1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasca berakhirnya masa Perang Dingin, terjadi berbagai perubahan dalam tatanan hubungan internasional. Runtuhnya Uni Soviet beserta paham komunismenya menyisakan Amerika Serikat dengan paham liberalisme nya mendominasi di berbagai belahan dunia. Kondisi tersebut membuat hubungan antar negara yang sebelumnya bersifat konfliktual berubah menjadi lebih kondusif, sebab ancaman keamanan mulai berkurang dimana tidak ada lagi negara atau blok yang bersitegang dalam persaingan ideologi. Dengan berakhirnya masa Perang Dingin, isu seputar politik keamanan tidak lagi menjadi prioritas utama dalam hubungan antar negara. Perang Dunia yang selama ini telah menghasilkan berbagai kehancuran dan kerugian membuat negara- negara beralih untuk lebih mengutamakan hubungan penuh perdamaian dibandingkan berkonflik. Hal ini juga berkaitan erat dengan semakin peka nya negara-negara akan interdependensi ekonomi yang berlangsung begitu kuat. Kebutuhan dan tingkat konsumsi masyarakat dunia yang terus berkembang dengan sangat komplek dan dinamis, membuat aktifitas ekonomi dan perdagangan menjadi sangat vital bagi setiap negara. Sehingga menjalin hubungan yang penuh perdamaian akan lebih
21
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahthesis.umy.ac.id/datapublik/t52176.pdf · Runtuhnya Uni Soviet beserta paham komunismenya ... Dengan berakhirnya masa Perang Dingin, isu
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pasca berakhirnya masa Perang Dingin, terjadi berbagai perubahan dalam
tatanan hubungan internasional. Runtuhnya Uni Soviet beserta paham komunismenya
menyisakan Amerika Serikat dengan paham liberalisme nya mendominasi di berbagai
belahan dunia. Kondisi tersebut membuat hubungan antar negara yang sebelumnya
bersifat konfliktual berubah menjadi lebih kondusif, sebab ancaman keamanan mulai
berkurang dimana tidak ada lagi negara atau blok yang bersitegang dalam persaingan
ideologi.
Dengan berakhirnya masa Perang Dingin, isu seputar politik keamanan tidak
lagi menjadi prioritas utama dalam hubungan antar negara. Perang Dunia yang
selama ini telah menghasilkan berbagai kehancuran dan kerugian membuat negara-
negara beralih untuk lebih mengutamakan hubungan penuh perdamaian dibandingkan
berkonflik. Hal ini juga berkaitan erat dengan semakin peka nya negara-negara akan
interdependensi ekonomi yang berlangsung begitu kuat. Kebutuhan dan tingkat
konsumsi masyarakat dunia yang terus berkembang dengan sangat komplek dan
dinamis, membuat aktifitas ekonomi dan perdagangan menjadi sangat vital bagi
setiap negara. Sehingga menjalin hubungan yang penuh perdamaian akan lebih
2
menguntungkan dibandingkan berkonflik, sebab tidak satu negarapun yang benar-
benar mampu untuk memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan dari negara lain.
Seiring dengan beralihnya isu keamanan ke isu ekonomi dalam hubungan
internasional, fenomena yang tidak kalah penting yaitu Globalisasi. Di dalam era
globalisasi ini, siapa saja dapat berinteraksi dengan lebih intensif seolah tidak ada lagi
batas-batas geografis negara yang tidak dapat dijangkau (de-bordering). Hal tersebut
dikarenakan oleh perkembangan teknologi yang begitu pesat yang menyebabkan
telekomunikasi dan transportasi menjadi sangat efisien, sehingga membuat
pergerakan manusia menjadi lebih fleksibel, arus barang, jasa, modal, informasi,
pengetahuan, dan lainnya juga menjadi lebih cepat dalam bergerak atau berintraksi.
Kemudahan dalam berinteraksi yang ditawarkan oleh globalisasi, serta
semakin kuatnya interdependensi ekonomi yang terjadi, mendorong lahirnya aktor-
aktor baru dimana negara tidak lagi menjadi aktor tunggal dalam hubungan
internasional. Dengan munculnya aktor-aktor baru, maka dapat dikatakan bahwa
hubungan internasional saat ini tidak lagi bersifat state centris. Dalam hubungan yang
non state centris ini, aktor-aktor dapat berwujud INGO, foundation, kelompok
kepentingan ekonomi, perusahaan multinasional bahkan bagian-bagian dari birokrasi
pemerintah negara (pemerintah daerah).1 Tatanan hubungan internasional seperti ini
kemudian disebut sebagai Hubungan Transnasional.
Hubungan transnasional dapat dipahami sebagai “sebuah interaksi yang
melintasi batas-batas geografis negara yang dilakukan oleh aktor-aktor selain negara
1 Takdir Ali Mukti, Paradiplomacy: Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia, The
Phinisi Press, Yogyakarta, 2013, hal. 4.
3
dan secara langsung dapat mempengaruhi aktor-aktor lain dari wilayah yang
berbeda”. Dalam hubungan internasional yang bersifat transnasional ini, bukan berarti
peran negara sepenuhnya hilang, tetapi seiring dengan tuntutan zaman dimana dunia
yang semakin mengglobal dan semakin menunjukan kepekaan akan interdependensi
dalam berbagai hal terutama ekonomi, membuat arah kebijakan negara-negara saat ini
untuk lebih terbuka dan memberdayakan aktor-aktor lain di dalamnya.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu aktor yang dapat
melakukan hubungan internasional/hubungan luar negeri yang bersifat transnasional
ini adalah bagian-bagian dari birokrasi pemerintah negara atau pemerintah daerah.
Kapasitas pemerintah daerah untuk dapat melakukan hubungan luar negeri tersebut
tidak terlepas dari adanya sistem penyelenggaraan pemerintahan berbentuk
desentralisasi dan otonomi daerah. Desentralisasi dan otonomi daerah merupakan
pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengelola pemerintahan di daerahnya masing-masing. Dengan desentralisasi dan
otonomi daerah tersebut menyebabkan adanya pemisahan wewenang yang jelas
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemerintah pusat memiliki
kewenangan untuk mengelola berbagai permasalahan dalam konteks nasional serta
menyiapkan berbagai pedoman umum yang dijadikan parameter atau acuan bagi
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan agar tidak menyimpang dari
aturan negara. Sedangkan pemerintah daerah memiliki wewenang untuk
menyelenggarakan serta mengelola berbagai urusan pemerintahan dalam lingkup
lokal/di tingkat daerah. Hal inilah yang kerapkali menyebabkan kedua pemerintah
tersebut dikategorikan sebagai aktor yang berbeda. Tetapi pada dasarnya antara
4
pemerintah pusat dan pemerintah daerah merupakan satu kesatuan, hanya saja dalam
hal ini kekuasaan dan wewenang pemerintah pusat tetaplah berada diatas pemerintah
daerah, sehingga pemerintah daerah harus tetap bertangung jawab kepada pemerintah
pusat atas kewenangan yang telah dilimpahkan.
Di dalam wewenang pemerintah daerah untuk mengelola berbagai urusan
pemerintahan di tingkat daerahnya tersebut, termasuk wewenang untuk dapat
melakukan hubungan luar negeri. Namun perlu diketahui bahwasanya kapasitas
pemerintah daerah untuk melakukan hubungan luar negeri tersebut pada dasarnya
berbeda-beda di setiap negara, karena share wewenang/kedaulatan dengan sub state
dan sistem hukum yang dianutpun berbeda beda. Seperti apa yang dijelaskan oleh
Mohtar Mas’oed di pembahasan hubungan transnasional dalam bukunya Ilmu
Hubungan Internasional dan Metodologi yang menyebutkan bahwa, seringkali
bagian-bagian dari birokrasi pemerintah suatu negara berinteraksi langsung dengan
bagian-bagian serupa dari birokrasi pemerintah negara lain tanpa sepengetahuan
pucuk pimpinan negera-negara terlibat. Hal ini berarti bahwa di beberapa negara,
pemerintah daerah mereka dapat secara langsung melakukan hubungan luar negeri
dengan pihak asing tanpa melalui perantara atau keterlibatan pemerintah pusat yang
merepresentasikan negara.
Di Indonesia sendiri undang-undang yang menjelaskan tentang hubungan luar
negeri tertuang dalam UU No.37 tahun 1999. Dalam undang-undang tersebut pada
Pasal 1, ayat (1) disebutkan bahwa; “Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan
yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah
di tingkat pusat dan daerah atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha,
5
organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga
negara”.2 Berdasarkan undang-undang tersebut dengan jelas dinyatakan bahwa selain
pemerintah pusat, aktor lain juga dapat melakukan hubungan luar negeri termasuk
pemerintah daerah sebagai sub state atau bagian dari negara, dengan begitu dapat
dikatakan bahwa undang-undang tersebut memberikan pengakuan atau legalitas bagi
pemerintah daerah di Indonesia untuk dapat melakukan hubungan luar negeri.
Dengan adanya kewenangan Daerah untuk melakukan hubungan luar negeri,
berarti bahwa Daerah juga dapat melakukan kerjasama internasional. Kerjasama
internasional yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah diantaranya yaitu sister
city/sister province, kerjasama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerjasama
penerusan pinjaman/hibah, kerjasama penyertaan modal dan kerjsama lainnya sesuai
dengan perundang-undangan.3 Dari beberapa bentuk kerjasama internasional yang
dapat dilakukan oleh daerah tersebut, salah satu bentuk kerjasama yang marak
dilakukan oleh pemerintah daerah yaitu kerjasama dalam bentuk sister city.
Kota Kembar (sister city) adalah hubungan kerjasama “kota bersaudara” yang
dilaksanakan antara Pemerintah Kotamadya/Daerah Tingkat II, Pemerintah Kota
Administratif; dengan pemerintah setingkat di luar negeri.4 Di Indonesia sendiri,
praktik kerjasama sister city tercatat yang paling awal adalah kerjasama antara
Pemerintah Kota Bandung dengan Pemerintah Kota Braunschwieg, Jerman pada 2
2 Pustakahpi Kemlu, Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tentang Hubungan Luar Negeri,
diakses dari http://pustakahpi.kemlu.go.id/dir_dok/UU-No.37.1999%20-tentang-Hubungan-Luar-
Negeri.pdf, pada tanggal 18 September 2013 pukul 22.12.
3 Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, SETNEG, tahun 2004 dalam
Takdir Ali Mukti, op.cit, hlm. 3.
4 Sidik Jatmika, Otonomi Daerah Perspektif Hubungan Internasional, Bigraf Publishing,