1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan salah satu kekhawatiran terbesar yang dihadapi dunia kesehatan karena menyebabkan hampir 6 juta orang meninggal dalam setahun. Lebih dari 5 juta orang meninggal karena menghisap langsung rokok, sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal karena terpapar asap rokok (WHO, 2013). Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok yang terbesar di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), pada tahun 2012 persentase prevalensi perokok pria yaitu 67% jauh lebih besar daripada perokok wanita yaitu 2,7%. Diantara para perokok tersebut terdapat 56,7% pria dan 1,8% wanita merokok setiap hari. Terdapat gap yang besar antara jumlah perokok dewasa pria dan perokok wanita yang merokok setiap hari (OECD, 2013). Diperkirakan sebanyak seperempat perokok aktif akan meninggal pada usia 25-69 tahun dan mereka kehilangan angka harapan hidup sekitar 20 tahun (Gajalakshmi dkk., 2003). Pada tahun 2005, WHO memulai program World Health Organization Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) yang bertugas untuk mengidentifikasi kerugian yang diakibatkan oleh aktivitas merokok dan hal yang terkait dengan upaya pencegahan. Pada tahun 2008, WHO mengidentifikasi 6 elemen pengendalian rokok yang dikenal dengan MPOWER yang merupakan
26
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/72110/potongan/S1-2014... · Faktor sosiodemografi yang memiliki hubungan dengan kualitas hidup, dua diantaranya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merokok merupakan salah satu kekhawatiran terbesar yang dihadapi dunia
kesehatan karena menyebabkan hampir 6 juta orang meninggal dalam setahun.
Lebih dari 5 juta orang meninggal karena menghisap langsung rokok , sedangkan
600 ribu orang lebih meninggal karena terpapar asap rokok (WHO, 2013).
Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi perokok yang terbesar
di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO), pada tahun 2012
persentase prevalensi perokok pria yaitu 67% jauh lebih besar daripada perokok
wanita yaitu 2,7%. Diantara para perokok tersebut terdapat 56,7% pria dan 1,8%
wanita merokok setiap hari. Terdapat gap yang besar antara jum lah perokok
dewasa pria dan perokok wanita yang merokok setiap hari (OECD, 2013) .
Diperkirakan sebanyak seperempat perokok aktif akan meninggal pada usia 25 -69
tahun dan mereka kehilangan angka harapan hidup sekitar 20 tahun (Gajalakshmi
dkk., 2003).
Pada tahun 2005, WHO memulai program World Health Organization
Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) yang bertugas untuk
mengidentifikasi kerugian yang diakibatkan oleh aktivitas merokok dan hal yang
terkait dengan upaya pencegahan. Pada tahun 2008, WHO mengidentifikasi 6
elemen pengendalian rokok yang dikenal dengan MPOWER yang merupakan
2
singkatan dari Monitoring, Protecting, Offering, Warning, Enforcing dan Raising.
Hingga saat ini Indonesia belum menandatangani WHO FCTC sehingga masalah
pengendalian rokok di Indonesia masih belum tertangani dengan baik karena tidak
adanya program pendampingan dalam pengendalian rokok.
Keinginan seseorang untuk merokok disebabkan karena beberapa hal.
Selain untuk memberikan image danmelepas penat, mengurangi stres juga
menjadi penyebabnya. Faktor sosiodemografi yang terdiri dari berbagai hal juga
dapat menjadi pencetus untuk merokok (Ǒncel dkk., 2011; Nazary dkk., 2010;
Rozi dkk., 2007). Klaster atau jenis pendidikan mempunyai hubungan dengan
status merokok (Chatterjee dkk., 2011). Memperoleh pengetahuan akan dampak
serta bahaya merokok dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam mengambil
tindakan dalam memandang kebiasaan merokok. Seseorang yang mempunyai
latar belakang pendidikan kesehatan cenderung untuk tidak m erokok
(Alexopoulos dkk., 2010; Chatterjee dkk., 2011). Aktivitas fisik yang dilakukan
sehari-hari memiliki hubungan dengan status merokok (Alexopoulos dkk., 2010).
Begitu pula dengan riwayat merokok orang tua. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Alexopoulos dkk. (2010) bahwa memiliki orang tua yang merokok
akan cenderung membuat seseorang untuk merokok terutama apabila yang
merokok adalah ibu.
Angka jum lah perokok pada kelompok dewasa muda meningkat setiap
tahunnya (CDC, 1999). Data Global Youth Tobacco Survey (GTYS) (2009)
mendapatkan bahwa persentase anak-anak usia 13-15 tahun yang merokok di
Indonesia mencapai 20,3%. Alexopoulos dkk. (2010) menyatakan bahwa
3
merokok pada usia dini merupakan masalah yang serius dan akan sulit untuk
dikendalikan sehingga perlu penanganan khusus dan segera agar angka perokok
dewasa dapat ditekan.
Hingga saat ini belum tersedia data jumlah perokok di kalangan
mahasiswa. Data terbaru di Indonesia menurut Global Health Professions Student
Survey (GHPSS) (2006) menunjukkan bahwa mahasiswa klaster kesehatan di
Indonesia yang merokok sebanyak 8,6%. Tidak menutup kemungkinan bahwa
saat ini jumlah perokok dewasa muda pada kelompok mahasiswa maupun non -
mahasiswa semakin bertambah. Peningkatan tersebut dapat terjadi disebabkan
oleh peningkatan jumlah perokok pada kelompok pelajar sekolah menengah
pertama dan sekolah menengah atas (USDHHS, 2000). Pemasaran industri rokok
yang menargetkan penduduk dewasa muda (18-24 tahun) sebagai target
konsumen utama juga memegang peranan dalam peningkatan angka ini
(Weschler, 2001). Mudahnya seseorang yang berumur kurang dari 18 tahun
mendapatkan rokok karena tidak adanya regulasi yang ketat juga memegang peran
dalam peningkatan jumlah perokok pada dewasa muda (Alexopoulos dkk., 2010).
Sebanyak 59% penjual rokok tidak memerdulikan konsumen rokok yang masih
termasuk kelompok anak-anak (13-15 tahun) dan tetap menjualnya (GYTS,
2009).
Kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh berbagai macam kebiasaan.
Dintaranya dapat dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi, status merokok dan
perilaku merokok. Faktor sosiodemografi yang memiliki hubungan dengan
kualitas hidup, dua diantaranya adalah klaster atau jenis pendidikan dan kebiasaan
4
olahraga. Klaster pendidikan memiliki hubungan dengan kualitas hidup
(Pekmezovic dkk., 2011; Zhang dkk., 2012). Seseorang yang memiliki latar
belakang pendidikan kesehatan memiliki kualitas hidup yang lebih baik (Zhang
dkk., 2012). Kebiasaan olahraga atau aktivitas fisik juga memiliki hubungan
dengan kualitas hidup (Pekmezovic dkk., 2011; Sabbah dkk., 2013; Zhang dkk.,
2012). Sebuah penelitian di Amerika Serikat menyatakan bahwa perokok
memiliki kualitas hidup lebih buruk daripada nonperokok (Strine dkk., 2005).
Pada penelitian di Massachusetts, orang-orang yang berhenti merokok se lama
penelitian memiliki skor kualitas hidup yang lebih baik, terutama pada ranah
kesehatan mental, energi dan vitalitas, serta kesehatan secara umum (Mitra dkk.,
2004). Bagi perokok, jumlah rokok yang dikonsumsi dalam sehari memiliki
hubungan dengan kualitas hidup (Bedmar dkk., 2009; Vogl dkk., 2012). Sebuah
penelitian di Inggris menyatakan bahwa semakin banyak rokok yang dikonsumsi
dalam sehari maka akan semakin buruk pula kualitas hidup (Vogl dkk., 2012).
Sebagai salah satu instrumen pengukuran kualitas hidup, WHOQOL-
BREF telah digunakan dalam beberapa penelitian yang menggunakan responden
mahasiswa (Li dkk., 2009; Zhang dkk., 2012). Menurut Zhang dkk. (2012) yang
meneliti kualitas hidup mahasiswa dengan gender menggunakan WHOQOL -
BREF menyatakan bahwa domain psikologi dan domain sosial dari kualitas hidup
lah yang berpengaruh terhadap mahasiswa. Penggunaan instrumen tersebut dalam
penelitian yang terkait dengan kebiasaan merokok belum banyak dilakukan,
terutama pengunaannya pada kalangan muda yang berstatus mahasiswa.
5
Universitas Gadjah Mada merupakan salah satu perguruan tinggi tertua di
Indonesia yang terletak di Kampus Bulaksumur Yogyakarta. S aat ini sudah
terdapat 18 Fakultas, 1 sekolah Pascasarjana dan 1 sekolah Vokasi . Jumlah
mahasiswa pada tahun 2012 sebanyak 51,796 orang yang berpotensi sebagai
perokok aktif dan pasif yang cukup besar (UGM, 2013).Sayangnya belum ada
peraturan pengendalian rokok denganpenegakan hukum yang jelas di wilayah
kampus. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian fakultas mengi jinkan
mahasiswa merokok di lingkungan kampus. Dampak buruk rokok ini dapat
dirasakan langsung maupun tidak langsung oleh para mahasiswa. Penelitian untuk
mengukur kualitas hidup berdasarkan sosiodemografi dan status merokok dengan
instrumen WHOQOL BREF diperlukan untuk memberikan informasi kepada
pembuat kebijakan kampus agar wilayah kampus Universitas Gadjah Mada bebas
dari asap rokok sehingga staff pendidikan maupun kependidikan serta mahasiswa
dapat menjalani hidup dengan lebih sehat.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
disusun rumusan masalah pada kalangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada
sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran variabel sosiodemografi (klaster, kebiasaan olahraga dan
riwayat merokok orang tua), status merokok, perilaku merokok dan kualitas
hidup pada domain fisik, domain psikologi, domain sosial dan domain
lingkungan mahasiswa.
6
2. Bagaimana hubungan variabel sosiodemografi (klaster, kebiasaan olahraga dan
riwayat merokok orang tua) dengan status merokok mahasiswa.
3. Bagaimana hubungan variabel sosiodemografi (klaster dan kebiasaan olahraga)
dengan kualitas hidupmahasiswa.
4. Bagaimana hubungan status merokokdengan kualitas hidup mahasiswa.
5. Bagaimana hubungan perilaku merokokdengan kualitas hidup mahasiswa.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada kalangan mahasiswa Universitas Gadjah
Mada dengan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui gambaran variabel sosiodemografi (klaster, kebiasaan olahraga
dan riwayat merokok orang tua), status merokok, perilaku merokokdan kualitas
hidup pada domain fisik, domain psikologi, domain sosial dan domain
lingkungan mahasiswa.
2. Mengetahui hubungan variabel sosiodemografi (klaster, kebiasaan olahraga
dan riwayat merokok orang tua) dengan status merokok mahasiswa.
3. Mengetahui hubungan variabel sosiodemografi (klaster dan kebiasaan
olahraga) dengan kualitas hidupmahasiswa.
4. Mengetahui hubungan status merokokdengan kualitas hidup mahasiswa .
5. Mengetahui hubungan perilaku merokokdengan kualitas hidup mahasiswa.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
7
Penelitian ini sebagai penambah wawasan, pengetahuan ilmiah, serta informasi
terkait dengan kualitas hidup kelom pok mahasiswa
2. Bagi Pembuat kebijakan di Universitas, khususnya Universitas Gadjah Mada
Hasil penelitian ini dapat menyediakan informasi terbaru bagi pembuat
kebijakan di Universitas terkait kebijakan pengendalian rokok di lingkungan
kampus.
3. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terbaru mengenai
dampak merokok terhadap kualitas hidup mahasiswa, khususnya di Universitas
Gadjah Mada. Dengan adanya informasi ini maka mahasiswa diharapkan dapat
ikut serta mendukung kebijakan kampus bebas asap rokok dan menjaga
perilaku merokok di dalam bermasyarakat.
4. Bagi Peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapakn dapat menjadi referensi penelitian
sosiodemografi dan status merokok dalam hubungan dengan kualitas hidup di
kalangan mahasiswa.
E. Tinjauan Pustaka
Tembakau merupakan tanaman yang mengakibatkan kecanduan yang
mengandung nikotin, zat karsinogen dan zat toksik. Ketika diubah menjadi suatu
produk yang di desain untuk melepaskan nikotin secara efisien maka zat toksik
bertanggung jawab dalam menyebabkan berbagai macam penyakit (WHO, 2006).
Menurut PP No. 109 tahun 2012, definisi rokok adalah salah satu produk
8
tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar atau dihisap dan/atau dihirup asapnya,
termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dih asilkan
dari tanaman Nicotiana tabacum , Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau
sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan
tambahan.
Sudah beberapa dekade berlalu semenjak rokok ditemukan tetapi
dampaknya sering diabaikan. Seiring dengan perkembangannya, tidak hanya
dampak positif yang didapat oleh masyarakat tetapi juga dampak negatifnya
terhadap kehidupan masyarakat. Dampak positif dirasakan terutama oleh petani
tembakau dan industr i rokok. Dampak negatif yang sudah pasti terkait dengan
masalah kesehatan. Banyak penyakit yang diakibatkan oleh merokok dan
penyakit-penyakit tersebut membawa dampak tidak hanya pada perokok aktif saja
namun juga terhadap orang-orang disekitar walaupun tidak pernah mengkonsumsi
rokok secara langsung. Dampak ini juga akan terasa dalam hal biaya atau
pengeluaran untuk kesehatan karena penyakit yang disebabkan oleh rokok
sebagian besar merupakan penyakit kronis yang membutuhkan biaya yang cukup
banyak dalam perawatannya. Efek buruk rokok akan berpengaruh terhadap
kualitas hidup seseorang dan masyarakat secara keseluruhan. Saat ini tidak hanya
kalangan dewasa yang sudah mapan yang mengkonsumsi rokok tetapi juga
kalangan dewasa muda yang berusia 18 – 25 tahun.
1. Epidemiologi Rokok di Indonesia
9
Menurut WHO (2012), Indonesia menempati posisi peringkat ke-4 dengan
jumlah terbesar perokok di dunia. Dari segi konsumsi rokok, Indonesia
menempati urutan ke-5 setelah China, Amerika Serikat, Rusia dan Jepang.
Indonesia menduduki peringkat kedua dalam populasi dewasa pria yang merokok
setiap hari (OECD, 2013). Berdasarkan data Riskesdas (2010), 34,7% penduduk
Indonesia yang berusia 10 tahun ke atas adalah perokok. Prevalensi merokok
untuk semua kelompok um ur mengalami peningkatan, terutama peningkatan
tajam pada kelompok umur mulai merokok 10-14 tahun sebesar kurang lebih 80%
selama kurun waktu 2001-2010 (Susenas, 2001; Riskesdas, 2010). Pada tahun
2013, jumlah penduduk Indonesia perokok yang berusia 10 tahun ke atas
mengalami penurunan menjadi 29,3% (Riskesdas, 2013).
Secara nasional, 52,3% perokok menghisap rata-rata 1-10 batang rokok
per hari dan sekitar 20%perokok menghisap sebanyak 11-20 batang rokok per
hari. Studi yang telah dilakukan di 14 provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa
sejumlah 59,04% pria mengkonsumsi rokok. Pada kelompok wanita persentase
perokok menunjukkan angka 4,83% dari total penduduk kelompok tersebut.
Perokok pada pria rata-rata mengkonsumsi 10 batang rokok per hari, sedangkan
pada perokok wanita rata-rata mengkonsumsi rokok 3 batang sehari. Baik pria
(84,31%) maupun wanita (79,42%), lebih memilih rokok jenis kretek dibanding
jenis rokok lainnya (Aditama, 2002).
Terdapat berbagai jenis rokok yang dikonsumsi saat ini. Diantaranya
rokok kretek, rokok putih dan bidis. Rokok jenis bidis ini banyak dikonsumsi di
daerah India bagian pedesaan. Bidis berukuran lebih kecil dan mengadung 0,2-
10
0,3g tembakau yang dibungkus dalam tumbuan bernama temburni (Gajalakshmi
dkk., 2003). Di Indonesia terdapat dua macam rokok yang paling populer yaitu
rokok kretek dan rokok putih. Kedua jenis rokok ini di pasaran dapat berupa
rokok buatan pabrik maupun rokok buatan tangan. Pada tahun 2010, total
penjualan rokok buatan pabrik di Indonesia adalah 180 juta batang. Jumlah ini
meningkat 4,5% dari tahun 2009. (WHO, 2012)
Rokok putih banyak dikonsumsi oleh perokok di Amerika Serikat (AS).
Pola ini berbanding terbalik dengan Indonesia yang 90% merokok jenis kretek
(Nitcher dkk., 2009). Hal ini justru berbahaya karena rokok kretek cenderung
dihisap lebih dalam karena efek anestesi yang terkandung dalam kretek. Rokok
kretek mengandung lebih banyak nikotin dibandingkan dengan rokok putih yaitu
sebesar 46,8 mg untuk rokok kretek dan 16,3 m g untuk rokok putih. Rokok kretek
juga mengandung lebih banyak CO yaitu sebesar 28,3 mg dan 15,5 mg untuk
rokok putih. Nikotin yang dikeluarkan oleh rokok kretek jumlahnya lebih banyak
karena tidak dilengkapi filter yang berfungsi mengurangi asap yang keluar dari
rokok seperti yang terdapat pada jenis filter (Sussana dkk. , 2003).
2. Dampak Rokok bagi Kesehatan
Menurut WHO (2011), kematian dan kesakitan terbesar di dunia
disebabkan karena merokok. Diperkirakan pada tahun 2005 jumlah kematian yang
diakibatkan karena merokok mencapai 5,4 juta, meningkat menjadi 6,4 juta di
tahun 2015 dan akan mencapai jumlah 8-10 juta di tahun 2030. Penelitian
memperkirakan seseorang yang memulai merokok pada usia remaja (70%
11
perokok memulai pada usia ini) dan terus menerus merokok sampai 2 dekade atau
lebih, akan meninggal 20-25 tahun lebih awal dari orang yang tidak pernah
merokok (Promkes, 2012a). Berdasarkan survey Kesehatan Dasar Indonesia pada
tahun 2010 prevalensi rokok terbesar adalah di kelompok usia 45-54 tahun
sebesar 38,2%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2007 yaitu
38%.
Rokok mengandung nikotin inhalasi yang pada akhirnya berdampak pada
kesehatan tubuh. Rata-rata nikotin dalam satu batang rokok sebanyak 13,5mg
(Connolly dkk., 2000). Setiap jenis rokok mengandung jumlah nikotin yang
berbeda-beda. Jenis rokok ultra light menghasilkan nikotin terinhalasi paling
sedikit karena hanya mengandung 0,4 mg nikotin. Jenis kretek menghasilkan
kadar nikotin terinhalasi paling tinggi yaitu sebesar 1,1 mg. Jenis rokok light
mengandung 0,8 mg kadar nikotin terinhalasi. Namun sebuah studi menyebutkan
hasil uji lab menunjukkan kadar nikotin pada rokok sebesar 1-2 mg.
Diperkirakan terdapat 4.800 bahan kimia dalam sebatang rokok dan juga
69 bahan diantaranya adalah zat yang dapat memicu kanker yaitu zat karsinogen
serta terdapat pula zat beracun. Dari zat karsinogen tersebut 11 bahan diantaranya
bersifat karsinogen pada manusia, 7 bahan mungkin bersifat karinogen pada
manusia, dan 49 bahan bersifat karsinogen terhadap hewan dan mungkin juga
bersifat karsinogen pada manusia. Bahan beracun yang banyak terkandung dalam
rokok diantaranya karbon monooksida, amonium, nitrogen oksida, hidrogen