Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Era globalisasi menuntut banyak perhatian serta tenaga untuk berproduksi, sehingga anak-anak yang sibuk bekerja dan mempunyai orang tua lanjut usia tidak punya waktu cukup untuk mengurusi orang tuanya. Sehingga menitipkan orang tua mereka di Panti Jompo yang dianggap bisa memenuhi kebutuhan orang tuanya. Lansia yang tinggal di Panti Jompo mempunyai lingkungan yang berbeda dengan lansia yang tinggal di rumah sendiri atau tinggal dengan keluarga. Sikap masyarakat atau lingkungan terhadap lansia banyak mempengaruhi harga diri mereka. (http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/lansia/ ) akses tgl 15 Januari 2010 Secara garis besar orang dianggap lanjut usia atau lansia setelah berusia sekitar 60 atau 65 tahun. Usia memang ditandai oleh suatu proses yang sangat nampak dan bisa dilihat dengan jelas sekali. Secara fisik adalah yang paling kelihatan, akan ada perubahan-perubahan yang menandakan menuanya seseorang. Di Panti Jompo Wredha Hanna pengurus menerima lanjut usia dengan usia 55 tahun keatas, dengan syarat kondisi fisik yang baik, tidak dalam kondisi sakit berat (Jantung dll). Namun pada kenyataannya, banyak lansia yang tinggal di Panti Jompo
26

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

Mar 07, 2019

Download

Documents

buituyen
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

1  

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Era globalisasi menuntut banyak perhatian serta tenaga untuk

berproduksi, sehingga anak-anak yang sibuk bekerja dan mempunyai

orang tua lanjut usia tidak punya waktu cukup untuk mengurusi orang

tuanya. Sehingga menitipkan orang tua mereka di Panti Jompo yang

dianggap bisa memenuhi kebutuhan orang tuanya. Lansia yang tinggal di

Panti Jompo mempunyai lingkungan yang berbeda dengan lansia yang

tinggal di rumah sendiri atau tinggal dengan keluarga. Sikap masyarakat

atau lingkungan terhadap lansia banyak mempengaruhi harga diri mereka.

(http://creasoft.wordpress.com/2008/04/15/lansia/) akses tgl 15 Januari

2010

Secara garis besar orang dianggap lanjut usia atau lansia setelah

berusia sekitar 60 atau 65 tahun. Usia memang ditandai oleh suatu proses

yang sangat nampak dan bisa dilihat dengan jelas sekali. Secara fisik

adalah yang paling kelihatan, akan ada perubahan-perubahan yang

menandakan menuanya seseorang. Di Panti Jompo Wredha Hanna

pengurus menerima lanjut usia dengan usia 55 tahun keatas, dengan syarat

kondisi fisik yang baik, tidak dalam kondisi sakit berat (Jantung dll).

Namun pada kenyataannya, banyak lansia yang tinggal di Panti Jompo

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

2  

memiliki penyakit seperti jantung, diabetes, asam urat dll. Usia termuda

adalah 55 tahun dan usia tertua 105 tahun. (Wawancara dengan Pak Budi,

Bagian Administrasi tanggal 19 Juli 2010). Keseluruhan lanjut usia

tersebut memiliki latar belakang masing-masing ketika masuk ke Panti

Jompo Wredha Hanna.

Di Indonesia, pemerintah dan lembaga-lembaga pengelola lansia,

memberi patokan bahwa mereka yang disebut lansia adalah yang telah

mencapai usia 60 tahun yang dinyatakan dengan pemberian KTP seumur

hidup. Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih baik secara fisik masih

berkemampuan (potensial) maupun karena permasalahannya dan tidak

mampu berperan secara kontributif dalam pembangunan. (Depsos RI

tahun 1997 dan UU RI No. 13 Tahun 1998). Namun di negara maju diberi

patokan yang lebih spesifik: 65 - 75 tahun disebut old, 76 - 90 tahun

disebut old -- old dan 90 tahun ke atas disebut very old.

Secara psikologis lanjut usia adalah fase usia yang memiliki

kebutuhan dan karakteristik tersendiri yang unik berbeda dengan fase-fase

perkembangan sebelumnya. Secara umum adalah seperti itu, secara

indvidual pun mereka memiliki keunikan artinya sekalipun mereka sama-

sama lansia tapi mereka pasti memiliki karakteristik yang berbeda. Oleh

karena itu seorang perawat lansia selain harus paham mengenai

karakterisitik serta tugas perkembangan dan kebutuhan lansia secara

umum juga perlu melakukan kajian secara individual dari lansianya.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

3  

Pada pengertiannya, Panti Jompo merupakan tempat berkumpulnya

orang-orang lanjut usia yang secara sukarela ataupun diserahkan oleh

pihak keluarga untuk diurus segala keperluannya, tempat seperti ini ada

yang dikelola oleh pemerintah maupun pihak swasta. Hal ini merupakan

kewajiban negara untuk menjaga dan memelihara satiap warga negaranya.

Sebagaimana tercantum dalam UU No. 12 Tahun. 1996 (Direktorat

Jenderal, Departemen Hukum dan HAM).

(www.cybertokoh.com/bacaan/wanita/PantiJompo) akses tanggal 15

Januari 2010

Pemerintah telah membentuk suatu wadah untuk mengatasi

masalah yang terjadi pada lansia yaitu Panti Wredha atau yang lebih

dikenal dengan sebutan Panti Jompo. Pada awalnya Panti Jompo

diperuntukan bagi lansia yang terlantar atau dalam keadaan ekonomi

keluarga yang serba kekurangan namun seiring dengan meningkatnya

kebutuhan akan perawatan bagi lansia maka kini berkembang Panti-Panti

berbasis swasta yang umumnya untuk lansia dengan keadaan ekonomi

berkecukupan.

Salah satu Panti Jompo yang ada di Yogyakarta adalah Panti

Wredha Hanna. Lokasinya cukup mudah dijangkau dan tidak sulit dicari.

Biaya tinggal dan perawatan di Panti Jompo Werda Hanna terbilang cukup

murah dibanding dengan Panti Jompo lain yang ada di Yogyakarta seperti

Panti Jompo Abiyoso dan Panti Jompo Budi Dharma Yogyakarta yang

terbilang cukup mewah. Di Wredha Hanna harga per kamar berkisar antara

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

4  

400 ribu sampai 1 juta rupiah. Jumlah penghuni Panti Jompo Werda

Hanna sebanyak 38 orang dan mereka di rawat oleh 9 orang perawat yang

bertugas secara bergantian (shift). Di Panti Jompo Wredha Hanna ada hal

yang membuatnya berbeda diantara Panti Jompo lainnya yaitu seluruh

penghuninya berjenis kelamin perempuan, tidak campur seperti Panti

Jompo lainnya. Seperti yang diungkapkan oleh pimpinan Panti:

Pada mulanya Panti wreda didirikan, sama seperti Panti Jompo yang lain, yaitu penghuni lansianya pria dan wanita, namun seiring berjalannya waktu seringnya malah ada kesalahpahaman dan merasa adanya ketidakcocokan oleh karena itu pengurus yayasan membuat kebijakan agar Panti Wredha Hanna dibuat khusus lansia wanita saja. (Wawancara dengan Pimpinan Panti tanggal 28 April 2010)

Karena keberadaan lansia di Panti Jompo dengan berbagai karakter

serta memiliki berbagai ragam problematika maka dipandang perlu untuk

memberikan suatu penanganan khusus sesuai kelebihan serta kekurangan

yang mereka miliki. Di Panti Wreda Hanna selain mendapatkan pelayanan

berupa pemenuhan kebutuhan dasar juga memberikan fungsi positif

lainnya, yaitu program-program pelayanan sosial yang bisa memberikan

kesibukan kepada mereka sebagai pengisi waktu luang. Diantaranya

pemberian bimbingan sosial, bimbingan mental spiritual, rekreasi,

penyaluran bakat dan hobby, terapi kelompok, senam dan banyak kegiatan

lainnya. Namun, dari sekian banyak kegiatan positif yang diberikan pihak

Panti, dapat dipastikan bahwa tidak semua lansia ikut dalam kegiatan

tersebut.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

5  

Banyak perubahan yang terjadi pada diri, kebiasaan dan perilaku

lansia. Contoh yang paling kecil adalah lansia yang sulit diatur ketika

makan, sulit tidur, suka teriak-teriak. Ada pula Perubahan selanjutnya

adalah dalam hal minat dan ketertarikan terhadap sesuatu. Hurlock dalam

bukunya Psikologi Perkembangan menjelaskan bahwa hal ini penting

untuk diketahui, karena bagaimanapun juga penyesuaian pada usia lanjut

sangat dipengaruhi oleh perubahan minat dan keinginan yang dilakukan

secara sukarela atau terpaksa. Minat tertentu dianggap sebagai keinginan

orang lanjut usia seperti minat pada diri sendiri, minat berekreasi,

keinginan sosial dan minat untuk mati. (Hurlock 2004:393). Menurut

pengakuan yang pernah diungkapkan oleh salah satu lansia yaitu Mbah

Sah kepada penulis ketika wawancara beliau mengatakan:

Kulo niki sampun sepuh mbak, mboten wonten keluarga sing njenguk kulo, bojo kulo sampun mati, kulo mboten gadhah lare, nek kulo mikir, yo nggo opo kulo niki urip, sajake arep nyusul mati bojo kulo wae.

Saya ini sudah tua mbak, nggak ada keluarga yang menjenguk saya lagi, suami saya sudah meninggal, saya nggak punya anak, kalau saya pikir, ya buat apa saya ini hidup, saya ingin menyusul suami saya mati saja. (wawancara dengan Mbah Sah, salah satu penghuni Panti Wredha Yogyakarta, tgl 12 Maret 2009).

Pengakuan beliau menunjukkan bahwa beliau berkeinginan untuk

mengakhiri hidup saja, karena merasa tidak memiliki keluarga lagi dan

beliau terkesan tidak memiliki gairah hidup lagi. Hurlock (2004:402)

menambahkan bahwa semakin lanjut usia seseorang, biasanya mereka

menjadi semakin kurang tertarik terhadap kehidupan dan lebih

mementingkan tentang kematian itu sendiri serta kematian dirinya. Hal

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

6  

tersebut juga diperkuat oleh Pimpinan Panti seperti wawancara dibawah

ini:

Ada oma yang mempunyai latar belakang masa lalu tidak menyenangkan sehingga hampir setiap hari ngomongnya cuma pengen mati aja, selain itu ada juga oma yang dipojokan (sambil menunjuk ke arah kamar salah satu lansia) sering teriak-teriak sambil memaki-maki anaknya padahal anaknya tidak ada disitu, ada juga oma yang kalo tidak diawasi selalu keluar Panti ingin kabur, saya tekankan agar mbak-mbak perawat harus mengawasi oma-oma yang memiliki sikap dan kebiasaan seperti ini, karena hal seperti ini bisa menyebabkan sikap-sikap yang merugikan contohnya bunuh diri dan kabur (Wawancara dengan Ibu Kristin tanggal 28 April 2010)

Sisi emosi lansia seringkali mereka memiliki perasaan tidak

berguna, tidak mampu mengerjakan sesuatu, perasaan tidak berharga,

tidak bermanfaat, tidak dihargai, perasaan terasing, kesepian, tidak

diperhatikan baik itu oleh keluarga maupun lingkungan lansia berada dll.

Ada banyak lansia di Panti Jompo Wredha Hanna yang mengalami hal

tersebut. Ketika peneliti mencoba berbicara kepada beberapa lansia dan

menanyakan, hasilnya hampir semua sama yaitu merasa tidak berguna

lagi, merasa sendiri dihari tuanya, dan merasa tidak disayangi oleh

keluarganya. Perasaan tersebut timbul karena merasa rendah diri yang

datang seiring dengan perubahan fisik dan usia. Sehingga hal tersebut

mendorong lansia menjadi merasa tidak enak dan rendah mutunya yang

berujung pada kehilangan motivasi untuk hidup maupun untuk

mengerjakan sesuatu. (Hurlock, 2004:407).

Ada pula kasus yang sering dialami lansia di Panti Jompo ini,

menurut pengasuhnya, Mbak Murti, Oma yang diasuhnya yaitu Oma Rina.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

7  

Oma Rina selalu ingin mengakhiri hidup. Tak hanya sekali beliau

mencoba bunuh diri tapi sudah berkali-kali, namun selalu gagal. Beliau

merasa hidup sudah tidak ada artinya lagi bila tidak berguna bagi orang

lain. Ditambah lagi beliau menderita penyakit asam urat dan diabetes,

sehingga keinginan untuk hidup tidak ada lagi. Selama ini yang menjadi

penguat beliau hingga saat ini adalah anaknya yang belum menikah, beliau

ingin menikahkan putra bungsunya dan pasrah jika dipanggil Tuhan

setelah itu. Perawat dan teman-temannya sesama penghuni Panti juga

sering memberikan motivasi kepada beliau agar beliau tidak dalam

kesedihan.

Lansia dengan sikap diri negatif akan merasa apa yang

dilakukannya selalu salah dan biasanya mudah menyerah. Beberapa cara

yang dapat dilakukan perawat dalam menangani lansia dengan rasa kurang

percaya diri dan sikap diri negatif, salah satunya adalah lansia harus

menerima diri apa adanya. Lansia rendah diri memerlukan pemahaman

orang-orang disekitarnya. Pembentukan rasa percaya diri yang rendah ini

akan memang sangat dipengaruhi oleh orang-orang disekitarnya. Untuk

menumbuhkan sikap diri positif pada lansia, perawat memberikan

perhatian dan kasih sayang sebagai pengganti keluarga. Dengan begitu

menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain.

Menciptakan kehidupan Panti bagi lansia yang memungkinkan

para lansia hidup dengan tenang, merasa berharga, dihargai hak-hak dan

derajatnya serta terpenuhi segala kebutuhannya baik fisik, psikis, maupun

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

8  

sosial tidak pernah terlepas dari peranan dan intervensi seorang perawat

profesional yang paham betul akan peran dan fungsinya dalam Panti.

Karena lansia memiliki keterbatasan dalam pola komunikasi dan pola

pikirnya sehingga sering bersikap negatif terhadap dirinya sendiri maka

perawat dituntut memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik kepada

lansia. Untuk itu perawat menerapkan komunikasi persuasif dalam

membangun sikap positif dalam diri lansia. Dalam melakukan komunikasi

persuasif tujuan utamanya adalah mempengaruhi agar lansia dapat

mendengarkan dan menjalankan apa yang disampaikan oleh perawat

dengan baik, hal tersebut disampaikan melalui komunikasi verbal, selain

itu perawat juga melakukan komunikasi nonverbal untuk meyakinkan

lansia. Di dalam melakukan pekerjaannya merawat lansia, mempersuasi

lansia dianggap tidak mudah, lansia yang berlatar belakang seperti contoh

diatas memiliki sikap negatif yang tidak sekali dilakukan namun berkali-

kali. Untuk itu komunikasi persuasif dilakukan oleh perawat untuk

membangun sikap positif pada diri lansia, meskipun sikap negatif tersebut

sering dilakukan lagi namun perawat selalu berusaha secara perlahan-

lahan agar perbuatan tersebut tidak diulangi lagi.

Perawat adalah peran pengganti keluarga lansia di Panti wreda,

meskipun yang paling utama adalah keluarganya sendiri. Komunikasi

persuasif yang dilakukan oleh perawat adalah untuk membangun sikap

positif lansia untuk dirinya sendiri dan untuk lingkungannya. Komunikasi

pada lansia membutuhkan perhatian khusus. Perawat harus waspada

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

9  

terhadap perubahan fisik, psikologi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi

pola komunikasi. Proses komunikasi persuasif perawat dengan lansia pada

dasarnya adalah mengajari, menumbuhkan, bahkan mempengaruhi lansia

untuk menjadi lansia yang memiliki sikap diri positif. Memberi dukungan

dengan sentuhan sebagai wujud perhatian perawat pada lansia. Memberi

semangat lansia dalam melakukan hal yang positif.

Melihat pentingnya proses komunikasi antara perawat dengan

lansia dalam membangun sikap positif lansia maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul: Komunikasi Persuasif Perawat

Dengan Lansia Dalam Membangun Sikap Positif Lansia Di Panti Jompo

Wredha Hanna Yogyakarta.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas maka penting dilakukan

penelitian dalam hal komunikasi persuasif perawat dalam membangun

sikap positif lansia. Sehingga dapat dirumuskan sebuah masalah:

Bagaimana komunikasi persuasif perawat dalam membangun sikap positif

lansia di Panti Wreda Hanna Yogyakarta?

C. TUJUAN PENELITIAN

Peneliti memiliki tujuan yaitu menggambarkan komunikasi

persuasif perawat dalam membangun sikap positif lansia di Panti Wreda

Hanna Yogyakarta.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

10  

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan baik bagi segi teoritis maupun segi praktis.

1. Secara teoritis

Memberikan kontribusi teoritis yang konstruktif bagi

pengembangan ilmu komunikasi mengenai komunikasi interpersonal

perawat dengan lansia di Panti Jompo.

2. Secara praktis

2.1 Bagi Panti Jompo Wredha Hanna Yogyakarta, dapat digunakan

sebagai masukan dalam membangun sikap positif pada lansia.

2.2 Bagi perawat, dapat semakin meningkatkan kemampuan

komunikasi persuasif perawat dalam membangun sikap positif,

sehingga permasalahan-permasalahan di Panti Jompo Wreda

Hanna bisa diatasi.

E. KERANGKA TEORI

1. Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif menurut Dedy Iriantara adalah komunikasi

yang bersifat mempengaruhi tindakan, perilaku, pikiran dan pendapat

tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik, atau non fisik. Menurutnya dalam

melakukan komunikasi persuasif, argumen komunikator haruslah argumen

yang masuk akal atau rasional, sehingga dapat meyakinkan lawan

bicaranya atau komunikan, sehingga komunikan akhirnya mau berperilaku

seperti yang diinginkan komunikator (Jamaluddin, 1997: 243). Hal yang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

11  

perlu diperhatikan dalam berkomunikasi persuasif adalah karakteristik dari

komunikator. Karena ketika komunikator berkomunikasi, yang

berpengaruh bukan hanya yang dikatakannya, tetapi keadaan komunikator

itu sendiri. Komunikator tidak dapat merubah sikap komunikan hanya

dengan yang dikatakannya.

Senada dengan yang dikatakan oleh Iriantara, Komunikasi

persuasif menurut Burgon & Huffner (2002) dapat didefenisikan sebagai

berikut:

Proses komunikasi yang mengajak atau membujuk orang lain dengan tujuan mengubah sikap, keyakinan dan pendapat sesuai keinginan komunikator. Pada definisi ini ‘ajakan’ atau ‘bujukan’ adalah tanpa unsur ancaman/ paksaan.

Bila kita merujuk kepada definisi komunikasi persuasi tersebut

maka komunikasi persuasi tentunya tanpa aspek agresi. Oleh karena itu,

komunikasi persuasi diatas termasuk dalam pola komunikasi yang asertif

(Ghojali: 2010).

Soemirat (2007:26) mendefinisikan komunikasi persuasif adalah

sebagai suatu proses, yakni proses mempengaruhi sikap, pendapat dan

perilaku orang lain, baik secara verbal maupun nonverbal. Proses itu

sendiri adalah setiap gejala atau fenomena yang menunjukkan suatu

perubahan yang terus-menerus dalam konteks waktu, setiap pelaksanaan

atau perlakuan secara terus-menerus.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

12  

Dari beberapa definisi komunikasi yang dikemukakan oleh para

ahli, tampak bahwa persuasi merupakan proses komunikasi yang bertujuan

untuk mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku seseorang, baik secara

verbal maupun nonverbal. Komunikasi yang lancar mungkin dpt membuat

lansia bisa diajak berfikir positif.

Tujuan komunikasi itu sendiri merubah sikap (attitude) dan

perilaku (behavior). Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,

berfikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai

(Jamaluddin, 1997: 40). Sedangkan tingkah laku adalah fungsi dari pada

sikap. Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir dan

merupakan proses belajar. Oleh karena itu sikap dapat diperteguh atau

dirubah. Pembentukan sikap dan perubahan sikap tidak terjadi dengan

sendirinya. Sikap terbentuk melalui hubungan antar individu, kelompol,

melalui surat kabar dll. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan

sehari-hari banyak memiliki peranan.

2. Elemen yang mendukung komunikasi persuasif

2.1 Kredibilitas komunikator

Hovland, Janis dan Kelly (1953) menyebutkan bahwa komponen-

komponen kredibilitas terdiri dari 2 hal yang paling penting, yaitu keahlian

dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikan dengan

topik yang dibicarakan. Komunikator yang dinilai tinggi dianggap sebagai

cerdas, mampu, ahli dan berpengalaman. Kepercayaan adalah kesan

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

13  

komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya, apakah

komunikator dinilai jujur, tulus, bermoral, adil, etis atau bahkan

sebaliknya (Soemirat, 1998: 42)

Rakhmat (1986:257) mendefinisikan kredibilitas sebagai

seperangkat persepsi komunikan tentang sifat-sifat komunikator. Menurut

Rakhmat, dalam konsep kredibilitas, paling tidak tercakup dua hal, yakni

pertama kredibilitas merupakan persepsi komunikan, jadi tidak inheren

dalam diri komunikan; kedua, kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat

komunikator.

Kredibilitas berkaitan dengan persepsi penerima tentang diri

sumber. Oleh karena itu, karakteristik dari kredibilitas sangat kompleks,

tidak saja menyangkut aspek usia, jenis kelamin dan sosioekonomi, tetapi

juga berkaitan dengan posisi, pengetahuan tentang topik yang dibicarakan,

kesungguhannya, dan lain-lain. Jadi, dalam konsep kredibilitas, terkait

aspek berbagai harapan penerima tentang masa lalu, masa kini, dan masa

yang akan datang pembicara (persuader). Singkatnya, seperti yang

dikatakan Rakhmat (1986) bahwa kredibilitas merupakan masalah persepsi

maka ia berubah-ubah tergantung pada pelaku persepsi, yakni

penerima/persuader, topik yang dibicarakan, dan situasi.

Karena kredibilitas itu masalah persepsi, jadi kredibilitas dapat

berubah-ubah tergantung pada pelaku persepsi atau komunikan, topik yang

dibahas dan situasi pada penyampaian pesan. Selain itu, dalam kredibilitas

dibutuhkan juga kesamaan. Roger berkata orang mudah berempati dan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

14  

merasakan perasaan orang lain yang dipandangnya sama dengan mereka

(Jalaluddin, 1984: 262) persamaan itu berupa kepercayaan, sikap, maksud

dan nilai-nilai sehubungan dengan suatu persoalan. Karena kredibilitas

tersebut dapat menjadi salah satu poin penting dapat sampainya pesan

persuasif dari komunikator ke komunikan. Semakin komunikator memiliki

kredibilitas yang baik maka akan lebih mudah merubah sikap komunikan

sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

2.2 Pesan Verbal dan Non verbal Dalam Komunikasi Persuasif 

Menurut Blake dan Haroldsen (1979) pesan merupakan simbol

yang diarahkan secara selektif yang diperuntukkan dalam

mengkomunikasikan informasi. Dalam proses komunikasi, pesan yang

disampaikan dapat berupa verbal dapat pula nonverbal. Dapat disengaja

(intentional), dapat pula tak disengaja (unintentional). Pesan verbal

merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam keberhasilan

komunikasi persuasif. Di dalamnya terdapat aspek rangsangan wicara dan

penggunaan kata-kata. Tidak setiap rangsangan wicara dapat diterima

langsung oleh sasaran, paling tidak hal ini tergantung pada sistem

penginderaan, persepsi, perhatian, memori, dan berpikir. Sedangkan pesan

nonverbal terdiri atas body notion or kinesics behavior, paralanguage,

proxemics, olfaction, skin sensitivity to touch and temperatur, dan use the

artifacts. Suatu pesan dikatakan efektif bila makna pesan yang dikirim

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

15  

persuader berkaitan erat dengan makna pesan yang diterima atau ditangkap

serta dipahami oleh sasaran (Soemirat: 1998).

Menurut Jeany Ivones (2009:89) gaya komunikasi yang

dipergunakan perawat untuk lansia dalam mempersuasi memerlukan hal-

hal dibawah ini:

a. Bahasa Verbal, secara formal digunakan untuk menunjukkan

maksud dan tujuan tertentu. secara informal untuk bersosialisasi.

Komunikasi efektif harus diawali dengan bahasa verbal yang tepat,

seperti memanggil nama. Adapun teknik dalam bahasa verbal

yaitu:

Berhadapan langsung (confronting). Ketika respon verbal dan non

verbal pada lansia tidak sama, teknik ini dapat dilakukan. Tidak

dianjurkan pada klien lansia yang sedang gelisah atau bingung.

Bertanya, Bertanya langsung: membantu untuk mendapat

informasi spesifik. Jika berlebihan dapat menyebabkan lansia

defensif. (menggunakan pertanyaan tertutup ya/tidak). Bertanya

terbuka-tertutup : meliputi pertanyaan reflektif, klarifikasi,

parafrase, contohnya : anda sedang sedih, mengapa?

Social communication. Tujuannya untuk lebih membina hubungan

saling percaya dengan lansia untuk memperoleh informasi lain

diluar info kesehatan lansia.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

16  

b. Bahasa Non-Verbal, perawat perlu memperhatikan hal-hal dibawah

ini:

Simbol, contohnya cara berpakaian menentukan identitas pribadi

seseorang.

Nada suara (tone voice), bisa menunjukkan emosi seseorang,

mengindikasikan emosi pada lansia. Pada lansia saat kita

berkomunikasi hendaknya menggunakan nada yang rendah.

Body language, dapat digunakan untuk memvalidasi maksud atau

tujuan komunikasi. Body language pasien harus diperhatikan

karena body language yang tidak sesuai dapat menjadi barier

komunikasi. Oleh karena itu perawat harus menempatkan diri

untuk berkomunikasi dengan lansia.

Space or distance, and position. Public space, area tidak ada

hubungan dengan orang lain (>12 kaki). Social space, komunikasi

terjadi dalam tahap interpersonal (4-12 kaki). Personal space,

seberapa dekat orang dapat berkomunikasi dengan kita dan kita

merasa nyaman (18 inci – 4 kaki). Intimate space, hanya orang

tertentu yang boleh masuk.

Gesture, digunakan untuk membantu menyampaikan maksud dari

komunikasi. Gesture sangat membantu pada orang yang tidak

dapat mendengar.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

17  

Ekspresi wajah, digunakan untuk komunikasi antarbudaya dan

bangsa. Karena ekspresi takut, marah, sedih, senang, dll bisa

ditunjukkan lewat ekspresi wajah.

Kontak mata, posisi sejajar menunjukkan respect terhadap lawan

bicara

Kecepatan komunikasi, jangan tergesa-gesa ketika berkomunikasi

dengan lansia, karena menyebabkan kebingungan dan frustrasi.

Waktu, terlalu menyampaikan di awal membuat lansia lupa. Dan

menyampaikan diakhir membuat stress atau frustrasi. Komunikasi

di malam hari mengganggu waktu tidur lansia.membutuhkan yang

lebih lama dan sabar untuk komunikasi dengan lansia.

Sentuhan, metode untuk mengungkapkan perhatian dan caring.

Sentuhan dapat menurunkan perasaan depresi, dapat meningkatkan

keberadaan dan rasa penghargaan bagi lansia.

Silence, bentuk komunikasi yang ditunjukkan ketika lansia

berduka, cemas, sakit.

3. Komunikasi Persuasif Dalam Membangun Sikap Positif

a. Karakteristik Sikap

Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan

merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, dan nilai, mempunyai daya

pendorong atau motivasi, relatif menetap, mengandung aspek evaluatif,

dan sikap timbul dari hasil pengalaman (Soemirat: 1998). Karakteristik

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

18  

sikap adalah memiliki objek, memiliki arah, derajat, dan intensitas, dapat

dipelajari, dan bersifat stabil serta tahan lama.

Ada tiga komponen sikap, yakni komponen kognitif, afektif, dan

konatif. Komponen kognitif berkaitan dengan kepercayaan tentang objek,

ide dan konsep. Komponen afektif berkaitan dengan perasaan yang

menyangkut aspek emosional. Komponen konatif merupakan

kecenderungan seseorang untuk berperilaku. Manifestasi sikap tidak dapat

langsung dilihat, tetapi harus ditafsirkan terlebih dahulu sebagai tingkah

laku yang masih tertutup. Sikap individual seseorang dapat dibedakan atas

sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif adalah sikap yang

menunjukkan atau memperlihatkan, menerima, mengakui, menyetujui dan

melaksanakan norma-norma yang berlaku dimana individu itu berada.

Sedangkan sikap negatif adalah sikap yang menunjukkan atau

memperlihatkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma-norma

yang berlaku dimana individu itu berada.

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pembentukan sikap

seseorang, yakni pengaruh faal, kepribadian, dan faktor eksternal.

Pengaruh faal berkaitan dengan aspek biologis seseorang, sedangkan

faktor kepribadian menyangkut perpaduan antara mental dan neural.

Pengaruh eksternal berkaitan dengan faktor lingkungan, baik berupa

situasi, pengalaman maupun hambatan untuk terbentuknya sikap.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

19  

b. Menghubungkan Pesan Dengan Motivasi

Komunikator harus menghubungkan pesannya dengan memotivasi

pikiran-pikiran dalam pikiran komunikan. Jika komunikator menginginkan

suatu sikap positif terhadap komunikan maka hubungkan dengan

pemenuhan kebutuhan, tujuan dan ungkapan nilai-nilai yang mendasar

(Djamaluddin: 1994).

F. Metode Penelitian

Metodologi penelitian membahas konsep teoritik berbagai metoda,

kelebihan dan kelemahannya, yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan

pemilihan metoda yang digunakan (Usman, 2008: 03). Terdapat 6 hal

penting yang di bahas dalam metode penelitian, yaitu :

1. Jenis Penelitian

Bogdan dan Taylor mendeskripsikan metode kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

(Moleong, 2001:03). Metode penelitian deskriptif kualitatif yaitu

penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi)

mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Metode kualitatif ini

digunakan untuk mengidentifikasi masalah-masalah atau untuk

mendapatkan justifikasi keadaan dan praktek-praktek yang sedang

berlangsung, serta untuk mengetahui apa yang dikerjakan oleh orang-

orang lain dalam menangani masalah atau situasi yang sama, agar dapat

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

20  

belajar dari mereka untuk kepentingan pembuatan rencana dan

pengambilan keputusan di masa depan ( Suryabrata, 2003:76 ).

Peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif sebagai acuan

dalam metode penelitian ini untuk mendeskripsikan dan mengidentifikasi

masalah-masalah di dalam ksomunikasi interpersonal antara perawat

dengan lansia dalam meningkatkan motivasi lansia. Alasan dipilihnya

metode tersebut adalah karena metode kualitatif dapat memudahkan

peneliti untuk mencari data penelitian agar dapat sesuai dengan tujuan

penelitian.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Panti Jompo Werdha Hanna yang

berlokasi di Jl. C Surokarsan MG II/267 Yogyakarta Telp. 378413.

3. Teknik Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik pengumpulan data yang dikenal dalam

penelitian kualitatif, namun teknik yang paling pokok adalah pengamatan

atau observasi dan wawancara mendalam atau in-depth interview.

(Suyanto, 2005: 172). Penulis mengumpulkan data dengan cara

wawancara, observasi, study pustaka dan dokumentasi.

a. Wawancara

Wawancara adalah bentuk komunikasi verbal yang bertujuan untuk

memperoleh informasi. Wawancara memerlukan kemampuan untuk

mengajukan pertanyaan yang dirumuskan secara tajam, halus dan tepat,

dan kemampuan untuk menangkap buah pikiran orang lain dengan cepat.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

21  

Terdapat dua jenis wawancara yaitu berstruktur dan tidak berstuktur.

Wawancara tidak berstruktur ( bebas ) dapat memberi kesempatan kepada

responden untuk menjawab pertanyaan secara bebas menurut isi hati atau

pikirannya tanpa ditentukan secara pilihan ganda (Nasution, 2001 : 113-

119).

Senada dengan pernyataan tersebut Dedy Mulyana juga menjelaskan

bahwa wawancara merupakan bentuk komunikasi antara dua orang yang

melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang

lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan berdasar tujuan

tertentu. Menurutnya, wawancara tidak berstruktur (wawancara

mendalam) bertujuan untuk memperoleh bentuk-bentuk tertentu mengenai

informasi dari semua responden, tetapi susunan kata dan urutannya

disesuaikan dengan ciri-ciri setiap responden. Susunan pertanyaan pada

saat wawancara dapat diubah disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi

saat wawancara (Mulyana,201 : 180-181).

Peneliti menggunakan wawancara tidak berstruktur (wawancara

mendalam) dengan alasan bahwa dalam wawancara tidak berstruktur

informan diberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan secara bebas

sesuai dengan apa yang dia pikirkan tanpa ada batasan berupa pilihan

jawaban dan dapat menjelaskan pernyataan yang telah diberikan secara

rinci. Alasan lain adalah bahwa dengan wawancara tidak berstruktur

pokok-pokok pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti dapat

dirubah saat melakukan wawancara untuk mencapai hasil yang relevan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

22  

dengan penelitian. Dalam wawancara tersebut peneliti akan menanyakan

mengenai bagaimana perawat meningkatkan motivasi lansia.

b. Observasi

Menurut Suyanto (2005: 52), observasi adalah pengamatan dan

pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.

Pengamatan dengan menggunakan indera penglihatan, yang berarti tidak

mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Observasi yang berdasarkan

keterlibatan pengamatan dalam kegiatan-kegiatan orang yang diamati

dapat dibedakan menjadi dua yaitu: observasi partisipan (participant

observations) dan observasi tak patisipan (non participant observations).

Pada penelitian ini, peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang

dilakukan oleh subjek yang diteliti atau yang diamati, hanya saja peneliti

tetap waspada untuk mengamati kemunculan tingkah laku tertentu seperti

ketika perawat akan mengajak lansia makan, mandi dan melakukan

kegiatan.

c. Study Pustaka

Hasil wawancara merupakan sumber yang utama dalam teknik

pengumpulan data, akan tetapi sumber tertulis yang sering dikatakan

sebagai sumber kedua dalam sebuah penelitian itu juga tidak dapat

diabaikan keberadaanya karena situasi yang terjadi di lapangan sering

sekali kurang relevan dan dari banyak data yang terkumpul hanya sedikit

data yang bermanfaat dalam penelitian, hal ini membuat peneliti berusaha

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

23  

pula mencari data tambahan lainnya seperti sumber tertulis atau studi

pustaka ( Moleong, 2001:113).

Sumber data diperoleh dengan mencari dasar-dasar dan teori-teori

melalui referensi dari data dan teori berupa bahan-bahan tertulis sebagai

dasar dan acuan yaitu: buku, jurnal, artikel dan sumber tertulis lainnya

yang mendasari dan relevan dengan penelitian. Peneliti menggunakan

beberapa referensi untuk meningkatkan kepercayaan akan kebenaran

informasi yang di dapat.

d. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi ialah pengambilan

data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen. (Usman, 2008: 69).

Peneliti memperkuat data-data dengan membuat dokumentasi berupa data

lansia dan foto-foto dari kegiatan yang dilakukan lansia. Dengan demikian

data-data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan.

4. Teknik Pengambilan Informan

Teknik pengambilan sampel di dalam penelitian ini menggunakan

purposive sampling, yaitu sampel yang dipilih secara cermat sehingga

akan relevan dengan desain penelitian. Purposive sampling dilakukan

dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut

ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu (Nasution, 2002: 86). Jadi,

pengumpulan data yang telah diberikan penjelasan oleh peneliti akan

mengambil seseorang sebagai sampel yang dianggap sesuai dengan

maksud dan tujuan penelitian.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

24  

Adapun pasangan perawat dan lansia selaku informan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

Tabel 1.1 Data Informan Perawat dan Lansia Panti Jompo Wredha Hanna

Yogyakarta

Kelompok Pasangan Kedudukan Nama

Pasangan 1 Perawat Murti Rahayu Lansia Oma Rina (60)

Pasangan 2 Perawat Ranti Soebandie

Lansia Oma Tio (77)

Pasangan 3 Perawat Sri lestariningsih

Lansia Mbah Lastri (88) Sumber : Hasil pemilihan sampel, 2010.

Informan tersebut ditunjuk berdasarkan hasil observasi yang peneliti

lakukan selama 1 bulan di Panti Wredha Hanna Yogyakarta. Selama waktu

1 bulan tersebut, peneliti berkunjung seminggu 5 kali. Pada penentuan

informan, peneliti juga dibantu oleh pimpinan Panti. Pada observasi

tersebut, peneliti dapat mengamati apa saja yang dilakukan oleh perawat

dan lansia selama di Panti Wredha Hanna Yogyakarta. Peneliti didampingi

oleh pimpinan panti melihat langsung dan diberikan saran dalam memilih

informan. Informan lansia dipilih berdasarkan latar belakang yang

memiliki sikap negatif seperti ber minat mengakhiri hidup, kabur dan

teriak-teriak. Kemudian tanggapan dan kepekaan lansia terhadap

pertanyaan yang akan diajukan. Sehingga diharapkan dapat memperlancar

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

25  

dalam proses pengumpulan data sedangkan perawat adalah yang memang

ditunjuk oleh pimpinan panti untuk merawat lansia tersebut.

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah usaha untuk menemukan jawaban atau

pertanyaan perihal rumusan-rumusan dari pelajaran-pelajaran atau hal-hal

yang tersusun dan diperoleh dalam proyek penelitian (Moleong, 2001:

150). Tujuan dari analisa dalam penelitian adalah menyempitkan dan

membatasi penemuan-penemuan hingga menjadi suatu data yang teratur,

serta tersusun dan lebih berarti.

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif

dengan langkah-langkah sebagai berikut (Burhan Bungin, 2004: 95-97):

a. Pengumpulan data

Data yang akan diperoleh dengan menggunakan beberapa teknik, seperti:

wawancara mendalam (indepth interview), observasi dan dokumentasi

yang diperoleh dari penelitian.

b. Reduksi data

Proses pemilahan, pengkategorian, dan pemusatan pada data yang relevan

dengan permasalahan penelitian.

c. Penyajian data

Menggambarkan fenomena atau keadaan sesuai dengan data yang telah

direduksi.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGthesis.umy.ac.id/datapublik/t11474.pdf · menumbuhkan keyakinan bahwa dirinya berharga bagi orang lain. ... tanpa dengan cara paksaan baik itu fisik,

26  

d. Kesimpulan

Hasil pemikiran akan perbandingan mengenai kenyataan di lapangan

dengan teori berdasarkan data yang didapat.

6. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi

sumber data. Triangggulasi merupakan sumber data untuk mengecek data

yang telah dikemukakan. Selain itu, trianggulasi data adalah upaya untuk

mengecek kebenaran data tertentu dengan data yang diperoleh dari sumber

lain (Moleong, 2001: 178).

Pendapat tersebut mengandung makna bahwa dengan

menggunakan metode triangulasi akan mempertinggi keabsahan, memberi

kedalaman hasil penelitian sebagai pelengkap apabila data yang diperoleh

dari sumber pertama masih ada kekurangan. Data yang dibutuhkan tidak

hanya dari satu sumber saja, tetapi berasal dari sumber-sumber lain yang

terkait dengan subjek penelitian. Di sisi lain triangulasi data adalah cara

memperoleh data dengan jalan membandingkan data hasil wawancara dan

hasil pengamatan yang diperoleh dari penelitian.