampak pergeseran budaya adat di Mentawai.

Dengan mendengar langsung dari komunitas adat, akhirnya dibuatlah

pemberdayaan komunitas adat dengan pendekatan capacity-building.

―IEF was built from the ground up to empower a marginalised community

in the Mentawai Islands, whom had initiated a strategy to reconnect with

their Indigenous culture but lacked important resources to get their

program off the ground‖. (IEF - Our Foundation).

Jika melihat sekilas dari penjelasan di atas, tentu motif IEF yang paling

kuat terlihat adalah altruisme berupa kepedulian terhadap fringe community

(komunitas adat) di Mentawai. Namun demikian, menurut sejumlah hasil

penelitian, nyatanya justru banyak NGOs berbasis pasar (market-based NGOs)

yang diciptakan atau disetir oleh para ‗donor‘ dengan visi yang berorientasi pada

pembangunan neoliberal. Hal ini jelas berkebalikan dengan citra NGOs yang

independen dan sangat berorientasi pada kelompok akar rumput (Hemment, 2004:

215 dalam Heiss dan Kelley, 2017: 4). Terkait dengan hal ini, para donor dari

INGOs/NGOs yang bergerak dalam sektor masyarakat adat mengalami benturan

antara memperjuangkan pelestarian budaya dan lahan adat, atau sebaliknya

mengompromikan permintaan dari pada ‗donor‘ untuk memasukkan agenda

pembangunan neoliberal dan modernisasi. Terlebih kian lama NGOs/INGOs

semakin saling bersaing dalam ‗harsh Darwinian marketplace‘ untuk mendapat

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

7

sorotan, simpati dan pendanaan. (Bob, 2002: 37 dalam Heiss dan Kelley, 2017: 5).

Berdasarkan penelusuran awal penulis, sejumlah NGOs seperti Native Planet

yang bergerak dalam perjuangan masyarakat adat justru tampak terhenti

programnya. Namun penulis tidak bisa memastikan apakah hal itu disebabkan

karena faktor ‗persaingan‘ untuk mendapat sorotan, simpati, pendanaan atau

faktor lainnya.

Hal yang perlu dipertimbangkan lagi terkait motif altruisme INGOs adalah

pengaruh donor. IEF merupakan organisasi non-profit yang berbasis di Victoria,

Australia. IEF tidak hanya bermitra dengan organisasi lokal seperti Suku

Mentawai Cultural Education Foundation dan Yarn Bark, namun juga dengan

Victoria State Government Department of Transport, The University of

Melbourne, Monash University, Practera, iress, dsb. (IEF - Partnership).

Dalam hal national interest, pemerintah Australia memang memiliki

ketertarikan dan minat besar terkait masyarakat adat yang dibuktikan melalui

penyelenggaraan konferensi internasional tentang masyarakat adat, membuat

forum dan jaringan bisnis masyarakat adat dunia, membuka pasar bagi masyarakat

adat untuk terlibat dalam Free Trade Agreement (FTA), dsb. (Australian

Government DFAT, 2017). Dari sekilas pemaparan di atas, penulis berasumsi jika

INGOs/NGOs yang bergerak memperjuangkan hak-hak komunitas adat memiliki

karakter kosmopolit. Dalam Hubungan Internasional, posisi kosmopolitan melihat

bahwa semua manusia setara sehingga moralitas seharusnya bersifat universal.

Kosmopolitan menganggap bahwa jarak, perbedaan dan keanggotaan komunitas

tertentu tidak seharusnya membatasi tanggung jawab moral di mana saja.

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

8

(Devetak, 2012: 122). Jika dikaitkan dengan kasus masyarakat adat, kehadiran

INGOs/NGOs menjadi dibutuhkan ketika aktor-aktor seperti negara dan korporasi

tidak bisa memenuhi permintaan masyarakat dan justru sebaliknya

mengekspolitasi mereka. Namun, alasan di balik ketertarikan organisasi yang

diinisiasi pihak asing terhadap komunitas adat di negara lain (the distant others)

ini menarik untuk dikaji lebih lanjut.

1.2 Pertanyaan Penelitian

Sejalan dengan latar belakang masalah di atas, penelitian ini melakukan

eksplorasi dan analisis seberapa jauh di tingkat aplikasi altruisme kosmopolitan

sebagai alasan yang mendorong peran International Non-Governmental

Organizations (INGOs) dapat berfungsi dan apa saja variabel-variabel lain yang

ikut memengaruhi. Dengan mengambil studi kasus keterlibatan Indigenous

Education Foundation (IEF) dalam pemberdayaan masyarakat adat di Mentawai,

Indonesia, secara lebih spesifik pertanyaan penelitan tesis ini adalah: Apakah

altruisme kosmopolitan menjadi alasan utama keterlibatan IEF di dalam

membantu pelestarian budaya masyarakat adat di Mentawai, Indonesia? Dimensi-

dimensi apa saja yang turut memengaruhi peran IEF di dalam melestariakan

budaya masyarakat Mentawai, Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini sejalan dengan pertanyaan penelitian di atas, yaitu

untuk mengetahui alasan keterlibatan INGOs yang dalam studi kasus penelitian

ini dicontohkan dengan Indigenous Education Foundation (IEF) dalam membantu

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

9

pelestarian budaya masyarakat adat di Mentawai, Indonesia. Penulis ingin

mengetahui lebih dalam tentang konsep altruisme dan karakter kosmopolit non-

state actors seperti NGOs/NPOs dalam kajian Hubungan Internasional.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan terkait altruisme

dalam Hubungan Internasional yang biasa melekat pada aktor non-negara seperti

NGOs/INGOs, Non-Profit Organizations, Yayasan, dsb. Dalam penelitian ini juga

lebih difokuskan pada organisasi non-negara yang bergerak dalam membantu

pihak-pihak terpinggirkan (fringe community) seperti masyarakat adat di negara

lain. Sehingga dari penelitian ini akan dilihat apakah motif altruisme benar-benar

dominan dalam organisasi yang membantu fringe community di negara lain.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sejumlah studi terdahulu terkait altruisme INGOs serta peran INGOs

dalam mengangkat isu dan hak masyarakat adat ke level internasional. Tulisan

Friedman dapat menjadi salah satu penguat argumen bahwa eksistensi altruisme

dalam Hubungan Internasional termasuk yang dilakukan oleh INGOs. Friedman

menjelaskan bahwa pada umumnya, individu-individu dari negara majulah yang

‗simpatik‘ pada kondisi penderitaan orang-orang di negara-negara lain yang

dilanda kemiskinan, penyakit, atau bencana alam, sehingga akhirnya mereka

membentuk INGOs. Dengan kata lain, INGOs diartikan sebagai wujud aktivisme

para aktivis negara-negara maju (Utara) untuk meningkatkan kualitas hidup

masyarakat di negara-negara berkembang (Selatan). (Friedman, 2016).

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

10

Sejalan dengan itu, Stromquist dalam tulisannya menyatakan bahwa

NGOs memang beragam dan memiliki kepentingan serta tujuan yang berbeda-

beda antar satu sama lain. Namun selama ini yang menjadi potret umum adalah

NGOs kebanyakan tidak terlalu mementingkan kepentingan pribadinya (self-

interests) melainkan lebih mengutamakan kepentingan kelompok-kelompok yang

direpresentasikannya. Misalnya membela dan menyuarakan isu yang dihadapi

kelompok marginal atau fringe community terutama di negara-negara

berkembang. (Stromquist, 1998: 62). NGOs dapat menjadi aktor yang

menjembatani antara pihak pendonor, pemerintah, dan komunitas. (Stromquist,

1998: 67). Kajian yang dilakukan oleh Zettler dan Hilbig juga menekankan bahwa

tindakan altrusitik pada umumnya mengadvokasikan kesetaraan sosial dan ide-ide

egalitarianisme seperti tolong-menolong, rasa simpati, dan kelembutan hati.

(Zettler dan Hilbig, 2010: 340). Hal ini sesuai dengan karakter INGOs yang

sangat lekat dengan peran advokasi dan pemberi bantuan. Selain itu, motif

altruisme juga relevan untuk diangkat dalam kajian Hubungan Internasional

sekalipun pada umumnya motif aktor-aktor di ranah HI tidak jauh dari motif

ekonomi, politik, sosial dan lebih seringnya untuk kepentingan negara (national-

interest).

Berkebalikan dengan argumen-argumen yang mengamini motif altruisme

dalam HI, Cunningham dalam tulisannya menyatakan bahwa motif altruisme

dalam sektor bantuan kemanusiaan terutama antar-negara adalah hal yang utopis.

Pengambilan keputusan tetap terpengaruh oleh kepentingan pihak pendonor dan

penyedia bantuan dibandingkan oleh populasi yang terkena dampaknya. ‗Donasi

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

11

internasional‘ pada umumnya cenderung bersifat ‗realis‘ dibanding altruistik.

Realis dalam hal ini berarti menguntungkan negara pendonor atau setidaknya ada

hubungan timbal balik antar keduanya. Tak jarang, rezim bantuan kemanusiaan

bahkan lebih menyerupai donor bisnis semacam investor yang pada akhirnya

meminta pengembalian atas investasinya. (Cunningham, 2012: 113-114). Sejalan

dengan itu, Heiss dan Kelley menjelaskan bahwa NGOs yang biasanya memang

saling berkompetisi untuk mendapat donor dan pihak donor memberi pengaruh

yang besar terhadap kinerja NGOs. (Heiss dan Kelley, 2017: 14). Dengan

demikian, motif altruism saja tidak cukup untuk menjamin keberlangsungan

NGOs.

Argumen kontra altruisme juga dinyatakan oleh Blok dalam tulisannya

menyoal tentang motif para aktivis NGOs. Berkebalikan dengan anggapan yang

selama ini dipercaya bahwa para aktivis NGOs sangat menjunjung tinggi ideologi

yang menjadi identitas organisasinya, nyatanya para aktivis NGOs sebenarnya

jarang yang berorientasi pada kepedulian sosial namun lebih kepada peningkatan

finansialnya. Blok menyatakan bahwa ideologi yang dianut oleh para aktivis

NGOs justru adalah ideologi kapitalis. Mereka juga berekspektasi untuk

memperoleh keuntungan sebagai kompensasi atas keterlibatannya seperti

memperoleh keterampilan bekerja, pengalaman kerja untuk CV nya sehingga

meningkatkan nilai di mata perekrutnya kelak, dan juga networking seperti

memperoleh kontak-kontak berharga untuk kepentingan masa depan karirnya. Tak

jarang pula pihak yang bekerja dalam NGOs ingin kenaikan jabatan sehingga

upahnya pun bertambah. (Blok, 2013).

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

12

Sejalan dengan itu, Galbreath menyatakan bahwa negara-negara kaya mau

bekerjasama atau membantu negara lain bukan semata-mata karena motif

altruisme melainkan untuk membuat mereka tetap kaya dan membuat negara-

negara miskin tetap miskin. Kenyataannya, kerjasama internasional tidak begitu

didasari oleh altruisme, idealisme, atau nilai-nilai dalam budaya tertentu

(Galbreath, 2008: 122) sekalipun banyak juga kerjasama yang dijalin karena

kesamaan kepentingan, norma, nilai, atau sistem kepercayaan. (Galbreath 2008:

122 dalam Salmon dan Imber, 2008).

Selanjutnya terkait dengan motif altruisme, Hu T-Y dkk dalam

penelitiannya menjelaskan bahwa di level individual, altruisme bersifat non-

ekonomis dan bahkan bisa mengancam survival karena harus berbagi energi dan

sumberdaya miliknya dengan orang lain tanpa memperoleh pengembalian. (Hu T-

Y, 2016:1). Namun demikian, tindakan altruistik memberi reward psikologis

berupa perasaan hangat bahkan kebahagiaan. (Hu T-Y, 2016: 9). Terkait dengan

altruisme sebagai konsep, sejumlah penelitian berargumen bahwa bahwa

altruisme, seperti halnya egoisme, merupakan human nature. Dengan kata lain,

dorongan untuk peduli dan menolong satu sama lain memang ada dalam genetik

manusia, lebih tepatnya dapat diobservasi pada daerah prefrontal cortex di otak.

(Wlassoff, 2016 dan Takru, 2011). Altruisme juga dinilai memiliki keterkaitan

dengan pola tertentu dalam aktivitas otak, dimana tindakan altruistik mengaktivasi

bagian otak yang berkaitan dengan sistem reward. Karena hal itulah, tak jarang

orang yang merasa puas jika telah menolong atau memberi pihak lain. Sejumlah

penelitian lain juga menemukan bahwa bagian otak terkait empati mempengaruhi

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

13

tindakan altruistik. (Filkowski, dkk, 2016). Sejalan dengan itu, Abigail A. Marsh

dkk melalui hasil penelitiannya juga berargumen bahwa altruisme memiliki dasar

biologis di level genetik. Ia menemukan bahwa extraordinary altruism dapat

diobservasi dari volume amygdala kanan yang besar dan juga meningkatnya

responsivitas amygdala kanan terhadap ekspresi wajah ketakutan orang lain.

Dengan kata lain, extraordinary altruists merupakan kebalikan dari highly

psychopathic. (Marsh et. al, 2014).

Berbeda dengan sejumlah argumen sebelumnya, terdapat pula argumentasi

yang menyatakan bahwa egoisme merupakan ‗nature‘ atau sifat dasar bawaan,

sedangkan altruisme merupakan ‗nurture‘ yang bisa dibiasakan sejak dini dan

dilatih terus menerus sehingga otak menjadi terpola untuk mampu bertindak

altruistik. (Paccione, 2019). Hal ini sejalan dengan argumen yang dipaparkan

oleh Richard Dawkins dalam bukunya the Selfish Gene, bahwasanya sifat

manusia yang egois tidak terlepas dari pengaruh bawaan genetik. Egoisme

tersebut bermanfaat bagi survival makhluk hidup termasuk manusia dalam dunia

yang kompetitif ini. Namun demikian, manusia bisa belajar untuk bisa menjadi

lebih altruistik sekalipun secara bawaan genetik (nature), manusia tidak

terprogram untuk menjadi altrusitik. Hal ini dikarenakan peradaban manusia

didominasi oleh budaya dan pengaruh yang diajarkan secara turun termurun

(nurture). Dalam sejarahnya, survival juga bisa diraih dengan saling bekerjasama

dan saling membantu antar satu sama lain. (Dawkins, 1989). Dalam bukunya God

Delusion, Dawkins juga menekankan bahwa dalam masa prasejarah, manusia

memang telah hidup dalam lingkungan yang kental dengan perilaku altruistik,

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

14

lebih tepatnya jenis altruisme yang ditujukan pada kerabat terdekat yang memiliki

ikatan darah (kin altruism) dan juga altruisme yang bersifat timbal balik

(reciprocal altruism). Uniknya, kehidupan sosial manusia juga didominasi oleh

bahasa dan gosip sehingga reputasi diri menjadi hal yang penting. Karena itulah,

individu yang altruistik atau simpatik dipandang memiliki reputasi yang baik

karena kemurahatiannya. Dengan reputasi baik maka akan tercipta rasa percaya

dan kerjasama, namun sebaliknya dengan reputasi buruk akibat tindakan yang

egositis, curang, atau ingkar akan memperoleh sanksi atau hukuman dari

masyarakat. (Dawkins, 2006). Dalam argumen-argumennya, Dawkins memang

mendefinisikan altruisme dalam aspek behavioral dan bukan motif psikologi,

sehingga memang sulit untuk menentukan apakah ada motif egois yang tidak

disadari dari tindakan altrusitik. Mungkin iya, mungkin tidak, atau mungkin kita

tidak akan pernah mengetahui motif terselubung tersebut. (Dawkins 1989 &

Dawkins, 2006).

Güntert dkk dalam tulisannya menjelaskan motivasi altruisme dengan

dengan menggunakan self determination theory (SDT). (Güntert, 2016: 312).

Dalam teori tersebut, dijelaskan bahwa terdapat motivasi intrinsik dan ekstrinsik.

Motivasi intrinsik maksudnya adalah ketika individu mencari tantangan optimal

untuk memaksimalkan kapasitas dan mengeksplor lingkungan, sehingga tidak ada

reward atau punishment eksternal yang diperlukan untuk melakukan sesuatu.

Dengan kata lain, seseorang termotivasi melakukan sesuatu karena tertarik atau

senang dengan aktivitas yang dilakukan. Motivasi intrinsik merepresentasikan

bentuk dasar dari self-determined motivation. Sedangkan motivasi ekstrinsik lebih

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

15

kepada aktivitas yang memiliki tujuan diluar aktivitas itu sendiri dan

merepresentasikan motivasi terkontrol (controlled motivation). (Güntert, 2016:

313). Tindakan altruistik merupakan tindakan other-oriented sedangkan tindakan

egoistis merupakan self-oriented. Namun demikian, dengan menggunakan teori

SDT, ditemukan bahwa tindakan suka rela dapat melayani kebutuhan other-

oriented dan sekaligus self-oriented secara bersamaan. (Güntert, 2016: 324).

Terkait dengan mengapa sebagian NGOs menghilang atau terhenti

programnya, menurut hasil penelitian Nazuk dan Shabbir, INGOs memiliki posisi

yang lebih kuat dibanding NGOs lokal, dan NGOs yang memiliki sejumlah

cabang lebih baik dibanding NGOs dengan satu kantor saja. Selain itu, NGOs

yang sering masuk dalam laporan berita lebih mendapatkan sorotan atau exposure.

NGOs memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui

advokasi melalui berbagai bentuk strategi seperti (1) direct lobbying; (2) indirect

lobbying; (3) media advocacy. Terlebih seiring dengan berkembangnya

globalisasi, internet menjadi medium advokasi bagi NGOs terutama yang masih

kekurangan dana untuk melakukan advokasi secara langsung. (Nazuk dan

Shabbir, 2018). Sehingga, selain karena faktor dana, dapat dikatakan bahwa

besarnya suatu NGOs (baik dalam kekuatan jumlah maupun jangkauan)

berpengaruh terhadap keberlangsungannya.

Selanjunya, dalam membahas hubungan antara kosmopolitanisme dan

masyarakat adat, Goodale dalam tulisannya menggunakan kerangka teoritis

indigenous cosmopolitanism untuk menjelaskan fenomena di mana para

pemimpin politik nasional, para rapper muda, aktivis adat di pedalaman, dan

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

16

pihak-pihak lain dalam gerakan sosial masyarakat adat di Bolivia (Goodale, 2006:

634). Indigenous cosmopolitanism merupakan hibridisasi antara antara sisi

modernisme dan tradisi adat. (Goodale, 2006: 635-636). Tujuannya adalah ingin

membuat bentuk inklusi baru dan moral universal yang merepresentasikan

prinsip-prinsip kosmopolitan sekaligus keadatan. Indigenous cosmopolitanism

lebih merujuk pada cara untuk memperoleh kembali atau meredefinisi modernitas

sebagai kategori kultural. Gerakan rapper El Alto dan Movimiento al Socialismo

(MAS) di Bolivia merupakan contoh radikal hibrid indigenous cosmopolitanism

yang mengajarkan untuk berpikir tentang kosmopolitanisme dengan cara yang

baru dan berbeda (tidak sama dengan definisi tradisional kosmopolitanisme)

sebagai politik dan kategori moral (Goodale, 2006: 635).

Sejalan dengan itu, Politano menggunakan lensa indigenous

cosmopolitanism milik Mark Goodale sebagai pisau analitis kajian studi

Hubungan Internasional kontemporer masyarakat adat di Bolivia. (Politano, 2013:

2). Ia menjelaskan pentingnya topik tersebut dalam studi HI karena masyarakat

adat tidak hanya memperjuangkan inklusifitas dalam sistem politik nasional

melainkan juga internasional. (Politano, 2013: 5). Berbeda dengan definisi

kosmopolitanisme tradisional, indigenous cosmopolitanism merupakan bentuk

‗transnasional‘ sekaligus ‗non-global‘ atau dengan kata lain, masyarakat adat

memandang dunia cosmos secara relatif. Indigenous cosmopolitanism juga bisa

dimaknai sebagai bentuk hibrid radikal dari kosmopolitansime yang

mengupayakan kemungkinan modernitas tetapi tetap menjunjung identitas

adatnya di level global. (Politano, 2013: 10-15).

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

17

Jika penelitian-penelitian terdahulu telah melihat keterkaitan antara

masyarakat adat dan kosmopolitanisme, kaitan antara altruisme dan

NGOs/INGOs, maka dalam penelitian ini penulis lebih berfokus pada keterkaitan

antara altruisme dan kosmopolitanisme untuk menjelaskan alasan mengapa

INGOs mau terlibat membantu masyarakat adat yang notabenenya merupakan

fringe community bahkan di negara lain. Penulis mengaitkan antara altruisme

INGO dan karakter kosmopolit INGO yang bergerak dalam sektor masyarakat

adat. Kosmopolitanisme khas dengan istilah ‗world citizen‘ atau ‗world traveler‘

mampu melihat melampaui the self dan the others, dan memandangnya sebagai

satu kesatuan masyarakat global universal dengan nilai-nilai moral universal

sehingga memungkinkan individu dari suatu negara menganggap individu-

individu dari negara lain bukan sebagai liyan melainkan sebagai bagian dari diri

mereka. Dengan demikian, tindakan memberi atau menolong orang asing (the

others) menjadi suatu hal yang biasa dilakukan sebagaimana menolong keluarga

atau kelompoknya sendiri.

1.6 Kerangka Berpikir

1.6.1 Perdebatan Altruisme dalam Hubungan Internasional: Realisme vs

Liberalisme

Realisme dalam kajian Hubungan Internasional dapat dikategorikan

menjadi beberapa jenis seperti realisme fundamental yang menekankan pada

aspek human-nature, realisme konstitusional yang menekankan pada ranah

domestik, dan realisme struktural yang menekankan pada pada sistem inter-state.

(Doyle, 1977 dalam Ozkan dan Cetin, 2016: 89). Pada dasarnya, realisme

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

18

memiliki landasan pemikiran bahwa konflik dan perang berakar dari human-

nature yang egois untuk tujuan survival. Karena itulah, kaum realis memandang

kerjasama yang digadangkan oleh kaum liberalis sebagai hal yang utopis.

Pandangan kaum realis memang tidak sepenuhnya salah, karena egoisme

atau self-interest erat kaitannya dengan survival, sekalipun nyatanya kerjasama

juga merupakan faktor penting yang berkontribusi pada survival manusia.

Manusia memiliki kecondongan pada altruisme, hubungan timbal-balik, serta

memperjuangkan keadilan dan kesetaraan. (Takru, 2011). Dengan kata lain

manusia juga memiliki kecondongan untuk bekerjasama. Sehingga, sekalipun

dianggap berlawanan satu sama lain, nyatanya self-interest, kerjasama, bahkan

altruisme sama-sama merupakan mekanisme survival. Untuk keberlangsungan

diri sendiri (the self), keberlangsungan pihak lain (the others), atau

keberlangsungan banyak pihak (the self and the others, Us and Them). Dalam

kajian Hubungan Internasional misalnya, negara-negara bisa saja memilih

mengutamakan national interest, memilih bekerjasama antar negara, atau bahkan

peduli pada masyarakat dan isu-isu global tanpa pandang bulu.

1.6.1.1 Non-State Actors, Survival, dan Law of the Jungle dalam

Hubungan Internasional

Dalam memandang dunia, perspektif realis menekankan pada ‗apa yang

ada‘, bukan pada ‗apa yang seharusnya‘ seperti halnya perspektif liberalis yang

idealis. (Morgenthau, 1956: 4 dalam Pashakhanlou, 2009: 2). Realisme klasik

menyatakan bahwa seperti halnya manusia, negara juga tidak bisa puas akan

kekuasaan dan dominasi atas pihak lainnya (the others), sehingga tak heran jika

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

19

ada yang namanya peperangan. (Pashakhanlou, 2009). Hal tersebut dikarenakan

sifat dasar manusia yang kompetitif sehingga terdorong untuk bersaing seperti Me

vs You dan Us vs Others. Harari dalam bukunya ―Homo Deus: A Brief History of

Tomorrow‖ menekankan bahwa Hubungan Internasional pada mulanya terjadi

berdasarkan Law of the Jungle. (Harari, 2016: 14). Perspektif realis dalam HI

yang menekankan survival sebagai tujuan dari perebutan kekuasaan (struggle for

power), nyatanya serupa dengan hukum rimba. Sejalan dengan argumen Harari,

Doyle juga menyatakan bahwa kaum realis memandang politik dunia sebagai

arena rimba (jungle) yang selalu berada dalam kondisi siaga perang atau ‗state of

war‘ dengan kemungkinan konstan terjadinya perang antar negara-negara. (Doyle,

1997: 18 dalam Ozkan dan Cetin, 2016: 91). Di sisi lain, liberalis memandang

politik dunia tidak sebagai ‗jungle‘, melainkan sebagai ‗cultivable garden‘ atau

kebun yang bisa ditanami dan dikelola, yang menggabungkan antara ‗state of

war‘ dengan ‗state of peace‘. (Doyle, 1997: 19 dalam Ozkan dan Cetin, 2016: 91).

Dengan kata lain, liberalis juga menekankan pentingnya menanamkan non-state

actors seperti IGOs, INGOs, MNCs, dan aktor-aktor transnasional lain dalam

penyusunan agenda internasional. Dibandingkan berfokus pada konflik dan

perang, kaum liberalis lebih berfokus pada kerjasama dengan meningkatkan peran

organisasi internasional, penegakan demokrasi, hukum internasional, serta

pembangunan. (Ozkan dan Cetin, 2016: 89-91).

Sejalan dengan itu, Harari juga menjelaskan bahwa di era modern ini,

agensi-agensi pemerintahan internasional (IGOs) maupun International NGOs

(INGOs) memiliki peran penting dalam menyediakan bantuan untuk menjamin

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

20

keberlangsungan hidup (survival) orang-orang yang membutuhkan, sekalipun

bantuan-bantuan tersebut tidak menjamin pihak yang dibantu akan keluar dari

masalahnya. (Harari, 2016: 4). Selain itu, di era modern ini, perdamaian telah

mengalami pergeseran makna. Perdamaian atau ‗state of peace‘ tidak lagi

diartikan sebagai kondisi ketiadaan perang, melainkan ketidakmungkinan adanya

perang. (Harari, 2016: 16). Di era modern ini, peperangan mulai berkurang

sekalipun masih ada. Hal tersebut dikarenakan negara-negara super power lebih

memilih untuk mencari cara damai dalam menyelesaikan konflik. (Harari, 2016:

15). Munculnya istilah ‗new peace‘ dan ‗new war‘, menegaskan bahwa kini

perang dan damai tidak lagi sekedar mendeskripsikan hubungan antar-bangsa

saja, melainkan juga hubungan antara masyarakat dengan pemerintah yang haus

kekuasaan, atau dengan korporasi-korporasi yang tamak. (Harari, 2016: 16).

Seperti yang seringkali dialami oleh masyarakat adat, yang bentrok dengan

pemerintah maupun korporasi terkait konflik perebutan lahan adat di negara

sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa eksploitasi tidak lagi dilakukan oleh negara

lain, melainkan juga di dalam negeri sendiri, yang sering dialami oleh fringe

community atau kelompok marjinal. Dengan power yang kecil, mereka lebih

mudah ditindas dan dieksploitasi oleh aktor-aktor yang lebih berkuasa.

1.6.1.2 Altruisme dan Kosmopolitanisme: Melampaui Perdebatan

Realisme vs Liberalisme dalam Hubungan Internasional

Zackharchenko dalam tulisannya yang berjudul ‗Altruism and Profit in

International Relations‘, menyatakan bahwa tindakan negara yang secara

tradisional dianggap sebagai aktor utama dalam Hubungan Internasional pada

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

21

umumnya memang tidak terlalu didasari oleh motif altruisme dan tidak begitu

tertarik untuk membantu negara-negara tetangganya. (Zackharchenko, 2009: 177).

Jika berbicara tentang aktor-aktor negara, memang sangat erat dengan istilah self-

interest atau national-interest namun lain halnya dengan aktor-aktor non-negara

seperti NGOs/INGOs yang selama ini terkenal dengan citranya sebagai aktor

penolong sejuta umat yang altruistik.

Hal menarik lainnya adalah bahwa negara-negara yang peduli isu-isu

HAM termasuk dalam kasus ini hak-hak masyarakat adat pada umumnya

merupakan negara-negara maju (high powers) atau middle powers yang memang

memiliki kapabilitas finansial, sumberdaya-sumberdaya lainnya, dan juga level

moral kemasyarakatan yang tinggi. Zackharchenko juga menekankan bahwa

―good samaritans‖ atau aktor-aktor yang murah hati dan berkeinginan untuk

menolong pihak lain sebagaimana dimaksudkan oleh A Brisk, pada umumnya

merupakan negara-negara demokratis dengan situasi domestik yang stabil dan

masyarakat sipil yang maju. (Zackharchenko, 2009: 177). Sehingga, jika berbicara

tentang altruisme dalam Hubungan Internasional, maka tatanan dunia

kosmopolitan ala Kant tetap menjadi situasi ideal di sistem internasional.

(Zackharchenko, 2009: 177).

INGOs dikenal sebagai aktor Hubungan Internasional yang benar-benar

kosmopolitan karena dinilai memiliki karakter kosmopolitan yang kuat. Karakter

tersebut bisa dilihat dari bagaimana agenda dan tujuan NGOs yang melampaui

batas-batas komunitas lokal bahkan melampaui batas-batas negara, memiliki

kemampuan analitis transnasional, dan juga memiliki legitimasi moral universal.

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

22

(Yanacopulos dan Smith, 2013: 15). NGOs terutama development NGOs

dianggap sebagai bagian dari pembangunan demokrasi kosmopolitan karena

mereka merupakan aktor transnasional yang bisa mendesak negara, korporasi, dan

institusi-institusi global dengan berdasar pada semangat solidaritas dan nilai-nilai

universal. (Yanacopulos dan Smith, 2013: 15-16). Dengan kata lain, NGOs

memiliki peran penting dalam merombak sistem masyarakat dan politik global.

(Yanacopulos dan Smith, 2013: 16). Hal tersebut dilakukan dengan

mempromosikan agenda-agenda post-national cosmopolitanism. Berkebalikan

dengan pandangan tradisional yang menganggap negara sebagai aktor utama

paling berkuasa, NGOs dinilai mampu mengkomunikasikan ide-ide global dan

memersuasi aktor-aktor lain baik negara maupun non-negara untuk merespon isu-

isu yang menimpa pihak lain (the others). (Yanacopulos dan Smith, 2013: 18).

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa terdapat keterkaitan antara

kosmopolitanisme dan altruisme NGOs/INGOs sebagaimana dijelaskan

sebelumnya bahwa altruisme lebih menekankan pada kepentingan the others

dibanding self-interest. Tentunya keterkaitan tersebut tidak bisa digeneralisir,

sehingga dalam penelitian ini penulis hanya berfokus pada keterkaitan antara nilai

kosmopolitanisme dan altruisme INGO dalam sektor masyarakat adat.

Kosmopolitanisme memiliki nilai-nilai dan prinsip kemanusiaan, keadilan,

dan toleransi, sehingga dianggap sesuai dengan komitmen-komitmen INGOs

terhadap hak-hak universal, advokasi, dan kontribusi pada ‗distant others‘.

(Yanacopulos dan Smith, 2013: 18). INGOs menjadi aktor penting dalam ranah

Hubungan Internasional terutama dalam pembangunan, humanitarianisme, dan

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

23

demokratisasi internasional. Hal ini tidak terlepas dari kapasitas mereka untuk

menarik perhatian media global bahkan membuat ―kerangka moral‖ bagi

komunitas internasional yang disebut dengan ―global moral frame‖. (Yanacopulos

dan Smith, 2013: 20-21).

Di sisi lain, terdapat kritik terkait universalisme kosmopolitan yang justru

dinilai sebagai bentuk kolonialisme baru dan implementasi agenda-agenda Barat

atas nama nilai-nilai universal atau transnasionalisme. Terlebih kosmopolitanisme

memiliki akar dari modernisasi, kolonialisme, dan seringkali dianggap sebagai

kedok menjalin hubungan dengan ‗the others‘ untuk menciptakan image baik dari

―self‖ itu sendiri. (Van deer Veer, 2002, 166-168 dalam Yanacopulos dan Smith,

2013: 19). Hal ini menjadi berbenturan dengan masyarakat adat yang selama ini

pada umumnya menolak agenda-agenda modernisasi atau globalisasi yang dinilai

semakin menggerus tradisi, budaya, bahkan sumberdaya mereka.

1.6.2 Cosmopolitan Altruism

Cosmopolitan altruism merupakan istilah yang digunakan untuk

menggambarkan suatu keinginan untuk membantu orang asing (the others) yang

membutuhkan ata terancam. (Galston, 1993: 118). Galston membagi altruisme

menjadi tiga jenis berdasarkan objeknya, diantaranya yaitu (1) Personal altruism

yang ditujukan bagi orang-orang terdekat, misalnya anggota keluarga dan teman-

teman; (2) Communal altruism yang ditujukan bagi kelompok yang memiliki

karakteristik serupa seperti anggota kelompok etnis (etnisitas), kelompok agama

(religiusitas), masyarakat negara tertentu (nasionalisme), dsb; (3) Cosmopolitan

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

24

altruism yang ditujukan bagi umat manusia secara keseluruhan (universal), yakni

pada orang-orang yang tidak memiliki ikatan khusus, baik itu berbeda

kebangsaan, berbeda ras, berbeda agama, dsb. (Galston, 1993: 123). Namun

demikian, bukan berarti bahwa cosmopolitan altruism lebih baik atau lebih

penting dibanding personal dan communal altruism. Spektrum dari personal,

communal, ke cosmopolitan altruism tidak merepresentasikan progress moral.

Dalam praktiknya, personal altruism yang ditujukan pada sanak saudara dan

teman-teman, memang lebih sering terjadi dibanding cosmopolitan altruism yang

menjangkau seluruh umat manusia tanpa pandang bulu. (Galston, 1993: 124). Hal

itu dikarenakan personal dan communal altruism lebih dinilai menguntungkan

dan memberi manfaat timbal balik (reciprocal altruism), dibandingkan dengan

cosmopolitan altruism yang dipandang tidak memberi jaminan timbal balik.

Sebagaimana argumen sejumlah peneliti lainnya, menurut Galston, self-

interest dan altruisme bukanlah dua kubu yang saling berlawanan, melainkan

seperti spektrum, dari yang sangat altruistik sampai ke yang sangat egois.

(Galston, 1993: 126). Galston menjelaskan bahwa motif seseorang melakukan

tindakan altruistik bisa karena faktor rasa simpati, pertimbangan rasionalitas, atau

karena faktor identitas. (Galston, 1993: 124). Sekalipun cosmopolitan altruism

dinilai ideal oleh sebagian orang, namun nyatanya konsep tersebut justru dianggap

irasional dan sewenang-wenang. (Galston, 1993: 125). Hal itu dikarenakan,

sekalipun cosmopolitan altruism bisa diartikan sebagai kewajiban moral

universal, namun dalam praktiknya itu merupakan hal yang sangat sulit dilakukan.

Dengan demikian, cosmopolitan altruism seharusnya memang dianggap bagus,

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

25

tapi secara moral tidak wajib dilakukan. (Galston, 1993: 131). Pada umumnya,

individu-individu yang melakukan tindakan cosmopolitan altruism melakukannya

semata-mata karena merasa harus, mau tidak mau, dan bahkan secara internal

mereka tidak merasa luar biasa atas apa yang telah dilakukannya. Cosmopolitan

altruists mengidentifikasi diri mereka begitu dekat dengan orang asing (the

others) dan seolah kehilangan pembatas terkait perbedaan antara diri mereka,

kelompok mereka, dengan pihak lain. (Galston, 1993: 132). Dengan kata lain,

pandangan mereka terkait ‗us vs them‘ atau ‗the self vs the others‘ sudah

memburam dan melebur menjadi identitas yang universal.

Namun demikian, moral universality dalam cosmopolitan altruism

memang bisa bertabrakan dengan moral particularity dalam personal altruism

maupun communal altruism karena bisa saja seseorang mengabaikan ikatan

personal dan komunalnya atas nama pertimbangan kosmopolitan. Terlebih, nilai-

nilai moral tidak mudah begitu saja disama-ratakan dalam segala konteks.

Kecondongan terhadap moral particularity mungkin bisa mengurangi

kecondongan terhadap cosmopolitan altruism, namun sebagaimana dijelaskan

sebelumnya, itu tetap mengarahkan pada bentuk tindakan moral lainnya seperti

lebih peduli pada keluarga atau komunitasnya sendiri. Dan itu tidak lebih buruk

dari kepedulian terhadap manusia secara universal. (Galston, 1993: 134).

1.6.3 Bounded Altruism INGOs

Bounded altruism merupakan teori yang menjelaskan bahwa tindakan

NGOs pada dasarnya disebabkan oleh faktor pendorong (internal) dan faktor

struktural (eksternal) yang mereka hadapi. (Irvine dan Halterman, 2014: 4).

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

26

Berdasarkan data sejumlah penelitian terkait NGOs yang telah dianalisis oleh

Irvin dan Halterman, motif INGOs pada umumnya memang bersifat altruistik.

Definisi dari altruistik sendiri adalah tindakan yang didorong oleh misi

kemurahan hati, dan bukan untuk memaksimalkan profit semata. Namun

demikian, selain altruisme, terdapat faktor lain yang harus mereka hadapi yaitu

kebutuhan akan sumberdaya dan keberlangsungan institusi (survival). Dengan

demikian, ―bounded altruism‖ berarti bahwa NGOs secara independen

mengupayakan misi atas dasar altruisme, dengan syarat ‗apabila mereka mampu‘.

Namun, jika keberlangsungan organisasinya terancam oleh ketiadaan dana, maka

NGOs akan menerima permintaan para pendonornya. (Irvine dan Halterman,

2014: 5). Sehingga untuk berbuat kebajikan, NGOs/INGOs harus bertahan bahkan

dengan upaya maksimalisasi keuntungan seperti halnya perusahaan. Irivin dan

Halterman juga berargumen jika semakin banyak INGOs masuk dalam pasar

persaingan antar sesamanya, maka pendanaan bagi INGOs juga semakin langka.

Sehingga tak heran jika INGOs kemudian sangat bergantung pada keinginan para

pendonor terutama pendonor dari negara-negara maju. Dalam hal ini, INGOs

biasanya didanai untuk menjadi kendaraan bagi kepentingan pendonor, namun di

waktu yang sama mereka juga meningkatkan kepentingan mereka sendiri yang

‗altruistik‘. (Irvine dan Halterman, 2014: 6). Anehnya, dalam sejumlah kasus,

tanpa dipaksapun INGOs berupaya untuk memprioritaskan keinginan para

pendonor yang telah memberi mereka dana.

Secara ringkas, terdapat tiga hambatan struktural bagi INGOs yang

menghambat mereka bertindak independen: Pertama, level kompetisi antara

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

27

sesama INGOs untuk memperoleh dana dari pendonor baik dari pemerintah atau

sektor swasta; Kedua, faktor supply-demand terhadap bantuan dan jasa yang

ditawarkan INGOs. Apabila demand pemerintah akan layanan jasa INGOs tinggi,

maka INGOs punya kesempatan untuk bertindak otonom, dan mempengaruhi para

pendonor termasuk pemerintah; dan Ketiga, lingkungan regulasi birokrasi yang

dipengaruhi oleh agensi-agensi donor. Pada umumnya mereka memiliki cara

untuk mempengaruhi para INGOs yang menerima dana. (Irvine dan Halterman,

2014: 6-7).

1.7 Alur Pemikiran

1.8 Argumen Penelitian

Argumen penelitian ini adalah: Karakter cosmopolitan altruism yang

melekat pada sektor non-profit termasuk INGOs seperti halnya IEF menjadi

alasan utama yang mendorong keterlibatan IEF di dalam upaya pelestarian budaya

masyarakat adat di Mentawai, Indonesia. Studi kasus keterlibatan IEF pada

Alasan dan variabel yang memengaruhi peran Indigenous Education Foundation (IEF) di dalam membantu pelestarian budaya

masyarakat adat di Mentawai, Indonesia.

Cosmopolitan Altruism

Bounded Altruism

- Pengaruh donor;

Level Kompetisi sesama

NGOs/INGOs

- Faktor supply-demand jasa NGOs

- Lingkungan regulasi birokrasi

- Kepentingan nasional

negara asal INGOs

- Sektor non-profit dan

altruisme masyarakat

negara asal INGOs

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

28

masyarakat adat Mentawai menunjukkan, altruisme ini dibatasi oleh sejumlah

variabel (bounded altruism) pengaruh donor, level kompetisi sesama

NGOs/INGOs di sektor adat, faktor supply-demand jasa NGOs/INGOs, serta

lingkungan regulasi birokrasi. Selain itu, kepentingan nasional Australia sebagai

negara asal IEF dan juga sektor non-profit serta altruisme penduduk Australia

juga menjadi salah faktor ikut berpengaruh.

1.9 Metode Penelitian

1.9.1 Jenis dan Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang dalam

pengumpulan dan analisis datanya lebih menekankan pada kata-kata dibanding

kuantifikasi serta menggunakan pendekatan induktif sehingga bisa dihasilkan

gambaran yang lebih holistik. (Silalahi 2009, 77-78). Selain itu, penelitian ini juga

tidak bertujuan untuk membuat generalisasi melainkan memberi wawasan baru

dari hasil temuan penelitian melalui studi kasus terkait. Sedangkan jenis penelitian

ini adalah penelitian eksporatif dengan tujuan untuk menjajaki dan

mengidentifikasi suatu fenomena sosial. Penelitian eksplanatif juga ditujukan

untuk memformulasi atau merangkai pertanyaan maupun teknik pengukuran data

bagi penelitian lanjutan kedepannya. (Silalahi 2009, 25). Penulis memutuskan

untuk menggunakan jenis penelitian eksploratif karena penelitian ini bertitik tolak

pada pertanyaan dasar ―apa‖ (Silalahi 2009, 30) untuk menjajaki dan memahami

secara lebih mendalam suatu fenomena sosial sebagaimana yang tertera dalam

rumusan masalah ―Apakah altruisme kosmopolitan menjadi alasan utama

keterlibatan IEF di dalam membantu pelestarian budaya masyarakat adat di

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

29

Mentawai, Indonesia? Dimensi-dimensi apa saja yang ikut memengaruhi peran

IEF di dalam melestariakan budaya masyarakat Mentawai, Indonesia?‖. Salah

satu kekurangan dari jenis penelitian eksplanatif adalah rentan bias karena

umumnya berdasarkan interpretasi dari sumber data kualitatif. Penelitian ini juga

memiliki sejumlah keterbatasan karena menggunakan sumber primer yang

mayoritas berupa laporan IEF, partnernya, dan juga dari video dokumenter karya

IEF sehingga sangat rentan terhadap penilaian yang subjektif dan bias. Akibat

pandemi covid-19 dan sejumlah hambatan lainnya, rencana awal penulis untuk

terjun langsung ke lapangan dan mewawancarai masyarakat adat Mentawai yang

merupakan mitra serta terlibat dalam program-program IEF terpaksa dibatalkan.

1.9.2 Ruang Lingkup dan Jangkauan Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini di mulai sejak founder IEF memutuskan

untuk pergi ke Mentawai, Indonesia pada tahun 2008 hingga pertengahan tahun

2020. Selain itu penulis juga mengaitkan peran IEF dengan penyelesaian konflik

yang dialami masyarakat adat Mentawai dalam lingkup waktu tersebut terlebih

janji Jokowi atas dukungannya terhadap RUU Rancangan Undang-Undang

Masyarakat Adat masih belum terealisasi dan mengalami stagnansi. Penelitian ini

tidak berfokus ke salah satu aspek saja yakni budaya adat atau lahan adat

melainkan pada kedua aspek tersebut karena lahan dan budaya masyarakat adat

pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dan saling berkaitan satu sama lain. Tanpa

lahan adat, masyarakat adat kehilangan uma (rumah adat) dan hutan adat sehingga

tidak bisa melakukan kegiatan yang dulu biasa dilakukan seperti ritual, berburu,

dan berdampak pada tergerusnya bahasa serta budaya adat.

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

30

1.9.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian yang

bersumber pada data primer dan sekunder. Data primer penulis upayakan melalui

analisis video dokumenter resmi karya Indigenous Education Foundation (IEF)

yang berjudul ―As Worlds Divide‖. Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari

sejumlah laporan-laporan tertulis maupun media visual seperti buku, jurnal,

artikel, berita, video dokumenter, film pendek, laporan penelitian, laporan resmi

pemerintahan, dsb yang diperoleh secara online maupun offline.

1.9.4 Teknik Analisis Data

Teknik analsis data yang digunakan dalam penelitian eksploratori ini

adalah teknik analisis data kualitatif (Silalahi, 2009 : 26-27). Hasil perolehan data

penelitian mayoritas berupa kata-kata yang merupakan hasil telaah dokumen baik

berupa dokumen tertulis maupun dokumen visual seperti foto, video, webinar,

film dokumenter, dan lain-lain yang kemudian diproses tanpa menggunakan

penghitungan matematis. Data-data yang diperoleh tersebut diketik, disunting, dan

setelah data penelitian direduksi, maka data tersebut kemudian disajikan dalam

bentuk laporan ilmiah dan dibuat kesimpulannya. (Silalahi 2009, 339).

1.9.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah bab diantaranya

BAB I berisi tentang pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, pertanyaan,

tujuan, dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka berpikir, argumen

penelitian, metode penelitian, dan alur pemikiran. BAB II berisi tentang deskripsi

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - repository.unair.ac.idrepository.unair.ac.id/109743/6/4. BAB I PENDAHULUAN.pdf1.9.5 Sistematika Penulisan . Sistematika penulisan tesis ini dibagi menjadi sejumlah

31

mengenai sektor non-profit dan masyarakat adat dalam Hubungan Internasional,

BAB III berisi tentang profil Indigenous Education Foundation (IEF) dan

masyarakat adat Mentawai, Indonesia; Bab IV berisi analisis data menggunakan

kerangka teoritis untuk mengetahui bagaimana motif altruisme IEF melalui

perspektif cosmopolitan altruism, bounded altruism, dan juga penjelasan terkait

kepentingan nasional Australia dalam sektor masyarakat adat, serta sektor non-

profit dan altruisme penduduk Australia; sedangkan BAB V berisi kesimpulan

penelitian, kritik, dan saran bagi penelitian lanjutan.

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

TESIS Altruisme Kosmopolitan Ingos: Studi Kasus Keterlibatan IEF dalam Pemberdayaan Masyarakat Adat di Mentawai, Indonesia

Izzah, Nur Diana