Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Betul Tuan, rambut pendek sedang menjadi mode sekarang seperti dulu new-look menjadi mode. 1 Demikian kutipan majalah Minggu Pagi pada tahun 1951 yang menggambarkan tentang penampilan pemudi Yogyakarta. Pembahasan tentang penampilan dalam historiografi di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa akademisi, seperti Jean Gelman Taylor, Henk Schulte Nordholt, Kees van Dick, dan Rudolf Mrázek. Taylor, misalnya, menyebutkan bahwa melalui pakaian peneliti dapat melihat transformasi sosial. 2 Demikianlah, misalnya kita bisa memahami transformasi perubahan kelas sosial di Yogyakarta melalui perubahan pada penampilan. Sementara itu, van Dijk menyebutkan pakaian adalah salah satu penanda yang paling jelas dari sekian banyak penanda penampilan luar. Dengan demikian, cara kita memilih pakaian dapat berfungsi sebagai suatu pernyataan, sebagai sarana untuk menunjukkan bahwa kita berasal dari kelompok mana. 3 1 Minggu Pagi, No. 37, Desember 1951, Tahoen III, hlm. 25. 2 Jean Gelman Taylor, “Kostum dan Gender di Jawa Kolonial Tahun 1800- 1940”. Lihat dalam Henk Schulte Nordholt (ed), Outward Appearance. Trend Identitas, Kepentingan (Yogyakarta: LKIS, 2005), hlm. 121. 3 Kees Van Dijk, “ Sarung, Jubah, dan Celana Penampilan sebagai Sarana Pembedaan dan Diskriminasi”. Lihat dalam Henk Schulte Nordholt (ed), ibid., hlm. 58.
30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

Mar 11, 2019

Download

Documents

doandieu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Betul Tuan, rambut pendek sedang menjadi mode sekarang seperti dulu new-look menjadi mode. 1

Demikian kutipan majalah Minggu Pagi pada tahun 1951 yang

menggambarkan tentang penampilan pemudi Yogyakarta. Pembahasan tentang

penampilan dalam historiografi di Indonesia telah dilakukan oleh beberapa

akademisi, seperti Jean Gelman Taylor, Henk Schulte Nordholt, Kees van Dick,

dan Rudolf Mrázek. Taylor, misalnya, menyebutkan bahwa melalui pakaian

peneliti dapat melihat transformasi sosial.2 Demikianlah, misalnya kita bisa

memahami transformasi perubahan kelas sosial di Yogyakarta melalui perubahan

pada penampilan. Sementara itu, van Dijk menyebutkan pakaian adalah salah satu

penanda yang paling jelas dari sekian banyak penanda penampilan luar. Dengan

demikian, cara kita memilih pakaian dapat berfungsi sebagai suatu pernyataan,

sebagai sarana untuk menunjukkan bahwa kita berasal dari kelompok mana.3

1Minggu Pagi, No. 37, Desember 1951, Tahoen III, hlm. 25. 2Jean Gelman Taylor, “Kostum dan Gender di Jawa Kolonial Tahun 1800-

1940”. Lihat dalam Henk Schulte Nordholt (ed), Outward Appearance. Trend Identitas, Kepentingan (Yogyakarta: LKIS, 2005), hlm. 121.

3Kees Van Dijk, “ Sarung, Jubah, dan Celana Penampilan sebagai Sarana

Pembedaan dan Diskriminasi”. Lihat dalam Henk Schulte Nordholt (ed), ibid., hlm. 58.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

2

Pakaian dan model rambut sebagai penampilan yang paling mudah diamati

sangat menarik untuk diteliti lebih mendalam. Bagaimana perkembangan mode,

apa makna yang disampaikan melalui pakaian, hingga mengapa mode pakaian

tersebut berkembang merupakan bagian-bagian yang mengelilingi munculnya

sebuah mode pakaian. Pakaian sebagai salah satu penampilan juga tidak dapat

dipisahkan dari pemakainya. Bahkan, Pramoedya Ananta Toer menggaris bawahi

pentingnya pakaian sebagai bagian dari penampilan, karena melalui pakaian dapat

menunjukkan identitas seseorang.4 Melalui pakaian dapat juga diketahui dari

golongan mana pemakainya berasal, apakah dari kelompok pelajar, priyayi, atau

petani.

Dari foto dan gambar yang ditemukan penulis diketahui pakaian penduduk

Jawa di awal abad ke-20 terbagi menjadi dua macam yaitu setelan pakaian terusan

dan kebaya atau batik untuk perempuan, serta laki-laki memakai kain yang

dililitkan dipinggang tanpa kain atasan ditambah dengan penutup kepala.

Masuknya setelan pakaian terusan sebagai penunjang penampilan tidak dapat

dilepaskan dari peran pelajar. Taylor menyebutkan bahwa setelan pakaian terusan

baru dipakai pemudi-pemudi secara umum tahun 1940, sedangkan sebelum tahun

tersebut hanya pelajar yang memakainya.5

4Lihat dalam bagian pendahuluan, Henk Schulte Nordholt (ed), op. cit.,

hlm. 16. 5Jean Gelman Taylor, op. cit., hlm. 157.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

3

Pakaian pemudi-pemudi Yogyakarta bervariasi seperti kebaya dengan

jarik dan setelan pakaian terusan. Keanekaragam pakaian pemudi Yogyakarta di

awali dari lingkungan pendidikan. Bervariasinya seragam sekolah pemudi karena

beragamnya latar belakang sekolah-sekolah di Yogyakarta, seperti sekolah yang

diselenggarakan oleh pemerintah, Misi, Taman Siswa, dan Muhammadiyah.

Sementara itu, Taylor juga menyebutkan bahwa pakaian siswi sekolah memasuki

tahun 1920 panjangnya telah mencapai lutut dengan lengan yang semakin

pendek.6 Disinilah menariknya bagaimana perempuan yang selama ini selalu

dikelilingi norma kesopanan dalam berperilaku dan berpenampilan, karena adanya

aturan seragam di sekolah-sekolah pemerintah maka norma tersebut sengaja

diabaikan.

Beragamnya mode pakaian pemudi dapat ditemukan di Yogyakarta.

Ditahun 1920’an ada beberapa jenis sekolah di Yogyakarta, dari sekolah

pemerintah, sekolah swasta seperti Misi, Muhammadiyah, dan Taman Siswa.

Beragamnya latar belakang sekolah di Yogyakarta membuat beragamnya aturan

sekolah tentang pakaian seragam. Dari sini menarik untuk dicermati bagaimana

ditahun 1920’an pemudi-pemudi Yogyakarta berstatus pelajar memakai seragam

sekolah yang berbeda-beda. Tentunya perbedaan pakaian seragam ini tidak hanya

terkait aturan mode pakain, tetapi lebih jauh terkait kelas sosial dan identitas

pemakainya.

6Jean Gelman Taylor, ibid, hlm. 155.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

4

Perkembangan penampilan pemudi-pemudi di Yogyakarta di awal abad

ke-20 tidak dapat dilepaskan dari masuknya modernitas. Modernitas memasuki

kota Yogyakarta di awal abad ke-20 dengan wujud pendidikan, perkembangan

fasilitas, dan gaya hidup baru. Masifnya perkembangan modernitas di kota

Yogyakarta pada awal abad ke-20 dapat dibuktikan dengan selesainya

pembangunan kota Baru ditahun 1921 dan ditahun 1924 selesainya pembangunan

beberapa fasilitas penunjang kota, seperti perbaikan jaringan jalan termasuk

pengaspalan jalan-jalan di kota Yogyakarta serta transportasi. Pembangunan

gedung sekolah baru sebanyak 423 termasuk di dalamnya sekolah khusus

perempuan juga diselesaikan dari tahun 1924-1928.7

Perkembangan modernitas secara tidak langsung membawa perkembangan

terhadap penampilan pemudi-pemudi Yogyakarta baik di dalam ranah pendidikan

atau publik. Melalui pendidikan, pemudi-pemudi yang belajar di sekolah-sekolah

pemerintah ikut menggunakan setelan pakaian terusan dan gaya hidup guru

Belanda mereka.8 Pada tahun 1930’an sudah semakin terlihat bagaimana pemudi

kota Yogyakarta menggunakan setelan pakaian terusan. Memasuki tahun

1940’an-1950’an perkembangan pakaian pemudi Yogyakarta semakin terlihat

beragam. Bagaimana setelan pakaian terusan yang sebelumnya hanya digunakan

7Abdurrachaman Surjomihardjo, Kota Yogyakarta Tempo Doeloe; Sejarah

Sosial 1880-1930 (Yogyakarta: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 71. 8Setelan terusan pakaian ala Barat awalnya digunakan oleh perempuan

pelajar di Yogyakarta. Pemakaian setelan terusan ini diharuskan di sekolah-sekolah yang diselenggarakan pemerintah. Pemakaian setelan terusan ala Barat sebagai seragam sekolah dapat ditemukan difoto-foto masa lalu seperti foto sekolah kelas 2 di Yogyakarta tahun 1932. Lihat dalam KITLV. nl/ Onderwijzeres Babs Met Klas 2 te Jogjakarta 1932/1083.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

5

oleh pemudi di lingkungan sekolah, berkembang penggunaannya hingga ke ranah

publik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penampilan pemudi di

Yogyakarta penting untuk dicermati.

B. Rumusan Masalah

Pokok permasalahan yang dikaji dalam tesis ini adalah mengenai

perubahan cara berpenampilan pemudi di Yogyakarta dari tahun 1920’an-

1950’an. Tahun 1920’an merupakan periode awal ketika Yogyakarta mengalami

perubahan dalam banyak hal. Demikianlah, misalnya Fakih mencatat dibangunnya

fasilitas penunjang Kota Baru seperti fasilitas rumah sakit umum (Rumah Sakit

Petronella, sekarang Rumah Sakit Bethesda) dan rumah sakit militer. Barak untuk

prajurit berdiri di sekitar rumah sakit militer.9 Surjomihardjo misalnya mencatat

pada tahun 1924 terjadi pembangunan 70 sekolahan di Yogyakarta.10

9Farabi Fakih, “Kotabaru and the Housing Estate as Bulwark against the

Indigenization of Colonial Java” (lihat dalam Freek Colombijn (ed), Cars, Conduits, and Kampongs; The Modernization of the Indonesian City, 1920–1960 (Leiden: KITLV, 2006), hlm. 160.

10Pada tahun 1924 di Yogyakarta terdapat 70 sekolahan yang terdiri dari

30 sekolah pemerintah, 7 sekolah katholik, 9 sekolah netral, 9 sekolah protestan, 6 sekolah Muhammadiyah, 2 Budi Utomo, 1 sekolah Muhammadiyah, 2 sekolah Adhidarmo, 1 sekolah Tionghoa, dan 3 sekolah islam lainnya. Sedangkan tahun 1930 jumlah sekolah di Yogyakarta ada 68 sekolah. Catatan Surjomihardjo ini menunjukkan bahwa tahun 1920’an adalah awal perubahan di Yogyakarta. Lihat dalam Abdurrachaman Surjomihardjo, op. cit., hlm. 72.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

6

Dari pokok permasalahan di atas muncul pertanyaan-pertanyaan berikut ini.

Pertama, seiring dengan masuknya modernitas di Yogyakarta dalam bidang

pendidikan seperti pembaharuan model pendidikan, munculnya sekolah baru

hingga penggunaan penampilan ala perempuan Belanda. Bagaimana penerimaan

modernitas oleh pemudi Yogyakarta? Masuknya modernitas ke Yogyakarta dalam

wujud penampilan ala perempuan Belanda tidak secara langsung diterima oleh

pemudi Yogyakarta. Misalnya sekolah Taman Siswa dan Muhammadiyah mereka

melakukan negosiasi dengan modernitas, sehingga tidak sepenuhnya menerima

modernitas.

Kedua, bagaimanakah perkembangan penampilan pemudi di Yogyakarta

pada tahun 1920’an-1950’an baik di ranah pendidikan atau publik? Disadari atau

tidak Yogyakarta sebagai daerah vorstenlanden dan juga daerah yang sedang

dikuasai kekuatan asing (Belanda dan Jepang) merupakan arena bertemunya

kekuasaan. Tiga kiblat kebudayaan dipertemukan dalam suatu wilayah tentunya

memunculkan perkembangan kebudayaan baru yang cepat. Perkembangan

kebudayaan yang paling mudah diamati adalah pakaian dan model rambut.11

Berkaitan dengan hal itu, bagaimana perkembangan mode pakaian pemudi di

Yogyakarta di ranah pendidikan (sekolah) dan publik? Bagaimana perkembangan

11Mode pakaian dan model rambut sebagai bentuk dari penampilan juga

mengalami perkembangan. Sebagai contoh berkembangnya model rambut pendek di Yogyakarta yang mencapai puncaknya ditahun 1950’an, seperti dalam kutipan Minggu Pagi “bahwa dari 10 orang pemudi yang melewati Malioboro, 7 atau 8 orang pasti berambut pendek”. Berubahnya tren dari rambut panjang menjadi pendek dipengaruhi oleh model-model Barat dalam film bioskop. Lihat dalam Minggu Pagi, No. 07, Desember 1951, hlm. 25.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

7

model rambut pemudi di Yogyakarta di ranah pendidikan (sekolah) dan publik?

Apa sajakah kategori pakaian pemudi-pemudi di Yogyakarta?

Ketiga, mode pakaian dan model rambut sebagai bentuk penampilan

adalah alat komunikasi visual. Tentunya secara umum pakaian sebagai

komunikasi visual bukan hanya berfungsi sebagai perlindungan tetapi juga

mengandung makna identitas dan kelas sosial. Berkaitan dengan hal itu muncul

pertanyaan, apakah penampilan pemudi di Yogyakarta juga terkait adanya

identitas dan kelas sosial? Identitas ini terkait status perempuan melalui gaya

penampilannya. Melalui pakaian apakah terlihat dari kelas mana perempuan

tersebut berasal?

Sejarah sebagai sebuah disiplin ilmu berusaha melihat segala sesuatu dari

sudut rentang waktu dan tempat.12 Oleh karena itu sangat penting untuk

menentukan aspek temporal dan spasial dari penelitian tesis ini. Dari keseluruhan

pertanyaan penelitian di atas selanjutnya penting pula dilihat alasan pemilihan

penampilan pemudi Yogyakarta 1920’an-1950’an sebagai kajian tesis ini.

Pertama, batasan temporal awal dalan penelitian tesis ini adalah tahun 1920’an.

Dasar pertimbangan pemilihan tahun 1920’an karena pada masa itu adalah awal

terjadi perubahan penampilan pemudi Yogyakarta. Taylor mengatakan bahwa

pada tahun 1920’an seiring dengan munculnya sekolah-sekolah yang

diselenggarakan pemerintah, maka juga muncul setelan pakain terusan yang

12Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana,

1994), hlm. 158.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

8

digunakan pemudi-pemudi Yogyakrata.13 Penggunaan setelan pakaian terusan

oleh pemudi-pemudi di Yogyakarta dalam lingkungan sekolah menandai

perubahan cara berpenampilan dari kebaya ke setelan pakaian terusan.

Penggunaan setelan pakaian terusan sebagai seragam sekolah juga diikuti

perubahan model rambut dan munculnya kebiasaan-kebiasaan baru yang dicontoh

dari guru-guru Belanda.

Kedua, batasan temporal akhir dalam penelitian tesis ini dipilih tahun

1950’an. Dasar penulis mengambil batasan akhir tahun 1950’an sebab saat itu

penggunaan penampilan ala perempuan Belanda tidak hanya terbatas pada ranah

pendidikan, tetapi sudah digunakan dalam ranah publik. Misalnya Taylor

mengatakan tahun 1950’an setelan pakaian terusan sudah digunakan oleh pemudi-

pemudi Yogyakarta dalam berbagai aktivitas.14 Majalah Minggu Pagi tahun 1951

mencatat semakin meluasnya penggunakan model rambut pendek ala perempuan

Belanda dapat dibuktikan dari 10 perempuan yang melewati jalan Malioboro 7

diantaranya berambut pendek. Mengutip koran Kedaulatan Rakjat tahun 1950

mengatakan berkembang pesatnya setelan pakaian terusan dikalangan pemuda dan

pemudi akibat dari masuknya film-film dari Belanda, Amerika, dan Inggris. Pada

tahun 1950’an sampul-sampul majalah seperti Minggu Pagi dan Mekarsari dihiasi

gambar perempuan berpenampilan ala Belanda dengan setelan pakaian terusan

dan rambut pendek. Cerpen-cerpen di dalamnya juga menggambarkan sosok

13Jean Gelman Taylor, op. cit., hlm. 123. 14Ibid., hlm. 123.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

9

perempuan dengan penampilan setelan pakaian terusan dan juga rambut pendek,

seperti cerpen seorang gadis tjantik, nomer 13, dan suka duka seorang modiste.

Batasan spasial di dalam penelitian tesis ini adalah kota Yogyakarta. Kota

Yogyakarta dipilih dengan pertimbangan sebagai ruang yang lebih sering terjadi

interaksi sosial antar etnis. Kota juga sebagai ruang yang lebih sering tersentuh

modernitas berupa perkembangan fasilitas umum, seperti jalan dan rel kereta api

serta masuknya pendidikan Barat di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.

Sehingga pertemuan antar budaya dan pengaruhnya lebih terlihat di perkotaan.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Ada beberapa tujuan penting dalam penelitian tesis ini. Penelitian ini

bertujuan pertama, untuk menjelaskan sejauh mana pengaruh modernitas terhadap

perkembangan penampilan pemudi di Yogyakarta. Kedua, menjelaskan

perkembangan penampilan pemudi Yogyakarta di ranah pendidikan dan publik.

Berdasarkan tujuan di atas penelitian ini diharapkan dapat membuat

historiografi baru mengenai sejarah perempuan dengan menganalisis aspek

penampilannya. Jika perkembangan penampilan perempuan khususnya pemudi

Yogyakarta terkait mode pakaian dan model rambut dapat digambarkan secara

detail, maka bayangan orang bahwa Yogyakarta itu tradisional dengan simbol-

simbol baju tradisional dan gaya hidup ke-Jawa-an itu bisa diubah. Yogyakarta

sebenarnya sebuah kota modern dengan fashion-nya yang selalu mengikuti

perkembangan zaman.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

10

Diharapkan penelitian ini juga bermanfaat untuk memahami

perkembangan penampilan pemudi di Yogyakarta baik di ranah pendidikan dan

publik serta dapat memberikan manfaat terhadap penggalian penulisan sejarah

lokal, terutama tentang penulisan sejarah penampilan pemudi di Yogyakarta yang

masih jarang disentuh. Sehingga hasil dari penelitian ini juga sangat diharapkan

dapat mengisi kelangkaan historiografi Indonesia bertemakan perempuan. Selain

itu juga diharapkan mampu menjadi bahan rujukan dan membuka celah baru bagi

penelitian selanjutnya.

D. Tinjauan Pustaka

Terdapat beberapa pustaka baik buku, laporan penelitian, dan karya ilmiah

yang membahas mengenai Yogyakarta. Rachmawati pernah mengkaji remaja putri

di Yogyakarta dalam tulisannya berjudul “Tren Petticoat Pada Remaja Putri

Yogyakarta 1950’an-1960’an”. Dalam tulisannya Rachmawati menjelaskan

bagaimana petticoat memasuki Yogyakarta dan menjadi tren berpenampilan

ramaja putri Yogyakarta pada tahun 1950’an. Rachmawati juga menjelaskan

jenis-jenis petticoat. Kekurangan dalam tulisan ini adalah penulis hanya

menjelaskan masuknya petticoat ke Yogyakarta, tanpa menjelaskan hubungan

petticoat dengan status sosial dan identitas remaja puteri.

Mutiah Amini pernah mengkaji perempuan di Yogyakarta dalam

tulisannya berjudul “Kontes Mode Sebagai Simbol Baru Perempuan Kota Di

Yogyakarta 1950-1960’an”. Dalam tulisannya Amini sampai pada titik

kesimpulan bahwa kontes mode merupakan simbol baru perempuan di

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

11

Yogyakarta. Kontes mode sebagai simbol baru muncul sebagai akibat dari

semakin terbukanya perempuan. Perempuan sudah tidak hanya beraktivitas pada

tataran ruang domestik, tetapi sudah melangkah lebih jauh pada ruang publik.

Perempuan di Yogyakarta saat itu memaknai kontes mode sebagai simbolisasi diri

dari pelajar, pekerja, dan sebagainya.15 Kontes mode saat itu juga menjadi alat

komunikasi sosial yang dapat mengikat kaum lelaki untuk ambil bagian di

dalamnya.16 Bukan hanya sebagai penikmat tetapi lelaki juga ikut menjadi

penyelenggara kegitan tersebut. Hal ini menunjukkan adanya kesamaan peran

antara kaum lelaki dan perempuan di ruang publik.

Karya Amini sangat baik dalam menggambarkan bagaimana mode pakaian

sebagai simbol identitas pemakainya serta alat komunikasi visual. Akan tetapi ada

beberapa kekurangan yaitu karya ini kurang memperlihatkan proses

perkembangan penampilan perempuan. Walaupun karya ini masih kurang dalam

menampilkan proses perkembangan penampilan perempuan Yogyakarta, tetapi

penulis mendapatkan banyak informasi mengenai konstruksi penampilan

perempuan Yogyakarta 1950-1960’an.

15Mutiah Amini, “Kontes Mode” Sebagai Simbol Baru Perempuan Kota

Di Yogyakarta 1950-1960’an”. Laporan Penelitian (Yogyakarta: PSSAT, 2005), hlm. 25.

16Ibid., hlm. 26.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

12

Pustaka lainnya adalah “Perkembangan Gaya Pakaian Perempuan Jawa

Di Kota Yogyakarta Pada Awal Abad XX Sampai Akhir Masa Kolonial” karya

Ratna Nurhajarini. Karya Nurhajarini menganalisis tentang perkembangan

pakaian perempuan Jawa. Pada mulanya simbolisasi pakaian perempuan Jawa

adalah kebaya, kain, stagen, selendang, konde dan alas kaki. Pakaian-pakaian ini

dalam perkembangannya mendapat pengaruh dari Barat.17 Unsur pakaian barat

yang pertama kali diadopsi adalah asessoris. Asessoris dikombinasikan dengan

baju-baju kebaya, tetapi hal ini hanya terbatas pada keluarga keraton. Kelompok

di luar keraton baru memulai menggunakan baju bergaya barat hanya bagi mereka

yang belajar pada sekolah misi atau zending. Kesimpulan dari karya ini adalah

hilangnya pamor kebaya sebagai pakaian keseharian perempuan golongan

menengah dan atas. Pakaian kebaya mengalami pengeksklusifan yakni sebagai

pakaian khusus acara-acara tertentu seperti pernikahan atau khitanan.

Kekurangan karya ini penulis hanya melihat mode pakaian dari satu sudut

pandang. Karya ini kurang menjelaskan makn-makna yang disampaikan oleh

mode pakaian. Akan tetapi tulisan ini sangat membantu dalam melihat sejarah

perkembangan pakaian Jawa.

Tulisan Jean Gelman Taylor yang berjudul Kostum dan Gender di Jawa

Kolonial Tahun 1800-1940. Taylor sangat baik dalam menggambarkan mode

pakaian terkait makna yang melingkupinya. Pakaian digambarkan sebagai satu

17Dwi Ratna Nurhajarini, “Perkembangan Gaya Pakaian Perempuan Jawa

Di Kota Yogyakarta Pada Awal Abad XX Sampai Akhir Masa Kolonial” (Tesis Program Studi Ilmu Sejarah, UGM: Yogyakarta, 2006), hlm. 123.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

13

kesatuan dari tubuh manusia yang membentuk identitas, kelas, dan status.

Bagaimana orang-orang pribumi mencoba menjadi dan ingin diperlakukan

layaknya orang Barat melalui mode pakaian yang digunakan.18 Kekurangan dari

tulisan ini adalah porsi yang sedikit untuk menggambarkan mode pakaian

perempuan. Laki-laki tetap menjadi fokus dalam tulisannya.

Buku “Busana Adat Kraton Yogyakarta, Makna dan Fungsi Dalam

Berbagai Upacara” karya Mari S. Condronegoro. Buku ini sangat detail

menggambarkan busana adat masyarakat Yogyakarta. Tidak hanya model

pakainnya tetapi makna dibalik pakain dan atribut yang mengikutinya.

Condronegoro membagi model pakaian menurut fungsinya di dalam upacara

tradisional. Kekurangan buku ini tidak secara khusus membahas mengenai

pakaian perempuan. Model pakaian yang digambarkan hanya sebatas pakaian

keraton, tanpa menunjukkan model pakaian yang berkembang di dalam

masyarakat Yogyakarta.

Membicarakan perempuan khususnya pemudi dan penampilan tidak bisa

dilihat secara mandiri dan tunggal. Kajian tentang pemudi dan penampilan sudah

dapat direlasikan dengan politik, ekonomi, budaya dan sosial. Oleh sebab itu,

kiranya penulis juga membutuhkan rujukan karya yang relevansi dengan

keseharian masyarakat Yogyakarta di segala bidang. Buku berjudul “Perubahan

Sosial di Yogyakarta”, karya Selo Soemardjan sangat tepat dijadikan pustaka

untuk melihat masyarakat Yogyakarta. Meskipun buku ini adalah tulisan dari

18Jean Gelman Taylor, op. cit., hlm. 127.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

14

perspektif sosiologi, tetapi sangat membantu penelitian penulis terutama dalam

menggambarkan perkembangan Yogyakarta dalam tiga zaman.

Melihat lebih dalam, judul buku ini secara garis besar menggambarkan

perkembangan Yogyakarta dalam aspek politik, sosial dan ekonomi. Politik tetap

menjadi bab sentral dalam buku ini, bahkan dua bab secara khusus membahasnya.

Sedangkan porsi perkembangan ekonomi dan sosial masing-masing diberi satu

bab. Walaupun porsi perkembangan ekonomi dan sosial hanya dijelaskan secara

singkat dan hanya kulit luar, tetapi sudah sedikit memberi gambaran penulis

bagaimana kondisinya saat itu. Secara tersirat buku ini juga mengeksplanasikan

transformasi segala aspek kehidupan dalam masyarakat Yogyakarta ke dalam

bentuk yang lebih kompleks. Transformasi ini bisa digambarkan seperti tumbuh

dan berkembangnya pendidikan, perkembangan pemerintahan Yogyakarta dalam

tiga zaman, perkembangan partai politik, masalah- masalah pertanian, masuknya

perusahaan asing, hingga pembangunan.

Kekecewaan ketika penulis tidak mendapati bab mengenai perkembangan

yang menyangkut budaya masyarakat Yogyakarta. Kekurangan lainya buku ini

masih memberikan informasi yang sifatnya umum sedangkan yang sifatnya

khusus kurang disinggung. Hanya ada beberapa halaman tulisan yang

menjelaskan mengenai gaya hidup masyarakat kecil, selebihnya hanya bercerita

seputar politik dan kegiatan ekonomi. Walaupun kurang menyentuh bagian

terkecil dari budaya masyarakat Yogyakarta, tetapi buku ini mampu menjadi pintu

bagi penulis untuk melihat gambaran wilayah dan masyarakat Yogyakarta.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

15

Buku “Kota Yogyakarta Tempo Doeloe, Sejarah Sosial 1880-1930”, karya

Abdurrachman Surjomihardjo. Meskipun buku ini hanya menyoroti bagaimana

perkembangan Yogyakarta pada akhir abad XIX dan awal abad XX, tetapi cukup

penting untuk melihat perkembangan awal kota Yogyakarta sebagai sebuah kota

modern. Buku ini memperlihatkan bagaimana Yogyakarta pada awal abad XX

menunjukkan perkembangan kota yang luar biasa. Perkembangan ini ditandai

dengan adanya perusahaan kereta api, gas, listrik, air minum, munculnya banyak

pemukiman baru. Fasilitas kota juga banyak bermunculan seperti jalan-jalan baru,

gedung pertemuan, gedung sekolah, asrama dan rumah sakit. Pada masa ini juga

banyak bermunculan kaum intelektual baru seiring dengan banyak dibukanya

sekolahan.19 Suatu hal penting seiring dengan munculnya kaum intelektual baru

adalah terciptanya stratifikasi baru dalam masyarakat.

Berdasarkan karya-karya di atas, dapat dikatakan bahwa historiografi

tentang perkembangan penampilan pemudi Yogyakarta masih sangat terbatas.

Karya-karya ilmiah umumnya hanya sebatas penampilan perempuan keraton,

sedangkan penampilan pemudi di Yogyakarta seringkali terabaikan. Untuk itu,

tesis ini mencoba menghadirkan realitas masa lalu dari penampilan pemudi

Yogyakarta sejak tahun 1920’an-1950’an, sebagai sebuah kajian.

19Abdurrachman Surjomihardjo, op. cit., hlm. 67.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

16

E. Sumber dan Metode Penelitian

Sebelum melakukan penelitian, sangat penting untuk memperhatikan

metode penelitian. Dalam melakukan penelitian ini menggunakan metode

penelitian sejarah. Metode penelitian sejarah adalah proses menguji dan

menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau berdasarkan

rekonstruksi yang imajinatif.20 Langkah-langkah dalam melakukan metode

penelitian terdiri dari 4 tahapan yaitu pencarian sumber, kritik sumber, perumusan

fakta dan penyajian pemikiran baru.21

Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber dokumentasi.

Penggunaan sumber dokumentasi disebabkan cukup tersedianya sumber-sumber

cetak secara memadahi. Sumber dokumentasi dipilih sebagai sumber utama dalam

penelitian ini karena periode permasalahan yang diteliti memiliki rentang waktu

yang lama dengan masa sekarang.

Sumber dokumentasi yang utama dalam penelitian ini adalah buku. Selain

buku, majalah juga sumber penting di dalam penelitian ini. Berbagai majalah

perempuan yang terbit di Yogyakarta atau di luar Yogyakarta (terkait perempuan

Yogyakarta) pada awal abad ke-20 hingga medium abad ke-20 dengan berbagai

tema gaya hidup, acara kontes yang berkembang saat itu, seperti dari artikel

cerpen, tulisan pembaca, rubrik perempuan, mahligai puteri, bab tata cara

20Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah. Terjemahan oleh Nugroho

Notosusanto (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hlm. 32. 21Gilbert J. Garraghan, A Guide To Historical Method (New York: East

Fordham Road, 1940), Homer Carey Hockett, (1955/1967).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

17

berpakaian, tata cara pemakaian gelung dan pergaulan dengan laki-laki. Artikel-

artikel ini dapat ditemukan di dalam majalah-majalah perempuan seperti Ibu, Istri,

Soeara Aisjijah, Wanita, Doenia Wanita. Selain di majalah-majalah tentang

perempuan, artikel-artikel ini juga dapat dijumpai di majalah umum seperti

Minggu Pagi, Mekarsari, Wasita, Pandji Poestaka, Gadjah Mada, Djawa Baroe.

Dalam majalah juga dijumpai foto-foto dan ilustrasi tentang pakaian perempuan,

perilaku, model rambut, sehingga sangat membantu penulis dalam menafsirkan

perkembangan penampilan pemudi di Yogyakarta.

Sumber penting lainnya dalam penelitian ini adalah surat kabar. Sama

halnya dengan majalah, surat kabar yang dikumpulkan adalah yang terbit di

Yogyakarta dan di luar Yogyakarta (terkait Yogyakarta) dengan tema perempuan,

Yogyakarta, gaya hidup, dari berbagai artikel seperti puisi, cerpen, rubrik

ekonomi, tulisan pembaca. Artikel ini ditemukan di dalam surat kabar Kedaulatan

Rakyat, Soeara Muhammadiyah, Soeara Mataram, Asia Raya, Sinpo, Keng Po,

Merdeka. Dalam surat kabar juga dijumpai iklan dan foto tentang perempuan

Yogyakarta sehingga sangat membantu penulis dalam menafsirkan perkembangan

penampilan pemudi di Yogyakarta.

Sumber penting lainnya adalah arsip yang paling pokok seperti arsip

tentang statistik kependudukan (volkstelling), perekonomian dan pendidikan

masyarakat Yogyakarta. Arsip-arsip ini dinilai sangat diperlukan, karena jika

berbicara tentang pemudi dan penampilan tidak bisa dilihat sebagai sebuah kajian

tunggal dan berdiri sendiri. Pemudi dan penampilan selalu berelasi dengan aspek-

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

18

aspek sosial di sekitarnya. Lebih jauh penelitian ini juga mengambil pendekatan

sejarah sosial, sehingga struktur masyarakat tempat mereka hidup menjadi hal

yang sangat penting untuk ikut dikaji.

Sedangkan sumber berupa foto juga dianggap sangat penting karena foto

mencerminkan persepsi-persepsi tentang masa lalu.22 Foto-foto yang dikumpulkan

dan berusaha dicari adalah foto pemudi yang ditangkap di ranah pendidikan dan

publik. Ranah pendidikan yakni foto peristiwa di sekolah dan ranah publik adalah

foto organisasi, kongres, aktivitas sehari-hari, dan acara kontes. Oleh karena foto

yang dikumpulkan beragam, maka penulis harus teliti dalam menafsirkannya.

Sehingga sangat diperlukan kritik sumber.

Studi dokumenter dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

mengumpulkan sumber-sumber berupa buku referensi, surat kabar, majalah, arsip,

laporan penelitian, jurnal, foto, dan laporan tugas akhir yang didapatkan dari

Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Arsip Daerah (ARSIPDA) Propinsi

Yogyakarta, Arsip Daerah (ARSIPDA) Propinsi Jawa Tengah, Perpustakaan

Nasional (PERPUSNAS) Republik Indonesia, Perpustakaan Balai Pustaka

Jakarta, Perpustakaan Daerah (PUSDA) Yogyakarta, Library Center Yogyakarta,

Perpustakaan Ignatius Yogyakarta, Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya (FIB)

UGM, Perpustakaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Perpustakaan Widya

Pustaka (Pakualaman), Perpustakaan Daerah (PUSDA) Surabaya dan

Perpustakaan Medayu Agung Surabaya.

22Jean Gelman Taylor, op. cit., hlm. 124.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

19

Kritik sumber dilakukan dengan membandingkan foto satu dengan yang

lainnya, membandingkan foto dengan jurnal, buku, dan laporan-laporan penelitian

yang relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Penulis juga

membandingkan dann menghubungkan fakta-fakta sejarah yang dikumpulkan

sehingga menghasilkan informasi yang relevan dan dibutuhkan dalam penulisan

tesis ini. Tahap terakhir dalam penelitian sejarah adalah historiografi.

F. Kerangka Konseptual

Penelitian ini dibangun dari dua konsep yang akan mempetegas

pemahaman permasalahan pokok studi ini. Konsep pertama adalah modernitas

dan yang kedua adalah penampilan. Fokus kajian penulis adalah penampilan

pemudi Yogyakarta yang dikhususkan lagi menjadi penampilan dari model

pakaian dan model rambut. Penampilan pemudi diambil beberapa contoh yaitu di

ranah pendidikan (dari tingkat dasar, menengah, atas, dan tinggi) dan ranah publik

(dalam acara resmi, aktivitas sehari-hari, dan acara kontes).

Penelitian tesis ini adalah bagian dari sejarah perempuan. Pengembangan

sejarah perempuan di Indonesia sudah mulai dilirik sejak tahun 1980-an.

Namun pada periode tersebut kuantitas kajian dan studi mengenai perempuan

baik sebagai subjek sosial, peranan perempuan dan lainnya yang dihasilkan

masih terpisah-pisah.23 Untuk selanjutnya, studi yang dilakukan harus mampu

menghasilkan kajian mengenai perempuan secara utuh.

23Anna Mariana dalam pengantar Etnohistori edisi Genealogi Gerakan

dan Studi Perempuan. 25 Juni 2013

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

20

Penulisan penampilan tentang perempuan tidak harus hanya melihat

perempuan dari satu aspek saja, misalnya peran domestik, sosial atau

politiknya saja. Namun juga harus dapat melihat bagaimana peran mereka

dalam proses dan jalan sejarah yang ada secara total. Karena masa lalu

adalah masa lalu perempuan dan laki-laki bersama.24

Kata perempuan dipilih karena sesuai dengan penyebutan di dalam surat

kabar. Surat kabar dan majalah umumnya menggunakan kata prampoen atau

prempuan, bukan wanita.25 Penyebutan kata perempuan juga dirasa lebih halus

daripada kata wanita. Kata perempuan berasal dari kata empu yang bermakna

dihargai, dipertuan, atau dihormati, sedangkan kata wanita diyakini dari bahasa

sansekerta, dengan kata dasar wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita

memiliki arti yang dinafsui atau objek seks, dalam bahasa Jawa (Jawa Dorsok)

kata wanita berarti berani di tata.

Joan W. Scott menawarkan dua pendekatan dalam mengkaji sejarah

perempuan, pendekatan tersebut adalah pendekatan secara kronologi dan

pendekatan kausal.26 Dalam pendekatan kronologi, masalah perempuan

diangkat sebagai subyek sejarah, dengan memberikan nilai pada suatu

pengalaman perempuan yang telah diabaikan dan bahan tidak dinilai.

24Kuntowijoyo, op. cit., hlm. 15. 25Mutiah Amini, “Kehidupan Perempuan di Tengah Perubahan Kota

Surabaya Pada Abad Ke-20” (Yogyakarta: Tesis prodi Ilmu Sejarah UGM, 2003), hlm. 05.

26Joan Wallach Scott, Gender and Politics of History (New York:

Columbia Universty, 1988), hlm. 22.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

21

Demikianlah misalnya, masalah penampilan perempuan Yogyakarta menjadi

pokok pembahasan penting. Dalam pendekatan kausal, yang diangkat adalah

peran kausal yang dimainkan oleh perempuan dalam sejarah, dengan mencari

pemahaman bagaimana dan kenapa perempuan mengambil bentuk atas

beberapa tindakan yang mereka lakukan. Untuk melihat peran kausal yang

diperankan oleh perempuan Yogyakarta, akan dianilisis tindakannya dalam

lingkungan sosio-kulturalnya. Hal ini juga untuk memperoleh pemahaman akan

kausalitas yang melatarbelakangi ide dan bentuk perilaku yang diekspresikan oleh

perempuan Yogyakarta.

Dalam penelitian tesis ini, lingkup perempuan dibatasi pada perempuan

muda atau pemudi. Pemudi yang dipilih adalah pribumi yang menempuh

pendidikan dari tingkat dasar, menengah, atas, hingga tinggi. Istilah pemudi

diartikan sebagai perempuan muda, remaja putri.27 Remaja berasal dari bahas latin

yaitu adolesence yang artinya tumbuh. Menurut Rumini dan Sundari remaja

adalah masa perkembangan dari mulai anak sampai dewasa yang menyangkut

semua aspek baik fisik atau psikologi. Periode pemudi atau remaja menurut

Rumini dan Sundari berlangsung dari usia 10-22 tahun.28

27Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi

keempat, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hlm. 745. 28Sri Rumini, dkk, Perkembangan Anak Dan Remaja (Jakarta: Rineka

Cipta, 2004), hlm. 53.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

22

Menurut Santrock mengartikan pemudi sebagai perkembangan transisi

dari masa anak sampai dewasa yang berlangsung dari usia 11-21 tahun.29 Hurlock

mengartikan remaja sebagai proses tumbuh menjadi dewasa.30 Jadi secara

sederhana pemudi dapat diartikan sebagai remaja, perempuan muda yang ditandai

dari usia 10-22 tahun.

Erickson dan Santrock menyebut bahwa masa remaja adalah masa dimana

mencari identitas diri yang ditandai oleh sikap senang bereksplorasi,

bereksperimen, berimajinasi, dan keingintahuan.31 Adanya sikap-sikap di atas

membuat penampilan khususnya ala perempuan Belanda lebih banyak digunakan

oleh golongan pemudi. Sikap-sikap tersebut mendorong pemudi lebih ingin tahu

terhadap pakaian terusan daripada golongan perempuan dewasa, sehingga mereka

mulai bereksperimen dengan menggunakan pakaian tersebut.

Penggunaan penampilan ala perempuan Belanda oleh pemudi juga tidak

terlepas dari modernitas. Pengaruh modernitas sangat terlihat di dalam bidang

pendidikan. Melalui pendidikan, modernitas dari Belanda dapat menyebar dengan

begitu cepat. Penyebaran modernitas terjadi di lingkungan sekolah. Sekolah yang

diselenggarakan oleh pemerintah adalah institusi pendidikan yang menyebarkan

modernitas dari Belanda baik dalam wujud kurikulum, penampilan, dan kebiasaan

baru. Melalui aturan seragam sekolah setelan pakaian terusan untuk pertama

29Santrock, J.W., Adolesence Perkembangan Remaja (Jakarta: Erlangga,

2003), hlm. 26. 30Hurlock, E.B., Perkembangan Anak (Jakarta: Erlangga, 1997), hlm. 05. 31Santrock, J.W., op. cit., hlm. 32.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

23

kalinya dipakai oleh pemudi di sekolah pemerintah. Pemudi adalah tangan

pertama yang memakai dan memperkenalkan modernitas dalam wujud

penampilan ala perempuan Belanda kepada perempuan pribumi lainnya di

Yogyakarta.32

Istilah penampilan sering digunakan untuk menyebut cara berpakaian.

Penampilan juga diartikan sebagai identitas seseorang yang terkait karakteristik-

karakteristik fisik termasuk di dalamnya ukuran tubuh, cara berpakaian, model

rambut, dan pemakaian kosmetik.33 Simmel menyebut penampilan, mode sebagai

sebuah bentuk dari meniru dan memiliki perbedaan tiap waktu atau masa serta

berbeda pula antara satu kelas sosial dan kelas sosial lainnya. Dengan bahasa yang

sederhana penampilan diartikan sebagai cara bergaya, berpakaian, dalam

kehidupan sehari-hari yang menandai posisi kelas dan menyimbolkan identitas.

Dalam penulisan tesis ini penampilan hanya dibatasi pada mode pakaian

dan model rambut, karena sebagai salah satu bentuk penampilan yang paling

mudah diamati. Pakaian adalah kebutuhan dasar, untuk melindungi dan

perlindungan setiap manusia yang diberikan dan diterima begitu saja.34 Sebagai

kebutuhan dasar pakaian seringkali diabaikan dalam hubungannya dengan

32Jean Gelman Taylor, op. cit., hlm. 157. 33Malcolm Barnard, Fashion Sebagai Komunikasi, Cara

Mengomunikasikakan Identitas Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender (Yogyakarta: Jalasutra, 2011), hlm. 11.

34Maureen Fullam, Clothing as Beauty, Pleasure and Creativity (England:

Heythrop College, 1999), hlm. 239.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

24

kehidupan sosial. Pakaian selalu dianggap lumrah dan bagian terpisah dari tubuh

manusia tanpa melihat apakah ada pesan tersembunyi dibalik pakaian seseorang.

Meskipun pakaian selalu dianggap sebagai bagian terpisah dari kehidupan

manusia, bagaimanapun juga kenyataannya pakaian dan model rambut adalah

fenomena budaya yang mengindikasikan identitas pokok dari individu atau

kelompok, serta sebagai bentuk bahasa yang merefleksikan norma sosial dari

fashion, mode, dan kecantikan.35 Pakaian sebagai sebuah identitas merupakan hal

yang menarik karena sudah dianggap tidak lagi sebagai kulit luar manusia, tetapi

kulit sosial dan kebudayaan manusia.36

Disadari atau tidak pakaian sebagai kulit sosial menyiratkan sebuah

pernyataan yang sangat kuat tentang kelas, status, dan gender.37 Taylor memberi

contoh bagaimana pria Jawa berpakaian ala Belanda lengkap dengan rambut

dipotong pendek tanpa mengenakan tutup kepala, memakai sepatu dan kaus

35Victor H. Matthews, “The Anthropology of Clothing in the Joseph

Narrative”, Journal For the Study of the Old Testament, No. 65, Maret 1995, hlm. 25.

36Pakaian sebagai kulit sosial tidak hanya berfungsi sebagai pelindung

tubuh. Pakaian menjadi penanda identitas sosial bagi pemakainya misalnya dengan memakai setelan pakaian seragam maka identitas sebagai siswa muncul, atau dengan memakai kebaya, jarik, perhiasan, sepatu maka memunculkan identitas isteri seorang priyayi. Lihat dalam foto “Onderwijzeres Babs Met Klas 2 te Jogjakarta 1932”, dalam http://WWW.Kitlv.nl/imagesandmusic/1083; “Bestuurder en Echtgenote te Jogjakarta 1925”, http://WWW.Kitlv.nl/imagesandmusic/85768

37Jean Gelman Taylor, Kostum dan Gender di Jawa Kolonial Tahun 1800-

1940, op. cit., hlm. 121.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

25

kaki.38 Mereka diperlakukan dengan sopan santun ala orang-orang Belanda dan

bergaya ala Belanda. Tidak hanya kaum laki-laki, perempuan juga berusaha

menunjukkan statusnya melalui pakaian dan assesoris rambut. Perempuan keraton

menunjukkan statusnya melalui pakaian yang terdiri dari nyamping batik, rasukan

sutra, kacu sutra, bross, dan cincin.39 Sedangkan perempuan dengan status sosial

bawah menunjukkannya melalui pakaian lurik, kemben, dan stagen.40

Kualitas bahan, warna atau desain dan kondisi fisik dari pakaian semuanya

berkontribusi membangun idenstitas, kemakmuran, dan rangking dari individu

atau kelompok.41 Sehingga pakain selalu memiliki arti sebagai komunikasi

visual,42 karenanya tanpa perlu mengetahui latar belakang seseorang, melalui

pakaian dapat dilihat dari kelas sosial mana orang tersebut berasal.

Selain konsep penampilan ada juga konsep lain yakni modernisasi.

Modernisasi diartikan sebagai proses pergeseran sikap dan mentalitas sesuai

dengan tuntutan masa kini.43 Menurut Nordholt modernitas merupakan sesuatu

38Jean Gelman Taylor, ibid., hlm. 143. 39Mari S. Condronegoro, Busana Adat Kraton Yogyakarta, Makna dan

Fungsi Dalam Berbagai Upacara (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama, 1995), hlm. 27.

40H.J. Wibowo, dkk, Pakaian Adat Tradisional Daerah Istimewa

Yogyakarta (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990), hlm. 34. 41Victor H. Matthews, loc. cit., hlm. 26. 42Ibid., hlm. 25. 43Departemen Pendidikan Nasional, op. cit., hlm. 662.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

26

yang kontradiktif tidak saja bagi kolonial tapi juga bagi bumiputra.44 Dari sudut

pandang kolonial, Nordholt melihat modernitas sebagai sebuah sarana yang

diciptakan pemerintah dalam proses pembentukan koloni yang lebih beradab.

Dalam konteks ini beradab dimaknai sebagai superioritas budaya Barat dan

keterbelakangan budaya Bumiputra. Proses pembaratan ini berkembang menjadi

idealisasi gaya hidup modern Eropa perkotaan yang banyak diimpikan oleh

Bumiputra. Modernitas hadir dalam bentuk penampilan luar, selera, kualitas

hidup, sebagai bagian penting dalam proses pembentukan identitas dan status.

Modernitas pada awal abad ke-20 tidak hanya dimaknai masuknya unsur-

unsur dari Belanda yang memberikan keberadaban, tapi bagi Nordholt Sebuah

upaya “pencerahan” terhadap pribumi, dengan keyakinan bahwa pribumi harus

diajari kehidupan yang “beradab”, memakai nilai-nilai dan standar Belanda.

Maka, dapat diartikan bahwa modernitas tersebut lebih mewujud dalam berbagai

bentuk gaya hidup yang diusung oleh pemerintah kolonial. Modernitas ini adalah

elemen pembentuk perkotaan yang salah satunya adalah penampilan sebagai

sebuah gaya hidup. Latar belakang profesi, kemudahan akses transportasi,

komunikasi dan berbagai fasilitas publik lainnya melahirkan perilaku dan gaya

hidup yang khas. Demikian pula dengan tingkat pendidikan dan ekonomi yang

berbeda semakin mempermudah mereka untuk beradaptasi dengan elemen-elemen

modernitas. Modernitas penampilan perempuan Yogyakarta dimulai dari

44Henk Schulte Nordholt, “Modernity and Cultural Citizenship in the

Netherlands Indies: An Ilustrated Hypothesis” Journal of Southeast Asia Studies, vol 43 (3), pp. 435-457 October 2011, hlm. 444.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

27

masuknya pendidikan ala Belanda. Melalui pendidikan terjadi proses meniru baik

mode pakaian, gaya hidup, atau kebiasaan orang-orang Belanda.

Menurut Maier yang mengutip Breman bahwa modernitas adalah keadaan

yang memberikan kebebasan, kekuasaan, dan perbahan masyarakat. Dengan

bahasa lain modernitas adalah penyatu paduan semua umat manusia. Misalnya

modernitas pada masa kolonial memiliki arti adanya keinginan pemerintah

kolonial untuk membuat masyarakat “homogen” ditanah jajahan.45 Taylor juga

menyebutkan modernisasi dalam penggunaan penampilan setelan terusan sebagai

bentuk keinginan pemerintah kolonial untuk meng-kolonialisasi tubuh.

Menurut Dilip M. Menon modernitas kolonial merupakan negosiasi antara

modernitas metropolis dengan adat-istiadat asli.46 Dalam penggambarannya berisi

tentang anak-anak muda yang terjebak antara dunia lama dan dunia baru. Di dunia

lama yaitu rumah, mereka hidup sesuai dengan aturan kehidupan tradisional. Di

dunia baru yaitu sekolah dan saat terjadi kontak dengan guru Belandanya, mereka

belajar tentang kemerdekaan ekonomi, tanggungjawab pribadi, dan kemungkinan

untuk terbebas dari klaim-klaim keluarga besar mereka.47

45Henk Maier, “Pusaran Air Dan Listrik, Modernitas Hindia-Belanda”,

Lihat dalam Henk Schulte Nordholt, op. cit., hlm. 268. 46Dilip M. Menon, “Religion and Colonial Modernity: Rethinking Belief

and Identity” Economic and Political Weekly, vol. 37, No. 17 (Apr. 27-May 3, 2002) hlm. 1662.

47Harry G Aveling. “Sitti Nurbaya: Some Reconsiderations”. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, Deel 126, 2de Afl. (1970), hlm. 230.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

28

Inkeles menyatakan bahwa modernisasi adalah kesiapan menerima

pengalaman baru dan terbuka terhadap inovasi dan perubahan. Menurut Taufik

Abdullah modernitas adalah proses penyesuaikan kepada lingkungan yang baru

untuk mendorong masyarakat melihat kebudayaannya sendiri. Walaupun

modernisasi digerakkan oleh keinginan dalam ataupun tekanan dari luar. Hal ini

seperti masyarakat Yogyakarta dengan keadaan sekeliling yang baru membuat

tidak hanya ada ketegangan antara tradisi dan modernitas, tetapi yang terpenting

adalah sikap baru terhadap tradisi itu sendiri. Dibangunnya kedua konsep ini

dimaksudkan agar pembahasan tidak keluar dari paradigma yang ada serta

memperjelas pemahaman akan kajian sejarah yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian tesis berjudul “Penampilan Pemudi

Yogyakarta 1920’an-1950’an” terbagi menjadi V bab. Tiap-tiap bab nantinya

terbagi lagi ke dalam subbab-subbab tersendiri. Setiap bab saling berkaitan dan

merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dalam memahaminya.

Sehingga dari relasi antar bab diharapkan dapat menjelaskan perkembangan

penampilan pemudi Yogyakarta secara cermat. Berikut rincian kelima bab

tersebut, Bab I berisi latar belakang yang merupakan alasan penulis mengambil

penelitian dengan tema penampilan perempuan, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konseptual dan

pendekatan serta metode penelitian, sistematika penulisan.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

29

Bab II menjelaskan kehidupan perempuan Yogyakarta 1920’an-1950’an.

Pembahasan difokuskan pada ruang fisik kota Yogyakarta, komposisi penduduk,

dan kehidupan perempuan dalam berbagai aktivitas seperti ekonomi, pendidikan,

dan organisasi. Penjelasan mengenai gambaran perempuan Yogyakarta sangat

penting karena sebagai jalan masuk bagi pembaca untuk lebih memahami

kehidupan perempuan Yogyakarta.

Bab III membahas penampilan pemudi Yogyakarta di ranah pendidikan

dari berbagai latar belakang institusinya. Penampilan yang dibahas terkait mode

pakaian dan model rambut, serta makna yang mengikutinya. Dalam bab ini akan

dijelaskan mode-mode pakaian dan model-model rambut pemudi di Yogyakarta,

mulai dari sekolah pemerintah hingga swasta dan universitas. Adanya penjelasan

mengenai mode-mode pakaian dan model-model rambut pemudi di Yogyakarta,

mulai dari sekolah pemerintah hingga swasta nantinya dapat menunjukkan

bagaimana pakaian kebaya dan setelan pakaian terusan tumbuh secara bersama-

sama menjadi pakaian pemudi di Yogyakarta.

Bab IV membahas penampilan perempuan pelajar di ranah publik. Ranah

publik dibagi lagi ke dalam kehidupan sehari-hari, acara resmi, acara kontes, dan

kebiasaan baru yang muncul. Dalam bab ini tentunya akan dijelaskan penggunaan

kebaya dan setelan pakaian terusaan sebagai pakaian harian pemudi di

Yogyakarta. Penggunaan kedua model pakaian tersebut tentunya membawa

konsekuensi terhadap munculnya kebiasaan baru pemudi di Yogyakarta.

Munculnya kebiasaan baru dalam aktivitas pemudi di Yogyakarta mendorong

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/88108/potongan/S2-2015... · menggambarkan tentang penampilan pemudi ... cara kita memilih pakaian dapat berfungsi

30

munculnya kritikan-kritikan melalui terbitan. Bab V adalah bab terakhir ini berisi

kesimpulan antar bab yang telah dibahas dan jawaban dari hasil pertanyaan-

pertanyaan pada bab pertama.