1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan replika dari kehidupan sosial (Wellek dan Warren, 1993:109). Salah satu karya sastra khususnya genre prosa yang banyak digandrungi dan popular adalah novel. Patterson (dalam Manshur, 2011:23) mendefinisikan novel, “adalah ungkapan hati penulisnya dalam melihat makna kehidupan dan identitas dirinya serta berfungsi membangkitkan kesadaran masyarakatnya untuk mengungkapkan aspirasi dan meraih kebebasan”. Kata novel sendiri berasal dari bahasa Latin novellus yang diturunkan dari kata novies yang berarti “baru”. Dalam “The American College Dictionary”, novel adalah suatu cerita prosa fiktif dengan panjang tertentu yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur yang agak kacau (Tarigan, 1984:164). Sebagaimana yang terdapat dalam novel “Asywa>k” karya Qutb yang terbit pada tahun 1947 sebagai objek material dalam penelitian ini. Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan pengarang, seperti novel “Asywa>k” karya Qutb yang merupakan karya inspirasi dari pengalaman pribadinya (Al-Kalidiy, 2016:163). Karya ini menarik, karena Qutb adalah seorang sastrawan yang dikenal sebagai politikus sekaligus tokoh pemuka agama. Alasan lain penelitian atas novel “Asywa>k” karena novel ini terinspirasi dari keadaan di Mesir tepatnya kota Kairo yang telah mengalami westernisasi atau mendapat pengaruh dari Barat. Al-Khalidiy (2016:214) mengatakan bahwa yang dimaksud Barat adalah Zionis, Salibis, dan penyembah
25
Embed
BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C1012036_bab1.pdf · perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, ... sehingga menentukan corak dan warna
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan replika dari kehidupan sosial (Wellek dan Warren,
1993:109). Salah satu karya sastra khususnya genre prosa yang banyak
digandrungi dan popular adalah novel. Patterson (dalam Manshur, 2011:23)
mendefinisikan novel, “adalah ungkapan hati penulisnya dalam melihat makna
kehidupan dan identitas dirinya serta berfungsi membangkitkan kesadaran
masyarakatnya untuk mengungkapkan aspirasi dan meraih kebebasan”. Kata
novel sendiri berasal dari bahasa Latin novellus yang diturunkan dari kata novies
yang berarti “baru”. Dalam “The American College Dictionary”, novel adalah
suatu cerita prosa fiktif dengan panjang tertentu yang melukiskan para tokoh,
gerak, serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur yang
agak kacau (Tarigan, 1984:164). Sebagaimana yang terdapat dalam novel
“Asywa>k” karya Qutb yang terbit pada tahun 1947 sebagai objek material dalam
penelitian ini.
Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan
pengarang, seperti novel “Asywa>k” karya Qutb yang merupakan karya inspirasi
dari pengalaman pribadinya (Al-Kalidiy, 2016:163). Karya ini menarik, karena
Qutb adalah seorang sastrawan yang dikenal sebagai politikus sekaligus tokoh
pemuka agama. Alasan lain penelitian atas novel “Asywa>k” karena novel ini
terinspirasi dari keadaan di Mesir tepatnya kota Kairo yang telah mengalami
westernisasi atau mendapat pengaruh dari Barat. Al-Khalidiy (2016:214)
mengatakan bahwa yang dimaksud Barat adalah Zionis, Salibis, dan penyembah
2
berhala. Adapun Anh (1985:42) menyebut Barat adalah orang-orang Amerika
Serikat (AS) sebab sebagai negara paling menonjol yang telah memperkaya
pusaka orang Eropa di masa renaissance. Tidak dapat dipungkiri bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta kebangkitan peradaban
Barat telah memberikan pengaruh yang besar dalam berbagai bidang (Quthb,
1985:31). Masyarakat Amerika Serikat (AS) memiliki sebuah kebiasaan hidup
bertolak belakang dengan budaya Timur Tengah, mulai dari kesusastraan, seni
musik, sampai dalam hal kebiasaan hidup. Di Amerika Serikat kita akan melihat
keadaan sosial masyarakat dan kebudayaan yang berbeda dengan Timur Tengah.
Iklim Islam memenuhi rongga kehidupan dalam dunia Timur Tengah, sedangkan
masyarakat di AS mengandalkan kebebasan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tomassow bahwa kebiasaan hidup masyarakat Amerika Serikat adalah
mengandalkan kebebasan (1986:59). Penduduk Amerika Serikat juga dikenal
membeda-bedakan warna kulit. Orang berkulit putih dianggap lebih tinggi
dibandingkan kulit hitam. Bahkan beberapa fasilitas umum bertuliskan “Whites
Only” yang artinya fasilitas tersebut hanya boleh digunakan orang berkulit putih
(Smith, 2005:82).
Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin canggih, menjadikan dunia
semakin dekat dan sempit. Fenomena tersebut dikenal dengan istilah globalisasi.
Beberapa aspek dalam kehidupan seperti perilaku dan budaya satu negara dengan
lainnya saling mempengaruhi (Azwar, 1998:60). Menurut Smith dalam buku
berjudul Islam in America, Islam di Amerika Serikat telah masuk pada akhir abad
ke-19. Hal ini dimulai ketika orang-orang Muslim bermigrasi dari berbagai negara
di Timur Tengah, seperti Syria, Yordania, Palestina, dan Libanon. Smith juga
3
berpendapat Islam berkembang pada abad ke-20 dengan ditandai kedatangan
orang-orang Muslim Sunni, Syi’ah, Durze, dan Alawi (2015:76). Meskipun
demikian, banyak pemuda Muslim yang tumbuh di AS jauh dari agama karena
akulturasi (Smith, 2015:82). Keadaan Islam di AS dibanding negara tempat
kelahiran Qutb yaitu Mesir berbeda. Perbedaan ini dilihat dari Islam sebagai
agama mayoritas di Timur Tengah, namun di Amerika Islam merupakan agama
minoritas.
Adapun di Timur Tengah, dengan adanya globalisasi, modernisasi
komunikasi pada gilirannya berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan sosial.
Dunia semakin dekat dan sempit serta media komunikasi semakin dominan
sehingga menentukan corak dan warna manusia, baik sebagai sebagai individu
maupun makhluk sosial. Gaya hidup, selera, nilai-nilai, norma, dan banyak aspek
kepribadian manusia dibentuk oleh televisi, radio, majalah, dan pesan-pesan yang
disuapi orasi politik, serta pesan ideologi dalam berbagai sarana. Pergaulan bebas
menjadi dampak sebab adanya globalisasi (Azwar, 1998:60). Dengan kata lain,
Timur Tengah telah mengalami westernisasi atau terpengaruh oleh budaya Barat,
seperti yang digambarkan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb.
“Asywa>k” adalah kisah penuh hikmah yang dibukukkan melalui novel
bergenre roman. Novel merupakan karya fiksi berbentuk prosa yang mengandung
keindahan serta syarat akan makna. Kaitan karya sastra dengan sosial masyarakat
juga sangat terlihat dalam novel ini. Budaya masyarakat antara Timur Tengah dan
Amerika Serikat tidak terlepas dari penciptaan karya. Latar cerita adalah di Mesir,
sebuah negeri yang telah diakui sebagai pusat budaya dan politikal utama wilayah
Arab dan Timur Tengah. Peradaban dunia yang terkenal dengan monumen
4
termegah dunia seperti Piramid Giza, Kuil Karnak, Lembah Raja, serta Kuil
Ramses (Salim dan Sahr, 2015:16). Selain itu, Mesir juga dikenal kaya akan
kesusastraannya. Berbagai julukan lain juga telah tersemat bagi Mesir; Negeri
Para Nabi, Negeri Seribu Menara, serta Negeri Kinanah (Nafi dan Adawiyah,
2013:4).
Penulis novel “Asywa>k” bernama lengkap Ibrahim Husain Shadhili Sayyid
Qutb, lahir pada 9 Oktober 1906 di Musyah, Asyuth, Mesir (‘Imarah, 2009:273).
Adapun karya sastra yang ditulis Qutb adalah Al-Atyaf al-Arba’ah, Al-Madinah
al-Masurah, Muhimmat al-Syi’r fi al-Haya>h (1933), Naqd Mustaqbal al-Tsaqa>fah
fi> Misr (1939) dan Asywa>k (1947). Novel “Asywa>k” ditulis oleh Qutb sebelum
dia bergabung dalam gerakan Ikhwanul Muslimin. Beberapa karya lain Qutb yang
terkenal adalah: “di bawah naungan al-Qur’an” (tafsir fi< dzila>l al-Qur'an),
“petunjuk jalan” (ma'alim fi< thariq), “representasi artistik dalam al-Qur’an” (al-
tashwi>r al-fanni fi al-Qur`an), “keadilan sosial dalam Islam” (‘al-adalah al-
ijtima’iyyah fi al-Islam), “peperangan antara Islam dan kapitalisme” (‘ma’rakah
al-Islam wa ar-ra’s al-maliyyah’), “inilah Islam” (ha>dza al-di>n), “masa depan
Islam” (al-mustaqbal li ha>dza al-di>n), “karakteristik pandangan Islam” (khasha>'is
al-tashawwur al-Isla>mi wa muqawwimâtihi’), “Islam dan persoalan peradaban”
(al-Isla>m wa musykilah al-hadha>rah) (al-Khalidiy, 2016:31, 250, ‘Imarah,
2004:275).
Masa hidup Qutb dihabiskan dengan mendalami agama, menulis, bersyair,
serta menjadi tenaga pendidik. Pada tahun 1940 banyak karyanya yang menjadi
acuan resmi sekolah, kampus, dan universitas. Pada era 1950 sampai 1960 Qutb
adalah anggota utama Ikhwanul Muslimin Mesir. Resikonya Qutb behadapan
5
dengan rezim sekuler yang menindas gerakan kritis serta masuk penjara tiga kali.
Pada tahun 1966 dia dituduh terlibat dalam rencana pembunuhan presiden Mesir
Gamal Abdel Nasser dan dieksekusi dengan cara digantung, pada 29 Agustus
1966 pada usia 59 tahun (‘Imarah, 2009:274-277).
Penelitian tentang novel “Asywa>k” pernah dilaksanakan oleh peneliti
sebelumnya yakni Kholifiyannida (2012) dalam skripsinya yang berjudul Fi’l
Kalam al-Inkari fil Riwayat Asywak li Syayyid Qutb Dirasah Tahliliyah
Tadaawliyah. Dalam penelitiannya, Kholifiyannida membahas bagaimana bentuk
lingual tindak tutur penolakan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb. Hasil analisis
penelitian Kholiyannida yaitu: (a) terdapat bentuk-bentuk lingual tindak tutur
penolakan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb yang bermodus kalimat deklaratif,
interogatif, imperatif, langsung, tidak langsung, literal, dan non literal, (b) terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pemilihan bentuk-bentuk tindak tutur
penolakan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb yang meliputi; faktor peserta tutur
yang melibatkan penutur, mitra tutur, dan peserta tutur ketiga; faktor situasi tutur
atau setting, meliputi: waktu dan tempat terjadinya peristiwa tutur, (c) terdapat
fungsi-fungsi tindak tutur penolakan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb dengan
menyebutkan fungsi lain seperti menyindir dan merajuk.
Kedua, Hayati (2012) dalam skripsinya berjudul Naqd al-Tarjamah al-
Indonesiyah li Riwayat Asywak li Sayyid Qutb. Hayati meneliti tentang bagaimana
kesalahan terjemahan novel “Asywa>k” karya Qutb yang dialih bahasakan dari
bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dengan judul buku “Bidadari yang
Hilang”. Hasil penelitian Hayati yakni ditemukan kesalahan penerjemahan novel
“Asywa>k” dari beberapa aspek: (1) aspek kata (makna refrensial leksikal), (2)
6
aspek gramatikal, seperti dalam memahami dhamir, mutakallim dan mukhatab,
(3) aspek penghilangan kosa kata dalam sejumlah kalimat panjang dan kalimat
yang menggambarkan suasana tertentu (ekspresi). Kesalahan-kesalahan tersebut
menyebabkan kelenyapan suasana yang ingin dibidik oleh teks sumber dan
mengakibatkan alur cerita menjadi kabur termasuk pesan di dalamnya dan jauh
dari maksud teks sumber.
Ketiga, penelitan oleh Taspirin (2006) dalam skripsinya yang berjudul Unsur-
Unsur Romantisme dalam Novel Asywak Karya Sayyid Qutb. Masalah yang
dibahas adalah bagaimana unsur-unsur romantisme dalam dalam novel “Asywa>k”
karya Qutb. Hasil penelitian Taspirin menunjukkan bahwa novel “Asywa>k” karya
Qutb merupakan novel bercorak romantik, dengan memuat beberapa unsur
penting romantisme di dalam tema dan unsur-unsur intrinsik lainnya. Pertama,
dalam tema: (1) terdapat gagasan obsesi dan kerinduan yang besar terhadap masa
lalu, (2) ketiadaan batas yang jelas antara mimpi dan realitas, (3) cinta yang
melankolis dan idealis, (4) celaan terhadap kehidupan perkotaan serta kecintaan
terhadap alam pedesaan. Kedua, isi cerita didominasi oleh sikap melankolis dan
idealis dalam percintaan. Ketiga, dalam penokohan memuat unsur-unsur
romantisme pada karakter tokoh-tokohnya.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian dengan objek “Asywa>k”
karya Qutb kajian sosiologi sastra belum pernah dilakukan. Hal ini mendorong
penulis untuk meneliti menggunakan kajian tersebut khususnya sosiologi
pengarang dan sosiologi karya sastra, serta membahas tentang pergaulan bebas di
Mesir yang digambarkan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb.
7
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimanakah struktur teks novel “Asywa>k” karya Sayyid Qutb?
2. Bagaimanakah pergaulan bebas di Mesir pada novel “Asywa>k” karya
Sayyid Qutb berdasarkan sosiologi pengarang dan sosiologi karya
sastra?
C. Tujuan Penelitian
1. Menguraikan dan mendeskripsikan struktur teks novel “Asywa>k” karya
Sayyid Qutb.
2. Mengungkapkan dan mendeskripsikan pergaulan bebas di Mesir pada
novel “Asywa>k” karya Sayyid Qutb berdasarkan sosiologi pengarang
dan sosiologi karya sastra.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu
teoretis dan praktis:
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam studi sastra terutama
Sastra Arab. Selain itu, diharapkan bisa menambah wawasan mengenai
penelitian terhadap novel Qutb yang berjudul “Asywa>k” menggunakan
pendekatan sosiologi sastra khususnya sosiologi pengarang dan
sosiologi karya sastra.
8
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
pembaca mengenai fenomena pergaulan bebas masyarakat Mesir yang
dipresentasikan melalui tokoh-tokoh dalam novel. Sehingga dapat
diambil solusi terbaik dan pencegahan untuk diambil sebagai sebuah
keputusan dari pergaulan bebas tersebut.
E. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan untuk mempermudah jalannya penelitian
agar lebih efektif dan dapat mencapai sasaran yang diinginkan. Adapun
pembatasan masalah dalam penelitian ini yakni: Pertama, deskripsi struktur teks
dalam novel “Asywa>k” karya Qutb adalah memanfaatkan teori struktural Badr
(1411 H/ 1991 M) meliputi: peristiwa (al-achda>ts), penokohan (asy-
syakhsiyyah), alur (al-habkah), latar (al-bi’ah), dan tema (al-fikrah). Kedua,
deskripsi pergaulan bebas dalam novel “Asywa>k” karya Qutb dibatasi
pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan di Mesir dengan menggunakan
analisis sosiologi sastra yaitu sosiologi pengarang dan sosiologi karya sastra.
Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan dalam kurun waktu tahun
1906-1947, tahun dimana Qutb lahir sampai novel “Asywa>k” diterbitkan.
F. Landasan Teori
Penelitian ini terpusat pada realitas sosial dalam novel “Asywa>k” karya
Sayyid Qutb yakni mengenai pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan.
9
Penelitian ini memanfaatkan tiga teori, yakni teori Badr (1411 H/ 1991 M),
teori sosiologi sastra, dan teori pergaulan bebas.
1. Teori Struktural
Pendekatan struktural merupakan pendekatan awal dalam penelitian sastra.
Pendekatan struktural penting bagi sebuah analisis karya sastra, sebab karya
sastra dibangun oleh unsur-unsur yang membentuknya. Unsur-unsur instrinsik
prosa menurut Badr (1411 H/ 1991 M) terdiri atas peristiwa (al-achda>ts),
penokohan (asy-syakhshiyyah), alur (al-habkah), latar (al-bi’ah), dan tema (al-
fikrah).
a. Peristiwa (al-achda>ts)
Al-achdat>s adalah rangkaian peristiwa yang diungkapkan dalam
novel atau satu peristiwa yang diungkapkan dalam cerita pendek (Badr,
1411:176).
b. Penokohan (asy-syakhsiyyah)
Asy-syakhshiyyah merupakan mereka yang menghidupkan dan
berpengaruh di dalam peristiwa, menunjukkan kisah sebagai model dari
karakter manusia yang bervariasi. Sebagian mereka berkarakter baik,
sebagian berkarakter buruk, dan sebagian yang lain memiliki karakter
campuran antara keduanya. Karakter tersebut fleksibel sesuai jalan
cerita. Peran tokoh penting, karena mewakili pengarang menjalankan
cerita dari awal sampai akhir (Badr, 1411:176).
c. Alur (al-habkah)
Al-habkah yakni alur atau gaya kesenian yang membangun kisah.
Alur dijalankan oleh peristiwa dan tokoh. Penulis menjadikan rangkaian
10
peristiwa yang kompleks, diperumit sedikit demi sedikit sampai
mencapai puncak (klimaks). Setelah itu cerita menuntut adanya solusi
yang kebanyakan hal itu akan menjadi ending cerita. Alur merupakan
unsur yang menjadikan peristiwa dalam cerita menjadi menarik dan
mendebarkan hati, serta menggabungkan peristiwa pertama dengan
peristiwa setelahnya agar tidak menyimpang (Badr, 1411:176).
d. Latar (al-bi’ah)
Al-bi’ah adalah tempat dan waktu yang tepat di dalam peristiwa
yang sedang berlangsung. Misalnya penulis menceritakan peristiwa
yang terjadi di Mekah pada masa awal hijriyah, maka untuk mengetahui
hal itu dengan baik, dilukiskan mengenai rumah-rumahnya, jalanannya,
pasar-pasar, pakaian yang dikenakan masyarakatnya, serta hal-hal
lainnya. Menggambarkan peristiwa-peristiwa di masa modern
digambarkan dengan waktu dan tempat yang teliti akan menjadikan alur
yang berkesan (Badr, 1411:177).
e. Tema (al-fikrah)
Al-fikrah merupakan isu atau gagasan yang dihadirkan di dalam
cerita. Gagasan atau yang biasa disebut tema menjadi pelengkap dari
peristiwa dan penokohan. Untuk menemukan tema tidak hanya dengan
satu atau beberapa frase, tetapi dapat dipahami dengan jalan membaca
cerita secara keseluruhan (Badr, 1411:177).
11
Diagram 1: kerangka teori struktural Badr (1411 H/ 1991 M)
2. Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari
akar kata socio (Yunani) yang memiliki arti: bersama-sama, bersatu, kawan,
teman dan logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Perubahan makna terjadi
setelah perkembangan zaman, soio atau socius berarti masyarakat, logi atau logos
berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan
(evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari jaringan hubungan
antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Adapun
sastra berasal dari kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi
petunjuk/instruksi, dan tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat
untuk mengajar, buku petunjuk, atau buku pengajaran yang baik (Ratna, 2013:1).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan definisi sosiologi sastra yaitu: 1)
pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
kemasyarakatannya, 2) pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan
aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya, 3) pemahaman
terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang
melatarbelakanginya, 4) pemahaman yang berkaitan dengan aspek-aspek
Teori Struktural Badr
Tema
(al-fikrah)
Latar (al-
bi’ah)
Alur (al-
habkah)
Peristiwa
(al-achda>s)
Penokohan (asy-syakhsiy-
yah)
12
penerbitan dan pemasaran karya, 5) analisis yang berkaitan dengan sikap-sikap
masyarakat pembaca (Ratna, 2013:2-3).
Selanjutnya, Ian Watt (1964:300-313) dalam Damono (1978:3-4)
mengklasifikasi tentang hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra dan
masyarakat dalam esainya yang berjudul “Literature an Society”. Klasifikasi
tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
a) Konteks sosial pengarang: konteks sosial pengarang ada hubungan dengan
posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan
masyarakat pembaca. Dalam pokok ini termasuk juga faktor-faktor sosial
yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan di samping
mempengaruhi isi karya sastra. Pendekatan ini meliputi: faktor-faktor
yang mempengaruhi pengarang dalam menciptakan karya sastra. Faktor-
faktor tersebut antara lain mata pencaharian, profesi kepegawaian, dan
masyarakat lingkungan pengarang.
b) Sastra sebagai cermin masyarakat: maksudnya karya sastra
mengungkapkan gejala sosial masyarakat dimana karya itu tercipta dalam
sastra akan terkandung nilai moral, politik, pendidikan, dan agama dalam
sebuah masyarakat. Selain itu pandangan sosial pengarang harus
diperhitungkan apabila menilai karya sastra sebagai cermin masyarakat.
Hal pokok yang perlu mendapat perhatian adalah, 1) sejauh mana sastra
mencerminkan masyarakat pada saat karya sastra itu di buat, 2) sejauh
mana pengaruh sifat pengarang dalam mengagambarkan keadaan
masyarakat, 3) sejauh mana genre sastra yang dipakai pengarang yang
bisa dianggap mewakili seluruh masyarakat.
13
Berdasarkan definisi dan penjelasan tersebut di atas, sastra dapat dipandang
sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis oleh pengarang pada kurun waktu
tertentu pada umumnya langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat
istiadat zaman itu (Luxemburg dalam Sangidu, 2007:41). Selanjutnya dibuat
klasifikasi masalah sosiologi sastra sebagai berikut: pertama sosiologi pengarang
yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, agama, dan lain-lain yang
menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Kedua, sosiologi karya sastra
yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, berupa isi karya sastra, tujuan dan
apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut yang berkaitan dengan masalah
sosial. Ketiga, sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial
karya sastra (Wellek dan Warren, 1993:111-112).
a. Sosiologi Pengarang
Pembahasan mengenai masalah sosiologi pengarang adalah berkaitan
dengan diri pengarang, yaitu meliputi jenis kelamin, tempat kelahiran,
status sosial, profesi, ideologi, latar belakang, ekonomi, agama dan
keyakinan, tempat tinggal, serta kesenangan yang dimiliki pengarang
(Kasnandi dan Sutejo, 2010:59).
Ian Watt dalam esainya yang berjudul Literature and Society (1964)
(dalam Damono, 2002:4) mengatakan bahwa dalam membahas konteks
sosial pengarang kaitannya dalam masyarakat yaitu terdapat beberapa
faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam karya sastra anatara lain:
bagaimana pengarang mendapatkan mata pencaharian, apakah dia
menerima bantuan dari pengayom, dari masyarakat atau dari kerja
rangkap, bagaimana profesionalisme pengarang dalam kepengarangan,
14
dan masyarakat apa yang dituju oleh pengarang. Hubungan anatara
pengarang dan masyarakat adalah penting karena sering didapati bahwa
masyarakat yang dituju menentukan bentuk dan isi karya sastra.
b. Sosiologi Karya Sastra
Masalah yang berkaitan dengan sosiologi karya sastra adalah isi
karya sastra, tujuan karya sastra, dan hal-hal yang tersirat di dalam
karya tersebut serta hal yang berkaitan dengan masalah sosial. Dalam
hal ini sosiologi karya sastra dapat mencakup beberapa hal, menurut
Wellek dan Warren (dalam Kasnandi dan Sutejo, 2010:59) yaitu:
1) Aspek sosial meliputi sosial ekonomi, sosial politik, sosial
pendidikan, sosial religi, sosial budaya, dan sosial
kemasyarakatan.
2) Aspek adat istiadat meliputi tentang perkawinan, perawatan
bayi, pemujaan, dan sebagainya.
3) Aspek religius meliputi keimanan, ketakwaan, ibadah, hukum,
dan muamalah.
4) Aspek etika meliputi tentang pergaulan antara laki-laki dan
perempuan, pertemanan, bertamu, dan berkunjung.
5) Aspek moral meliputi tentang pelacuran, pemerkosaan, korupsi,
dermawan, penolong, kasih sayang, dan ketabahan.
6) Aspek nilai meliputi nilai kepahlawanan, nilai religi, nilai
persahabatan, nilai moral, nilai sosial, nilai perjuangan, dan nilai
didaktik.
15
c. Sosiologi Pembaca
Sosiologi pembaca adalah sosiologi sastra yang mengkaitkan
pembaca hubungannya dengan pengaruh sosial karya sastra. Pembaca
sebuah karya sastra berasal dari beragam golongan, kelompok, agama, ras,
pendidikan, gender, umur, dan sebagainya. Dalam sebuah penelitian
sebuah karya sastra terhadap respon pembaca, apabila karya sastra tersebut
dianggap buruk oleh masyarakat umum atau pemerintah, bisa saja karya
sastra tersebut dilarang beredar (Damono, 2002:4).
Pembahasan pada sosiologi pembaca ini yaitu tentang segala hal yang
berkaitan dengan masalah pembaca dan dampak sosial karya sastra
terhadap masyarakatnya. Pembahasan ini dapat dikaji dari segi jenis
kelamin pembaca, status sosial pembaca, profesi pembaca, dan tendensi
pembaca (Kasnadi dan Sutejo, 2010:59).
Penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi
pengarang dan sosiologi karya sastra. Hal tersebut dikarenakan
keterbatasan penulis dalam melakukan pendekatan sosiologi pembaca
yang memakan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih besar.
Diagram 2: kerangka teori sosiologi sastra
3. Teori Pergaulan Bebas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pergaulan dengan kata
dasar gaul memiliki arti campur, sedangkan kata pergaulan memiliki definisi
Sosiologi Sastra
Pembaca Karya Sastra Pengarang
16
perihal bergaul, kehidupan bermasyarakat, mempengaruhi kepribadian (KBBI,
2008:421). Pergaulan merupakan salah satu bagian dari etika. Bertens (2000:4)
mengatakan, bahwa etika adalah ilmu tentang adat kebiasaan. Dengan demikian
pergaulan dapat dikategorikan sebagai perilaku yang sudah menjadi kebiasaan.
Kebiasaan manusia dalam bertindak atau bergaul merupakan sesuatu yang
erat dengan masyarakat. Seperti yang diungkapkan Skinner (dalam Suseno,
2006:160) bahwa kondisi kehidupan adalah suatu hal yang dapat
mempengaruhi tindakan. Muchsin (2002:24) juga menegaskan bahwa
lingkungan dapat mengarahkan kecenderungan manusia dalam bersikap.
Berbeda dengan pendapat tersebut, Apriliyanto (2008:27) mengatakan bahwa
terdapat dua hal yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku yaitu
lingkungan personal dan lingkungan sosial atau masyarakat: lingkungan
personal yakni diri sendiri yang meliputi pikiran, perasaan, tindakan dan
kondisi fisik, sedangkan lingkungan sosial adalah keterlibatan diri sendiri dan
orang lain yang menimbulkan dampak sebab-akibat. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi manusia dalam berperilaku adalah sebagai berikut:
a) Faktor personal meliputi: 1) faktor biologis 2) sosiopsikologis: afektif
(emosional), kognitif (intelektual), konatif (vilisional atau kebiasaan dan
kemauan manusia bertindak), 3) sosiogenetis: motif ingin tahu, motif
kompetisi, motif cinta, motif harga diri dan identitas, kebutuhan akan nilai,
kedambaan dan makna kehidupan, serta kebutuhan pemenuhan diri, 4)