-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang
untuk
menyusun makna yang merupakan interaksi sosial yang digunakan
individu
untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia
dan
untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Proses
komunikasi merupakan
urut-urutan peristiwa yang terjadi dalam manusia menyampaikan
isi
pernyataan kepada manusia lain (Soehoet, 2002:10).
Manusia tak terlepas dari proses interaksi dan komunikasi.
Komunikasi
merupakan aktivitas dasar manusia. Dengan berkomunikasi manusia
dapat
saling berhubungan satu sama lain baik secara individu maupun
kelompok
dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat komunikasi adalah proses
pernyataan
antar manusia (Effendy, 2003 : 8). Komunikasi juga dapat
diartikan sebagai
bentuk interaksi manusia yang saling berpengaruh mempengaruhi
satu sama
lain, sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada bentuk
komunikasi
menggunakan bhasa verbal, tetapi juga ekspresi muka, lukisan,
seni, dan
teknologi (Cangara, 2002 : 20).
Secara etimologi istilah komunikasi dalam bahasa Inggris
yaitu
communication berasal dari kata Latin communication, dan
bersumber dari
kata communis yang berarti sama, sama yang dimaksud adalah sama
makna
atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat
kesamaan makna
mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan
diterima oleh
komunikan (Effendy, 2003 : 30). Dari hal tersebut dapat
diartikan jika tidak
-
2
terjadi kesamaan makna antara komunikator dan komunikan maka
komunikasi
tidak terjadi.
Pada kehidupan keseharian masyarakat Indonesia yang majemuk,
pertemuan antar budaya merupakan sesuatu yang tidak dapat
dielakkan. Dalam
interaksi yang dilakukan masyarakat, pertemuan dengan budaya
lain adalah
sebuah keanekaragaman dan merupakan rutinitas yang tidak bisa
dihindari,
sehingga komunikasi antarbudaya harus terjadi. Proses interaksi
dalam
komunikasi antarbudaya sebagian besar dipengaruhi oleh perbedaan
kultur,
orang-orang dari kultur yang berbeda akan berinteraksi secara
berbeda pula,
akan tetapi perbedaan kultur ini diharapkan tidak dijadikan
sebagai
penghambat proses interaksi dalam budaya yang berbeda. Interaksi
dan
komunikasi harus berjalan satu sama lain dalam anggota
masyarakat yang
berbeda budaya terlepas dari mereka sudah saling mengenal atau
belum.
Kenyataan kehidupan yang menunjukan bahwa kita tidak hanya
berhubungan
dengan orang yang berasal dari satu etnik, akan tetapi juga
dengan orang yang
berasaldari etnik lainnya.
Berkomunikasi juga tidak serta merta bejalan lancar, ada
beberapa
hambatan dalam berkomunikasi. Berikut ini adalah beberapa hal
yang
merupakan hambatan komunikasi yang harus menjadi perhatian
bagi
komunikator jika ingin komunikasinya sukses (Effendy, 2003 :
45). Pertama
adalah gangguan. Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya. Dan
keempat
adalah prasangka. Prejudice atau prasangka merupakan salah satu
rintangan
atau hambatan terberat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh
karena orang yang
mempunyai prasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan
menentang
-
3
komunikator yang hendak melancarkan komunikasi. Dalam prasangka,
emosi
memaksa kita untuk menarik kesimpulan atas dasar syakwasangka
tanpa
menggunakan pikiran yang rasional. Prasangka bukan saja dapat
terjadi
terhadap suatu ras seperti sering kita dengar, melainkan juga
terhadap agama,
pendirian politik, pendek kata suatu perangsang yang dalam
pengalaman
pernah memberi kesan yang tidak enak.
Dalam komunikasi antar budaya, hambatan dalam komunikasi
tentu
menjadi sebuah hal yang signifikan untuk segera diatasi. Dari
beberapa
hambatan yang telah disebutkan diatas, peneliti tertarik untuk
mengetahui
prasangka dari mahasiswa asing terhadap cara berkomunikasi
mahasiswa
Indonesia. Seperti yang di ketahui, banyak pertukaran pelajar
ataupun
mahasiswa yang ada di Indonesia dari berbagai Negara khususnya
yang ada d
Malang. Sulit tentunya bagi mahasiswa asing untuk beradaptasi
dengan
lingkungan yang baru, apalagi beda negara, beda kultur, dan
masih banyak lagi
perbedaan untuk beradaptasi di Negara Indonesia.
Berdasarkan hasil observasi peneliti dalam beberapa bulan
terakhir di
Universitas Islam Negeri Malang, peneliti mendapati pernyataan
atau keluhan
dari mahasiswa asing tentang kurangnya interaksi antara
mahasiswa asing
dengan mahasiswa Indonesia. Mahasiswa asing merasa kurang
mendapat
perhatian dari masyarakat Indonesia.
-
4
A. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Akademik
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan referensi bagi
penelitian
terdahulu tentang komunikasi antar budaya khususnya pada
prasangka
mahasiswa antar budaya.
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi wacana atau informasi
bagi
pembaca skripsi ini khususnya pada mahasiswa asing tentang
prasangka
dan cara berkomunikasi mahasiswa Indonesia.
B. Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi
Menurut Wiryanto dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Ilmu
Komunikasi", "Komunikasi mengandung makna bersama-sama
(common).
Istilah komunikasi atau communications yang berarti
pemberitahuan atau
pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau
bersama-
sama" (Wiryanto, 2004 : 5 ).
Sedangkan Menurut Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid
yang
dikutip oleh Wiryanto dalam bukunya yang berjudul "Pengantar
Ilmu
Komunikasi", mendenifisikan komunikasi adalah "Suatu proses di
mana dua
orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi
anatar satu
sama lainnya, yang pada gilirannya terjadi saling pengrtian yang
mendalam"
(Wiryanto, 2004 : 6).
Komunikasi mengacu pada tindakan, oleh satu orang atau lebih,
yang
mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan
(noise), terjadi
-
5
dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan
ada
kesempatan untuk melakukan umpan balik (DeVito, 1997 : 23).
Komunikasi adalah proses interaksi sosial yang digunakan orang
untuk
menyusun makna yang merupakan interaksi sosial yang digunakan
individu
untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia
dan
untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Proses
komunikasi merupakan
urut-urutan peristiwa yang terjadi dalam usaha manusia
menyampaikan isi
pernyataan kepada manusia lain (Soehoet, 2002:10).
Berbeda dengan denifisi menurut Harold D. Laswell yang dikutip
oleh
Wiryanto dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Ilmu
Komunikasi", yaitu
cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan
menjawab
pertanyaan berikut : Who Says what In which Channel To Whom With
What
Effect? (Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa
dengan efek
bagaimana?)" (Wiryanto, 2004 : 7).
Berdasarkan denifisi Laswell tersebut dapat diturunkanlima
unsure
komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:
1. Sumber (source), dapat disebut juga pengirim (sender),
komunikator
(communicator). Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau
mempunyai
kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber dapat berupa individu,
kelompok, organisasi, perusahaan.
2. Pesan yaitu, apa yang dikomunikasikan oleh sumbber kepada
penerima.
Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan nonverbal yang
mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi.
-
6
3. Saluran atau media, yakni alat atau wahana yang digunakan
sumber
untuk menyampaikan pesannya kepada penerima.
4. Penerima (reicever) yakni, orang yang menerima pesan dari
sumber.
Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan,
persepsi,
pola pikir dan perasaan.
5. Efek yaitu, apa yang terjadi pada penerima setelah ia
menerima pesan
tersebut.
Dari denifisi yang telah dikemukan diatas, maka dapat
disimpulkan
bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling
mempengaruhi
satu sama lain, sengaja atau tidak sengaja dan tidak terbatas
pada bentuk
komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan
seni dan
teknologi. Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses
penyampaian
pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dll yang muncul
dari benaknya.
Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragua-raguan,
kekhawatiran,
kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbuI
dari lubuk
hati.
1.1. Unsur-unsur Komunikasi
Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi (Cangara, 2011)
dipaparkan
bahwa terdapat beberapa unsur komunikasi, termasuk lima unsur di
atas,
ditambah dengan umpan batik dan lingkungan.
1. Sumber
Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai
pembuat atau pengirim informasi. Sumber sering disebut
pengirim,
-
7
komunikator, atau dalam bahasa Inggris disebut source, sender
atau
encoder.
2. Pesan
Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu
yang
disampaikan pengirim kepada penerima. Isinya bisa berupa
ilmu
pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda. Dalam
bahasa
Inggris disebut message, content, atau information.
3. Media
Media ialah alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari
sumber kepada penerima. Contoh media dalam komunikasi
antarpribadi
ialah pancaindera, telepon, surat, telegram. Sementara untuk
media massa
dibedakan atas media cetak dan media elektronik. Namun karena
makin
canggihnya teknologi komunikasi saat ini, yang bisa
mengkombinasikan
(multimedia) antara satu dan lainnya, makin kaburlah batas-batas
untuk
membedakan antara media komunikasi massa dan komunikasi
antarpribadi. Selain itu, terdapat pula media komunikasi sosial,
seperti
rumah-rumah ibadah, balai desa, arisan, panggung kesenian, dan
pesta
rakyat.
4. Penerima
Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim
oleh
sumber. Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa
dalam
-
8
1.2 Tujuan Komunikasi
Menurut Onong Uchajana Effendy (2011 : 55) dalam buku yang
berjudul
"Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi". Tujuan komunikasi
adalah
a. Mengubah sikap (To change the attitude).
b. Mengubah opini (To change the opinion).
c. Mengubah perilaku (To change the behavior).
d. Mengubah masyarakat (To change the society).
1.3 Fungsi Komunikasi
Menurut Harold Laswell sebagaimana telah dikutip oleh
Nurudin
(2010:14), secara terperinci fungsi — fungsi komunikasi sebagai
berikut:
1. Penjagaan atau pengawasan lingkungan (surveilance of the
environtment), fungsi ini di jalankan oleh para diplomat, atase
dan
koresponden luar negeri sebagai usaha menjaga lingkungan.
2. Menghubungkan bagian — bagian yang terpisah dari masyarakat
untuk
menanggapi lingkungan (correlation of the part of the society in
respond
in to the environtment).
3. Menurunkan warisan sosial dari generasi ke generasi
berikutnya
(transmission of the social herilage) fungsi ini di jalankan
oleh para
pendidik di dalam pendidikan formal atau informal karena
terlibat
mewariskan adat kebiasaan, nilai dari generasi ke generasi.
Charles R. Wright (1988), sebagaimana dikutip oleh Nurudin,
menambahkan satu fungsi, yaitu entertainment (hiburan) yang
menunjukan
pada tindakan — tindakan komunikatif yang terutama sekali di
maksudkan
-
9
untuk menghibur dengan tidak mengindahkan efek — efek
instrumental yang
dimilikinya (Nurudin,2010:16).
1.4 Hambatan Komunikasi
Menurut Onong Uchajana Effendy (2004 :11) dalam buku yang
berjudul "Dinamika Komunikasi", faktor-faktor penghambatan
komunikasi
adalah :
1. Hambatan sosio-psikologis.
2. Hambatan semantis.
3. Hambatan mekanis.
Menurut Onong Uchajana Effendy (2003: 45) dalam bukunya
"Ilmu,
Teori, dan Filsafat Komunikasi", ada beberapa hal yang merupakan
hambatan
komunikasi yang hams menjadi perhatian bagi komunikator bila
ingin
komunikasinya sukses, yaitu sebagai berikut :
1. Gangguan
2. Kepentingan
3. Motivasi terpendam
4. Prasangka
2. Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antarbudaya memiliki tema pokok yang
membedakannya
dari studi komunikasi lainnya, yaitu perbedaan latar belakang
pengalaman yang
relative besar antara para komunikatornya, yang disebabkan
perbedaan
kebudayaan. Konsekuensinya, jika ada dua orang yang berbeda
budaya maka
akan berbeda pula komunikasi dan makna yang dimilikinya.
Istilah
antarbudaya pertama kali diperkenalkan oleh Edward T.Hall pada
tahun 1959.
-
10
Namun demikian, Hall tidak menerangkan pengaruh perbedaan
budaya
terhadap proses komunikasi antarpribadi. Perbedaan antarbudya
dalam
berkomunikasi baru dijelaskan David K.Berlo melalui bukunya
Process of
Communication (An Introduction to Theory and Practice) pada
tahun 1960
(Liliweri, 2001:1).
Menurut Liliweri (2001), komunikasi antarbudaya adalah
antarpribadi
yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan yang berbeda
budaya,
bahkan dalam satu bangsa sekalipun. Komunikasi antarbudaya
terjadi bila
produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesannya
adalah
anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian, akan
segera
dihadapkan pada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi
tempat suatu
pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam
budaya lain.
Seperti diketahui bahwa budaya sangat mempengaruhi orang
yang
berkomunikasi dan budaya bertanggung jawab atas seluruh
perbendaharaan
perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang.
Konsekuensinya,
bila dua orang yang berbeda budaya maka akan berbeda pula
perbendaharaan
yang dimilikinya, dan itu jelas akan menimbulkan kesulitan
tertentu.
Sitaram (Frans Josef :1993:30) mendefinisikan secara
sederhana
komunikasi antarbudaya adalah interaksi di antara
anggota-anggota budaya
yang berbeda. Kemudian komunikasi antarbudaya menurut Maletzke
adalah
proses tukar menukar pemikiran dan pengertian menunjuk pada
pertukaran hal-
hal yang bersifat kognitif dan sentimental di antara budaya yang
berbeda.
Selanjutnya Samoyar dan Poster (dalam Larry,Richard,Edwin:
2010)
mengatakan komunikasi antarbudaya merupakan penyampaian pesan
dan
-
11
penerima pesan berasal dari budaya yang berlainan. Menurut
charley H. Dood,
komunikasi antarbudaya meliputi komunikasi yang melibatkan
peserta
komunikasi yang mewakili pribadi, antarpribadi dan kelompok
dengan tekanan
pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang mempengaruhi
perilaku
komunikasi para peserta.
Menurut Mulyana (dalam Mulyana dan Rahmat 2005:19 )
Komunikasi
antarbudaya lebih menekankan aspek utama yakni hubungan
antarpribadi di
antara komunikator dan komunikan yang kebudayaannya berbeda.
Jika
berbicara tentang komunikasi antarpribadi, maka yang dimaksud
adalah dua
atau lebih orang terlibat dalam komunikasi verbal atau non
verbal secara
langsung. Apabila kita menambahkan dimensi perbedaan kebudayaan
ke
dalamnya, maka kita berbicara tentang komunikasi antarbudaya.
Maka
seringkali dikatakan bahwa komunikasi antarbudaya merupakan
komunikasi
antarpribadi dengan perhatian khusus pada faktor-faktor
kebudayaan yang
mempengaruhinya. Dalam keadaan demikian, kita dihadapkan
dengan
masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi di mana suatu pesan
disandi
dalam suatu budaya dan harus disandi batik dalam budaya lain.
Budaya
mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Budaya bertanggung jawab
atas
seluruh perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang
dimiliki setiap
orang, konsekuensinya, perbendaharaan- perbendaharaan yang
dimiliki oleh
dua orang yang berbeda budaya pula yang dapat menimbulkan
berbagai macam
kesulitan.
Komunikasi antarbudaya merujuk pada fenomena komunikasi
dimana
para partisipan yang berbeda dalam latar belakang kultural
menjalin kontak
-
12
satu sama lain secara langsung maupun tidak langsung. Ketika
komunikasi
antarbudaya mempersyaratkan dan berkaitan dengan
kesamaan-kesamaan
perbedaan-perbedaan kultural antara pihak-pihak yang terlibat,
maka
karakteristik-karakteristik kultural dari para partisipan bukan
merupakan fokus
studi dari komunikasi antarbudaya, melainkan proses komunikasi
antara
individu dengan individu dan kelompok dengan kelompok (Rahardjo,
2005:
54).
Sebagaimana sebuah aktivitas komunikasi yang efektif
terdapat
persamaan makna pesan antara komunikator dan komunikan, demikian
halnya
dengan komunikasi antarbudaya. Tetapi hal ini menjadi lebih
sulit mengingat
adanya unsur perbedaan kebudayaan antara pelaku- pelaku
komunikasinya.
Itulah sebabnya, usaha untuk menjalin komunikasi antarbudaya
dalam
praktiknya bukanlah merupakan suatu persoalan yang sederhana.
Terdapat
banyak masalah-masalah potensial yang sering terjadi di
dalamnya, seperti
pencarian kesamaan, penarikan diri, kecemasan, pengurangan
ketidakpastian,
stereotip, prasangka, rasisme, kekuasaan, etnosentrisme dan
culture shock
(Samovar, Porter dan Mc. Daniel, 2007: 316).
Sedangkan Lewis dan Slade menguraikan tiga kawasan yang
paling
problematik dalam lingkup pertukaran antarbudaya, yaitu kendala
bahasa,
perbedaan nilai dan perbedaan pola perilaku kultural. Kendala
bahasa
merupakan sesuatu yang tampak, namun hambatan tersebut lebih
mudah untuk
ditanggulangi karena bahasa dapat dipelajari, sedangkan dua
hambatan lainnya,
yaitu perbedaan nilai dan perbedaan pola-pola perilaku kultural
terasa lebih
sulit untuk ditanggulangi. Menurut Lewis dan Slade, perbedaan
nilai
-
13
merupakan hambatan yang serius terhadap munculnya
kesalahpahaman
budaya, sebab ketika dua orang yang berasal dari kultur yang
berbeda
melakukan interaksi, maka perbedaan-perbedaan tersebut akan
menghalangi
pencapaian kesepakatan yang rasional tentang isu-isu penting.
Mengenai
kesalahpahaman antarkultural dikarenakan perbedaan pola-pola
perilaku
kultural lebih diakibatkan oleh ketidakmampuan masing-masing
kelompok
budaya untuk memberi apresiasi terhadap kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan
oleh setiap kelompok budaya tersebut.
Usaha untuk mencapai komunikasi antarbudaya yang efektif, di
samping
dihadapkan pada ketiga hal tersebut juga dipengaruhi oleh
beberapa faktor
penghambat, yaitu etnosentrisme, stereotip dan prasangka.
Etnosentrisme
merupakan tingkatan dimana individu-individu menilai budaya
orang lain
sebagai inferior terhadap budaya mereka. Prasangka merupakan
sikap yang
kaku terhadap suatu kelompok yang didasarkan pada keyakinan atau
pm
konsepsi yang keliru, juga dapat dipahami sebagai penilaian yang
tidak
didasari oleh pengetahuan dan pengujian terhadap informasi yang
tersedia.
Sedangkan stereotip merupakan generalisasi tentang beberapa
kelompok orang
yang sangat menyederhanakan realitas (Rahardjo, 2005: 54-
56).
Sarbaugh mengemukakan tiga prinsip penting dalam komunikasi
antarbudaya. Pertama, suatu sistem sandi bersama yang tentu saja
terdiri dari
dua aspek (verbal dan non verbal). Tanpa suatu sistem bersama,
komunikasi
akan menjadi tidak mungkin. Terdapat berbagai tingkat perbedaan,
namun
semakin sedikit persamaan sandi itu, semakin sedikit komunikasi
yang
mungkin terjadi. Kedua, kepercayaan dan perilaku yang berlainan
diantara
-
14
pihak-pihak yang berkomunikasi merupakan landasan bagi
asumsi-asumsi
berbeda untuk memberikan respons. Sebenarnya
kepercayaan-kepercayaan dan
perilaku-perilaku kita mempengaruhi persepsi kita tentang apa
yang dilakukan
orang lain. Maka dua orang yang berbeda budaya dapat dengan
mudah
memberi makna yang berbeda kepada perilaku yang sama. Bila ini
terjadi,
kedua orang itu berperilaku secara berbeda tanpa dapat
meramalkan respon
pihak lainnya, padahal kemampuan meramalkan ini merupakan bagian
integral
dari kemampuan berkomunikasi secara efektif. Ketiga, tingkat
mengetahui dan
menerima kepercayaan dan perilaku orang lain. Cara kita menilai
budaya lain
dengan nilai-nilai budaya kita sendiri dan menolak
mempertimbangkan norma-
norma budaya lain akan menentukan keefektifan komunikasi yang
akan terjadi
(Tubbs dan Moss, 2005: 240).
Adapun yang menjadi unsur dalam komunikasi antar budaya
adalah
sebagai berikut:
1. Unsur pertama dalam proses komunikasi antarbudaya adalah
komunikator.
Komunikator dalam komunikasi antarbudaya merupakan pihak
yang
mengawali proses pengiriman pesan terhadap komunikan. Baik
komunikator maupun komunikan ditentukan oleh faktor-faktor
makro
seperti penggunaan bahasa minoritas dan pengelolaan etnis,
pandangan
tentang pentingnya sebuah percakapan dalam konteks budaya,
orientasi
terhadap konsep individualitas dan kolektivitas dari suatu
masyarakat,
orientasi terhadap ruang dan waktu. Sedangkan faktor mikronya
adalah
komunikasi dalam konteks yang segera, masalah subjektivitas
dan
objektivitas dalam komunikasi antarbudaya, kebiasaan percakapan
dalam
-
15
bentuk dialek dan aksen, dan nilai serta sikap yang menjadi
identitas
sebuah etnik (Liliweri, 2003: 25-26).
2. Unsur kedua dalam proses komunikasi antarbudaya adalah
komunikan.
Komunikan merupakan penerima pesan yang disampaikan oleh
komunikator. Dalam komunikasi antarbudaya, komunikan
merupakan
seorang yang berbeda latar belakang dengan komunikator.
Tujuan
komunikasi yang diharapkan ketika komunikan menerima pesan
dari
komunikator adalah memperhatikan dan menerima secara
menyeluruh.
Ketika komunikan memperhatikan dan memahami isi pesan,
tergantung
oleh tiga bentuk pemahaman, yaitu kognitif, afektif dan overt
action.
Kognitif yaitu penerimaan pesan oleh komunikan sebagai sesuatu
yang
benar, kemudian afektif merupakan kepercayaan komunikan bahwa
pesan
tidak hanya benar namun baik dan disukai, sedangkan overt
action
merupakan tindakan yang nyata, yaitu kepercayaan terhadap pesan
yang
benar dan baik sehingga mendorong suatu tindakan yang tepat
(Liliweri,
2003:26-27).
3. Unsur yang ketiga adalah pesan atau simbol. Pesan berisi
pikiran, ide atau
gagasan, dan perasaan yang berbentuk simbol. Simbol merupakan
sesuatu
yang digunakan untuk mewakili maksud tertentu seperti kata-kata
verbal
dan simbol nonverbal. Pesan memiliki dua aspek utama, yaitu
content (isi)
dan treatment (perlakuan). Pilihan terhadap isi dan perlakuan
terhadap
pesan tergantung dari keterampilan komunikasi, sikap,
tingkat
pengetahuan, posisi dalam sistem sosial dan kebudayaan
(Liliweri, 2003:
27-28).
-
16
4. Unsur keempat yaitu media. Dalam proses komunikasi
antarbudaya, media
merupakan saluran yang dilalui oleh pesan atau simbol. Terdapat
dua tipe
saluran yang disepakati para ilmuwan sosial, yaitu sory channel
yakni
saluran yang memindahkan pesan sehingga akan ditangkap oleh
lima
indera manusia. Lima saluran dalam channel ini yaitu cahaya,
bunyi,
tangan, hidung dan lidah. Saluran kedua yaitu institutionalized
channel
yaitu saluran yang sudah sangat dikenal manusia seperti
percakapan tatap
muka, material percetakan dan media elektronik. Para ilmuwan
sosial
menyimpulkan bahwa komunikan akan lebih menyukai pesan yang
disampaikan melalui kombinasi dua atau lebuh saluran sensoris
(Liliweri,
2003:28-29).
5. Unsur proses komunikasi antarbudaya yang kelima adalah efek
atau
umpan balik. Tujuan manusia berkomunikasi adalah agar tujuan
dan
fungsi komunikasi dapat tercapai. Tujuan dan fungsi
komunikasi
antarbudaya, antara lain memberikan informasi, menerangkan
tentang
sesuatu, memberikan hiburan dan mengubah sikap atau perilaku
komunikan. Didalam proses tersebut, diharapkan adanya reaksi
atau
tanggapan dari komunikan dan hal inilah yang disebut umpan
balik..
Tanpa adanya umpan balik terhadap pesan-pesan dalam proses
komunikasi
antarbudaya, maka komunikator dan komunikan sulit untuk
memahami
pikiran dan ide atau gagasan yang terkandung didalam pesan
yang
disampaikan.
-
17
6. Unsur keenam dalam proses komunikasi antarbudaya adalah
suasana.
Suasana merupakan salah satu dari 3 faktor penting (waktu,
tempat dan
suasana) didalam komunikasi antarbudaya (Liliweri,
2003:29-30).
7. Unsur ketujuh dalam proses komunikasi antarbudaya adalah
gangguan.
Gangguan didalam komunikasi antarbudaya merupakan segala
sesuatu
yang menghambat laju pesan yang ditukar antara komunikator
dan
komunikan dan dapat juga mengurangi makna pesan antarbudaya.
Gangguan tersebut menghambat penerimaan pesan dan sumber
Gangguan
yang berasal dari komunikator bersumber akibat status sosial dan
budaya,
latar belakang pendidikan dan keterampilan berkomunikasi.
Gangguan
yang berasal dari pesan disebabkan oleh perbedaan pemberian
makna
pesan yang disampaikan secara verbal dan perbedaan tafsir atas
pesan non
verbal. Sedangkan gangguan yang berasal dari media, yaitu
karena
kesalahan pemilihan media yang tidak sesuai dengan konteks
komunikasi
sehingga kurang mendukung komunikasi antarbudaya. De Vito
(1997)
menggolongkan tiga macam gangguan, yaitu fisik, psikologis
dan
semantik. Gangguan fisik berupa interfensi dengan transmisi
fisik isyarat
atau pesan lain, gangguan psikologis berupa interfensi kognitif
atau
mental, sedangkan gangguan semantik berupa pembicara dan
pendengar
memiliki anti yang berlainan (Liliweri, 2003:30- 31).
Budaya bertanggung jawab atas seluruh perbendaharaan
perilaku
komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang.
Konsekuensinya
perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang
berbeda budaya
akan berbeda pula, yang dapat menimbulkan segala macam
kesulitan.
-
18
Pengaruh budaya atas individu dan masalah-masalah
penyandian-penyandian
batik pesan terlukis pada gambar
(Sumber: Liliweri, 2003:11)
Tiga budaya diwakili dalam model ini oleh tiga bentuk geometrik
yang
berbeda. Budaya A dan Budaya B relatif serupa dan masing-masing
diwakili
oleh suatu segi empat. Budaya C sangat berbeda dengan budaya A
dan budaya
B. perbedaan yang lebih besar ini tampak pada melingkar budaya C
dan jarak
fisiknya dari buya A dan budaya B. Dalam setiap budaya ada
bentuk lain yang
agak serupa dengan bentuk budaya. Ini menunjukan individu yang
telah
dibentuk oleh budaya. Bentuk individu sedikit berbeda dari
bentuk budaya
yang mempengaruhinya. Ini menunjukan dua hal. Pertama, ada
pengaruh-
pengaruhlain disamping budaya yang membentuk individu. Kedua,
meskipun
budaya merupakan kekuatan dominan yang mempengaruhi individu.
Orang-
orangdalam suatu budaya pun mempunyai sifat-sifat yang
berbeda.
Proses komunikasi antarbudaya dilukiskan oleh panah-panah
yang
menghubungkan antar budaya (Sihabudin, 2011: 21):
1) Pesan mengandung makna yang dikehendaki oleh penyandi
(encorder)
2) Pesan mengalami suatu perubahan dalam arti pengaruh budaya
penyandi
batik (decoder), telah menjadi bagian dari makna pesan.
Bagan I
Komunikasi Antarbudaya
Budaya A
Budaya B
Budaya C
-
19
3) Makna pesan berubah selama fase penerimaan penyandian batik
dalam
komunikasi antarbudaya karena makna yang dimiliki decoder
tidak
mengandung makna budaya yang sama dengan encoder.
Derajat pengaruh budaya dalam situasi-situsi komunikasi
antarbudaya
merupakan fungsi perbedaan antara budaya-budaya yang
bersangkutan. Ini
ditunjukan pada model oleh derajat perubahan pola yang terlihat
pada panah-
panah pesan. Perubahan antara budaya A dan budaya B lebih kecil
daripada
perubahan antara budara A dan budaya C. ini disebabkan oleh
kemiripan yang
lebih besar antara budaya A dan budaya B. parbendaharaan
perilaku
komunikastif dan makna keduanya mirip dan usaha penyandian balik
yang
terjadi, oleh karenanya, menghasilkan makna yang mendekati makna
yang
dimaksudkan dalam penyandian pesan asli. Tetapi oleh karena
budaya C
tampak sangat berbeda dengan budaya A dan budaya B, penyandian
baliknya
juga sangat berbeda dan lebih menyerupai budaya C.
Model menunjukan bahwa bisa terdapat banyak ragam perbedaan
budaya
dalam komunikasi antarbudaya. Komunikasi antarbudaya terjadi
dalam banyak
ragam situasi, yang berkisar dari ragam interaksi antara
orangorang yang
berbeda budaya secara ekstrem hingga interaksi antara orangorang
yang
memiliki budaya dominan yang sama, tetapi memiliki subkultur
dan
subkelompok berbeda. Bila melihat perbedaan-perbedaan berkisar
pada suatu
skala minimum-maksimum, tampaklah bahwa besarnya perbedaan
dua
kelompok budaya tcrgantung pada keunikan sosial
kelompok-kelompok
budaya yang dibandingkan. Walaupun skala ini sederhana, skala
tersebut
-
20
memungkinkan memeriksa suatu aksi komunikasi antarbudaya dan
meneropong efek perbedaan-perbedaan budaya.
Tidak dapat diragukan bahwa kompetensi antar budaya adalah
sebuah hal
yang sangat penting saat ini. Pendatang sementara secara
kolektif disebut
sebagai sojourners atau biasa dikenal dengan istilah ekspatriat,
yaitu
sekelompok orang asing (stranger) yang tinggal dalam sebuah
negara yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda dengan negara tempat
mereka
berasal. Oberg menggunakan istilah sojourners untuk
mengindikasikan
kesulitan-kesulitan yang muncul dari pembukaan lingkungan yang
tidak
dikenal. Kesulitan yang dialami oleh sojourners tidak sama.
Beberapa variabel
utama mencakup jarak antara budaya tempat mereka berasal dengan
budaya
tempat pribumi, jenis keterlibatan, lamanya kontak, dan status
pendatang
dalam sebuah Negara.
2.1. Efektivitas Komunikasi Antarbudaya
Seluruh proses komunikasi pada akhirnya menggantungkan
keberhasilan
pada tingkat ketercapaian tujuan komunikasi, yakni sejauh maraa
para
partisipan memberikan makna yang sama atas pesan yang
dipertukarkan. Itulah
yang dikatakan sebagai komunikasi antarbudaya yang efektif,
sering disebut
pula dengan efektivitas komunikasi antarbudaya.
Kata Gudykunst, jika dua orang atau lebih berkomunikasi
antarbudaya
secara efektif maka mereka akan berurusan dengan satu atau lebih
pesan yang
ditukar (dikirim & diterima) mereka harus bisa memberikan
makna yang sama
atas pesan. Singkat kata, komunikasi yang efektif adalah
komunikasi yang
-
21
dihasilkan oleh kemampuan para partisipan komunikasi lantaran
mereka
berhasil menekan sekecil mungkin kesalahpahaman (Liliweri,
2003:227-228).
Everet Rogers dan Lawrence Kincaid juga mengatakan bahwa
komunikasi antarbudaya yang efektif terjadi jika muncul nlua,at
understanding
atau komunikasi yang saling memahami. Yang dimaksudkan dengan
saling
memahami adalah keadaan dimana seseorang dapat memperkirakan
bagaimana
orang lain memberi makna atas pesan yang dikirim dan menyandi
batik pesan
yang diterima. Satu hal yang patut diingat bahwa pemahaman
timbal balik itu
tidak sama dengan pernyataan setuju, tetapi hanya menyatakan dua
pihak
sama-sama mengerti makna dari pesan yang diperlukarkan itu.
Lebih lanjut Schramm (Liliweri, 2001:171) mengemukakan,
komunikasi
antarbudaya yang benar-benar efektif harus memperhatikan empat
syarat,
yaitu:
1) Menghormati anggota budaya lain sebagai manusia
2) Menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan bukan
sebagaimana yang di kehendaki.
3) Menghormati hak anggota budaya yang lain untuk bertindak
berbeda dari
cara bertindak.
4) Komunikator lintas budaya yang kompeten harus belajar
menyenangi
hidup bersama orang dari budaya yang lain.
Yang paling penting sebagai hasil komunikasi adalah
kebersamaan
dalam makna itu. Bukan sekedar hanya komunikatornya, isi
pesanya, atau
saluranya. Maka, agar maksud komunikasi dipahami dan diterima
dilaksankan
bersama, harus dimungkinkan adanya peran serta untuk
mempertukarkan dan
-
22
merundingkan makna diantara semua pihak dan unsur dalam
komunikasi yang
pada akhinya akan menghasilkan keselarasan dan keserasian.
2.2. Hambatan-hambatan Komunikasi Antarbudaya
Hambatan-Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya terjadi
karena
alasan yang bermacam-macam karena komunikasi mencakup
pihak-pihak yang
berperan sebagai pengirim dan penerima secara berganti-ganti
maka hambatan-
hambatan tersebut dapat terjadi dari semua pihak antara lain
(Liliweri,
2003:15):
1) Keanekaragaman dari tujuan-tujuan komunikasi. Masalah
komunikasi
sering terjadi karena alasan dan motivasi untuk berkomunikasi
yang
berbeda-beda, dalam situasi antarbudaya perbedaan ini dapat
menimbulkan masalah.
2) Etnosentrisme banyak orang yang menganggap caranya
melakukan
persepsi terhadap hal-hal disekelilingnya adalah satusatunya
yang
paling tepat dan benar, padahal harus disadari bahwa setiap
orang
memiliki sejarah masa lalunya sendiri sehingga apa yang
dianggapnya
baik belum tentu sesuai dengan persepsi orang lain.36
Etnosentrisme
cenderung menganggap rendah orang-orang yang dianggap asing
dan
memandang budaya-budaya asing dengan budayanya sendiri
karena
etnosentrisme biasanya dipelajari pada tingkat
ketidaksadaran
diwujudkan pada tingkat kesadaran, sehingga sulit untuk melacak
asal
usulnya.
3) Tidak adanya kepercayaan karena sifatnya yang khusus,
komunikasi
antarbudaya merupakan peristiwa pertukaran informasi yang
peka
-
23
terhadap kemungkinan terdapatnya ketidak percayaan antara
pihak-
pihak yang terlibat.
4) Penarikan diri komunikasi tidak mungkin terjadi bila salah
satu pihak
secara psikologis menarik diri dari pertemuan yang seharusnya
terjadi.
Ada dugaan bahwa macam-macam perkembangan saat ini antara
lain
meningkatnya urbanisasi, perasaan-perasaan orang untuk menarik
diri
dan apatis semakin banyak pula.
5) Tidak adanya empati, beberapa hal yang menghambat empati
antara
lain: (a) Fokus terhadap diri sendiri secara terus menerus,
(b)
Pandangan-pandangan stereotype mengenai ras dan kebudayaan.
(c)
Kurangnya pengetahuan terhadap kelompok, kelas atau orang
tertentu.
Namun lain lagi menurut Barna & Rubenm (DeVito,
1997:490)
hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya dibagi menjadi 5 yaitu
:
1) Mengabaikan Perbedaan Antara Anda dan Kelompok yang
Secara
Kultural Berbeda
2) Mengabaikan perbedaan Antara Kelompok Kultural yang
Berbeda
3) Mengabaikan Perbedaan dalam Makna
4) Melanggar Adat Kebiasaan Kultural
5) Menilai Perbedaan Secara Negatif
2.3. Prinsip-prinsip Komunikasi Antarbudaya
Adapun yang menjadi prinsip-prinsip Komunikasi Antarbudaya
(DeVito, 1997:488) terdiri dari :
1) Relativitas Bahasa
-
24
Gagasan umum bahwa bahasa memengaruhi pemikiran dan
perilaku paling banyak disuarakan oleh para antropologis
linguistik.
Pada akhir tahun 1920-an dan disepanjang tahun 1930- an,
dirumuskan
bahwa karakteristik bahasa memengaruhi proses kognitif. Dan
karena
bahasa-bahasa di dunia sangat berbeda-beda dalam hal
karakteristik
semantik dan strukturnya, tampaknya masuk akal untuk
mengatakan
bahwa orang yang menggunakan bahasa yang berbeda juga akan
berbeda dalam cara mereka memandang dan berpikir tentang
dunia.
2) Bahasa Sebagai Cermin Budaya
Bahasa mencerminkan budaya. Makin besar perbedaan budaya,
makin perbedaan komunikasi baik dalam bahasa maupun dalam
isyarat-
isyarat nonverbal. Makin besar perbedaan antara budaya (dan,
karenanya, makin besar perbedaan komunikasi), makin sulit
komunikasi dilakukan.Kesulitan ini dapat mengakibatkan,
misalnya,
lebih banyak kesalahan komunikasi, lebih banyak kesalahan
kalimat,
lebih besar kemungkinan salah paham, makin banyak salah
persepsi,
dan makin banyak potong kompas (bypassing).
3) Mengurangi Ketidak-pastian
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besarlah ketidak-
pastian dam ambiguitas dalam komunikasi. Banyak dari
komunikasi
berusaha mengurangi ketidak-pastian ini sehingga dapat lebih
baik
menguraikan, memprediksi, dan menjelaskan perilaku orang
lain.
Karena ketidak-pastian dan ambiguitas yang lebih besar ini,
diperlukan
-
25
lebih banyak waktu dan upaya untuk mengurangi ketidak-pastian
dan
untuk berkomunikasi secara lebih bermakna.
4) Kesadaran Diri dan Perbedaan Antarbudaya
Makin besar perbedaan antarbudaya, makin besar kesadaran
diri
(mindfulness) para partisipan selama komunikasi. Ini
mempunyai
konsekuensi positif dan negatif. Positifnya, kesadaran diri
ini
barangkali membuat lebih waspada. ini mencegah mengatakan
hal-hal
yang mungkin terasa tidak peka atau tidak patut. Negatifnya,
ini
membuat terlalu berhati-hati, tidak spontan, dan kurang percaya
diri.
Interaksi Awal dan Perbedaan Antarbudaya Perbedaan
antarbudaya terutama penting dalam interaksi awal dan secara
berangsur berkurang tingkat kepentingannya ketika menjadi
lebih
akrab. Walaupun selalu menghadapi kemungkinan salah persepsi
dan
salah menilai orang lain, kemungkinan ini khususnya besar
dalam
situasi komunikasi antarbudaya.
5) Memaksimalkan Hasil Interaksi
Dalam komunikasi antar budaya seperti dalam semua
komunikasi, berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Tiga
konsekuensi
yang dibahas oleh Sunnafrank mengisyaratluxn implikasi yang
penting
bagi komunikasi antarbudaya. Sebagai contoh, orang akan
berintraksi
dengan orang lain yang mereka perkirakan akan memberikan
hasil
positif. Karena komunikasi antarbudaya itu sulit, anda
mungkin
menghindarinya. Dengan demikian, misalnya anda akan memilih
-
26
berbicara dengan rekan sekelas yang banyak kemiripannya dengan
anda
ketimbang orang yang sangat berbeda.
Kedua, bila mendapatkan hasil yang positif, terus melibatkan
diri dan meningkatkan komunikasi. Bila memperoleh hasil
negatif,
mulai menarik diri dan mengurangi komunikasi. Ketiga,
membuat
prediksi tentang mana perilaku yang akan menghasilkan hasil
positif.
dalam komunikasi, anda mencoba memprediksi hasil dari,
misalnya,
pilihan topik, posisisi yang anda ambil, perilaku nonverbal yang
anda
tunjukkan, dan sebagainya.
-
27
3. Hubungan Kebudayaan dan Komunikasi
Manusia adalah mahluk sosial budaya yang memperoleh
perilakunya
melalui belajar. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi
merupakan
aspek terpenting dan paling mendasar. Proses yang dilalui
individu -
individu untuk memperoleh aturan - aturan (budaya) komunikasi
dimulai
pada masa awal kehidupan. Melalui proses sosialisasi dan
pendidikan pola.
Pola-pola budaya ditanamkan kedalam system saraf dan menjadi
bagian
kepribadian dan perilaku kita. Berbagai macam defmisi
mengenai
kebudayaan telah diungkapkan paraahli lainnya, salah satunya
Clyde
Kluckhon mendefinisikan kebudayaan sebagai — keseluruhan cara
hidup
suatu bangsa, warisan sosial, yang di dapat individu dari
kelompoknya
(Koentjaraningrat,2000:130).
Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis.
Inti
budaya adalah komunikasi, karena budaya sering muncul
melalui
komunikasi. Akan tetapi pada gilirannya budaya yang tercipta
pun
mempengaruhi cara berkomunikasi anggota budaya yang
bersangkutan.
Hubungan antar budayadan komunikasi adalahh timbal balik.
Budaya
takkan eksis tanpa komunikasi dan komunikasitakkan eksis tanpa
budaya.
Godwin C. Chu mengatakan bahwa setiap pola budaya dan
setiaptindakan
melibatkan komunikasi. Untuk dapat dipahami , keduanya harus
dipelajari
bersama — sama. Budaya takkan dapat dipahami tanpa
mempelajari
komunikasi, dan komunikasi hanyadapat dipahami dengan
memahami
budaya yang mendukungnya (Mulyana, 2003:14).
-
28
Komunikasi dan kebudayaan tidak sekedar dua kata tetapi dua
konsep yang tidak dapat dipisahkan, harus dicatat bahwa studi
komunikasi
antar budaya adalah studi yang menekankan padaefek kebudayaan
terhadap
komunikasi. Orang-orang memandang dunia budaya dan
komunikasi
mempunyai hubungan yang sangat erat. Orang berkomunikasi sesuai
dengan
budaya yang dimilikinya. Kapan, dengan siapa, berapa banyak hal
yang
dikomunikasikan sangat bergantung pada budaya dari orang-orang
yang
berinteraksi. Liliweri (2003:135) menjelaskan komunikasi antar
budaya
merupakan pertukaran pesan yang disampaikan secara lisan,
tertulis, bahkan
secara imajiner antara dua orang yang berbeda latar belakang
budaya dan
merupakan pembagian pesan yang berbentuk informasi atau hiburan
yang
disampaikan secara lisan atau tertulisatau metode lainnya yang
dilakukan
oleh dua orang yang berbeda latar belakang budayanya.
Komunikasi antarbudaya tidak dapat terlepas dari
faktor-faktor
budaya yang melekat pada diriindividu. Budaya adalah suatu pola
hidup
menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas. Dalam
bahasa
Sansekerta kata budaya berasal dari kata buddhayah yang berarti
akal budi.
Dalam filsafat Hindu, akal budi melibatkan seluruh unsur panca
indera, baik
dalam kegitan pikiran (kognitif), perasaan (afektif), maupun
perilaku
(psikomotori). Sedangkan kata lain yang juga memiliki maknayang
sama
dengan budaya adalah 'kultur' yang berasal dari Romawi,cultura,
biasanya
digunakan untuk menyebut kegiatan manusia mengolah tanah atau
bercocok
tanam. Kultur adalah hasil penciptaan, perasaan dan prakarsa
manusia
berupa karya yang bersifat fisik maupun nonfisik
(Purwasito,2003:95).
-
29
Dalam komunikasi antarbudaya seperti dalam proses
komunikasinya, kita berusaha memaksimalkan hasil interaksi. Kita
berusaha
mendapatkan keuntungan yang maksimal dari biayayang minimum.
Dalam
komunikasi budaya, orang cendrung akan berinteraksi dengan orang
lain
yang mereka perkirakan akan memberikan hasil yang positif, dan
bila
mendapatkan hasil yang positif maka proses komunikasi tersebut
akan terus
ditingkatkan, dan ketika dalam proses komunikasi tersebut dirasa
mendapat
hasil yang negative maka pelaku komunikasi tersebut mulai
menarik diri
danmengurangi proses komunikasi. Dalam berinteraksi konteks
keberagaman kebudayaan kerap kalimenemui masalah atau
hambatan-
hambatan yang tidak diharapkan sebelumnya, misalnya dalam
penggunaan
bahasa, lambang-lambang, nilai-nilai atau norma masyarakat dan
lain
sebagainya.
Hambatan-hambatan yang terjadi mungkin disebabkan karena
adanya sikap yang tidak saling pengertian antara satu individu
dengan
lainnya yang berbeda budaya.Padahal syarat untuk
terjadinyainteraksi dalam
masyarakat yang berbeda budaya tentu saja harus ada saling
pengertian atau
pertukaran informasi atau makna antara satu dengan yang lainnya.
Diakui
atau tidak perbedaan latar belakang budaya bisa membuat kita
sangat kaku
dalam proses berinteraksi dan berkomunikasi Untuk mewujudkan
komunikasi yang baik atau efektif dengan latar belakang budaya
yang
berbeda tidak sesulit yang dibayangkan dan tidak semudah
anggapan
banyak orang.
-
30
Dalam berkomunikasi dan berinteraksi dalam budaya yang
berbeda,
banyak hal yang harus diperhatikan dan banyakk juga
kemungkinan
terjadinya kesalahpahaman di dalamnya. Perbedaan- perbedaan
tersebut
melahirkan sikap prasangka sosial, prasangka ekonomi, prasangka
politik
antaretnik. Sikap itu muncul pada stereotipe antar etnik
(menjelekkan suku
lain), jarak sosial (memilih-milih bergaul dengan suku lain),
sikap
diskriminasi (menyingkirkan suku lain) yang bila tidak ditangani
dengan
baik akan menimbulkan disintegrasi sosial antaretnik termasuk
disintegrasi
antar etnik dalam lembaga pendidikan atau sekolah.
4. Prasangka
Secara terminologi, prasangka (prejudice) merupakan kata
yang
berasal dari bahasa Latin. Prae berarti sebelum dan Judicium
berarti
keputusan (Hogg,2002). Chambers English Dictionary (dalam Brown,
2005)
mengartikan prasangka sebagai penilaian atau pendapat yang
diberikan oleh
seseorang tanpa melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Hal
senada juga
diberikan oleh Hogg (2002), yang menyatakan bahwa prasangka
merupakan
sikap sosial atau keyakinan kognitif yang merendahkan, ekspresi
dari
perasaan yang negatif, rasa bermusuhan atau perilaku
diskriminatif kepada
anggota dari suatu kelompok sosial tertentu sebagai akibat
dari
keanggotaannya dalam kelompok tertentu.
Karakteristik dan perilaku aktual dari individu hanya
sedikit
berperan. Baron dan Graziano (1991) mendefinisikan prasangka
sebagai
suatu sikap negatif terhadap kelompok sosial tertentu. Dalam hal
ini, Baron
dan Graziano (1991) menyatakan bahwa prasangka merupakan aspek
yang
-
31
penting dari hubungan antar kelompok. Burchell dan Fraser (2001)
juga
mendefinisikan prasangka sebagai sikap negatif atau sikap tidak
suka
terhadap suatu kelompok dan anggotanya.
Prasangka ialah apa yang ada dalam pemikiran kita terhadap
individu dan kelompok lain seperti dalam hubungan ras dan etnis
atau
melalui media massa yang populer. Prasangka menjadi
komunikasi
antarbudaya karena biasanya ada pandangan negatif ayng diiringi
oleh
adanya pemisahan yang tegas antara perasaan kelompokku (in
group) dan
perasaan kelompokmu (out group feeling). Oleh sebab itu
komunikasi yang
diawali oleh adanya prasangka tidak akan berjalan dengan
efektif
(Baron&Graziano, 1991:48).
Ada tiga tipe tipe prasangka yang kita kenal, yakni:
1. Prasangka kognitif, yakni prasangka yar5 berada pada ranah
pemikiran,
benar atau salah. Menurut kelompoknya terhadap kelompok
lain.
2. Prasangka afektif, yakni prasangka yang berada pada ranah
perasaan,
suka atau tidak suka.
3. Prasangka konatif, yakni prasangka yang berada pada ranah
perbuatan/perilaku/action. Pada ranah ini bila suatu kelompok
tidak suka
pada kelompok lain maka kelompok tersebut akan di deskrimninasi
dan
dijauhkan (Baron&Graziano, 1991:48) Prasangka itu mencakup
hal-hal
berikut : memandang kelompok lain lebih rendah, sifat
memusuhi
kelompok lain, bersikap ramah pada kelompok lain pada saat
tertentu,
namun menjaga jarak pada saat lain; berperilaku yang dibenci
kelompok
lain seperti terlambat padahal mereka menghargai ketepatan
waktu. Ini
-
32
berarti bahwa hingga derajat tertentu kita sebenarnya
berprasangka
terhadap suatu kelompok. Jadi kita tidak dapat tidak
berprasangka.
Wujud prasangka yang nyata dan ekstrem adalah diskriminasi,
yakni
pembatasan atas peluang atau akses sekelompok orang terhadap
sumber
daya semata-mata karena keanggotaan mereka dalam kelompok
tersebut
seperti ras, suku, gender, pekerjaan dan sebagainya.
Contohnya
dislcriminasi terhadap orang negro yang ada di amerika.
Prasangka dapat menghambat komunikasi. Oleh karena itu,
orang-
orang yang punya sedikit prasangka pun terhadap suatu kelompok
yang
berbeda tetap saja lebih suka berkomunikasi dengan orang-orang
yang mirip
dengan mereka karena interaksi demikian lebih meyenagkan
daripada
interaksi dengan orang tak dilcenal. Ada beberapa contoh
prasangka
misalnya. orang Jepang kaku dan pekerja keras, orang Cina mata
duitan,
politikus itu penipu, wanita sebagai objek seks, dll. Prasangka
mungkin
tidak didukung dengan data yang memadai dan akurat sehingga
komunikasi
yang terjalin bisa macet karena berlandaskan persepsi yang
keliru, yang
pada gilirannya membuat orang lain juga salah mempersepsi kita.
Cara yang
terbaik untuk mengurangi prasangka adalah dengan meningkatkan
kontak
dengan mereka dan mengenal mereka lebih baik, meskipun kadang
cara ini
tidak berhasil dalam semua situasi. (Baron&Graziano,
1991:50-51)
Prasangka, menunjuk pada struktur sikap umum dengan komponen
afektifnya (emosional). Prasangka, bisa positif atau negatif,
namun para
psikolog sosial (dan orang-orang path umumnya) menggunakan
kata
prasangka terutama menunjuk pada sikap negatif terhadap orang
lain.
-
33
Prasangka dalam konteks ini didefinisikan sebagai: Sikap negatif
terhadap
individu atau sekelompok individu tertentu, yang hanya
didasarkan pada
keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tertentu.
Berikut merupakan komponen dalam prasangka dalam Handout
Psikologi Sosial (Nilam, 2011):
1. Stereotip : Komponen Kognitif
Istilah stereotype pertama kali diperkenalkan oleh Jumalis
Walter Lippmann (1992). Ia menggambarkan stereotype sebagai
"The little pictures we carry around inside our head',
dimana
gambaran-gambaran tersebut merupakan skema mengenai
kelompok. Budaya atau kelompok tertentu dapat digambarkan
dengan ciri-ciri yang sama. Contohnya, kita akan terkejut
jika
menjumpai supir taksi perempuan, karena profesi supir taksi
biasanya dijalankan oleh laki-laki.
Stereotip adalah proses kognitif, bukan emosional. Stereotip
tidak selalu mengarah pada tindakan yang sengaja dilakukan
untuk
melecehkan. Seringkali stereotip hanyalah sebuah teknik yang
kita
gunakan untuk menyederhanakan dalam melihat dunia. Namun
bagaimanapun juga, stereotipe tidak membutakan manusia dalam
melihat perbedaan-perbedaan individual yang ada, karena bila
demikian bersifat maladaptif, tidak adil, dan berpotensial
untuk
menjadi sesuatu yang melecehkan.
-
34
2. Diskriminasi: Komponen Perilaku
Ketika stereotype menimbulkan perilaku yang tidak adil
terhadap orang lain, maka telah terjadi diskriminasi.
Diskriminasi
merupakan perilaku negatif atau membahayakan terhadap
anggota
kelompok tertentu, semata-mata karena keanggotaan mereka
dalam
kelompok tersebut.
Di Amerika, beberapa hasil penelitian selama dua dekade lalu
menunjukkan bahwa homoseksual menghadapi perlakuan
diskriminatif dan antipati di hari-hari kehidupan mereka.
Tidak
seperti perempuan, etnis minoritas, orang cacat, homoseksual
tidak
dilindungi oleh hukum nasional yang melarang diskriminasi di
tempat kerja. Kaum homoseksual rentan terhadap diskriminasi
dalam dunia pekerjaan. Untuk melihat kemungkinan ini,
Michelle
Hebl dick (2002) mengadakan suatu eksperimen lapangan dengan
menggunakan enam betas mahasiswa (delapan pria dan delapan
perempuan) yang mencoba untuk melamar pekerjaan di toko-toko
lokal.
Dalam beberapa wawancara, mahasiswa-mahasiswa tersebut
mengaku bahwa mereka homoseksual dan dalam beberapa
wawancara lain mereka tidak mengakuinya. Mahasiswa-mahasiswa
tersebut berpakaian jeans dan jaket yang sama. Penelitian
ini
menguji dua jenis diskriminasi, yaitu formal discrimination
dan
interpersonal discrimination. Untuk mengukur formal
discrimination, peneliti mencoba melihat adanya perbedaan
dalam
-
35
perkataan employer mengenai ketersediaan pekerjaan,
perbedaan
apakah employer mengizinkan mengisi formulir pekerjaaan,
perbedaan apakah employer memberikan jawaban atas lamaran
kerja, dan perbedaan respon employer ketika dimintai izin
untuk
pergi ke kamar kecil. Peneliti tidak menemukan adanya
perbedaan
yang signifikanmengenai hal ini. Namun peneliti melihat
adanya
indikasi interpersonal discrimination yang kuat terhadap
kaum
homoseksual. Dibandingkan interaksi dengan mahasiswa yang
tidak mengaku homoseksual, employer kurang positif secara
verbal, menghabiskan waktu lebih sedikit untuk wawancara,
tidak
terlalu banyak berbicara ketika mengobrol, dan melakukan
lebih
sedikit kontak mata dengan mahasiswa yang mengaku
homoseksual. Perilaku para employer ini menunjukkan adanya
ketidaknyamanan atau jarak terhadap orang yang mereka anggap
homoseksual.
C. Definisi Koseptual
1. Prasangka
Menurut Worchel dan kawan-kawan (2000) pengertian prasangka
dibatasi
sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu
kelompok
dan individu anggotanya. Prasangka atau prejudice merupakan
perilaku
negatif yang mengarahkan kelompok pada individualis berdasarkan
pada
keterbatasan atau kesalahan informasi tentang kelompok.
Prasangka juga
dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang bersifat emosional,
yang akan
mudah sekali menjadi motivator munculnya ledakan sosial.
-
36
2. Mahasiswa Asing
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi baik
di
universitas, institusi atau akademi. Jadi mahasiswa asing adalah
mahasiswa
yang berasal dari Negara lain selain Indonesia yang tengah
melakukan studi
atau belajar di Universitas yang ada di Indonesia.
3. Mahasiswa Indonesia
Mahasiswa Indonesia adalah mahasiswa yang berasal dari Indonesia
yang
tengah melakukan studi atau belajar di Universitas yang ada di
Indonesia.
4. Cara Komunikasi
Menurut Everett M. Rogers dan Lawrence Kincaid yang dikutip
oleh
Wiryanto dalam bukunya yang berjudul "Pengantar Ilmu
Komunikasi",
mendenifisdcan komunikasi adalah "Suatu proses di mana dua orang
atau
lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antar satu
sama
lainnya, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang
mendalam
(Wiryanto, 2004:6). Jadi cara berkomunikasi adalah cara
seseorang atau
individu dalam melakukan komunikasi dengan individu lain.
D. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
dengan
metode penelitian kualitatif. Tipe penelitian deskriptif ini
berusaha untuk
mendeskripsikan atau mengintepretasikan kondisi atau hubungan
yang ada,
pendapat yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung,
akibat yang
sedang terjadi atau kecenderungan yang sedang berkembang
(Sumanto,
1990;47)
-
37
2. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pada prasangka, penilaian,
persepsi
dari mahasiswa asing yang sedang melakukan studi di UIN Maliki
Malang.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 sampai
dengan
bulan September 2016 di Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim
Malang atau di tempat yang telah disepakati antara peneliti dan
informan untuk
melakukan wawancara (penelitian).
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu:
a) Interview
Yaitu suatu cara pengumpulan data yang dilakukan mengajukan
beberapa pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak
perusahaan
(informan yang sudah ditetapkan) guna memperoleh data yang
diperlukan.
b) Dokumentasi
Yaitu pengumpulan data dengan mengambil, menyalin,dan
mengutip
dari catatan-catatan dokumen dan arsip-arsip yang ada, yang
sesuai
dengan topik dan subjek yang akan diambil. Teknik ini
dilakukan
untuk mendapatkan data sekunder berupa dokumen-dokumen ada,
baik berupa arsip, statistik, tabel dan data lainnya.
c) Observasi
Yaitu pengamatan langsung selama penelitian dilaksanakan.
Observasi yang dilakukan peneliti adalah dengan terjun langsung
ke
-
38
lokasi penelitian dan mengamati secara langsung cara
berkomunikasi
dan proses interaksi antara mahasiswa asing dan mahasiswa
Indonesia.
5. Informan Penelitian
Teknik penetapan jumlah informan peneliti penggunakan teknik
purposive sampling, yaitu pemilihan sampel yang mencakup
orang-orang yang
diseleksi atas dasar kriteria tertentu yang dibuat peneliti
berdasarkan tujuan
penelitian. (Rachmat, 2006:154). Pemilihan informan ini
didasarkan atas
subjek yang menguasai permasalahan, memiliki data dan bersedia
memberikan
data. Adapun yang menjadi kriteria dalam penelitian ini
adalah:
1. Mahasiswa asing yang aktif dalam berinteraksi dengan
mahasiswa
Indonesia setiap harinya.
2. Mahasiswa asing yang berasal dari benua Eropa, Afrika dan
Asia
3. Mahasiswa yang memilii teman akrab seorang mahasiswa
Indonesia
6. Teknik Analisa Data
Analisa data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen (Moleong,
2006:248)
adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekekrja dengan
data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang
dapat
dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola.
Menemukan apa
yang penting dan apa yang dipelajarai dan memutuskan apa yang
dapat
diceritakan kepada orang lain.
Proses yang digunakan dalam analisis data ini dilakukan dengan
cara
induksi-intepretasi-konseptualisasi. Induksi adalah mengumpulkan
dan
menyajikan tumpukan data sebagai tahap awal. Intepretasi data
maksudnya
-
39
adalah pembahasan hasil penelitian atau data temuan dengan teori
relevan yang
digunakan. Konseptualisasi adalah proses penemuan konsep
melalui
wawancara, observasi yaitu pernyataan singkat (abstraksi)
mengenai keinginan
yang tersirat dibalik cerita• responden (Hamidi, 2004;81).
7. Teknik Keabsahan Data
Untuk menentukan keabsahan data, laporan dicek kepada subyek dan
jika
kurang sesuai perlu diadakan perbaikan. Peneliti menggunakan
teknik
triangulasi. Sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2006: 330)
bahwa
triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai
perbandingan data itu. Menurut Wiersma (dalam Sugiyono,2008)
triangulasi
dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari
berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.
Peneliti menggunakan teknik triangulasi dengan sumber dimana
data
dibandingkan, antara lain (Moleong, 2006:330-331 ) :
1. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa
yang
dikatakannya secara pribadi.
2. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai
pendapat dan pandangan orang.
3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang
berkaitan.
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan menggunakan
teknik
triangulasi dengan sumber, yaitu menguji kredibilitas data
dilakukan dengan
cam mengecek data yang telah diperoleh melalui berbagai
sumber.