1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, korupsi telah menjadi musuh yang harus dilawan sebagai sesuatu yang mendesak. Jelas, korupsi telah merusak kesehatan ekonomi dan keuangan negara. Tapi sebagai dampak lain yang tak kalah parah adalah melemahnya nilai-nilai sosial dalam kehidupan masyarakat 1 . Laporan-laporan mengenai korupsi pun semakin hari semakin banyak. Mulai dari yang kecil-kecilan hingga korupsi mega proyek pengusaha dan pemerintah. Pelakunya pun bermacam-macam. Mulai dari pejabat tingkat kelurahan, pegawai negeri, pengusaha, politisi, pemerintah daerah, sampai ke tingkat menteri. Republik Indonesia bahkan menduduki urutan ke 100 dari 183 daftar Negara-Negara Terkorup di dunia versi CPI ( Corruption Perception Index) pada tahun 2011 2 . Ibarat sebuah penyakit meradang, korupsi dianggap sulit untuk 'disembuhkan' dari negeri ini. Dari asal katanya, korupsi berasal dari kata berbahasa latin, ‘corruptio'. Kata ini mempunyai kata kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Sedangkan menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan ilegal memperkaya diri atau memperkaya orang-orang yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka 3 . Secara detail, korupsi dijelaskan dalam tiga belas pasal UU No. 31 Tahun 1 Jeremy Pope (diterjemahkan oleh Masri Maris, Yayasan Obor Indonesia). 2007. Buku Panduan Transparency International 2002: Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasio nal Edisi Kedua. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. Hal. 3 2 http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/01/ri-ranks-100th-2011-corruption-perception- index.html diakses 25 Juli 2012. CPI (Corruption Perception Index) merupakan sebuah program riset tahunan yang diadakan oleh sebuah koalisi lembaga swadaya internasional yang bergerak di bidang anti korupsi yaitu TI (Transperancy International). 3 Komisi Pemberantasan Korupsi. 2011. Pahami Dulu, Baru Lawan!: Buku panduan Kamu Buat Ngelawan Korupsi, KPK. Hal. 7
38
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67738/potongan/S1-2013... · Laporan-laporan mengenai korupsi pun semakin hari semakin banyak. Mulai dari
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia, korupsi telah menjadi musuh yang harus dilawan sebagai
sesuatu yang mendesak. Jelas, korupsi telah merusak kesehatan ekonomi dan
keuangan negara. Tapi sebagai dampak lain yang tak kalah parah adalah
melemahnya nilai-nilai sosial dalam kehidupan masyarakat1.
Laporan-laporan mengenai korupsi pun semakin hari semakin banyak.
Mulai dari yang kecil-kecilan hingga korupsi mega proyek pengusaha dan
pemerintah. Pelakunya pun bermacam-macam. Mulai dari pejabat tingkat
kelurahan, pegawai negeri, pengusaha, politisi, pemerintah daerah, sampai ke
tingkat menteri.
Republik Indonesia bahkan menduduki urutan ke 100 dari 183 daftar
Negara-Negara Terkorup di dunia versi CPI (Corruption Perception Index) pada
tahun 2011 2 . Ibarat sebuah penyakit meradang, korupsi dianggap sulit untuk
'disembuhkan' dari negeri ini.
Dari asal katanya, korupsi berasal dari kata berbahasa latin, ‘corruptio'.
Kata ini mempunyai kata kerja corrumpere yang artinya busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Sedangkan menurut Transparency
International, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau pegawai
negeri, yang secara tidak wajar dan ilegal memperkaya diri atau memperkaya
orang-orang yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka3.
Secara detail, korupsi dijelaskan dalam tiga belas pasal UU No. 31 Tahun
1 Jeremy Pope (diterjemahkan oleh Masri Maris, Yayasan Obor Indonesia). 2007. Buku Panduan
Transparency International 2002: Strategi Memberantas Korupsi, Elemen Sistem Integritas Nasional Edisi Kedua. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. Hal. 3 2 http://www.thejakartapost.com/news/2011/12/01/ri-ranks-100th-2011-corruption-perception-index.html diakses 25 Juli 2012. CPI (Corruption Perception Index) merupakan sebuah program
riset tahunan yang diadakan oleh sebuah koalisi lembaga swadaya internasional yang bergerak di
bidang anti korupsi yaitu TI (Transperancy International). 3 Komisi Pemberantasan Korupsi. 2011. Pahami Dulu, Baru Lawan!: Buku panduan Kamu Buat
Selanjutnya yang keempat, tujuan kampanye selalu jelas dan spesifik serta
dapat diukur dengan mudah. Sementara tujuan propaganda diarahkan untuk
mengubah belief system dari khalayak yang disampaikan secara tidak jelas.
Kelima, kampanye sangat menekankan kesukarelaan dan menghindari pendekatan
koersif dalam menyampaikan pesannya terhadap sasaran khalayak, sedangkan
propaganda cenderung menghalalkan cara paksaan. Perbedaan yang keenam yaitu
kampanye memiliki kode etik yang telah ditetapkan sebelumnya untuk mengatur
berlangsungnya kegiatan, sedangkan propaganda tak memiliki aturan etis.
Terakhir, kampanye senantiasa mempertimbangkan kepentingan kedua belah
pihak (campaign makers dan khalayak sasaran) agar tujuan dicapai, sementara
propaganda hanya mengutamakan kepentingan propagandis.
Selain dengan propaganda, kampanye komunikasi juga seringkali
disamakan dengan kampanye hubungan masyarakat atau yang biasa disebut
kampanye humas. Hal ini dikarenakan kedua hal tersebut sama-sama
mengarahkan kepada masyarakat untuk membawa perubahan pada pengetahuan,
sikap, dan perilaku. Namun, pada dasarnya kampanye komunikasi publik dan
kampanye humas memiliki perbedaan. Kampanye humas dilakukan oleh praktisi
humas sebuah instansi yang memiliki fungsi dan peranan sebagai bagian dari
organisasi yang mengelola hubungan dengan publik untuk menunjang eksistensi
organisasi tersebut. Cutlip, Center & Broom menjelaskan, “Public relations is the
management function that identifies, establishes, and mantains mutually
beneficial relationship between an organization and the various publics on whom
its succes or failure depends.”6
Penjelasan tersebut menerangkan bahwa pada dasarnya kampanye humas
berorientasi untuk membangun hubungan dengan publik terkait dan pertautan
yang erat antara orientasi kampanye tersebut dengan misi organisasi yang
diwakilinya. Melalui fungsi manajemen tersebut humas diarahkan dalam
merencanakan langkah-langkah serta menyusun strategi yang tepat dalam
membangun dan menjaga hubungan yang saling menguntungkan antara organisasi
dengan publik. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mendukung pencapaian misi
organisasi yang ditetapkan berdasarkan filosofi organisasi dan disesuaikan dengan
6 Scott M. Cutlip, Allen H. Center, & Glen M. Broom, 2000. Effective Public Relations. 6th Editio
n. New Jersey: Prentice Hall. Hal 4.
7
kondisi publik. Sedangkan kampanye komunikasi publik berfokus pada tujuan
sosial (noncommercial benefits). Oleh sebab itu kampanye komunikasi publik
dilihat sebagai strategi kontrol sosial karena dimaksudkan untuk dapat
mempengaruhi sebuah kelompok dan diharapkan dapat memberikan efek pada
kelompok lain dalam hal kepercayaan dan perilaku.
Lebih lanjut, penjelasan mengenai kampanye komunikasi publik dan
kampanye humas dijelaskan oleh David M. Dozier, Larissa A. Grunig, dan James
E. Grunig dengan memberikan skema yang menggambarkan perbedaan dan hal-
hal yang saling melengkapi mengenai kampanye komunikasi publik dan
kampanye humas.
PR Domain PCC Domain
Management Campaign Purposive
Function to Targeted at intentions
establish and KAB of to change
maintain mutually Populations others for
benefial relationships noncommercial
benefits to
individuals or
society
Bagan 1.1.
Pemetaan Konsep Kampanye Humas dan Kampanye
Komunikasi Publik7
7 David M. Dozier, Larissa A.G., James E.G. 2001. “Public Relations as Communication Campaign
”. Dalam C.K Atkin dan R.E Rice. Public Communication Campaigns. 3rd Edition.London: Sage
Publication, Inc. Hal. 232-233
8
Dalam bagan tersebut terlihat bahwa pada dasarnya kampanye komunikasi
publik dan kampanye humas diarahkan kepada masyarakat untuk membawa
perubahan pada pengetahuan, sikap, dan perilaku (Knowledge, Atittude,
Behaviour). Sementara, kampanye komunikasi publik dirancang untuk tujuan
sosial kepada masyarakat. Sedangkan kampanye humas dirancang sebagai fungsi
manajemen untuk membangun dan menjaga hubungan yang saling
menguntungkan antara publik dan organisasi.
Kampanye pada dasarnya merupakan suatu proses kegiatan komunikasi
individu atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga serta bertujuan untuk
menciptakan suatu efek atau dampak tertentu. Rogers dan Storey (1987)
mendefinisikan kampanye sebagai "serangkaian tindakan komunikasi yang
terencana dengan tujuan untuk menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar
khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu".8
Definisi inilah yang dianggap paling populer dan dapat diterima di
beberapa kalangan ilmuwan komunikasi. Hal ini disimpulkan berdasarkan dua
alasan; pertama, definisi tersebut secara tegas menyatakan bahwa kampanye
merupakan wujud tindakan komunikasi, dan yang kedua adalah bahwa definisi
tersebut dapat mencakup keseluruhan proses dan fenomena praktik kampanye
yang terjadi.
Pengertian lain yang disampaikan oleh Leslie B. Snyder, "a
communication campaign is an organized communication activity, directed at a
particular audience, for a particular period of time, to achieve a particular goal".
Pendapat Snyder tentang sebuah kampanye tersebut menjelaskan bahwa
kampanye merupakan sebuah aktifitas komunikasi yang terorganisir dengan
audiens, waktu, serta tujuan tertentu yang spesifik. Secara tersirat pendapat ini
memberikan pemahaman bahwa sebuah kampanye akan selalu dilaksanakan
dengan tahap dan proses yang terperinci serta mendetail. Dengan begitu,
implementasi kegiatan kampanye akan terfokus hingga tercapainya hasil yang
diharapkan.
Definisi lain juga diungkapkan oleh beberapa ahli. Pfau dan Parrot
menjelaskan kampanye sebagai suatu proses yang dirancang secara sadar,
8 Op. Cit. Antar Venus. Hal. 7
9
bertahap, dan berkelanjutan yang dilaksanakan pada rentang waktu tertentu
dengan tujuan mempengaruhi publik sasaran yang telah ditetapkan.9 Sedangkan
menurut Paisley, kampanye komunikasi publik dideskripsikan sebagai “someone’s
intention to influence someone’s else belief or behaviour, using communicated
appeales.”10
Dari beberapa definisi tersebut, terlihat empat poin penting dalam setiap
aktivitas kampanye komunikasi, yakni tindakan kampanye senantiasa ditujukan
untuk mencapai efek tertentu, jumlah khalayak sasaran yang besar, dilakukan
dlam kurun waktu tertentu, serta melalui serangkaian tindakan komunikasi yang
terorganisir. Tujuan kampanye dalam definisi-definisi tersebut juga sama, yaitu
untuk mempengaruhi kepercayaan dan perilaku orang lain yang merupakan publik
sasaran dalam sebuah kampanye. Namun, Paisley menambahkan dengan
pendekatan komunikasi dalam definisinya.
Tujuan kampanye dengan lebih spesifik diuangkapkan oleh McGuire
dalam mendefinisikan mengenai kampanye. Menurutnya, “public communication
campaign are designed to manipulate human behaviour by inducing people to do
something other than what they are initially inclined to do.”11
Dalam definisi
tersebut, McGuire menekankan kampanye pada tujuan untuk menggerakkan
perilaku manusia dan secara spesifik menggunakan kata membujuk (inducing)
sebagai upaya komunikasinya.
Terdapat definisi lain mengenai kampanye seperti yang dikemukakan oleh
Newsome, Scott, & Turk, bahwa “campaigns are coordinated, purposeful,
extended efforts designed to achieved a specific goal or a set of interrelated goals
that will move the organization toward a longer-range objective expressed as its
mission statement”.12
Dalam konteks ini kampanye dideskripsikan sebagai usaha
terkoordinasi, bertujuan, dan dirancang untuk mencapai tujuan yang spesifik atau
9 Pfau & Parrot, Seperti dikutip oleh Antar Venus. 2004. Manajemen Kampanye, Panduan Teoritis
dan Praktis dalam Mengefektifkan Kampanye Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Hal 7. 10 W. Paisley, 1981. “Public Communication Campaigns: The American Experience”. Dalam
R.E. Rice & W. J. Paisley, (penyunting). Public Communication Campaigns. London: Sage
Publications, Ltd. Hal. 23 11 W.J. McGuire, 1981. “Theoritical Foundations of Campaign”. Dalam R.E. Rice & W. J. Paisley,
(penyunting). Public Communication Campaigns. London: Sage Publications, Ltd. Hal. 67 12 Doug Newsome, Alan Scott, & J.V. Turk, 1993. This is PR: The Realities of Public Relations. B
elmont, CA: Wardsworth. Hal .474
10
untuk mencapai serangkaian tujuan yang saling berhubungan yang akan
menggerakkan organisasi menuju objektif jangka panjang yang diungkapkan
dalam pernyataan misinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kampanye
digambarkan sebagai suatu usaha yang terencana dan sengaja dirancang,
sementara tujuan kampanye ditekankan pada hubungan dengan misi organisasi.
Definisi lain mengenai kampanye komunikasi publik secara lengkap
diungkapkan oleh Rice & Atkin seperti yang dikutip oleh Dozier, Grunig, &
Grunig, yaitu:
Public communication campaigns as purposive attemps to inform, persuad
e, or motivate behavior changes in a relatively well-defined and large audi
ence, generally for noncommercial benefits to the individual and/or society
, typically within a given time periode, by means of organized communicati
on activities involving mass media and often complemented by interperson
al support.13
Pada definisi tersebut diungkapkan bahwa kampanye komunikasi publik
merupakan sebuah usaha yang terencana yang digunakan untuk
menginformasikan, membujuk, atau memotivasi perubahan perilaku publik dan
pada umumnya untuk manfaat-manfaat sosial (noncommercial) untuk individu
dan/atau masyarakat, pada kurun waktu yang ditentukan, melalui aktivitas-
aktivitas komunikasi yang terencana dengan melibatkan media massa dan sering
kali dilengkapi dengan dukungan interpersonal.
Oleh Julia Coffman14
, tujuan kampanye komunikasi publik secara spesifik
dibedakan atas dua tipe, yaitu perubahan perilaku individu (individual behavioral
change) dan perubahan politik dan kehendak publik (public will and political
change).
Kampanye perubahan perilaku individu (individual behavioral change)
juga seringkali disebut sebagai kampanye informasi publik (public information
campaign) atau kampanye pendidikan publik (public education campaign).
Kampanye tipe ini senantiasa mengupayakan terjadinya perubahan dalam
masalah-masalah sosial maupun individu yang mengarah pada peningkatan
13 Op.Cit. David M. Dozier, Larissa A.G., James E.G. Hal. Hal 231-232 14 Coffman, J. 2002, May. Public communication campaign evaluation: An environmental
scan of challenges, criticisms, practice, and opportunities. Cambridge, MA: Harvard
Family Research Project.
11
kualitas hidup masyarakat/individu itu sendiri.
Beberapa contoh kampanye yang termasuk dalam tipe ini adalah
kampanye anti-merokok, anti-narkotika dan penyalahgunaanfnya, penghematan
energi, serta beberapa isu-isu kesehatan seperti kampanye vegetarian, anti-kanker,
dan masih banyak lagi. Selain itu juga, beberapa isu lain seperti pendidikan,
kriminalitas, maupun keluarga berencana (KB).
Sedangkan tipe kampanye perubahan politik dan kehendak publik (public
will and political change) lebih terfokus pada pembentukan aspirasi atau pendapat
publik yang mampu memotivasi para pemangku kebijakan publik untuk
menetapkan kebijakan yang sesuai dengan keinginan publik tersebut. Jadi, tipe
kampanye ini mencoba untuk mengesahkan atau mengangkat unsur-unsur penting
dalam masalah-masalah sosial di mata publik yang mampu mendorong sebuah
perubahan melalui kebijakan (policy action).
Beberapa contoh kampanye perubahan politik dan kehendak publik ini
adalah seperti kebijakan-kebijakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM),
illegal logging dan perusakan hutan, serta kebijakan kesehatan.
Kedua tipe tersebut secara singkat dapat dilihat melalui tabel berikut ini15
:
Tipe
Kampanye/
Goal
Perubahan Perilaku Individu Perubahan Politik dan
Kehendak Publik
Objectives
Mempengaruhi
kepercayaan dan
pemahaman tentang
perilaku individu terhadap
isu tertentu dan segala
konsekuensinya.
Mempengaruhi serta
memberi keyakinan dalam
mendukung perilaku
individu.
Mempengaruhi
pemahaman individu
terhadap norma sosial
tertentu dan keterkaitannya
dengan perilaku sesama
individu lainnya.
Menghasilkan sebuah
Meningkatkan
kemampuan dalam
memandang/menilai
sebuuah isu serta nilai-
nilai kepentingannya
Mempengaruhi persepsi
sebuah isu sosial dan
tokoh diballik isu
tersebut (who is seen as
responsible).
Meningkatkan
pengetahuan mengenai
solusi berdasarkan tokoh
yg berkewenangan dalam
sebuah isu.
Mempengaruhi kriteria
dalam menentukan
15 Op.Cit. Coffman, J. 2002. Hal. 6
12
perubahan perilaku
(apabila didukung dengan
komponen program
tertentu yang sesuai)
kebijakan dan pembuat
kebijakan
(policymakers).
Membantu memutuskan
segala kemungkinan
untuk pengenalan
pelayanan dan
pembiayaan publik.
Mengajak dan
menggerakkan konstituen
untuk melakukan aksi.
Target
Audiences
Segmen populasi dengan
perilaku yang butuh diubah
Segmen/bagian dari
masyarakat umum yang akan
digerakkan dan pembuat
kebijakan
Strategi Social Marketing
Media advokasi,
mengatur/mengorganisir
masyarakat (community
organizing), dan
mobilisasi/aksi
Media
Vehicles
Pelayanan publik berupa
program-program tertentu, print,
TV, radio, dan iklan-iklan
elektronik lain yang populer.
Media pemberitaan: print, TV,
radio, iklan-iklan elektronik
lainya.
Contoh-
contoh
Anti-rokok, drunk-driving,
penggunaan kondom, parenting,
penggunaan sabuk pengaman,
hemat energi, dll
Kebijakan kesehatan, illegal
logging, kebijakan
pelanggaran HAM
Tabel 1.1.
Perbedaan Dua Tipe Kampanye Berdasarkan Tujuan Utamanya
(Primary Goals)
Coffman telah membagi kampanye menjadi dua tipe berdasarkan tujuan
utama kampanye. Sedangkan menurut Paisley, dalam mendefinisikan kampanye
terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mendeskripsikan kampaye.
Yang pertama yakni dengan pendekatan intention atau tujuan. Kemudian yang
kedua, Paisley menawarkan dengan menggunakan pendekatan proses.16
Jika dilihat melalui pendekatan intention maka kampanye akan lebih
terfokus pada suatu tujuan sosial dan akan melibatkan seperangkat strategi kontrol 16 Op. Cit. W. Paisley. Hal 24
13
sosial. Paisley memberikan sebuah contoh kampanye yang dilakukan oleh US
Forest Service atau Dinas Kehutanan Amerika Serikat untuk melindungi hutan
dari penyalahgunaan. Kampanye tersebut menggunakan strategi “three Es”, yakni
education, engineering, dan enforcement. Kampanye komunikasi publik dalam hal
ini berkonsentrasi pada kebakaran hutan, perusakan hutan, polusi, dan sebagainya
sebagai bagian dari education. Strategi engineering memberikan alternatif dengan
membangun camp yang aman dari api dan memasang perlengkapan seperti tanda
jalan setapak dari baja sehingga tidak mudah dirusak. Jika publik tetap melakukan
perusakan hutan, strategi enforcement siap dilaksanakan yaitu dengan cara
pembatasan akses, surat perintah tertulis, menuntut perusak hutan ke pengadilan,
dan sebagainya.
Sebagai contoh lainnya, ketika di Amerika orang-orang menggunakan
bensin terlalu banyak, mobil irit bahan bakar menjadi engineered dalam hal
tersebut. Strategi enforcement dilakukan dengan cara pembatasan penjualan
bensin dan pemberian surat peringatan bagi yang mengendarai kendaraan dengan
kecepatan tinggi.
Jadi, berdasarkan beberapa contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa tahap
education isi kampanye diarahkan untuk mendidik masyarakat. Tahap engineering
merupakan tahap persiapan berbagai hal sebelum kampanye dilaksanakan.
Sedangkan tahap enforcement dimaksudkan sebagai tahap berupa pengaturan
sanksi bagi para pelanggar peraturan.
Newsome, Scott, dan Turk juga menjelaskan lebih lanjut mengenai strategi
kampanye berdasarkan intention ini melalui lima elemen yang selalu ada dalam
sebuah kampanye yang sukses.17
Elemen-elemen tersebut ialah:
a. Education
Sebuah kampanye seharusnya mencerahkan publiknya, memberitahu
mereka sesuatu yang mereka belum tahu atau memberikan mereka perspektif yang
berbeda atau cara pandang pada sesuatu yang telah mereka ketahui, atau mereka
pikir telah mereka ketahui.
b. Engineering
Yakni sarana atau kemudahan yang meyakinkan publik untuk melakukan