Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut HAM) adalah permasalahan yang kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap masalah dapat dikaji ke dalam perspektif HAM. Bahkan kini permasalahan mengenai HAM sudah menjadi sorotan dunia. Universal Declaration of Human Rights adalah bukti nyata atas perhatian dunia yang sangat besar terhadap HAM. Deklarasi ini diprakarsai oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut PBB) yang dilakukan pada tanggal 10 Desember 1948. Hal yang melatarbelakangi adanya deklarasi ini adalah semakin banyaknya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pasca Perang Dunia. Oleh karena itu Majelis Umum PBB beranggapan bahwa perlindungan terhadap hak-hak individu harus ditegakkan. Berikut adalah pengertian-pengertian HAM: 1. Maidin Gultom “Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum, sebab hak-hak hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum”. 1 2. Yanyan Mochamad Yani Secara harfiah hak asasi manusia (HAM) dapat dimaknakan sebagai hak-hak yang dimiliki seseorang karena keberadaannya sebagai manusia. 2 1 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 7. 2 Yanyan Mochamad Yani, Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional, 16 Mei 2006, http://pustaka.unpad.ac.id/wp- content/uploads/2010/01/hak_asasi_manusia_dan_hubungan_internasional.pdf, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 13.50.
18

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

Nov 05, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut HAM) adalah permasalahan yang

kompleks dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap masalah dapat dikaji ke

dalam perspektif HAM. Bahkan kini permasalahan mengenai HAM sudah menjadi

sorotan dunia. Universal Declaration of Human Rights adalah bukti nyata atas

perhatian dunia yang sangat besar terhadap HAM. Deklarasi ini diprakarsai oleh

Perserikatan Bangsa-Bangsa (selanjutnya disebut PBB) yang dilakukan pada

tanggal 10 Desember 1948. Hal yang melatarbelakangi adanya deklarasi ini adalah

semakin banyaknya kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pasca Perang Dunia.

Oleh karena itu Majelis Umum PBB beranggapan bahwa perlindungan terhadap

hak-hak individu harus ditegakkan. Berikut adalah pengertian-pengertian HAM:

1. Maidin Gultom

“Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia

yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum,

sebab hak-hak hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi

hukum”.1

2. Yanyan Mochamad Yani

“Secara harfiah hak asasi manusia (HAM) dapat dimaknakan sebagai hak-hak

yang dimiliki seseorang karena keberadaannya sebagai manusia”.2

1 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Di Indonesia, PT Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 7. 2 Yanyan Mochamad Yani, Hak Asasi Manusia dan Hubungan Internasional, 16 Mei 2006, http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/hak_asasi_manusia_dan_hubungan_internasional.pdf, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 13.50.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

2

3. Zainal Abidin

“HAM adalah hak-hak yang melekat pada semua manusia, tidak

membedakan kebangsaan, tempat tinggalnya, jenis kelaminnya, asal-usul

kebangsaaan dan etnisitas, warna kulit, agama atau keyakinan, bahasa, atau

status-status lainnya.”3

4. Jack Donnely

"Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata

karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan

kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan

semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia."4

5. Menurut UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

“Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh

negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta

perlindungan harkat dan martabat manusia.”5

Dari kelima pengertian di atas, tidak ada pengertian HAM yang salah, karena

pada hakekatnya HAM bersifat kompleks oleh karena itu permasalahan tentang

HAM dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda. Namun peneliti

dapat menjelaskan HAM sebagai berikut: HAM pada hakikatnya bersifat Alami dan

diperoleh oleh manusia begitu saja karena dia adalah manusia, hak ini adalah hak

yang melekat pada manusia bahkan sejak awal kehidupannya di dalam kandungan.

3 Zainal Abidin, Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia, 13 Juni 2013, http://pamflet.or.id/upload/community/document/Perlindungan_Hak_Asasi_Manusia_di_Indonesia.pdf, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 14.12 4 Rhona K.M. Smith, Hak Asasi Manusia, Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia, Bantul, 2008, hlm.28. 5 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

3

UUD 1945 juga diatur ketentuan tentang HAM. Ketentuan HAM dalam UUD

1945 terkandung dalam Pasal 28, dan terbagi dalam berbagai bagian yaitu dalam

Pasal 28 Huruf a sampai dengan Pasal 28 Huruf j. Sedangkan peraturan perundang-

undangan yang secara lebih khusus mengatur tentang HAM adalah Undang-undang

Negara Kesatuan Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia.

Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang

membahas tentang hak-hak manusia secara lebih spesifik. Salah satunya juga yang

menjadi dasar tulisan peneliti dalam proposal ini, yaitu Konvensi Internasional

Hak-hak Anak. Gagasan mengenai hak-hak anak ternyata lebih dahulu dibahas jauh

sebelum pembahasan tentang HAM, yaitu pada berakhirnya Perang Dunia I. Hal

ini dilatarbelakangi dengan penderitaan yang muncul pasca Perang Dunia. Korban

yang paling menderita dalam peristiwa ini adalah wanita dan anak-anak. Banyak

dari wanita-wanita pada jaman itu terpaksa menjadi seorang janda dan mengurus

anak mereka sendirian dikarenakan suami mereka tewas dalam berperang. Oleh

karena itu banyak anak-anak yang menjadi anak yatim bahkan ada pula yang

kehilangan kedua orangtua mereka. Ide pembahasan tentang hak-hak anak pada

saat itu diprakarsai oleh gerakan para aktivis perempuan, salah satunnya aktivis

perempuan yang bernama Eglantyne Jebb6, adalah pendiri organisasi yang berfokus

dalam permasalahan anak-anak yaitu Save the Children.

Deklarasi hak anak pertama kali muncul pada tahun 1923, kemudian setelah

Perang Dunia II tepatnya pada tahun 1959 adalah deklarasi hak internasional kedua

bagi hak anak. 20 tahun kemudian setelah deklarasi kedua, pada tahun 1979

dicanangkan Tahun Anak Internasional. Pemerintah Polandia mengajukan usul

6 “Eglantyne was arrested and put on trial for her protest against the inhumane impact of the blockade on children. At her trial she was found guilty, but the judge was so impressed with her that he offered to pay her fine. It was the first donation to the charity she went on to found, Save the Children. Yet her ambitions went further, telling world leaders, “I believe we should claim certain rights for children and labor for their universal recognition.” The Geneva Declaration of the Rights of the Child, which Jebb wrote, was adopted by the League of Nations in 1924. Three decades later it inspired the UN Convention on the Rights of the Child, now signed by almost every country in the world”. Save The Children, The Woman Who Save The Children, 1 Januari 2015, http://www.savethechildren.org/site/c.8rKLIXMGIpI4E/b.6354847/k.2DD5/The_Woman_Who_Saved_the_Children.htm, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 20.57.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

4

bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan standar internasional bagi

pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara yuridis. Inilah awal

perumusan Konvensi Hak Anak.7 Pada tanggal 20 November 1989 rancangan

Konvensi Hak Anak disahkan oleh Majelis Umum PBB dan diratifikasi oleh setiap

bangsa yang hadir kecuali oleh Somalia dan Amerika Serikat. Sedangkan Indonesia

baru menandatangani Konvensi ini pada 1 tahun kemudian, tepatnya pada tanggal

26 Januari 1990 dan dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 dan

meratifikasinya pada tanggal 25 Agustus 1990.

Ketika Indonesia sudah menandatangani dan meratifikasi Konvensi tersebut

maka sudah menjadi konsekuensi Indonesia untuk melakukan penyesuaian

terhadap segala ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut, termasuk dalam

menyesuaikan peraturan perundang-undangan. Langkah pertama yang dilakukan

Indonesia dalam melaksanakan Konvensi tersebut adalah melakukan perubahan

kedua terhadap konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yaitu

Undang Undang Dasar Tahun 1945 dengan memasukkan Pasal 28B Ayat (2) yang

berbunyi “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang

serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Pada dasarnya dalam Konvensi Internasional Hak-hak Anak terdapat prinsip

yang mendasari segala ketentuan yang ada di dalamnya yaitu “Prinsip Kepentingan-

Kepentingan Terbaik Bagi Anak”. Prinsip inilah yang akan peneliti kaji dalam

pembahasan skripsi ini. Prinsip ini terkandung dalam bunyi Pasal 3 ayat (1)

Konvensi Internasional Hak Anak yaitu “Dalam semua tindakan yang menyangkut

anak-anak, baik yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesejahteraan sosial

pemerintah atau swasta, pengadilan, penguasa-penguasa pemerintahan atau

badan-badan legislatif, kepentingan terbaik dari anak-anak harus menjadi

pertimbangan utama.” Pernyataan pada pasal 3 ini juga dikuatkan dengan bunyi

pasal 4 yaitu “Negara-negara peserta akan mengambil semua langkah legislatif,

administratif, dan lain sebagainya untuk pelaksanaan hak-hak yang diakui dalam

konvensi sekarang ini. Sepanjang menyangkut hak-hak ekonomi, sosial, dan

7 Supriyadi W. Eddiyono, Modul Pengantar Konvensi Hak Anak, 2005:hlm. 1 http://referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/09/Pengantar-Konvensi-Hak-Anak.pdf , diunduh pada tanggal 20 Juni 2015, pukul 21:34.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

5

kebudayaan, negara-negara peserta akan mengambil langkah-langkah sampai

batas maksimal yang dapat dilakukan sdengan sumber-sumber daya mereka yang

tersedia dan bila diperlukan, dalam rangka kerjasama Internasional.” Pasal 3

dalam konvensi menjelaskan bahwa prinsip kepentingan terbaik dari anak adalah

sebuah kewajiban bagi setiap negara yang telah meratifikasi untuk

mengaplikasikannya dalam setiap kebijakan yang diambil, terutama kebijakan-

kebijakan yang berkaitan langsung dengan anak. Hal ini didukung dengan

pengaturan pada Pasal 4 di atas. Pemberlakuan prinsip kepentingan tebaik dari anak

di negara yang telah meratifikasi Konvensi Hak anak selain diatur dengan Pasal 4

juga didukung dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Hukum Internasional.

Hukum Internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja Hukum

Internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas yang mengatur

hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas Negara-negara antara Negara

dengan Negara; Negara dengan subjek Hukum lain bukan negara atau Subyek

hukum bukan Negara satu sama lain8. Dalam kaitannya dengan hukum

internasional sebagai hubungan antar negara dengan negara lain kerap

menimbulkan kesepakatan dan membuat produk hukum bersama, yaitu dengan

dibuatnya perjanjian Internasional.

Pasal 2 Konvensi Wina 1969 mendefinisikan Perjanjian Internasional (treaty)

adalah suatu persetujuan yang dibuat antar negara dalam bentuk tertulis, dan diatur

oleh Hukum Internasional, apakah dalam instrumen tunggal atau dua atau lebih

instrumen yang berkaitan dan apapun nama yang diberikan kepadanya. Pengertian

lain mengatakan perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara

anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat

hukum tertentu9. Bentuk dari perjanjian Internasional antara lain adalah traktat,

pakta, konvensi, piagam, charter, deklarasi, protokol, arrangement, accord, modus

vivendi, covenant, dsb. Jika meliat dari jenis-jenis perjanjian internasional ini maka

Konvensi Internasional Hak-hak Anak merupakan produk dalam perjanjian

Internasional. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban Negara Indonesia untuk

8 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 4. 9 Ibid, hlm. 117

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

6

menggunakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak dalam pengambilan kebijakan-

kebijakan yang dilakukannya terutama kebijakan yang berkaitan langsung dengan

anak.

Prinsip kepentingan terbaik bagi anak merupakan pertimbangan utama dalam

pengambilan setiap keputusan, karena anak adalah generasi penerus yang

menentukan masa depan dunia. Anak-anak yang berada dalam situasi perang, tidak

hanya menjadi korban atas perang yang terjadi, namun mereka adalah korban dari

tidak terpenuhinya kepentingan terbaiknya. Hak untuk tumbuh dan berkembang,

hak untuk merasa aman, hak untuk bermain, terkekang karena situasi tersebut.

Bahkan anak dalam situasi ini banyak yang terampas kebebasannya dan dilatih

untuk berperang.

Hidup dalam persamaan dan bebas dari diskriminasi juga merupakan bentuk

kepentingan terbaik dari anak. Seperti yang dialami tokoh muda berikut, Malalah

Yozahzai10 penerima nobel perdamaian dunia tertembak oleh pasukan Taliban

dikarenakan sejak usia 11 tahun Malala telah menjadi aktivis perlindungan anak

dan memperjuangkan kesetaraan perempuan untuk mendapatkan pendidikan.

Indonesia adalah Negara dengan luas wilayah 1,904,569 km211 dan jumlah

penduduk nomor 4 terbanyak di dunia dengan jumlah penduduk mecapai 253,60

juta jiwa12. Dengan populasi penduduk yang banyak, kita dapat menyimpulkan

bahwa diantara 253,60 juta jiwa tersebut banyak penduduk pula yang berada pada

10 Gadis yang lahir pada 12 Juli 1997 ini adalah seorang siswa yang berasal dari Kota Mingora, Kabupaten Swat, Provinsi Khyber-Pakhtunkhwa, Pakistan. Ia merupakan seorang aktivis muda yang ingin memperjuangkan dan memajukan hak wanita dalam bidang pendidikan. Malala tinggal dan bersekolah di lingkungan yang dikuasai oleh Taliban, sebuah grup militan yang ingin menerapkan hukum syariah di Pakistan. Taliban, yang dideskripsikan sebagai salah satu grup militan paling berbahaya di Pakistan, melarang perempuan bersekolah. Mereka bahkan memaksa agar sekolah-sekolah perempuan ditutup. Jika tidak, mereka akan menghancurkan sekolah-sekolah tersebut. Hal ini menarik Malala untuk memperjuangkan hak pendidikan para perempuan. Khairena Zhafran, Siapakah Malala Yousafzai?, http://dunia.tempo.co/read/news/2012/10/17/115436329/siapakah-malala-yousafzai, 17 Oktober 2012, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 18.35. 11 Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia, Geografi Indonesia, 2010, http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/geografi-indonesia, dikunjungi pada 2 Juli 2015 pukul 21.40. 12 Herdaru Purnomo, Negara dengan Penduduk Terbanyak di Dunia, RI Masuk 4 Besar, detik finance, 6

Maret, 2014, http://finance.detik.com/read/2014/03/06/134053/2517461/4/negara-dengan-penduduk-

terbanyak-di-dunia-ri-masuk-4-besar, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 21.00.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

7

usia anak. Oleh karena itu Pemerintah haruslah mempunyai prioritas khusus untuk

memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan anak. Anak adalah generasi penerus

bangsa dan penentu masa depan bangsa, sesuai dengan Prinsip Kepentingan

Terbaik Bagi Anak maka, baik dari setiap kebijakan-kebijakan yang diambilnya

maupun dari setiap peraturan perundang-undangan yang dibuat haruslah

mempertimbangkan prinsip tersebut. Dengan jumlah yang banyak pada penduduk

usia anak ini maka rentan bagi anak-anak untuk menjadi korban dalam tindak

kejahatan, termasuk tindak kekerasan anak. Dalam rentan 3 tahun ini yaitu dari

tahun 2011-2014 kasus tentang kekerasan anak mengalami peningkatan yang

sangat signifikan. Pada tahun 2013 angka kekerasan pada anak mencapai 3700

kasus13. Kasus tentang kekerasan anak akhir-akhir ini menjadi perbincangan dan

perhatian banyak pihak. Kasus Kekerasan seksual di JIS ataupun Kasus Kekerasan

Seksual Emon di Jawa barat adalah 2 kasus besar yang mengawali pembahasan

tentang Kekerasan anak. Setelah kasus itu semakin banyak muncul dipemberitaan

tentang kasus-kasus kerasaan anak, akhir-akhir ini saja ada peristiwa video

kekerasan di Bukit Tinggi, Kekerasan pemukulan pada Renggo Kadafi, serta Vidio

Kekerasan di Temanggung. Ketiga kasus tersebut sama-sama terjadi di lingkungan

sekolah dan pelakunyapun juga adalah anak-anak, berdeda dengan kasus JIS dan

Emon yang pelakunya adalah orang dewasa. Namun dalam 3 contoh kasus tersebut

kita dapat melihat bahwa situasi sekarang ini peran anak dalam tindak kekerasan

mulai bergeser, mereka tidak lagi hanya sekedar menjadi korban dari kekerasan,

namun mereka juga menjadi pelaku dalam tindak kekerasan.

Ketika seorang dewasa yang menjadi pelaku kekerasan terhadap anak, maka

permasalahan tidak akan serumit ketika pelaku tindak kekerasan adalah seorang

anak juga. Pelaku dewasa dapat langsung dikenai ketentuan dalam KUHP kita,

namun untuk pelaku anak-anak pengurangan hukuman dari hukuman pokok pidana

saja tidak cukup. Namun ada tindakan yang lebih dari pada sekedar memberikan

efek jera kepada pelaku anak. Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 3

13 Syariful Alam, KPAI: Setiap Tahun Terjadi 3.700 Kasus Kekerasan Terhadap Anak, RRI.co.id, 16 September, 2014, http://www.rri.co.id/post/berita/104143/nasional/kpai_setiap_tahun_terjadi_3700_kasus_kekerasan_terhadap_anak.html, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 22.22.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

8

Konvensi Internasional tentang Hak Anak, bahwa pemberlakuan terhadap prinsip

kepentingan terbaik bagi anak juga harus dilakukan oleh pengadilan dalam

menangani perkara tentang anak, termasuk dalam kekerasan tentang anak.

Kepentingan yang dilindungi dalam penyelesain perkara kekerasan dari dan oleh

anak ini bukan hanya melindungi kepentingan dari satu pihak, yaitu harus

mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi pelaku dan dari korban, mengingat

keduanya adalah anak-anak.

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai perkara kekerasan oleh anak, ada

baiknya kita mengetahui terlebih dahulu tentang definisi anak. Berikut adalah

pengertian anak menurut para ahli:

1. Shanty Dellyana

“Anak adalah mereka yang belum dewasa dan yang menjadi dewasa karena

peraturan tertentu (mental dan fisik belum dewasa)”.14

2. Ter Haar

“Hukum adat meberikan dasar untuk menentukan apakah seseorang itu anak-

anak atau orang dewasa yaitu melihat unsur yang dipenuhi seseorang, yaitu

apakah anak tersebut sudah kawin, meninggalkan rumah orang tua atau

rumah mertua dan mendirikan kehidupan keluarga sendiri”.15

Dari pengertian tentang anak di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

seseorang dikondisikan oleh 3 Faktor, yaitu Lingkungan Sekitar, Ketentuan

Undang-undang, dan Kondisi riil anak itu sendiri, yaitu kondisi fisik anak. Dalam

Peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sendiri ada begitu banyak

definisi anak, diantaranya:

1. Menurut Hukum Perdata

Pasal 330 Ayat (1) KUHPerdata (StaatBlad Tahun 1847 Nomor 23), “Yang

belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh

satu tahun dan tidak kawin sebelumnya. Bila perkawinan dibubarkan

14 Shanty Delllyana, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Liberty , Yogyakarta, 1990, hlm. 50 15 Mahadi, Soal dewasa. Dalam: Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia Pengembangan Konsep Diversi dan Restorative Justice, Refika Aditama, Bandung, 2009, hlm. 34.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

9

sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka mereka tidak

kembali berstatus belum dewasa.”16

2. Menurut Hukum Ketenagakerjaan

Pasal 1 butir 26 Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun

2003 Tentang Ketenaga Kerjaan (Lembatan Negara Republik Indonesia

Tahun 2004 Nomor 39), “Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah

18 (delapan belas) tahun.”17

3. Menurut Undang-Undang Perlidungan Anak

Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18

(delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.”18

4. Menurut Undang-undang Kesejahteraan Anak

Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979

Tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2002 Nomor 109), “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21

(dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.”19

5. Menurut Undang-undang Pengadilan Anak

Pasal 1 butir 3 Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Anak(Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2012 Nomor 153). “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang

selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas)

tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga

melakukan tindak pidana.”20

16 Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 17 Pasal 1 butir 26 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Lembatan Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39). 18 Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109). 19 Pasal 1 butir 1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32). 20 Pasal 1 butir 3 Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 153).

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

10

Dari berbagai definisi tentang anak di atas maka definisi Anak yang diakai

dalam proposal ini adalah definisi yang ada dalam Undang-undnag perlindungan

anak dan juga undang-undang pengadilan anak, yaitu yang disebut anak adalah

mereka yang belum berumur 18 Tahun dan sebelumnya belum pernah kawin.

Setelah mengetahui definisi anak, maka perlu juga kita mengetahui apa itu

yang dimaksud dengan kekerasan, berikut adalah pandangan mengenai kekerasan

anak para ahli:

1. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)

“Kekerasan dapat di artikan sebagai penggunaan kekuatan fisik atau

kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau

sekelompok orang atau masyarakat yang kemungkinan besar mengakibatkan

memar, trauma, kematian, dampak psikolgis, kelainan perkembangan atau

perampasan hak.”21

2. Abu Huraerah

“ Kekerasan terhadap anak bisa juga diartikan tindakan melukai yang

berulang-ulang secara fisik dan emosional terhadap anak yang

ketergantungan, melalui desakan hasrat, hukuman badan yang tak terkendali

dan kekerasan seksual, biasanya dilakukan para orangtua atau pihak lain

yang seharusnya merawat anak.”22

Dari pengertian tentang kekerasan di atas dapat disimpulkan bahwa

kekerasan bukan hanya berdampak pada luka fisik, namun juga pada luka psikis.

Luka psikis lebih sulit disembuhkan dari pada luka fisik, dan pasti dampaknya juga

lebih besar. Korban kekerasan yang trauma dan tidak dapat mengendalikan

traumanya tersebut, berpotensi melakukan kejahatan yang sama pada kemudian

hari. Selain dari pada menimbulkan luka fisik dan luka psikis, akibat yang lebih

fatal lagi dalam kekerasan adalah mengakibatkan korbannya meninggal dunia.

Kasus Renggo Kadafi yang terjadi pada mei 2014 adalah salah satu contoh dari

kasus kekerasan yang dilakukan oleh anak yang sampai mengakibatkan korbannya

meninggal dunia. Selain kasus tersebut masih banyak kasus lain seperti Kasus

21 KPAI, Lindungi Anak Indonesia dai Kekerasan Seksual, 17 Mei 2014, http://www.kpai.go.id/artikel/lindungi-anak-indonesia-dari-kekerasan-seksual/, dikunjungi pada tanggal 2 Juli 2015 pukul 23.43. 22 Abu Huraerah, Child Abuse (Kekerasan Anak), Nuansa, Bandung, 2007, hlm. 43.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

11

Penelantaran anak yang dilakukan oleh sepasang suami istri yang terjadi di

Cibubur, pekerja anak, hingga kasus yang terjadi pada bulan mei lalu yaitu kasus

penelantaran anak yang mengakibatkan kematian anak yang menimpa Angeline. Ini

hanya beberapa kasus yang menjadi contoh betapa pentingnya prinsip kepentingan

terbaik bagi Anak. Dalam kasus-kasus diatas Prinsip kepentingan terbaik dari anak

akan menjadi pertimbangan utama dalam setiap penyelesaiannya, namun justru

tindakan yang diambil oleh para pihak dalam penyelesaian menimbulkan problem

atau permasalahan dalam menjamin kepentingan terbaik dari anak. Oleh karena itu

ingin mengkaji lebih dalam problematika apa saja yang terjadi dalam penerapan

prinsip kepentingan terbaik dari anak. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk

memilih topik “Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak dan

Problematikanya”.

B. Rumusan Masalah

Problematika atau permasalahan apa yang terjadi berkaitan dengan Prinsip

Kepentingan Terbaik Bagi Anak?

C. Tujuan Penelitian

Menganalisis dan Mengetahui problematika atau permasalahan yang

berkaitan dengan Prinsip kepentingan Terbaik Bagi Anak beserta penyelesaiannya.

D. Manfaat Penelitian

Menjamin salah satu tujuan hukum yaitu Keadilan, khususnya tentang prinsip

kepentingan terbaik bagi anak yang tercantum dalam pasal 3 ayat (1) Konvensi

Internasional Hak-hak Anak.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

12

E. Metode Penelitian

1. Pengertian

Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau

jalan yang ditempuh. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI) yang dimaksud dengan metode adalah cara teratur yang digunakan

untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang

dikehendaki atau cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan

suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam karya ilmiah,

maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek

yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai

alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan pengertian penelitian secara umum

adalah pemeriksaan yang diteliti, penyelidikan atau kegiatan pengumpulan,

pengolahan, analis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan

objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis

untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum. Jenis penelitian secara umum

terdiri dari penelitian dasar, penelitian laboratorium, penelitian medis,

penelitian pasar, penelitian hukum dan penelitian pembaca. Dalam proposal

skripsi ini penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum. Berikut adalah

pengertian penelitian hukum menurut para ahli:

a. Soerjono Soekanto

“Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan

pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan

menganalisasnya. Di samping itu juga diadakan pemeriksaan yang

mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian

mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang

timbul dalam gejala yang bersangkutan.”23

b. Soetandyo Wignyosoebroto

“Penelitiah hukum adalah seluruh upaya untuk mencari dan

menemukan jawaban yang benar (right answer) dan/atau jawaban yang

23 Soerjono Soekanto (1981), Pengantar Penelitian Hukum, Dalam: H. Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, sinar Grafika,Jakarta, 2009, hlm. 18.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

13

tidak sekali-kali keliru (true answer) mengenai suatu permasalahan.

Untuk menjawab segala macam permasalahan hukum diperlukan hasil

penelitian yang cermat, berkerterandalan, dan sahih untuk menjelaskan

dan menjawab permasalahan yang ada.”24

c. H. Zainuddin Ali

“Penelitian hukum adalah segala aktivitas seseorang untuk menjawab

permasalahan hukum yang bersifat akademik dan praktis, baik yang

bersifat asas-asas hukum, norma-norma hukum yanghidup dan

berkembang dalam masyarakat, maupun yang berkenaan dengan

kenyataan hukum dalam masyarakat.”25

d. Moris L. Cohen

“Legal Research is the process of finding the law that governs activities

in human society.”26

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian hukum

adalah serangkaian cara untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan

yang ada, menyelesaianya dapat melihat baik dari asas-asasnya, kaidah

hukumnya, maupun dari perkembangan yang ada di masyarakat. Di dalam

penelitian hukum dapat dikaji dalam 2 kajian, yaitu:

a. Kajian Normatif

Penelitiah hukum yuridis Normatif juga sering disebut sebagai Law in

book adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti

bahan pustaka atau data sekunder belaka27. Pendekatan yang dilakukan

dalam penelitian yuridis normatif adalah pendekatan perundang-

undangan dan Pendekatan Konsep.

24 Ibid 25 Ibid, H. Zainudin Ali, hlm. 19. 26 Moris L. Cohen (1992), Legal Research, dalam: Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, cet. 6 2010, hlm. 29. 27 Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, 2001, hlm. 13-14.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

14

b. Kajian Empiris

Penelitian hukum yuridis empiris sering disebut juga sebagai Law in

action, adalah metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan

data primer dan menemukan kebenaran dengan menggunakan metode

berpikir induktif dan kriterium kebenaran koresponden serta fakta yang

digunakan untuk melakukan proses induksi dan pengujian kebenaran

secara koresponden adalah fakta yang mutakhir28.

Metode penelitian yang dipakai dalam skripsi ini adalah penelitian

hukum, sesuai dengan uraian diatas maka penelitian hukum dikaji dalam

kajian Normatif maupun kajian Empiris.

2. Bahan Hukum

Penelitian hukum berbeda dengan penelitian sosial, dalam

menyelesaikan masalah ini maka peneliti memerlukan bahan hukum, baik

bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai

otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-

undangan, risalah, dan putusan hakim. Negara Indonesia adalah negara

bekas jajahan Belanda, berdasarkan asas Konkordasi maka sistem

hukum yang berlaku di Belanda berlaku pula di negara jajahanya yaitu

Indonesia. Oleh karena itu Indonesia menganut civil law system. Oleh

karena itu bahan hukum primer di Indonesia bukanlah putusan hakim,

namun peraturan perundnag-undangan yang berlaku. Otoritas tertingi

dalam peraturan perundang-undangan adalah Kostitusi Negara

Kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945. Bahan hukum primer selain peraturan

perundang-undangan adalah putusan pengadilan. Putusan hakim adalah

konkretisasi dari peraturan perundang-undangan. Berikut adalah uraian

bahan hukum primer yaitu:

28 Ibid Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, hlm. 14.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

15

1) Peraturan Perundang-undangan

Sudah dijelaskan di atas bahwa Indonesia adalah negara

bekas jajahan Belanda, oleh karena itu sistem hukum yang dianut

oleh Indonesia adalah civil law system. Menurut Pasal 1 angka 2

Undang-undang Republk Indonesia Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

“Peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang

dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan

mengikat secara umum, yang berarti peraturan perundang-

undangan dapt dijadikan legislasi dan regulasi”. Berikut adalah

jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan:

a) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945

b) Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

undangan.

c) Peraturan Pemerintah

d) Peraturan Presiden.

e) Peraturan Daerah.

2) Putusan Pengadilan

Tidak seperti peraturan perunfang-undangan yang disusun

oleh legislator, putusan pengadilan bukan dibuat oleh badan

legislator, melainkan dibuat langsung oleh hakim yang

menangani sebuah perkara. Putusan yang dibuat hakim mengkaji

pada undang-undangan yang berlaku, oleh karena itu putusan

hakim merupakan wujud konkretisasi dari perundang-undangan.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

16

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang hukum

yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi tersebut terdiri

atas:

1) Buku-buku teks yang membicarakan suatu dan/atau beberapa

permasalahan hukum, termasuk skripsi, tesis, dan disertasi

hukum,

2) Kamus-kamus hukum,

3) Jurnal-jurnal hukum,

4) Komentar-komentar atau putusan hakim

Publikasi tersebut merupakan petunjuk atau penjelasan mengenai

bahan hukum primer atau bahan hukum sekunder yang berasal dari

kamus, ensiklopedia, jurnal, surat kabar, dan sebagainya29. Peter

Mahmud Marzuki mengatakan bahwa bahan hukum sekunder juga

termausk data yang diperoleh lewat online.30

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum tersier adalah bahan hukum yang diperoleh dari

bahasan non hukum, misalnya saja buku yang membahas di luar

perspektif hukum. Kadang dalam sebuah penelitian ditemukan dalam

fakta di luar hukum, dan memerlukan bahan diluar non hukum untuk

menyelesaikannya. Misal: Permasalahan sosial memerlukan buku-buku

tentang sosiologi.

Dari pemaparan tentang bahan hukum tersebut, maka dalam

penelitian ini bahan hukum yang digunakan adalah ketiga-tiganya.

Bahan hukum primer yang digunakan peneliti adalah Konvensi

Internasional tentang Hak Anak beserta peraturan perundang-udangan

29 Ibid Soerjono Soekanto & Sri Mamuji, hlm. 33. 30 Op.cit; Peter Mahmud Marzuki, hlm. 155.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

17

lainnya yang berlaku di Indonesia yang berhubungan dengan Anak.

Sedangkan bahan hukum sekunder dan tersier adalah buku-buku yang

akan digunakan peneliti dalam menyusun landasan teori dan juga

analisis permasalahan dalam pembahasan beserta bahan-bahan online

yang akan membantu peneliti untuk lebih memperdalam topik yang

ditulis. Oleh karena itu pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini

tidak hanya pendekatan undang-undang saja (statue approach) yang

dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani31. Karena

penelitian ini akan mengupas tentang sebuah prinsp dan

permasalahannya yang tidak hanya sebatas peraturan perundang-

undangan, maka dalam penelitian ini peneliti juga menggunakan

pendekatan konspetual (conseptual approarch), dimana peneliti akan

mengupas lebih dalam konsep Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak.

F. Sistematika Penelitian

Bab I PENDAHULUAN

Terbagi dalam berbagai bagian, yaitu:

1. Latar Belakang Penelitian

Berisi tentang alasan pemilihan judul beserta isu hukum yang diteliti, alasan

penelitian itu perlu untuk dilakukan, dan apa hasil akhir yang ingin dicapai

dalam penelitian tersebut.

2. Rumusan Masalah

Berisi tentang masalah-masalah hukum yang hendak diteliti dalam penelitian

ini, berbentuk pertanyaan penelitian.

3. Manfaat Penelitian

Menjelaskan manfaat dari penelitian yang dilakukan

4. Tujuan Penelitian

Menjelaskan tujuan atau hasil akhir yang hendak dicapai dalam penelitian

ini,untuk menjawab rumusan masalah

31 Ibid, Peter mahmud marzuki, hlm. 92

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · Setelah ada deklarasi tentang HAM, muncul berbagai konvensi yang membahas tentang hak-hak manusia. secara lebih spesifik. Salah satunya juga

18

5. Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan

pendekatan undang-undang. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian

ini adalah bahan hukum primer, sekunder dan tersier.

6. Sistematika Penulisan

Uraian tentang roadmap dari penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi teori-teori, pendapat ahli hukum, kumpulan jurnal, dan ketentuan dalam

peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar penelitian ini dan dapat

menjadi landasan untuk memperkuat argumen peneliti.

BAB III PENGOLAHAN DATA

Mencari data yang dibutuhkan dalam penelitian ini serta mengolahnya dengan cara

melihat ketentuan dalam Konvensi Internasional tentang Hak Anak, secara khusus

merujuk pada Pasal 3 Ayat (1).

BAB IV PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari penelitian yang dihasilkan dan saran dari penulis untuk

para pembaca.