1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi dengan mengutamakan pelayanan pasien (patient oriented) yang mengacu pada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan yang sebelumnya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif mencakup pemberian informasi untuk mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui hasil terapi serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error), dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Depkes RI, 2009 a ). Rumah sakit sebagai sarana kesehatan terpenting hendaknya memberikan pelayanan yang bermutu dan memuaskan konsumennya dalam hal ini pasien. Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) adalah suatu ukuran kinerja yang diberikan oleh sebuah produk sepadan dengan harapan pembeli. Jika kinerja produk kurang dari harapan, pelanggan kecewa. Jika kinerja sepadan dengan harapan, pelanggan puas. Jika kinerja produk melebihi harapan, pelanggan senang atau sangat senang (Kotler dan Amstrong, 2001). Kepuasan pasien seharusnya dinilai dengan survey berkala yang dilakukan secara baik setidaknya setahun sekali. Lengkap dan
29
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/94158/potongan/S1-2016... · Untuk mencapai sasaran tersebut perlu dibina dan dipelihara hubungan yang berbasis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi dengan mengutamakan pelayanan
pasien (patient oriented) yang mengacu pada Pharmaceutical Care. Kegiatan
pelayanan yang sebelumnya hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
berubah menjadi pelayanan yang komprehensif mencakup pemberian informasi untuk
mendukung penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat
untuk mengetahui hasil terapi serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan
(medication error), dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Depkes
RI, 2009a).
Rumah sakit sebagai sarana kesehatan terpenting hendaknya memberikan
pelayanan yang bermutu dan memuaskan konsumennya dalam hal ini pasien.
Kepuasan pelanggan (customer satisfaction) adalah suatu ukuran kinerja yang
diberikan oleh sebuah produk sepadan dengan harapan pembeli. Jika kinerja produk
kurang dari harapan, pelanggan kecewa. Jika kinerja sepadan dengan harapan,
pelanggan puas. Jika kinerja produk melebihi harapan, pelanggan senang atau sangat
senang (Kotler dan Amstrong, 2001). Kepuasan pasien seharusnya dinilai dengan
survey berkala yang dilakukan secara baik setidaknya setahun sekali. Lengkap dan
2
akuratnya pelayanan penunjang medik kerap kali menjadi fakor utama dalam promosi
suatu rumah sakit dalam bersaing dengan rumah sakit lain (Aditama, 2000).
Akhir akhir ini biaya kesehatan ataupun pengobatan dirasa tinggi oleh
sebagian besar masyarakat. Tingginya biaya yang diperlukan untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyebabkan adanya perubahan paradigma
dari pembiayaan yang bersifat swadana ke pembiayaan yang berkoorporasi dengan
perusahaan penjamin atau dikenal dengan sebutan perusahaan asuransi yang banyak
digunakan oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke atas, sehingga
Pemerintah menjamin atau menanggung biaya pengobatan dengan Asuransi
Kesehatan (ASKES) dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1223/MENKES/SK/IX/2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, banyak rumah sakit berusaha menerapkan standar pelayanan
kefarmasian dengan harapan dapat meningkatkan kepuasan pasien yang dilayani oleh
rumah sakit tersebut. Akan tetapi, sistem pelayanan kesehatan di Indonesia berpotensi
menyebabkan adanya perbedaan antara harapan konsumen dan pelayanan
kefarmasian yang di terima oleh pasien rawat jalan peserta BPJS ataupun pasien
rawat jalan peserta asuransi swasta.
3
Untuk menilai perbedaan harapan konsumen dan pelayanan kefarmasian yang
diterima oleh pasien rawat jalan peserta BPJS ataupun pasien rawat jalan peserta
asuransi swasta, perlu dilakukan penelitian tentang analisis Perbedaan Tingkat
Kepuasan Pasien Rawat Jalan BPJS dan Asuransi Swasta terhadap Pelayanan
Kefarmasian di RS Bethesda Yogyakarta. Rumah sakit tersebut dijadikan sampel
karena merupakan rumah sakit swasta yang sering dijadikan rujukan sehingga
pasiennya lebih kompleks serta menerima pasien peserta BPJS ataupun asuransi
swasta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan masalah :
1. Apakah terdapat perbedaan tingkat kepuasan pasien peserta BPJS dan
Asuransi Swasta terhadap pelayanan kefarmasian di RS Bethesda
Yogyakarta?
2. Dimensi apakah yang perlu mendapat perhatian lebih dari pihak instalasi
farmasi rawat jalan RS Bethesda Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
1. Melihat perbedaan tingkat kepuasan pasien peserta BPJS dan Asuransi
swasta terhadap pelayanan kefarmasian di RS Bethesda Yogyakarta.
2. Mengetahui pada dimensi mana yang perlu mendapat perhatian lebih dari
pihak instalasi farmasi rawat jalan RS Bethesda Yogyakarta.
4
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, yaitu untuk:
a) Mengetahui harapan dan persepsi pasien rawat jalan BPJS dan
Asuransi Swasta terhadap pelayanan kefarmasian di rumah
sakit tersebut, sehingga dapat dipergunakan sebagai acuan
mengambil langkah yang strategis yang tepat sasaran untuk
menerapkan standar pelayanan kefarmasian efektif dan efisien.
b) Mengetahui dan mengevaluasi jalannya proses pelayanan yang
diberikan pihak rumah sakit kepada pasien
2. Bagi peneliti, merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga dalam
menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama studi secara nyata.
3. Bagi pihak penyelenggara Asuransi, bermanfaat sebagai acuan dalam
pengembangan perbaikan sistem kesehatan asuransi tersebut.
E. Tinjauan Pustaka
1. Produk Jasa (Pelayanan)
Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar yang dapat
memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen. Oleh karena itu produsen harus
mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen, kemudian memproduksinya dengan
tujuan untuk memuaskan konsumen. Konsep produk tidak terbatas hanya
5
benda/barang fisik. Segala sesuatu yang dapat memuaskan konsumen juga dapat
disebut produk (Sampurno, 2009).
Jasa adalah kegiatan, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan untuk
dijual misalnya jasa reparasi, jasa potong rambut, dan jasa pendidikan. Menurut
penggolongan tersebut, jasa dimasukkan sebagai barang yang tidak konkrit atau tidak
kentara (Dharmmesta dan Sukotjo, 2007). Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan
yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak
berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Jasa memiliki empat
karakteristik utama menurut Kotler dan Keller (2006), yaitu :
1. Tidak berwujud (intangible), jasa mempunyai sifat tidak berwujud, tidak
dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa tersebut dibeli.
Untuk mengurangi ketidak pastian, para pembeli akan mencari tanda atau
bukti mutu jasa tersebut. Mereka akan menarik kesimpulan mengenai mutu
jasa dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol, dan harga yang
mereka lihat.
2. Tidak terpisahkan (inseparibility), umumnya jasa dikonsumsi dan dihasilkan
bersamaan. Jika seseorang memberikan pelayanan, maka penyediaannya
merupakan bagian jasa tersebut.
3. Bervariasi (variability), karena tergantung siapa penyediannya dan juga waktu
tempat jasa itu diberikan, jasa sangat bervariasi. Pembeli jasa menyadari
6
keragaman tersebut dan sering membicarakannya dengan orang lain sebelum
memilih seorang penyedia jasa.
4. Mudah lenyap (perishability), jasa tidak dapat disimpan dan merupakan
komoditi yang tidak tahan lama. Nilai jasa hanya ditentukan pada saat
konsumen menerima pelayanan tersebut dan berlangsung saat itu juga.
Produksi jasa dapat terkait atau tidak terkait dengan suatu produk fisik, seperti
yang ditunjukkan dalam service mix, produk yang ditawarkan kepada konsumen
dapat berupa (Kotler dan Keller, 2006) :
1. Murni benda yang berwujud, misalnya sabun, sikat gigi, atau garam
2. Benda berwujud yang disertai pelayanan jasa, misalnya mobil dan komputer
yang biasanya disertai layanan purna jual
3. Gabungan benda berwujud dan jasa dengan porsi yang sama, misalnya
restoran
4. Pelayanan jasa yang disertai benda berwujud, misalnya jasa penerbangan yang
juga menyediakan makanan selama penerbangan
5. Murni pelayanan jasa, misalnya salon dan spa
Pelayanan kefarmasian dapat dikategorikan sebagai gabungan benda
berwujud dan tidak berwujud dalam porsi yang sama karena menggabungkan
produk obat (benda berwujud) dengan pemberian informasi dan konseling (benda
tidak berwujud) dalam porsi yang sama.
7
Para peneliti sudah lama berfokus pada faktor faktor yang terkait dengan
pemilihan penyedia layanan kefarmasian. Faktor klasik yang telah ada sejak lama
adalah mandat dari pihak asuransi, kenyamanan lokasi, kedekatan dengan
farmasis dan stafnya, pertimbangan harga, pelayanan yang cepat, jam buka, dam
parkir (Dominelli dkk., 2005). Menurut Crosby dkk. (1990) pihak manajemen
harus merencanakan strategi yang tepat untuk mendorong loyalitas konsumen,
terkait dengan pengaruhnya pada daya tahan konsumen dan daya tahan
perusahaan.
2. Konsep Pelayanan Kefarmasian / Pharmaceutical Care
Menurut Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Dalam pertemuan di Jerman, International Pharmaceutical Feferation
(FIP) mendefinisikan pharmaceutical care sebagai berikut:
"Pharmaceutical care is the responsible provision of pharmacotheraphy
for the purpose of achieving definite outcomes that improve and maintain
patient's quality of life. It is a collaborative process that aims to prevent or
identify and solve medicinal product and health related problems. This is a
continuous quality improvement process for the use of medicinal product"
8
(Anonim, 2015a). Pelayanan Kefarmasian adalah sebuah tanggung jawab
penggunaan obat untuk terapi yang bertujuan untuk mencapai hasil tertentu untuk
meningkatkan dan menjaga kualitas hidup pasien. Merupakan sebuah proses
kolaboratif yang bertujuan untuk mencegah atau mengidentifikasi dan
memecahkan masalah produk obat dan masalah lain yang terkait kesehatan, yang
merupakan proses perbaikan kualitas yang terus-menerus dalam penggunaan
produk obat.
Prinsip-prinsip implementasi Pharmaceutical care diantaranya
(Sampurno, 2009):
1. Koleksi data
Dalam koleksi data, farmasis melakukan wawancara kepada pasien
yang bersifat tertutup (privacy). Data yang diperoleh tersebut harus cukup
akurat, dikumpulkan dengan baik, dan harus selalu diperbaharui. Data
pasien bersifat rahasia dan hanya dapat diberikan kepada pihak lain
dengan sepengetahuan pasien atau atas nama hukum.
2. Evaluasi informasi dan penyusunan rencana
Farmasis yang berkerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya dan
pasien, melakukan identifikasi dan evaluasi terhadap langkah-langkah
penting yang akan dilakukan guna menjamin keamanan (safety) dan
efektivitas (termasuk biaya) terhadap penggunaaan obat untuk terapi yang
9
dilakukan, sekaligus untuk mengurangi potensial masalah kesehatan yang
mungkin dapat ditimbulkannya.
3. Penerapan rencana
Farmasis bekerja sama dengan pasien dengan tujuan untuk
memaksimalkan pemahaman pasien dan komitmennya terhadap rencana
terapi. Farmasis harus dapat menjamin bahwa pasien mengetahui
penggunaan obat yang rasional dan berbagai peralatan yang terkait dengan
pemantauan penggunaan obat secara benar.
4. Monitoring dan modifikasi rencana untuk mencapai hasil terapi positif
Farmasis secara reguler melakukan telaah terhadap kemajuan yang
dicapai pasien dan memberikan laporan kepada pasien maupun petugas
kesehatan lainnya secara layak. Jika kemajuan yang diharapkan tidak
tercapai, maka harus dilakukan modifikasi sehingga dapat diperoleh hasil
dan kemajuan yang lebih baik.
5. Tindak lanjut
Jika hasil yang diinginkan telah dapat dicapai, prosedur lanjutannya
mesti dilaksanakan untuk menjamin pemulihan kesehatan bagi pasien.
Sasaran pelayanan kefarmasian adalah untuk optimasi kesehatan
pasien dengan meningkatkan kualitas hidupnya dan outcomes klinis yang
positif. Untuk mencapai sasaran tersebut perlu dibina dan dipelihara hubungan
yang berbasis kepedulian, saling percaya, komunikasi yang terbuka, dan
pengambilan keputusan yang melibatkan pihak pihak tertentu. Dalam
10
hubungan tersebut farmasis memberikan prioritas pada kesembuhan pasien,
dan menggunakan seluruh pengetahuan dan keterampilan profesionalnya
untuk kepentingan pasien. Sementara itu pasien setuju memberikan informasi
yang bersifat personal dan preferensi pembiayaan serta berpartisipasi dalam
penyiapan rencana terapi (Sampurno, 2009).
3. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan, tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan
derajad kesehatan yang optimal bagi masyarakat. IFRS dapat didefinisikan
sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit di bawah
pimpinan seorang apoteker, dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang
memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
kompeten secara profesional (Siregar, 2004).
Pelayanan rumah sakit juga merupakan salah satu kegiatan di rumah
sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut
diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor:1223/MENKES/SK/IX/2014 yang mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor:1197/Menkes/SK/X/2004, Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit, menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah
sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan
rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang
11
bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua
lapisan masyarakat. Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang
terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan
masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Menurut standar, untuk menunjang pelayanan kefarmasian harus
disediakan sarana dan prasarana yang memadai (bangunan, peralatan, sistem
informasi), harus ada sumber daya manusia yang memadai, serta harus ada
sistem dan kebijakan yang mendukung pelaksaan pelayanan kefarmasian.
Standar pelayanan kefarmasian sendiri meliputi ( Depkes RI, 2014a):
1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, ketersediaan, pengkajian
resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan, disertai
pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan