1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Media merupakan bagian dari komunikasi antar manusia yang menyebarkan informasi secara sistematis kepada masyarakat. Informasi- informasi yang disebarkan dianggap merefleksikan kejadian di masyarakat. Beberapa peristiwa atau isu yang sering muncul di media sebagai halaman utama atau dibahas secara mendetail akhirnya menjadi perhatian utama publik. Media memiliki kemampuan mengarahkan isu dalam publik. Media mampu membuat agenda dimana isu diramu untuk didiskusikan oleh publik. Media melakukan seleksi tentang isu atau peristiwa yang akan diberikan kepada masyarakat dan mengarahkan masyarakat terhadap reaksi apa yang timbul dalam pemberitaan tersebut (Wright,1985:20). Beberapa penelitian memperlihatkan kemampuan media massa dalam mengarahkan isu pada publik. Hans Bernd Brosius dan Hans Mathias Kepplinger (1992:893-901) mengadakan penelitian agenda setting mengenai efek dari agenda media terhadap agenda partai di Jerman Barat. Mereka menemukan bahwa isu penting pada media memiliki pengaruh positif pada preferensi partai yang kecil, tetapi mempunyai pengaruh negatif pada yang besar. Parlagutan Siahaan mengadakan penelitian tentang studi hubungan agenda media dengan agenda publik terkait isu-isu nasional. Siahaan menemukan bahwa hubungan media dengan publik mahasiswa bersifat kuat. Dalam
76
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/63662/potongan/S2-2013... · mereka butuhkan atau mereka sukai ... di Indonesia mengarahkan agenda publik
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Media merupakan bagian dari komunikasi antar manusia yang
menyebarkan informasi secara sistematis kepada masyarakat. Informasi-
informasi yang disebarkan dianggap merefleksikan kejadian di masyarakat.
Beberapa peristiwa atau isu yang sering muncul di media sebagai halaman utama
atau dibahas secara mendetail akhirnya menjadi perhatian utama publik.
Media memiliki kemampuan mengarahkan isu dalam publik. Media
mampu membuat agenda dimana isu diramu untuk didiskusikan oleh publik.
Media melakukan seleksi tentang isu atau peristiwa yang akan diberikan kepada
masyarakat dan mengarahkan masyarakat terhadap reaksi apa yang timbul dalam
pemberitaan tersebut (Wright,1985:20). Beberapa penelitian memperlihatkan
kemampuan media massa dalam mengarahkan isu pada publik.
Hans Bernd Brosius dan Hans Mathias Kepplinger (1992:893-901)
mengadakan penelitian agenda setting mengenai efek dari agenda media
terhadap agenda partai di Jerman Barat. Mereka menemukan bahwa isu penting
pada media memiliki pengaruh positif pada preferensi partai yang kecil, tetapi
mempunyai pengaruh negatif pada yang besar.
Parlagutan Siahaan mengadakan penelitian tentang studi hubungan agenda
media dengan agenda publik terkait isu-isu nasional. Siahaan menemukan
bahwa hubungan media dengan publik mahasiswa bersifat kuat. Dalam
2
temuannya, dia melihat apa yang dianggap penting oleh media surat kabar juga
dianggap penting oleh publik (Siahaan,1997).
Dari penelitian di atas, dapat dilihat bahwa media massa memiliki
kekuatan dalam mempengaruhi publik. Media bekerja pada ranah kognisi
dengan memberikan gambaran yang membentuk realitas dunia. Publik
mempelajari dunia sosial serta dirinya sendiri dari berbagai informasi dalam
media. Baik media dan publik saling berhubungan. Media dengan membawa
gambaran realitas dunia dan mengarahkan publik menerima “realitas ala media”.
Penyajian gambaran realitas dunia ini merupakan proses gatekeeping dimana
berita diseleksi, diolah dan disajikan. Hal inilah yang akan menghasilkan agenda
media.
Selanjutnya, ada interaksi yang selektif tiap individu dalam lingkup publik
dengan media. Publik punya ekspektasi media mampu menyediakan informasi
yang layak dan memenuhi kebutuhannya. Dalam penelitian-penelitian di atas
menggambarkan bahwa ada keterkaitan agenda media massa pada agenda
publik.
Ide pokok teori agenda setting adalah media yang memberikan perhatian
(atensi) yang berbeda pada tiap isu atau peristiwa. Akibatnya, perbedaan
perhatian (atensi) tersebut akan berpengaruh terhadap kognisi (menyangkut
pengetahuan dan citra) suatu isu atau peristiwa di mata khalayak. Apa yang
dianggap penting bagi media menjadi penting di mata khalayak. Sehingga
kadang isu yang sebenarnya tidak terlalu penting menjadi penting karena media
kerap memberitakannya. Merujuk pada hal tersebut, media memiliki kekuatan
3
menentukan porsi atensi pada suatu peristiwa dan isu dan menyematkannya di
benak publik. Porsi atensi atas suatu isu atau peristiwa tersebut hadir ke tangan
publik melalui saluran informasi (channel) seperti media massa.
Lalu, bagaimana jika channel itu berubah? Pada perkembangannya,
teknologi mengubah landscape media secara kontinyu beralih pada basis online
dimana pesan atau informasi didiseminasikan secara instan. Beberapa media
massa mulai berkurang audiensnya. Surat kabar cetak mulai mengalihkan
usahanya dalam bentuk media online newspaper atau e-newspaper karena media
massa ini sudah banyak ditinggalkan pembacanya yang beralih ke media online.
Di beberapa negara, termasuk Indonesia menunjukkan gejala yang sama.
Perkembangan teknologi mengubah platform saluran informasi. Media
online menawarkan interaktivitas dimana hal tersebut meningkatkan keaktifan
penggunanya. Teknologi juga membawa perubahan yang secara simultan
berubah menjadi lebih individual atau personal. Media Online mudah diakses
dan tersedia banyak kanal sehingga pilihan beragam. Kehadirannya juga
membuat audiens lebih terfragmentasi dan suplai informasi meningkat. Disini
pembentukan agenda media dan agenda publik pun berubah. Inilah yang
memunculkan sebuah pertanyaan apakah teori agenda setting ini masih dapat
diaplikasikan pada era media baru sebagaimana di era media massa? W. Lance
Bennet dan Shanto Iyegar, apakah ini merupakan “New Era of Minimal
Effect”? Mereka mempertanyakan efek agenda setting media online pada publik
dikaitkan dengan transformasi teknologi dan perubahan di masyarakat yang
4
semakin dinamis (Bennet and Iyegar, 2008: 2). W. Lance Bennet dan Shanto
Iyegar menganggap bisa jadi efek agenda setting lemah atau bahkan tidak ada.
Dengan pandangan bahwa Internet memang beda karakternya dengan
media massa sebelumnya, beberapa periset ragu apakah Agenda Setting masih
dapat diaplikasikan pada Internet atau media online.
Perubahan teknologi dalam sistem pendistribusian informasi seperti
Internet mampu mendiseminasikan pesan secara instan dan aksesnya terbuka
sehingga memungkinkan proses komunikasi yang dinamis. Ada pendapat
bahwa Internet sebagai merupakan ‘new mass medium’ seperti yang
diungkapkan Morris dan Ogan (2006). Moris dan Ogan melihat bahwa Internet
berperan sebagai medium dari suatu komunikasi massa.
Ada beberapa penelitian mencoba melacak apakah agenda setting bisa
diaplikasikan pada media online, diantaranya: (1) Studi penelitian yang
dilakukan Yu dan Aikat (2005) menemukan bahwa agenda setting masih dapat
diaplikasikan pada media Online. Yu dan Aikat meneliti New York Times dan
Washington Post sebagai wakil surat kabar online/ online newspaper, CNN dan
MSNBC untuk TV online, dan Yahoo News dan Google News sebagai layanan
berita online. Mereka memeriksa berita dua minggu pada tahun 2004 dan
menemukan korelasi yang tinggi pada publikasi-publikasi online tersebut
terhadap pembacanya; (2) Coleman dan McCombs (2007) menemukan bahwa
saat efek agenda setting diaplikasikan pada media Internet pada pengguna
Internet dan kaum muda, hasilnya signifikan. Mereka menyimpulkan bahwa
penggunaan Internet tidak menghilangkan relevansi teori Agenda Setting.
5
Di Indonesia, media online mulai dilirik sebagai referensi informasi.
Indikasinya, ada kenaikan jumlah konsumen media massa yang beralih ke media
online. Dari Nielsen Media Research, tercatat antara tahun 2007-2009 makin
banyak pembaca koran dan pendengar radio di Indonesia going online. Sejak
2005, jumlah print reader untuk koran, majalah dan tabloid menurun dari tahun
ke tahun (www.viva.co,id).
Adanya perubahan tersebut memunculkan portal-portal berita atau online
newspapers di Indonesia. Online Newspaper, dikenal juga sebagai web
newspaper, merupakan koran atau surat kabar yang berada di world wide web
atau Internet, yang merupakan bagian terpisah atau versi online dari surat kabar
yang hadir dicetak secara periodikal. Karakter dari media Online Newspaper
adalah interaktif, menyertakan unsur-unsur multimedia dan bersifat real time.
Dalam menetapkan issue importance, Online Newspaper menyertakan kebijakan
editorial yang mempengaruhi agenda publik dengan menempatkan pentingnya
isu dengan mengorganisasikan berita berdasarkan kategori-kategori topikal yang
mudah diakses secara cepat pada informasi-informasi atau berita yang lebih
mereka butuhkan atau mereka sukai (Althaus dan Tewksburry, 2002: 180-207).
Dengan perubahan lanskap media di Indonesia, Internet hadir dan
memunculkan banyak Online Newspaper dalam kehidupan masyarakat sehari-
hari. Media online akan tumbuh makin pesat dan media inilah yang akan
dihadapi masyarakat Indonesia di masa mendatang, termasuk Online
Newspaper. Berdasarkan beberapa peneltian sebelumnya. Media online memiliki
mampu mengarahkan suatu isu pada publik. Kemudian, timbul pertanyaan
6
apakah di Indonesia khususnya, korelasi agenda media online terhadap agenda
publik masih ada? Apakah media online mampu mengarahkan isu pada publik?
Masyarakat semakin dinamis, dalam kondisi demikian, sejauh mana media
Online Newspaper di Indonesia mengarahkan agenda publik pada suatu isu. Jika
mengambil contoh isu korupsi, maka sejauh mana media online newspaper
mengarahkan isu korupsi di Indonesia.
B. PERMASALAHAN PENELITIAN
Dari penuturan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini;
Sejauh mana hubungan/ korelasi antara Agenda Media Online Newspaper
dengan Agenda Publik (mahasiswa) terkait dengan Isu Korupsi di
Indonesia?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini mengambil batas hanya pada isu tunggal korupsi di
Indonesia. Utamanya, bertujuan mengamati hubungan agenda media Online
Newspaper yang memiliki traffic rank tertinggi di Indonesia yaitu kompas.com
pada publik mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum UGM Yogyakarta.
Kemudian penelitian ini ingin meneliti faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
hubungan antara agenda keduanya (kredibilitas, penggunaan media dan pola
ketertarikan). Dengan demikian, penelitian ini memiliki tujuan untuk:
1. Meneliti sejauh mana hubungan antara agenda media Online
Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa
7
Pascasarjana Fakultas Hukum UGM, khususnya tentang penyajian Isu
Korupsi di Indonesia
2. Mengetahui pengaruh kredibilitas, penggunaan media dan pola
ketertarikan dalam hubungan agenda media Online Newspaper
Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana Fakultas
Hukum UGM Yogyakarta, khususnya tentang penyajian Isu Korupsi
di Indonesia
D. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini adalah memperluas dan memgembangkan serta
menguji kembali fungsi agenda setting yang sesuai dengan gejala peningkatan
pembaca online yang didorong oleh perkembangan New Media, khususnya di
Indonesia.
E. KERANGKA PEMIKIRAN
1. Kerangka Teori
a. Agenda Setting
1) Definisi Agenda Setting
Agenda didefinisikan “set of issues that are communicated in
hierarchy of importance at a point in time”. Agenda merupakan sekumpulan
isu yang dikomunikasikan dalam urutan kepentingan pada kurun waktu
tertentu. Agenda Setting sendiri didefinisikan sebagai proses dalam kompetisi
yang sedang terjadi antara issues proponents untuk memperebutkan perhatian
media, publik dan elit-elit pembuat kebijakan (Dearing dan Rogers,1996: 23).
8
Awal teori Agenda Setting sendiri bisa dilacak dari dua pemikiran
mengenai media. Pertama, pemikiran Walter Lipmann yang menganggap
bahwa media massa merupakan “pelukis” realitas. Lippmann mengatakan
bahwa khalayak tidak dapat dan tidak mungkin mengalami semua peristiwa,
walaupun kejadian tersebut membutuhan respon dari publik
(Lipmann,1965:3-20).
Publik harus menanggapi “realitas yang ada, yang dicipta oleh media.
Publik kemudian menanggapi konstruksi sosial dari realitas yang ada, dimana
hal tersebut tercipta dari media. Sebagai konsekuensinya atas ketergantungan
pada media dan distorsi media sendiri, banyak masalah timbul yang ada di
kepala kita (Long,1992:209)
Pemikiran kedua, dilontarkan oleh Bernard Cohen. Ia berpendapat
bahwa media tidak menentukan “what to think” tetapi mempengaruhi “what
to think about” disana ia mengungkapkan bahwa “Pers may not successfull
much of time in telling people what to think, but it stunningly successful
telling is readers what to think about it”.(Cohen,1969:13)
Cohen memberikan gambaran bahwa media massa kebanyakan
mempengaruhi persepsi khalayak tentang hal-hal yang dianggap penting
ketimbang menentukan apa yang harus dipikirkan. Publik lebih banyak
belajar dari media tentang isu-isu apa yang dianggap penting.
Media mampu mempengaruhi persepsi khalayak mengenai prioritas
masalah atau isu di sekitar khalayak. Media memberikan perhatian pada suatu
isu atau peristiwa tertentu, dengan menonjolkannya dalam porsi besar atau
porsi kecil pada sajian media. Perbedaan porsi tersebut menunjukkan
9
perbedaan atensi pada sebuah isu atau peristiwa tertentu, dan akan
berpengaruh pada kognisi (pengetahuan dan citra) suatu peristiwa atau isu di
mata khalayak. Isu atau peristiwa yang diberi porsi besar (diberitakan secara
intens dan menonjol diantara yang lain) akan dinilai sebagai isu yang penting
bagi khalayak.
Porsi atas sebuah isu atau peristiwa di media ditentukan oleh seleksi
media yang pada akhirnya mengarahkan reaksi khalayak terhadapnya. Hal ini
seperti yang dikemukakan oleh Charles Wright (1995:20), media melakukan
seleksi tentang apa yang diberikan kepada khalayak dan mengarahkan
khalayak terhadap reaksi yang timbul dari pemberitaan tersebut. Media massa
memiliki kemampuan mengarahkan isu untuk diterima sebagai sebuah isu
yang penting, yang dikenal dengan Agenda Setting.
Secara empirik, Agenda Setting diuji pertama kali pada pemilihan
presiden Amerika Serikat tahun 1968. Penelitian yang dilakukan oleh
Maxwell Mc Combs dan Donald L Shaw tersebut membandingkan isu
kampanye aktual dalam media massa dengan apa yang dikatakan pemilih
sebagai isu-isu yang penting. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan
oleh media massa dengan isu-isu yang dinilai penting bagi para pemilih
(McCombs & Shaw,1992:208-209). Saat dibandingkan antara isu-isu yang
dianggap penting oleh media dan isu yang dianggap penting bagi publik,
hasilnya ternyata signifikan. Pada penelitian tersebut terlihat bahwa media
massa melalui Agenda Setting mempunyai kemampuan menyeleksi dan
menggarisbawahi pada isu-isu tertentu melalui redaksional.
10
Penelitian mengenai Agenda Setting tidak hanya terbatas pada isu-isu
besar saja namun bisa berlaku pada sub isu. Tony Atwater, Michael B.
Salwon dan Ronald B Anderson di tahun 1985 melakukan penelitian fungsi
agenda setting dengan mengambil isu lingkungan hidup. Kemudian isu
ingkungan hidup tersebut dibagi lagi menjadi enam sub isu. Hasilnya, ada
hubungan kuat antara isu yang menonjol di media massa dengan isu yang
dianggap menonjol oleh publik. (Atwater, Salwon, dan Anderson,1985:393-
397).
Pada agenda setting penonjolan isu-isu tertentu oleh media massa
tidak lepas dari proses seleksi media, proses seleksi ini memiliki tahap-tahap
atau sejumlah pintu (gates), bisa individu atau kelompok yang memutuskan
apakah berita itu layak muat. Mereka inilah yang memainkan peran dalam
membentuk realitas yang ada di publik-disebut dengan gatekeeper. Biasanya
gatekeeper menentukan bobot penyajian isu berdasar berapa banyak ruang
yang disediakan, penonjolan berita (ukuran headline dan penempatan lokasi
halaman), dan cara isu tersebut dibahas secara detil atau umum
(DeGeorge,1981:219-220).
Penyusunan Agenda Setting menjelaskan tiga proses. Pertama, berita
diseleksi, diolah dan disajikan atau dikenal dengan proses gatekeeping.
Kedua, kemudian menghasilkan agenda media. Ketiga, bagaimana agenda
media mempengaruhi pendapat publik tentang isu yang ditonjolkan (DeFleur
dan Denis, 1981:219-220). Bagian paling penting dari proses tersebut adalah
bagaimana menyusun dan menghasilkan agenda isu yang paling penting
hingga yang paling tidak penting di mata publik. Ini yang disebut dengan
11
Agenda Setting dari termuatnya isu-isu oleh media massa. Hasil dari seleksi
dalam arus berita, publik menerima petunjuk dari apa yang penting dalam
media kemudian publik memasukkan hal-hal tersebut ke dalam agenda
kepentingan mereka pada saat itu.
DeFleur mejelaskan mengapa penyajian isi media lebih punya
relevansi dengan apa yang dibutuhkan publiknya pada saat isu itu muncul.
Menurutnya hal itu terjadi karena publik tidak punya cukup waktu dan energi
untuk membentuk sikap dan kepercayaannya terhadap suatu hal. Mereka
harus menyeleksi beberapa isu dan topik yang terbatas sesuai kebutuhannya,
karena tidak semua isu atau peristiwa dialami secara langsung.
Isu-isu publik bisa disusun dalam sebuah rentang kotinu dari yang
obstrusive (isu-isu yang dialami secara personal) hingga yang unobstrutive
(isu-isu yang hanya kita tahu lewat media). Apakah isu itu obstrutive atau
unobstrutive, tergantung dari kebutuhan pembaca atau individu itu sendiri.
Media, dalam konteks agenda setting, meramu informasi dan menyajikannya
berita kepada khalayak, dengan membaca kebutuhan khalayak dan
menuangkannya dalam skala prioritas. Khalayak tidak punya waktu yang
banyak untuk merangkum semua peristiwa di dunia dalam sehari karena
terlalu banyak peristiwa yang terjadi, namun media massa membantu
memetakan realitas mana yang penting melalui pemberian bobot penyajian.
Bobot penyajian isu yang tinggi diharapkan akan mendapat perhatian dari
publik.
Harold G Zucker (1978:285) mengemukakan bahwa isu yang tidak
dialami langsung, penonjolan agenda media menyebabkan kemenonjolan pula
12
pada agenda publik pada item bersangkutan. Ada isu yang “dialami langsung”
kemenonjolan pada agenda publik menyebabkan kemenonjolan pada agenda
media
Beberapa jenis isu atau peristiwa-peristiwa itu bisa bergerak dengan
mudah ke agenda publik, sedangkan isu atau peristiwa lain membutuhkan
waktu lebih banyak, dan dasar teoritikal penelitian Agenda Setting sendiri
tidak mampu meramalkan berapakah senjang waktu (time lag)) yang optimal
(Gandy,1982:7).
Eyal dan kawan-kawan mengajukan konsep kerangka waktu (Time
Frame) dalam Agenda Setting, penelitian Agenda Setting diidentifikasi dalam
5 tahapan menurut jangka waktu yang berbeda; (1) Kerangka Waktu, yaitu
periode waktu keseluruhan yang diperhitungkan mulai dari permulaan sampai
selesai proses pengumpulan data, (2)Senjang Waktu, yaitu waktu luang antara
variabel independen (agenda media), (3)Lamanya pengukuran media
dilakukan, (4)Lamanya pengukuran agenda publik, yaitu jumlah waktu
pengukuran agenda publik dilakukan, (5) Rentang efek optimal, yaitu puncak
asosiasi antara penekanan media dengan penekanan publik tentang sebuah
isu. (Eyal, Winter dan DeGeorge, 1981:213-214).
Sebenarnya, ide pokok teori ini adalah media yang memberikan
perhatian (atensi) yang berbeda pada tiap isu atau peristiwa, akibatnya
perbedaan perhatian (atensi) tersebut akan berpengaruh terhadap kognisi
(menyangkut pengetahuan dan citra) suatu isu atau peristiwa di mata
khalayak. Apa yang dianggap penting bagi media menjadi penting di mata
13
khalayak. Sehingga isu yang sebenarnya tidak terlalu penting menjadi penting
karena media kerap memberitakannya.
Hakekat teori Agenda Setting berangkat dari dua asumsi pokok yakni
bahwa media tidak merefleksikan realitas sepenuhnya, dia hanya menyeleksi
dan membentuknya. Kemudian penonjolan isu oleh media dalam kurun waktu
tertentu akan mempengaruhi publik, dimana publik akan menganggap isu
tersebut lebih menonjol daripada isu yang lain (Weaver, dkk, 1981: 3-4)
Dari beberapa pernyataan sebelumnya, Agenda Setting dapat
didefinisikan sebagai kemampuan media massa mengarahkan isu atau
peristiwa untuk diterima sebagai isu atau peristiwa yang penting oleh publik.
Sehingga apa yang dianggap penting oleh media, maka akan dianggap
penting pula oleh khalayak pembacanya
2) Tiga Sub Area Studi Agenda Setting
Gambar.1 Komponen dalam Proses Agenda Setting
PERSONAL EXPERIENCE AND INTERPERSONAL COMMUNICATION AMONG ELITE AND OTHER INDIVIDUALS
GATEKEEPER, INFLUENTAL MEDIA, AND SPECTACULAR NEWS EVENT
MEDIA AGENDA
POLICY AGENDA
PUBLIC AGENDA
REAL WORLD INDICATORS OF THE IMPORTANCE OF AN AGENDA ISSUE OR EVENT
14
Pada prosesnya, Agenda Setting dapat dibagi menjadi tiga sub area;
agenda media, agenda publik dan agenda kebijakan. Agenda Publik
merupakan sub area yang mencoba memahami bagaimana opini publik
dipengaruhi oleh konten media massa. Sedangkan Agenda Setting media
sendiri merupakan studi yang menekankan pada konten media yang
berhubungan dengan definisi isu, seleksi dan penekanan yang dilakukan
media. Agenda Kebijakan atau Policy Agenda berkaitan dengan relasi antara
opini publik pada kebijakan elite, keputusan dan aksi. (Rogers dan
Dearing,1988:566)
Ketiga sub area studi tersebut sering digunakan periset untuk
menggali seberapa besar kekuatan media dalam mengarahkan suatu isu. Pada
perkembangannya, riset lebih banyak dilakukan pada area Agenda Setting
Media dan Agenda Setting Publik.
3) Perkembangan Riset Agenda Setting Sebelum kehadiran Internet
Sebelum Cohen, sebenarnya ide awal mengenai Agenda Setting telah
samar-samar ada, dilontarkan oleh Walter Lipmann (Rogers,1993:68). Secara
garis besar, banyak perkembangan yang terjadi baik secara teoritikal dan
metodologikal dalam pengkajian proses Agenda Setting (Dearing dan
Rogers,1996:9), seperti yang dirangkum dalam berikut
15
Tabel 1 Perkembangan dalam Riset Proses Agenda Setting sebelum Internet
Lahir No Inovasi-Inovasi Teoritikal dan Metodologikal
dalam Studi Proses Agenda Setting Penggagas
1 Membuat prostulat mengenai hubungan antara agenda media dan agenda publik
Walter Lipmann (1922)
2 Mengidentifikasi status-cofferal function dari media, dimana ada penonjolan yang diberikan pada isu-isu
Paul F. Lazarfeld dan Robert K. Merton (1948/1964)
3 Mengawali metafor Agenda Setting Bernard C.Cohen (1963) 4 Memberi nama pada proses agenda setting Maxwell Mc. Combs &
Donald Shaw (1972) 5 Menginvestigasi proses agenda setting publik
dengan penyusunan hirarki isu-isu Maxwell Mc. Combs & Donald Shaw (1972)
6 Mengenalkan model proses Agenda Setting-Kebijakan (policy)
Roger W. Cobb & Charles D. Elder (1972/1983)
7 Mengenalkan studi “over time” dari Agenda Setting Publik pada analisis level makro dan menginvestigasikan relasi atau hubungan dari “real world indicator” ke agenda media
G. Ray Funkhouser (1973a)
8 Menginvestigasi secara eksperimental Agenda Setting-publik pada analisis level mikro
Shanto Iyengar & Donald R. Kinder (1987)
Selain riset-riset di tabel, Shoemaker dan Reese di tahun 1981
meneliti mengenai rutinitas media, sosiologi organisasional media, ideologi
dan sebagainya yang dinilai mempengaruhi agenda setting media. Todd
Gitlin di tahun 1980 mengajukan konsep framing dan priming. Edelstein di
tahun 1993 membuka pintu ekspansi yang terintegrasi untuk mengeksplorasi
variabel-variabel dependen. Teorinya lebih ke detail spesifikasinya tentang
bagaimana sebuah topik terbingkai dan apa yang dilakukan Edelstain ini
menjawab kritik mengenai penetapan unit analisis yang digunakan pada
setiap agenda (McCombs dan Shaw,1993:58-67).
Riset yang dilakukan Mc Combs & Shaw memiliki frekuensi paling
banyak sebagai rujukan. Secara metodologis, selain Mc Combs & Shaw,
Iyegar & Kinder mengembangkan Contingent Conditions yang
16
mempengaruhi hubungan antara Agenda Media dan Agenda Publik, serta
Winter dan Eyal yang mengajukan time lag dalam riset Agenda Setting
(Tai,2009:481-513).
Agenda Setting coba digeneralisir untuk melihat attitude dan opini
namun terhalang oleh periode waktu dan pendekatan yang dilakukan
terkadang sangat prematur. Periode waktu memang menjadi permasalahan
dalam penelitian agenda setting karena tidak ada ukuran yang tepat, kondisi
tiap situasi berbeda. Beberapa jenis isu atau peristiwa-peristiwa itu bisa
bergerak dengan mudah ke agenda publik, sedangkan isu atau peristiwa lain
membutuhkan waktu lebih banyak, dan dasar teoritikal penelitian Agenda
Setting sendiri tidak mampu meramalkan berapakah senjang waktu (time lag))
yang optimal (Gandy,1982:7)
Belum selesai perdebatan mengenai time lag, para periset mulai
berdiskusi tentang relevansi teori Agenda Setting dihubungkan dengan
kehadiran Internet.
4) Internet dan Agenda Setting
Penyebab diskusi relevansi teori Agenda Setting pada media online
atau Internet adalah perbedaan pandangan dari para periset mengenai apakah
Internet ini merupakan media yang benar-benar baru atau perluasan dari
media sebelumnya? Agenda Setting merupakan teori komunikasi massa yang
lahir sebelum Internet ada, kemudian apakah bisa teori diaplikasikan pada
media Internet?
Ketika studi mengenai Agenda Setting membahas mengenai apa yang
dianggap penting oleh media juga dianggap penting oleh publik, media yang
17
digambarkan merupakan merdia massa dan publik yang dimaksud adalah
media yang bersifat pasif. Untuk media-media sebelum Internet, Agenda
Setting bisa saja diatur dengan akses minimal yang terbatas pada informasi
yang bersifat umum. Jika dihadapkan pada media Internet atau media Online
yang aksesnya boarderless, apakah Agenda Setting masih dapat diterapkan?
Ketika channel (media) berubah karena disentuh teknologi, suplai informasi
meningkat, perilaku audiens berubah aktif saat dihadapkan pada berbagai
saluran (multiple channels). Apakah kemudian teori Agenda Setting masih
cocok diterapkan pada media Internet atau media Online?
Beberapa ahli menilai media baru Internet memiliki perbedaan dengan
media-media sebelumnya dilihat dari cara mereka menilai karakteristik media
Internet itu sendiri. Internet sebagai suatu teknologi komunikasi merupakan
suatu bentuk media yang berbasis pada perkembangan di bidang komputer.
Sebagai suatu media, Internet memiliki beberapa karakteristik yang harus
mampu menjalankan beberapa fungsi mediasi. Mengacu pada beberapa fungsi
mediasi yang diungkapkan oleh Dennis Mc Quail tercakup dalam : Windows.
Dari berbagai pernyataan diatas, agenda publik dapat diartikan
sebagai daftar isu atau peristiwa yang ditakar oleh publik menurut
prioritas kepentingannya dalam kurun waktu tertentu
McCombs menemukan bahwa media surat kabar merupakan
pendorong utama dalam menetapkan agenda isu publik (dalam
Nimmo,1981:130). Untuk mengetahui bahwa agenda media yang
menyebabkan pentingnya isu bagi agenda publik dan sebaliknya maka kedua
variabel tersebut (agenda media dan agenda publik) dapat dipelajari pada
suatu waktu yang bersamaan (satu titik waktu).
d. Hubungan Agenda Media dan Agenda Publik
Bahasan hubungan agenda media dan agenda publik berawal dari
keterkaitan mengenai apa yang penting dalam media akan menjadi penting di
mata publik Diawali dengan studi empirik yang dilakukan pertama kali oleh
McCombs dan Shaw tahun 1968. Pada kurun waktu tertentu, penonjolan
sebuah isu atau peristiwa dalam media akan menentukan bagaimana publik
menakar isu atau peristiwa menurut prioritas kepentingannya.
Meskipun dalam beberapa riset, terbukti bahwa agenda media mampu
mengarahkan agenda publik, hal itu tidak terjadi secara langsung. Ada
beberapa kondisi tertentu yang menentukan kuat dan lemahnya arahan agenda
media ke agenda publik yang disebut dengan Contingent Conditions.
Efek media tidak akan sama antara satu sama lain karena sifatnya tidak
langsung, waktunya berlainan dan kondisi tiap orang berbeda. Karenanya,
berkembanglah riset Agenda Setting dimana periset mempertimbangkan
27
Contingent Condition atau variabel kontrol pada pengukuran hubungan
agenda media dan agenda publik, yang dibagi dalam dua level yaitu level
makro (berupa kompetisi antar media, tingkat profesionalitas, pandangan
sosial politis pekerja media dan karakteristik politik negara) dan level mikro
(tingkat orientasi, sumber, kredibilitas, tipe pesan yang sering disebut,
personalisasi dsb) (Kosicki, 1993:43).
Winter (1981:235-241) menekankan bahwa periset yang menguji
hipotesis Agenda Setting harus memperhatikan Contingent Conditions atau
atribut-atribut situasi dalam komunikasi terutama ketika melakukan survey,
dimana ada beberapa variabel tak terkontrol, dan tidak secara sederhana
mengindikasikasikan sebuah hubungan secara langsung. Atribut-atribut
tersebut dibagi menjadi dua, yakni atribut-atribut yang berhubungan dengan
stimulus dan atribut-atribut yang berhubungan dengan audiens. Atribut
stimulus terdiri dari exposure pada media (Zucker,1978), medium pesan
(Eyal,1975), Kredibilitas sumber informasi (Siune & Borre,1975). Sementara
atribut audiens terdiri dari Media Exposure (Mullins, 1973), Penggunaan
Media (Weaver,Mc Combs & Spellman,1975), Tipe Media (Weaver, Becker
& McCombs,1972), Pola ketertarikan (Mullins,1972), Komunikasi
Interpersonal (Mc.Combs & Shaw,1972).
Selain itu, Rakhmat (1991:69) berpendapat bahwa sifat-sifat stimulus
menyangkut; karakteristik isu (isu tersebut dialami langsung atau tidak), lama
terpaan media (apakah isu tersebut baru muncul atau tenggelam), kedekatan
geografis (isu tersebut bertingkat nasional atau lokal) dan sumber (apakah
media yang menyajikan kredibel atau tidak)
28
Dalam analisis hubungan agenda media dan agenda publik setidaknya
ada empat hal yang diperhatikan. Pertama, isu itu sendiri. Kedua, penyajian
isu dalam media (agenda media). Ketiga, pendapat publik sebagai
konsekuensi efek pemberitaan yang dituangkan dalam media (agenda publik).
Keempat, kondisi-kondisi tertentu yang memperlemah dan memperkuat
hubungan kedua agenda terkait isu
Gambar 2 . Skema Hubungan Agenda Media & Agenda Publik
e. Isu
Dalam Agenda Setting dari media massa, isu merupakan obyek yang
diramu dan disajikan kepada khalayak. Menurut Hidayat (1995:1), isu
AGENDA
MEDIA
AGENDA
PUBLIK
CONTINGENT CONDITIONS
Atribut Stimulus: Exposure pada Media (Zucker, 1978), Medium Pesan (Eyal, 1975), Kredibilitas Sumber Informasi (Eyal, 1975)
Atribut Audiens:
Media Exposure (Mullins, 1973), Penggunaan Media (Weaver, Mc Combs & Spellman, 1975), Tipe Media (Weaver, Becker & Mc Combs, 1972), Pola ketertarikan (Mullins, 1972), Komunikasi Interpersonal ( Mc.Combs & Shaw , 1972)
29
didefinisikan sebagai peristiwa atau situasi yang melibatkan perbedaan
pendapat atau pertentangan antar kelompok dalam masyarakat, ataupun yang
didefinisikan sebagai suatu permasalahan oleh kelompok.
Engel & Lang (1981: 451) menyebut isu dalam lima penafsiran.
Pertama, isu dapat berupa concern, atau masalah yang menjadi perhatian
pribadi publik. Kedua, berupa perception of key problem, atau persepsi dan
penjabaran-penjabaran dari masalah yang dihadapi masyarakat. Ketiga,berupa
penyebaran tentang kemungkinan yang mesti dipilih oleh publik, setuju atau
tidak setuju terhadap suatu kebijakan. Keempat, berupa public controversy,
suatu masalah yang mengandung pro dan kontra dalam masyarakat.
Kelima,berupa alasan atau faktor-faktor yang menjadi penentu jalan keluar
dalam suatu kesenjangan politik.
Shaw membedakan antara peristiwa dan isu. Peristiwa diartikan
sebagai kejadian-kejadian terlepas yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Isu
diartikan sebagai cakupan berita-berita kumulatif dari serangkaian-
serangkaian peritiwa yang berhubungan yang bersama-sama membentuk
kategori yang luas (Rogers dan Dearing,1985:566-567).
Dari beberapa pernyataan diatas, isu dapat diartikan sebagai
concern, atau masalah yang menjadi perhatian pribadi publik yang
melibatkan perbedaan pendapat atau pertentangan antar kelompok
dalam masyarakat, ataupun yang didefinisikan sebagai suatu
permasalahan oleh kelompok.
Penggunaan isu dalam penelitian Agenda Setting memuncukan tipe-
tipe penelitian yang berbeda-beda. Menurut Mc Combs (1981:123-124) ada 4
30
tipe penelitian Agenda Setting yang menguji hubungan antara Agenda media
dengan agenda publik:
1. Tipe penelitian pertama, yaitu penelitian yang menggunakan
sejumlah isu yang dianggap penting, dengan menggunakan
analisis isi agenda media di deskripsikan. Setelah itu hubungan
antara agenda media dan publik diuji.
2. Tipe penelitian kedua, yaitu penelitian yang menggunakan isu
tunggal. Pendekatan ini dilakukan dengan hanya menanyakan
satu isu saja.
3. Tipe penelitian ketiga, yaitu penelitian yang menggunakan
agregrat. Pada data tingkat agregat, isu dipandang sebagai
kesatuan analisisnya.
4. Tipe keempat, yaitu penelitian yang menggunakan data tingkat
individu. Fokus pengamatannya adalah pada perubahan-
perubahan individu, baik berkenaan dengan isu tunggal
maupun kelompok isu. Pada tingkat individu yang dipandang
sebagai kesatuan analisisnya adalah individu
f. Korupsi
1) Definisi Korupsi
Korupsi dalam bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere
yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok.
Korupsi bisa merupakan perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan
31
menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Korupsi ada diantara sektor publik dan sektor privat. Hal ini sejalan dengan
beberapa definisi mengenai korupsi sebagai berikut;
a) Corruption is the abuse of public power for private benefit (or
profit) (Transparency International Annual Report, 1999)
b) Corruption is an Act done an intend to give some advantage
incosistent with official duty and the rights of other. The Act of
an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully
uses his station or character to prosecure some benefit for
himself or for himself or for another person, contrary to duty
and the right of others.” (Black Dictionary Law)
c) “Corruption is transaction between private and public sector
through which collective goods are illegitimately converted
into private regarding payoff.”(Heidenhemer, Johnston,
LeVine, 1989:6)
d) “Corruption is behaviour that deviates from the formal rules
of conduct governing the actions of someone in a position of
public authority because private regarding motives such as
wealth, power” (Khan, 1996:12)
Istilah korupsi merujuk pada perbuatan buruk seperti penggelapan
uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya (Poerwadarminta, 1976). Namun
istilah korupsi sendiri sangat luas, tidak sebatas pada penggelapan uang atau
penerimaan uang sogok. Lebih luas lagi, korupsi juga menyangkut
32
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, dan sebagainya. Titik
ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh
para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi merupakan suatu hal yang sangat buruk dengan berbagai
macam ragam dan artinya. Lingkup sangat luas tersebut membuat Syeid
Hussein Alatas (2005:12) memasukkan unsur “nepotisme” dalam kelompok
korupsi, dalam klasifikasinya yaitu memasang keluarga atau teman pada pada
posisi pemerintahan tanpa memenuhi persyaratan tersebut. Alatas memaknai
korupsi sebagai penempatan kepentingan-kepentingan publik dibawah tujuan-
tujuan privat dengan pelanggaran norma-norma tugas dan kesejahteraan yang
dibarengi dengan keserbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan dan pengabaian
yang kejam atas setiap konsekuensi yang diderita oleh publik.
Korupsi berkaitan dengan dampak kerugian negara atau perekonomian
negara. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.31 Tahun 1999 tentang
Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah Diubah dengan Undang-Undang
No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan
mengacu pada pasal 2 tindak pidana korupsi merupakan “... perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara...”. Hal lainnya
ditambahkan pada pasal 3, bahwa tindak pidana korupsi juga menyangkut pada
“...tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
33
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara...”
Dari ulasan diatas, korupsi dapat diartikan sebagai perbuatan
penyalah gunaan kekuasaan dan tindakan memperkaya diri dengan
menempatkan kepentingan pribadi dan kelompok diatas kepentingan
publik yang menimbulkan kerugian pada keuangan dan perekonomian
negara dan kepentingan publik.
2) Akar Penyebab Korupsi
Akar dari munculnya korupsi biasanya tidak jauh dari motif
memperkaya diri dan mempertahankan kekuasaan. Dalam konteks korupsi
yang kecil-kecilan (petty corruption), mereka melakukannya dalam
kerangka untuk mempertahankan diri agar bertahan hidup karena gaji yang
pas-pasan. Sedangkan dalam korupsi yang besar (grand corruption),
pelakunya berusaha untuk terus mengakumulasi kekayaan, karena dengan
kekayaan (penguasaan atas sumber daya ekonomi) tersebut mereka dapat
mempertahankan bahkan meningkatkan kekuasaan politik mereka. Dalam
kasus petty corruption, akar korupsi adalah ketidakadilan dalam struktur
sebuah masyarakat. Sementara dalam kasus grand corruption, korupsi
terjadi karena adanya intensi untuk terus melakukan akumulasi kekayaan
yang berimplikasi pula pada penguatan kekuasaan (Ardyanto,2002:19-24).
Irisan persamaan keduanya, yaitu bahwa persoalan-persoalan ekonomi-
politik merupakan akar terjadinya korupsi.
34
Korelasi antara korupsi, kapitalisme dan demokrasi bisa dilihat dari
pemikiran John Girling (1997). Ada dua karakteristik utama dari ekonomi-
politik korupsi. Pertama, adanya sumbangan dana dari perusahaan
(corporate funding) bagi proses-proses politik. Kedua, adanya penetrasi
nilai-nilai pasar dalam kehidupan sosial dan politik. Ketidaksesuaian,
bahkan kotradiksi pun terjadi. Sistem ekonomi dalam kapitalisme selalu
memperjuangkan kepentingan-kepentingan pribadi (private) sebagai
akibatnya kepentingan publik terbengkalai. Dalam struktur masyarakat
kapitalis memang melahirkan nilai-nilai fetishism. Dalam bahasa yang
biasa/lazim di pakai adalah masyarakat yang materialistis, yaitu masyarakat
selalu mengejar materi/harta benda. sehingga menimbulkan ketidakadilan
dan penindasan terhadap kaum yang lemah (secara ekonomi maupun politik,
seperti buruh, petani, masyarakat adat, dsb).
Korupsi kemudian menjadi sebagai sebuah persoalan yang sudah
bersifat struktural. Adapun penyebabnya adalah, korupsi sangat dekat
dengan kekuasaan. Orang yang berkuasa punya kecenderungan sangat besar
untuk korup.
3) Jenis Korupsi
Definisi tentang korupsi dapat dipandang dari berbagai aspek seperti
yang dikemukakan Benvensie (dalam Suyatno, 2005:17-18) yang membagi
korupsi menjadi empat jenis yaitu Discretionery Corruption, Ilegal
Corruption, Mercenery Corruption, dan Ideological Corruptions.
35
a) Discretionary Corruption merujuk pada korupsi yang dilakukan
karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan,
sekalipun nampaknya tindakan tersebut seolah sah, bukanlah
praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi.
b) Ilegal Corruption merujuk pada tindakan-tindakan yang
bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum,
peraturan, atau regulasi tertentu.
c) Mercenery Corruptions merujuk pada tindak pidana korupsi
yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan pribadi
melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
d) Terakhir, Ideological Corruption, merupakan paduan dari jenis
ilegal Corruption dan Discretionery Corruption yang
dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
Menurut Syed Hussein Alatas bahwa inti gejala korupsi selalu dari
jenis pemerasan dan transaktif. Korupsi selebihnya berkisar di sekitar kedua
jenis tersebut dan merupakan jenis sampingannya. Syed Hussein Alatas
(1987: IX) membagi korupsi dalam tujuh tipologi sebagai berikut:
a) Korupsi transaktif (transactive corruption); Korupsi
transaktif menunjukkan adanya kesepakatan timbal balik
antara pihak pembeli dan pihak penerima, demi keuntungan
36
kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya
keuntungan ini oleh kedua-duanya.
b) Korupsi yang memeras (extortive corruption); Korupsi
yang memeras adalah jenis korupsi dimana pihak pemberi
dipaksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang
sedang mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-
orang dan hal-hal yang dihargainya
c) Korupsi investif (investive corruption); Korupsi investif
adalah pemberian barang atau jasa tanpa ada pertalian
langsung dari keuntungan tertentu, selain keuntungan yang
dibayangkan akan diperoleh di masa yang akan datang.
Jika hasil penilaian diatas nilai rata-rata keseluruhan (<X) maka
kredibilitasnya rendah. Sebaliknya kredibilitasnya tinggi jika
hasil penilaiannya dibawah rata-rata keseluruhan (> X)
b. Penggunaan Media.
Pengukuran dilakukan berdasar preferensi publik dalam
mengkonsumsi media guna mendapat informasi, serta waktu
yang diluangkan publik untuk media. Dalam penelitian ini
peneliti memberi 5 opsi media yakni : Televisi, Radio, Surat
Kabar Konvensional, Majalah, Internet (Online Newspaper).
Pengukuran masing-masing opsi media menggunakan skala 1-4:
Nilai 1: Tidak pernah (membaca/ menonton/ mendengar/
mengakses);
Nilai 2 : Jarang (membaca/menonton/mendengar/mengakses);
Nilai 3 : Sering (membaca/menonton/mendengar/mengakses);
Nilai 4 : Selalu (membaca/menonton/mendengar/mengakses)
Penggunaan media yang tinggi pada 5 opsi media diatas ditandai
dengan skor sama dengan atau diatas 15 (x ≥ 15). Jika skornya
dibawah 15 (x ≤ 15) maka digolongkan dalam penggunaan
media yang rendah
71
c. Pola Ketertarikan.
Ada tiga indikator yang digunakan untuk mengukur Pola
Ketertarikan; (1) Pengenalan terhadap isu, (2) minat terhadap
isu, (3) nilai guna isu tersebut bagi individu. Pengukuran
dilakukan dengan skala Likert 1-4 :
Nilai 1 : Tidak Familiar/ tidak ber minat/tidak berguna
Nilai 2: Kurang Familiar/ kurang berminat/ kurang berguna ;
Nilai 3: Familiar/ Berminat/ Berguna
Nilai 4: Sangat Familiar/sangat berminat/sangat berguna.
Pola ketertarikan yang tinggi ditandai dengan skor sama dengan
atau diatas 9 (x ≥ 9). Jika skornya dibawah 9 (x ≤ 9) maka
digolongkan dalam pola ketertarikan yang rendah
5. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan tiga teknik analisis data yaitu analisa data
univariat, bivariat dan multivariat. Ketiganya menggunakan bantuan SPSS
16.0. Berikut penjelasannya;
a. Analisis Data Univariat
Analisa data univariat akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi. Analisis ini digunakan untuk menggambarkan karakteristik
responden dan hasil temuan.
b. Analisis Data Bivariat
Setelah data terkumpul dan diukur, akan dilakukan analisa data yang
bertujuan menentukan kuat lemahnya hubungan antara agenda media
72
Online Newspaper dengan agenda publik mahasiswa yang diukur
dengan hitungan statistik SPSS 16.0 dengan Teknik Korelasi Rank
Spearman :
γs = 1 - 6∑di2
N (N -1)
Keterangan D= Perbedaan atau selisih antara pasangan rangking
N = Jumlah sub isu yang diamati
c. Analisis Data Multivariat
Kemudian, akan dilakukan analisa pengaruh variabel kontrol terhadap
hubungan agenda media dan publik dengan elaborasi. Uji dilakukan
dengan SPSS 16.0. Perbedaan koefisien korelasi antara variabel
independen dengan variabel dependen dalam kondisi yang berbeda,
diuji dengan rumus:
Z hitung = 3N
13N
1
ZZ
21
21
−+
−
−
Keterangan :
Z1= nilai γ1 yang telah dikonversikan ke nilai Z Z2= nilai γ2 yang telah dikonversikan ke nilai Z N1= Jumlah Sample dalam kelompok 1 N2= Jumlah Sample dalam kelompok 2
Sehingga ada 4 hipotesis yang akan diuji :
1. Hipotesis 1
73
Ho.1 : Tidak ada korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa
H1.1 : Ada korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper kompas.com dengan agenda publik mahasiswa
2. Hipotesis 2
Ho.2 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia tidak berbeda dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut menilai kompas.com mempunyai kredibilitas tinggi dibandingkan dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut menilai kompas.com mempunyai kredibililitas rendah.
H1.2 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia akan lebih kuat dalam kondisi dimana publik mahasiswa menilai kompas.com mempunyai kredibilitas tinggi dibandingkan dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut menilai kompas.com mempunyai kredibililitas rendah.
3. Hipotesis 3
Ho.3 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia tidak berbeda dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang tinggi dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang rendah.
H1.3 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia akan lebih kuat dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang tingi dibandingkan dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut pengguna media yang rendah.
4. Hipotesis 4
74
Ho.4 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia tidak berbeda dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat ketertarikan yang tinggi dibandingkan kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat keterterikan yang rendah
H1.4 : Korelasi (hubungan) antara agenda media Online Newspaper Kompas.com dengan agenda publik mahasiswa Pascasarjana FH UGM tentang pentingnya isu korupsi di Indonesia akan lebih kuat dalam kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat ketertarikan yang tinggi dibandingkan kondisi dimana publik mahasiswa tersebut memiliki tingkat keterterikan yang rendah
Keempat Hipotesis tersebut dapat dirumuskan secara statistik dengan SPSS
16.0, seperti berikut :
1. Uji Hipotesis 1 menggunakan teknik analisis data bivariat. Secara
statistic dirumuskan dengan :
Γs =0 Γs ≠0 Pada tingkat signifikansi P<0.05 Γs adalah korelasi antara agenda media Online Newspaperkompas.com
dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM Yogyakarta.
2. Uji Hipotesis 2 menggunakan teknik analisis multivariat. Dirumuskan
dengan;
Γxy.A1 = Γxy.A2 Γxy.A1 > Γxy.A2 Pada tingkat signifikansi P<0.05 Γxy.A1 = korelasi antara agenda media Online Newspaper
kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM
Yogyakarta yang menilai kredibilitas kompas.com tinggi
75
Γxy.A2 = korelasi antara agenda media Online Newspaper
kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM
Yogyakarta yang menilai kredibilitas kompas.com rendah
3. Uji Hipotesis 3 menggunakan teknik analisis multivariat. Dirumuskan
dengan;
Γxy.A1 = Γxy.A2 Γxy.A1 > Γxy.A2 Pada tingkat signifikansi P<0.05
Γxy.A1 = korelasi antara agenda media Online Newspaper
kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM
Yogyakarta dengan penggunaan media yang tinggi
Γxy.A2 = korelasi antara agenda media Online Newspaper
kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM
Yogyakarta dengan penggunaan media yang rendah
4. Uji Hipotesis 4 menggunakan teknik analisis multivariat. Dirumuskan
dengan;
Γxy.A1 = Γxy.A2 Γxy.A1 > Γxy.A2 Pada tingkat signifikansi P<0.05 Γxy.A1 = korelasi antara agenda media Online Newspaper
kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM
Yogyakarta dengan pola ketertarikan tinggi
Γxy.A2 = korelasi antara agenda media Online Newspaper
kompas.com dengan agenda publik mahasiswa pascasarjana FH UGM
Yogyakarta dengan pola ketertarikan rendah
76
6. Model Analisis
G. KELEMAHAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN
1. Generalisasi hasil penelitian hanya pada satu lingkungan terbatas,
yakni publik mahasiswa Pascasarjana fakultas Hukum UGM
Yogyakarta
2. Kerangka waktu penelitian didasarkan pada penilaian peneliti saja,
menyesuaikan antara waktu pengumpulan data agenda media dan
waktu pengumpulandata agenda publik. Untuk mengumpulkan data
agenda media berdasar analisis isi dilakukan peneliti dengan melihat
isu yang terjadi.
3. Variabel kontrol yang digunakan terbatas yakni tiga : kredibilias
media, penggunaan media dan pola ketertarikan, sehingga tidak cukup
menjelaskan kondisi secara keseluruhan saat mengontrol hubungan
antara agenda media online newspaper dengan publik mahasiswa