1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abraham Maslow dalam teorinya yaitu “Hierarki Kebutuhan” membagi tingkat kebutuhan manusia sebagai berikut: Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya; 2) Kebutuhan akan rasa aman mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional; 3) Kebutuhan sosial mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima- baik, dan persahabatan; 4) Kebutuhan akan penghargaan mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian; 5) Kebutuhan akan aktualisasi diri mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya. 1 Pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan tersebut salah satunya adalah melalui kegiatan perdagangan. Pada mulanya hubungan perdagangan hanya terbatas pada satu wilayah negara tertentu, tetapi dengan semakin berkembangnya arus perdagangan maka hubungan dagang tersebut tidak hanya dilakukan antara para pengusaha dalam satu wilayah negara saja tetapi juga dengan para pedagang dari negara lain, salah satunya melalui kegiatan ekspor-impor. Kegiatan ini didasari oleh kondisi bahwa tidak ada suatu negara yang benar-benar mandiri karena satu sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi. 2 Setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda, baik sumber daya alam, iklim, geografi, demografi, struktur ekonomi, dan struktur sosial. Perbedaan 1 Abraham H. Maslow, 1984, Motivation and Personality, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta, hlm. 27. 2 Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, 2001, Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor dan Imbal Beli), Rajawali Press, Jakarta, hlm. 2.
8
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/.../potongan/S1-2015-358063-introduction.pdf · Perdagangan (UU Perdagangan), dan yang terbaru adalah Permendag
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Abraham Maslow dalam teorinya yaitu “Hierarki Kebutuhan” membagi
tingkat kebutuhan manusia sebagai berikut:
Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang dasariah, misalnya rasa lapar,
haus, tempat berteduh, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya; 2)
Kebutuhan akan rasa aman mencakup antara lain keselamatan dan
perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional; 3) Kebutuhan sosial
mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-
baik, dan persahabatan; 4) Kebutuhan akan penghargaan mencakup faktor
penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi, serta faktor
eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian; 5) Kebutuhan akan
aktualisasi diri mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh
kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.1
Pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan tersebut salah satunya adalah melalui
kegiatan perdagangan. Pada mulanya hubungan perdagangan hanya terbatas pada
satu wilayah negara tertentu, tetapi dengan semakin berkembangnya arus
perdagangan maka hubungan dagang tersebut tidak hanya dilakukan antara para
pengusaha dalam satu wilayah negara saja tetapi juga dengan para pedagang dari
negara lain, salah satunya melalui kegiatan ekspor-impor. Kegiatan ini didasari
oleh kondisi bahwa tidak ada suatu negara yang benar-benar mandiri karena satu
sama lain saling membutuhkan dan saling mengisi.2
Setiap negara memiliki karakteristik yang berbeda, baik sumber daya alam,
iklim, geografi, demografi, struktur ekonomi, dan struktur sosial. Perbedaan
1Abraham H. Maslow, 1984, Motivation and Personality, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta,
hlm. 27. 2 Gunawan Widjaja, Ahmad Yani, 2001, Transaksi Bisnis Internasional (Ekspor-Impor dan Imbal
Beli), Rajawali Press, Jakarta, hlm. 2.
2
tersebut menyebabkan perbedaan komoditas yang dihasilkan, komposisi biaya
yang diperlukan, kualitas dan kuantitas produk, sehingga secara langsung atau
tidak langsung membutuhkan pelaksanaan pertukaran barang dan atau jasa antara
satu negara dengan negara lainnya.3 Bilamana suatu negara berada dalam kondisi
yang tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhannya hanya dengan
mengandalkan sumber daya sendiri, maka berhubungan dan bekerja sama dengan
negara lain yang secara sumber daya sangat lebih, sangatlah penting manfaatnya
dalam hal tukar menukar barang maupun jasa serta sumber daya dengan prinsip
saling menopang satu sama lain.4
Manusia dalam menjalankan kehidupannya tidak terlepas dari kebutuhan
primer, yaitu sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan sandang adalah kebutuhan
akan pakaian, kebutuhan pangan adalah kebutuhan akan makanan dan minuman,
sedangkan kebutuhan papan adalah kebutuhan akan tempat tinggal. Ketiga
kebutuhan utama tersebut tentunya harus memiliki kriteria-kriteria yang baik
untuk dapat menunjang taraf kehidupan manusia sehingga dapat disebut dengan
layak.
Sandang atau pakaian merupakan kebutuhan paling utama dibanding kedua
kebutuhan utama lainnya. Manusia tanpa pakaian akan kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan pangan dan papan. Kriteria pakaian yang baik adalah pakaian yang
bersih, sehat, dan pantas, terlepas dari pakaian tersebut baru atau bekas.
Pada kenyataannya kebutuhan atas sandang atau pakaian seringkali tidak
diimbangi dengan ketersediaan uang yang cukup sehingga pakaian bekas menjadi
3 Ibid.
4 Muhammad Sood, 2011, Hukum Perdagangan Internasional, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 5.
3
salah satu alternatif bagi masyarakat kelas bawah. Pakaian bekas dari segi harga
tentu lebih murah dibandingkan dengan pakaian baru. Pakaian bekas pun ada
beragam macamnya, baik yang berasal dari dalam negeri maupun diimpor dari
luar negeri. Pakaian bekas tak hanya digunakan sendiri, namun juga
diperdagangkan secara luas di Indonesia.
Tidak semua barang dapat diimpor dan diekspor secara bebas. Setiap negara
mempunyai kebijakannya sendiri untuk menentukan mana barang yang dapat
diimpor atau diekspor maupun yang tidak, hal ini dilakukan untuk melindungi
kepentingan nasionalnya. Khususnya mengenai pakaian bekas, importasi barang
tersebut di Indonesia telah dilarang sejak 18 Januari 1982 melalui Surat
Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi (SK Mendagkop) Nomor 28 Tahun
1982 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor5 yang diperbaharui dengan
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Permendag RI) Nomor
54/M-DAG/PER/15/2009 tentang Ketentuan Umum di Bidang Impor.
Regulasi selanjutnya yang mengatur larangan impor pakaian bekas termuat
dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
(Kepmenperindag RI) Nomor 230/MPP/Kep/7/1977 tentang Barang yang diatur
Tata Niaganya dan Kepmenperindag RI Nomor 732/MPP/Kep/10/2002 tentang
Tata Niaga Impor Tekstil, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang
Perdagangan (UU Perdagangan), dan yang terbaru adalah Permendag Nomor
51/M-DAG-PER/7/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.
5 Siaran Pers tanggal 1 Mei 2003 tentang Penjelasan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kepada
Wartawan Tentang Larangan Impor Pakaian Bekas oleh Fauzi Aziz, Kepala Biro Umum dan
Hubungan Masyarakat Kementerian Perindustrian dan Perdagangan.
4
Peraturan-peraturan tersebut belum terlaksana dengan baik karena impor
pakaian bekas hingga kini masih juga dilakukan walaupun telah dilarang sejak
puluhan tahun yang lalu. Hal ini dapat dilihat dari masih maraknya
penyelundupan pakaian bekas dan sentra atau kios-kios penjualan pakaian impor
bekas yang masih melakukan kegiatan usahanya di berbagai wilayah di Indonesia.
Sekitar tahun 1997 – saat krisis moneter, pakaian-pakaian bekas masuk ke
Indonesia. Kemunculan pasar pakaian bekas di Indonesia tidak berjalan merata.
Pasar pakaian bekas di Sumatera, Batam, Kalimantan, dan Sulawesi misalnya,
lebih dulu muncul daripada di Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, dan
sekitarnya. Sentra penjualan pakaian bekas misalnya di Pasar Ular dan Pasar
Senen Jakarta, Cibadak Mall Bandung, atau pada event tertentu misalnya saat
Pasar Malam Sekaten di Yogyakarta.6
Perdagangan pakaian impor bekas memiliki peran yang cukup penting dalam
memenuhi kebutuhan sandang di beberapa daerah di Indonesia dimana
masyarakatnya masih tergolong kelas menengah ke bawah. Selain itu banyak
masyarakat juga menggantungkan penghasilannya melalui perdagangan pakaian
impor bekas. Indonesia merupakan salah satu negara demokrasi terbesar di dunia,
dimana tujuan dari negara demokrasi adalah untuk mengusahakan serta
menyelenggarakan kebahagiaan dan kesejahteraan rakyatnya.7Dalam mewujudkan
hal itu, maka setiap kebijakan yang dilakukan Indonesia haruslah melindungi
kepentingan nasional.
6 Wisnu Andang Jaya, Impor Pakaian Bekas dalam Problema Ekonomi,