Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini perhatian terhadap lembaga yang dikenal secara luas sebagai “museum” terasa begitu meningkat. Hal itu tercermin dari banyaknya kritik yang dilontarkan kepada lembaga permuseuman dan juga dari peningkatan partisipasi masyarakat dalam menunjang kegiatan museum melalui organisasi-organisasi sahabat museum (Friends of museu ). Indikasi meningkatnya museum juga terlihat dari kegairahan pemerintah daerah untuk mendirikan museum diwilayah masing-masing. Tentu saja, fenomena ini merupakan suatu hal yang sangat menguntungkan bagi dunia permuseuman di Indonesia. Setelah begitu lama lembaga museum di Indonesia seolah-olah diacuhkan oleh masyarakat, kini masyarakat mulai menaruh perhatian yang semakin menggembirakan. Karena itu, momentum yang baik ini seharusnya dimanfaatkan oleh dunia permuseuman Indonesia untuk bangkit dengan melakukan penataan kembali. Yang dimaksudkan “Penataan Kembali” disini tentu saja tidak hanya terbats pada merancang dan mengatur kembali tampilan-tampilan di gedung museum, tetapi juga menata kembali kerangka pikir dan cara pandang terhadap museum. Dunia permuseuman Indonesia perlu menyegarkan kembali atau bahkan meremajakan pemahaman akan misi dan tugas-tugas museum (Museografia-Majalah Ilmu Permuseuman, 2007: 15). 1 Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014
56

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

Oct 18, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akhir-akhir ini perhatian terhadap lembaga yang dikenal secara luas

sebagai “museum” terasa begitu meningkat. Hal itu tercermin dari banyaknya

kritik yang dilontarkan kepada lembaga permuseuman dan juga dari

peningkatan partisipasi masyarakat dalam menunjang kegiatan museum

melalui organisasi-organisasi sahabat museum (Friends of museu ). Indikasi

meningkatnya museum juga terlihat dari kegairahan pemerintah daerah untuk

mendirikan museum diwilayah masing-masing. Tentu saja, fenomena ini

merupakan suatu hal yang sangat menguntungkan bagi dunia permuseuman

di Indonesia. Setelah begitu lama lembaga museum di Indonesia seolah-olah

diacuhkan oleh masyarakat, kini masyarakat mulai menaruh perhatian yang

semakin menggembirakan. Karena itu, momentum yang baik ini seharusnya

dimanfaatkan oleh dunia permuseuman Indonesia untuk bangkit dengan

melakukan penataan kembali. Yang dimaksudkan “Penataan Kembali” disini

tentu saja tidak hanya terbats pada merancang dan mengatur kembali

tampilan-tampilan di gedung museum, tetapi juga menata kembali kerangka

pikir dan cara pandang terhadap museum. Dunia permuseuman Indonesia

perlu menyegarkan kembali atau bahkan meremajakan pemahaman akan misi

dan tugas-tugas museum (Museografia-Majalah Ilmu Permuseuman, 2007:

15).

1

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

2

Jika kita melacak asal-usulnya, kata “museum” berakar dari kata Latin

“mouseion”, yaitu kuil untuk sembilan Dewi Muses, anak-anak Dewa Zeus

yang tugas utamanya adalah menghibur. Jadi, museum masih saudara sepupu

dari Amuse atau Amusement (dalam bahasa Inggris) yang merujuk pada

perbuatan atau sesuatu yang membuat orang lain gembira. Namun, ketika

kata “Museum” mulai banyak digunakan pada Masa Renaissance (sekitar

abad ke-16 dan ke-17), kata ini bukannya semata-mata merujuk pada kegiatan

bersenang-senang saja. Sebaliknya, kata museum lebih dikaitkan dengan citra

ilmiah. Museum justru digunakan untuk menyebut lembaga yang menyimpan

dan memelihara koleksi benda-benda seni atau benda bernilai sejarah dan

ilmu pengetahuan. Koleksi museum ditampilkan untuk pembelajaran dan

kesenangan masyarakat (Museografia-Majalah Ilmu Permuseuman, 2007:

15).

Pada dasarnya museum adalah wadah pelestarian nilai-nilai luhur

warisan budaya, Museum antara lain berfungsi sebagai media pendidikan

yang hendak memberikan pendidikan kepada segenap pengunjung.

Kunjungan ke museum diharapkan dapat menjadi sarana pelestarian nilai-

nilai warisan budaya. Selain itu juga sebagai tempat wisata budaya yang

dapat menimbulkan pemahaman dan rasa ikut memiliki unsur-unsur dan

aspek budaya bangsa. Dengan demikian museum juga merupakan pusat studi

warisan budaya dan pusat informasi edukatif. Dalam era globalisasi ini terjadi

peningkatan kontak-kontak budaya tidak saja antar kebudayaan-kebudayaan

daerah, tetapi juga dengan kebudayaan asing. Gejala ini harus mendapat

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

3

perhatian sejak awal sebab jika tidak, akan mengakibatkan tumbuhnya gejela

disintegrasi karena masing-masing mempunyai persepsi yang berbeda

mengenai jati diri (Museografia-Majalah Ilmu Permuseuman, 2000: 12).

Masyarakat Indonesia sebenarnya sekarang ini sedang berada pada poros

perkembangan untuk menjadi suatu “negara bangsa” (Nation State) yang

mantap. Ternyata dalam proses tersebut kita lihat bahwa sekarang ini terjadi

hambatan-hambatan yang menuju kearah disintegrasi. Oleh karena itu dalam

proses perkembangan menjadi “negara bangsa” tersebut yang harus tetap

dipegang teguh adalah kesatuan dan persatuan bangsa. Salah satu dasar yang

penting dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa tersebut adalah adanya

pemahaman dan saling menghargai kebudayaan antar suku-suku bangsa.

Dalam konteks ini museum harus dapat berperan dalam memberikan

pemahaman kepada masyarakat tidak hanya mengenai kebudayaan-

kebudayaan suku bangsa tetapi juga kontak-kontak budaya yang telah terjadi.

Oleh karena itu, museum harus menyuguhkan informasi yang sistematis dan

terarah sehingga tercapai pemahaman atas unsur-unsur budaya bangsa

(Museografia-Majalah Ilmu Permuseuman, 2000: 12).

Museum Soesilo Soedarman terletak pada Jalan Temu Giring Nomor 1

Desa Gentasari Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap. Museum ini dibuka

setiap hari dari pukul 08.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Harga tiket

masuk Museum Soesilo Soedarman untuk anak-anak Rp 1.000,00 per orang

dan untuk dewasa Rp 2.000,00 per orang. Untuk rombongan anak-anak

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

4

sekolah di potong beberapa persen dari harga tiket, sedangkan untuk

masyarakat di sekitar komplek museum tidak dikenakan biaya masuk.

Museum Soesilo Soedarman merupakan museum kebanggaan

masyarakat Cilacap, khususnya di Desa Gentasari Kecamatan Kroya

Kabupaten Cilacap, karena merupakan salah satu tempat melestarikan aset-

aset yang dimiliki oleh Bapak Soesilo Soedarman dari beliau kecil hingga

beliau wafat, sekaligus sebagai sarana pendidikan bagi para generasi penerus.

Museum Soesilo Soedarman sangat cocok dikunjungi wisatawan terutama

bagi para pelajar karena memiliki banyak koleksi sejarah yang dapat

menambah pengetahuan bagi pelajar. Museum Soesilo Soedarman termasuk

museum lokal karena museum Soesilo Soedarman dikelola oleh pihak swasta

yaitu yayasan dari keluarga Bapak Soesilo Soedarman itu sendiri.

Arsitektur bangunan Museum Soesilo Soedarman merupakan kombinasi

arsitektur tradisional bergaya “Joglo” dan arsitektur modern. Dibangun diatas

tanah seluas 1,5 ha. Museum Soesilo Soedarman menempati bangunan lama

peninggalan dari kakek Soesilo Soedarman terdiri dari 3 bangunan inti yaitu

2 Joglo bagian tengah disebut Lojen dan disebelah timur ada bangunan

tambahan yaitu gandok serta yang direnovasi 1 gedung berlantai 2, dilantai

bawah untuk kafe dan dilantai 2 perpustakaan. Museum ini menampung lebih

dari 200 buah koleksi yang disajikan secara rapi dan baik didalam maupun

diluar ruangan. Diluar ruangan terdapat koleksi alat-alat perang diantaranya

koleksi Meriam, Tank, Pesawat Tempur, Panser, Ranjau Laut dan Rudal.

Didalam Ruangan terdapat benda-benda koleksi diantaranya Piagam

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

5

Penghargaan, Foto-foto kenangan perjalanan Soesilo Soedarman didalam

maupun diluar negeri, Peristiwa-peristiwa penting bersejarah yang

didokumentasikan seperti Peristiwa Peresmian Gedung. Hasil kajian koleksi

baik yang bersifat deskriptif maupun yang bersifat analisis, sangat penting

untuk dipublikasikan kepada masyarakat agar dapat memperoleh pengetahuan

tentang makna dan arti penting benda warisan budaya tersebut utamanya bagi

perkembangan kehidupan budaya sekarang dan yang akan datang.

Museum Soesilo Soedarman memiliki Visi, yaitu Membantu

mencerdaskan generasi penerus bangsa yang bernilai ketauladanan. Selain itu,

Museum Soesilo Soedarman mempunyai Misi, yaitu Meningkatkan

Pendidikan berbudaya dan Meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap

budaya. Hal itu menarik perhatian peneliti untuk menelusuri peranan

pendidikan museum ini melalui penelitian yang hendak dilakukan. Apalagi

jumlah yang berkunjung ke museum ini setelah dibuka untuk umum sering

dikunjungi oleh khalayak baik siswa sekolah, mahasiswa, dan masyarakat

umum (Brosur Museum Soesilo Soedarman, 2012).

Museum Soesilo Soedarman memiliki peranan pendidikan yang dapat

berkembang di Cilacap khususnya di Desa Gentasari. Untuk mengetahui

lebih dalam lagi mengenai peranan pendidikan terhadap Museum Soesilo

Soedarman maka penulis mengangkat judul “PERANAN MUSEUM

SOESILO SOEDARMAN TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER

TAHUN 2000-2013“.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka

sebagai masalah pokok dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Latar belakang pendirian museum ?

2. Bagaimana Peranan museum Soesilo Soedarman terhadap pendidikan

karakter ?

3. Apa saja Hambatan yang dihadapi oleh pihak pengelola dan bagaimana

cara mengatasinya ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran kondisi dilokasi pada

perumusan masalah diatas, oleh karena itu penelitian ini lebih

memprioritaskan untuk :

1. Mengetahui Latar belakang pendirian museum.

2. Mengetahui peranan museum Soesilo Soedarman terhadap pendidikan

karakter.

3. Mengetahui Hambatan apa yang dihadapi oleh pihak pengelola dan

bagaimana cara mengatasinya

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Peranan Museum

Soesilo Soedarman terhadap pendidikan karakter.

b. Sebagai wacana bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat umum

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

7

c. Mengetahui aset-aset peninggalan Bapak Soesilo Soedarman sebagai

nilai-nilai sejarah yang perlu dilestarikan.

2. Manfaat Aplikatif

a. Menambah wahana pendidikan terhadap museum, khususnya museum

Soesilo Soedarman.

b. Memberikan informasi kepada pelajar dan mahasiswa terutama

mahasiswa Sejarah dalam meningkatkan pengetahuan tentang peranan

pendidikan.

E. Tinjauan Pustaka

Pengertian museum yang dikutip dalam buku Panduan dan Lembar

Kerja Kunjungan Museum Jawa Tengah Ronggowarsito (Sunarto, 2008: 1–2)

adalah sebagai berikut :

Pengertian museum hanya dapat dipahami oleh karena fungsi dan

kegiatannya.Kata ”museum” berasal dari kata Yunani Kuno ”museion” yang

berarti kuil atau rumah persembahan untuk Dewi Muze. Muze adalah putra

Zeus, dewa penguasa yang bersemayam di bukit Olimpus. Muze merupakan

pelindung sembilan dewa pengetahuan dan seni, yaitu : Dewi Cleo menguasai

sejarah; Dewi Euterpe penguasa seni musik; Dewi Melphorone menguasai

seni panggung; Dewi Thalic menguasai seni komedi; Dewi Terpisichore

menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne

menguasai syair rindu dendam; Dewi Uranik menguasai ilmu falak dan

Deewii Calliops menguasai seni syair epos. Sedang menurut ICOM

(International Council of Museum) dalam musyawarah ke II di Copenhagen

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

8

14 Juni 1974 merumuskan : ”a museum is non profit making, permanent

institution in service of society and of its development, and open the public,

wich aquires, conserves, communicates, and exhibit for purposes of study,

education and enjoyment, material evidence of human and enviroment.”

Devinisi tersebut menjelaskan bahwa museum adalah sebuah lembaga yang

bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan

perkembangannya, terbuka untuk umum yang memperoleh, merawat,

menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan studi, pendidikan dan

rekreasi, barang pembuktian manusia dan lingkungannya.

Melengkapi pengertian museum seperti yang di uraikan di atas, ICOM

menjelaskan bahwa museum meliputi :

a. Lembaga-lembaga konservasi dan ruangan-ruangan pameran yang secara

tetap diselenggarakan oleh perpustakaan dan pusat-pusat kearsipan.

b. Peninggalan dan tempat-tempat alamiah, arkeologi dan etnografis,

peninggalan dan tempat bersejarah yang mempunyai corak museum,

karena kegiatan-kegiatannya dalam hal pengadaan, perawatan dan

komunikasinya dengan masyarakat.

c. Lembaga-lembaga yang memamerkan makhluk-makhluk hidup seperti,

kebun, tanaman dan binatang, akuarium dan sebagainya.

d. Suaka alam.

e. Pusat-pusat pengetahuan dan planetarium.

Peran Museum yang dikutip dalam buku Informasi Museum Negeri

Provinsi Jawa Tengah Ronggowarsito ( AG.Puji Suci Indiah, dkk, 1991 : 9 )

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

9

yaitu, museum bertugas melestarikan warisan sejarah alam dan budaya,

dengan cara mengumpulkan, merawat, meneliti, mengkaji,

mengkomunikasikan dan memamerkan untuk kepentingan masyarakat guna

studi ( penelitian ), pendidikan dan rekreasi dalam rangka ikut mencerdaskan

bangsa.

Peran museum Ronggowarsito sebagai lembaga pelestarian warisan

budaya bangsa yang mengkhususkan diri dibidang pelayanan studi dan media

pembelajaran, serta sarana rekreasi budaya (Sumber : Brosur Museum

Ronggowarsito)

Menurut jurnal Wallenae Balai Arkeologi Perlahan tapi pasti program

tersebut memberikan dampak positif terhadap perkembangan museum di

Indonesia, salah satu indikatornya berupa peningkatan jumlah pengunjung

museum, khususnya museum yang tersentuh program ini. Selain itu, kegiatan

revitalisasi dibeberapa museum negeri cukup memberikan warna baru

terhadap tampilan museum yang selama ini terkesan suram dan angker.

Bahkan satu gebrakan baru terkait dengan pengembangan museum yaitu

berupa iklan tentang museum yang dapat kita saksikan dimedia elektronik,

salah satunya iklan tentang Museum Geologi Bandung yang sempat

ditayangkan di stasiun Televisi Republik Indonesia. Sosialisasi dan publikasi

tentang museum yang mendorong munculnya beberapa komunitas

masyarakat yang peduli dengan museum, seperti Sahabat Museum, dan

Museum Lovers.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

10

Sayangnya, konsep museum yang berorientasi pada masyarakat ini

masih belum terealisasi secara utuh dilapangan. Hal inilah yang kemudian

menjadi salah satu faktor pemicu kurang maksimalnya peran museum dalam

hal membangun kesadaran masyarakat akan pentngnya pelestarian warisan

atau cagar budaya. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari, belum terbangunnya

relasi yang positif antara koleksi dalam museum dengan masyarakat secara

langsung. Museum menyajikan beragam koleksi yang merefleksikan sejarah

maupun budaya yang berasal dari berbagai wilayah. Selama ini, koleks

museum selain berasal dari hibah juga merupakan hasil penelitian yang

dilakukan oleh para ahli diberbagai tempat dan wilayah di Indonesia. Tetapi

disisi lain, tempat dimana koleksi museum itu ditemukan kurang

mendapatkan perhatian. Sehingga bukan hal yang aneh, apabila masyarakat

ditempat tersebut, tidak menyadari bahwa wilayah mereka itu penting karena

menjadi tempat ditemukannya warisan budaya.

Hal tersebut terjadi di berbagai tempat di Indonesia, misalnya

masyarakat di Sikendeng Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat, tidak

menyadari bahwa tempatnya itu penting karena disinilah ditemukannya Arca

Budha berlanggam Amarawati yang saat ini menjadi salah satu koleksi

Museum Nasional di Jakarta. Demikian pula, kawasan gua-gua prasejarah di

Maros-Pangkep, Sulawesi Selatan yang perlu untuk dilestarikan dan

dilindungi dari ancaman aktifitas tambang, belum mendapatkan perlakuan

yang memadai, padahal telah banyak temuan artefak batu dari kawasan ini

yang menjadi koleksi museum. Dalam satu kesempatan diskusi dengan salah

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

11

satu tokoh masyarakat dikawasan gua prasejarah Belae Kabupaten Pangkep,

kenyataan betapa masyarakat memiliki keinginan yang kuat tentang cagar

budaya yang ada disekitar mereka.

Dalam skripsi yang berjudul Perkembangan Monumen Jenderal

Soedirman dan Fungsinya sebagai Sarana Pembelajaran Nilai-nilai Sejarah

Perjuangan Bangsa Di Desa Bantarbarang Kecamatan Rembang Kabupaten

Purbalingga yang ditulis oleh Awal Tri Riyadi (2014), Merujuk pada

pangertian monumen yaitu, sebuah bangunan atau tanda yang mengabadikan

bentuk cuplikan peristiwa bersejarah atau tokoh pelaku sejarah yang dapat

mewakili sebuah peristiwa sehingga dipakai sebagai penerus jiwa semangat

juang dan pewarisan nilai-nilai kejuangan bagi penerusnya, monumen

mempunyai berbagai macam fungsi. Diantaranya yaitu, fungsi edukatif,

inspiratif, rekreatif, dan fungsi untuk menanamkan nilai-nilai keteladanan.

F. Landasan Teori dan Pendekatan

1. Deskripsi teori

a. Pengertian Museum

Menurut Direktorat Museum Direktorat Jendral Sejarah dan

Purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata (2009) Museum

adalah lembaga permanen yang tidak mencari keuntungan,

diabdikan untuk kepentingan masyarakat dan perkembangannya,

terbuka untuk umum, yang mengumpulkan, melestarikan, meneliti,

mengkomunikasikan dan memamerkan bukti-bukti bendawi nanusia

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

12

dan lingkungannya untuk tujuan studi, penelitian, dan kesenangan

(International Council of Museums, 2006). Kata Museum berasal dari

mouseion, yang berarti kuil untuk sembilan Dewi Muses, anak-anak

dewa Zeus yang melambangkan ilmu dan kesenian. Kata museum

mulai banyak digunakan pada masa Renaissance, sekitar abad ke 16

dan 17. Kata museum itu, dikaitkan dengan ciri ilmiah disamping

bersenang-senang.

Museum merupakan lembaga tempat penyimpanan, perawatan,

pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya

manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya

perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Benda-benda

bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya

tersebut merupakan koleksi museum yang pada dasarnya adalah benda

cagar budaya yang dilindungi oleh undang-undang. Pemanfaatan

koleksi museum antara lain dapat melalui pameran dan penelitian.

Pameran dan penelitian yang dilakukan oleh museum atau lembaga

lain yang terkait sering menggunakan koleksi yang disimpan

dimuseum-museum lain, baik didalam maupun diluar negeri dengan

cara melakukan peminjaman koleksi. Dewasa ini praktik peminjaman

koleksi sering dilakukan oleh museum atau lembaga tanpa adanya

pedoman yang mengaturnya (Tim Penyusun, 2008: 15).

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

13

b. Fungsi Museum

Menurut Moh Amir Sutarga, gambaran perkembangan museum,

dan Permuseuman (1997-1998) dapat dibuat ikhtisar singkatnya

sebagai berikut.

1. Museum sebagai tempat kumpulan barang aneh

2. Museum pernah digunakan sebagai istilah kumpulan pengetahuan

dalam bentuk karya tulis pada zaman ensiklopedis

3. Museum sebagai tempat koleksi realia bagi lembaga atau

perkumpulan-perkumpulan ilmiah

4. Museum dan Istana setelah revolusi Perancis dibuka untuk umum

dalam rangka demokratisasi ilmu dan kesenian

5. Museum menjadi urusan yang perlu ditangani pembinaan,

pengarahan dan pengembangannya oleh pemerintah sebagai

sarana pelaksanaan kebijakan politik dibidang kebudayaan (Moh

Amir Sutaarga, 1983: 17).

Dalam sejarahnya, museum mengalami perubahan dalam arti

fungsi museumnya. Dari fungsi awal sebagai gudang barang, tempat

disimpan benda warisan budaya yang bernilai luhur meluas fungsinya

pada pemeliharaan, pengawetan, penyajian atau permanen.

Selanjutnya, fungsi museum diperluas lagi sampai pada fungsi

pendidikan dalam rangka untuk kepentingan umum. Namun demikian,

walaupun terjadi perubahan dan perluasan fungsi museum, tetapi

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

14

hakekat pengertian museum itu tidak berubah. Ciri ilmiah dan kesenian

serta bersenang-senang tetap menjiwai arti museum sampai saat ini.

Para pengelola museum tentunya sadar bahwa salah satu fungsi

museum adalah sebagai sumber pengetahuan, dan sumber belajar.

Dalam upaya untuk meningkatkan fungsi tersebut, para pengelola

khususnya kurator museum, perlu membayangkan diri sebagai seorang

yang membutuhkan informasi sekitar koleksi museum tersebut. Hal-

hal yang dibutuhkan dari informasi itu adalah : kelengkapannya,

akurasinya serta kecepatannya dapat diperoleh. Ini semua

membutuhkan sistem yang tangguh dan ketuntasan dalam pengelolaan

informasi. Kualitas informasi itulah yang menentukan tingkat

kepuasan dari “Klien” museum.

Seorang peneliti akan sangat menghargai ketuntasan data dasar

yang ada dibalik koleksi yang terpajang. Seorang wisatawan akan lebih

mengandalkan data yang siap tersaji tidak saja pada label, pada skema,

dan peta yang ikut dipajang, melainkan juga pada terbitan-terbitan

khusus mulai dari kartu pos, kalender, slide, buklet, brosur, dan buku.

Dalam hal ini daya tarik terbitan-terbitan itu perlu didongkrak oleh

tampilan visual yang menarik, yang berlandaskan pada perencanaan

tata rupa yang profesional. Disamping terbitan-terbitan tercetak

tersebut dapat pula dikeluarkan terbitan-terbitan dalam media audio-

visual.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

15

Museum dapat juga meningkatkan daya tariknya sebagai sumber

pengetahuan melalui penyusunan program kegiatan pameran khusus,

kegiatan-kegiatan tatap muka seperti festival, basar, dan kontes yang

dapat dijadwalkan dan diumumkan sekurang-kurangnya setahun

sebelumnya. Dengan adanya penjadwalan jauh sebelum kegiatan

tersebut dilaksanakan, maka dapat diharapkan rencana acara itu dapat

tersampaikan lebih dahulu kepada para calon wisatawan. Akan lebih

baik jika jadwal kegiatan pertahun itu dapat dikeluarkan dua kali

dalam setahun, sehingga setiap kali ada overlap enam bulanan seperti

estafet. Ini berarti bahwa perencana harus siap dengan rencana tahun

depan (sekurang-kurangnya semester pertama) enam bulan sebelum

tahun yang sekarang berakhir ( Museografia - Majalah Ilmu

Permuseuman, 2000: 9).

c. Peranan

Levinson dalam Soekanto (2009:213) mengatakan peranan

mencakup tiga hal, antara lain sebagai berikut.

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi

atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini

merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing

seseorang dalam kehidupan bermasyarakat,

b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan

oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi,

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

16

c. Peranan juga dikatakan sebagai perilaku individu yang penting

bagi struktur sosial masyarakat,

Kata peranan berasal dari kata peran yang berarti seperangkat

tingkat yang diharapkan dimiliki oleh seseorang yang mempunyai

kedudukan dimasyarakat. Peran seseorang tidak lah mungkin

dilaksanakan dengan baik kalau tidak jelas kedudukan yang

bersangkutan dalam suatu pola kehidupan tertentu. Setiap manusia

yang menjadi warga masyarakat senantiasa mempunyai kedudukan

tertentu dan berperan menurut kedudukannya. Kedudukan dan peran

tidak mungkin dipisahkan karena peranan adalah aspek dinamis dari

kedudukan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan dan tidak ada

kedudukan tanpa peranan yang memberikan hak dan kewajiban kepada

orang yang bersangkutan (http://kaghoo.blogspot.com/2010/11/

pengertian-peranan.html diakses pada tanggal 29 Maret 2014).

Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status).

Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan

kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara

kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu

pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkaan karena yang

satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya ( Soekanto, 2009: 212-

213).

Merton dalam Raho (2007:67) mengatakan bahwa peranan

didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

17

dari orang yang menduduki status tertentu. Sejumlah peran disebut

sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran

adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang

dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus.

Wirutomo (1981:99-101) mengemukakan pendapat David Berry

bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang

diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan

dengan peranan yang dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai

seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu yang

menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-

norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk

melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat didalam pekerjaan

kita, didalam keluarga, dan didalam peranan-peranan yang lain.

Selanjutnya dikatakan bahwa didalam peranan terdapat dua

macam harapan, yaitu : pertama, harapan-harapan dari masyarakat

terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang

peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran

terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan

dengannya dan menjalankan peranannya atau kewajiban-

kewajibannya. Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat

dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur

masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling

berhubungan.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

18

Kesimpulan pengertian peranan adalah seperangkat tingkat yang

dimiliki oleh seseorang yang mempunyai kedudukan dalam suatu

masyarakat. Peranan seseorang tidak mungkin dilaksanakan dengan

baik kalau orang yang bersangkutan tidak mempunyai kedudukan yang

berkaitan dalam kehidupan masyarakat tertentu. Tidak ada peranan

tanpa kedudukan dan tidak ada kedudukan tanpa peranan.

d. Kebudayaan

Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti

cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa

Sansekerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi

atau akal (Setiadi, dkk, 2009: 27).

Koentjaraningrat (1990:7) menyatakan bahwa kebudayaan

sebagai berikut :

Keseluruhan yang kompleks yang mengandung ilmu

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, dan kebiasaan yang

diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Ada tujuh unsur

kebudayaan yang bersifat universal yang ada diseluruh bangsa yang

ada didunia, yaitu sistem peralatan, perlengkapan hidup, sistem mata

pencaharian, sistem masyarakat, pengetahuan, sistem religius, bahasa

dan sansekerta.

Berdasarkan definisi tersebut terdapat 3 macam unsur

kebudayaan yaitu : (1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dan

ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya,

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

19

(2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas tindakan

berpola dari manusia dalam masyarakat, (3) Wujud kebudayaan

sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Wujud (1) bersifat abstrak yang terdapat dalam alam pikiran

warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan hidup. Ide

dan gagasan manusia banyak yang hidup bersama dalam suatu

masyarakat, memberi jiwa terhadap masyarakat. Gagasan tersebut

terwujud dalam adat istiadat. Wujud (2) dari kebudayaan disebut pula

sebagai sistem sosial, mengenai tindakan berpola dari manusia itu

sendiri. Sistem sosial itu terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang

berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu sama lainnya. Sebagai

rangkaian aktivitas manusia dalam suatu masyarakat yang bersifat

konkret (Koentjaraningrat, 1990:186). Wujud (3) dari sistem

kebudayaan disebut sebagai kebudayaan fisik. Kebudayaan ini bersifat

konkret karena berupa keseluruhan hasil dari aktivitas, perbuatan dan

hasil karya manusia (Koentjaraningrat, 1990:187-188).

Kebudayaan adalah sebuah konsep yang definisinya sangat

beragam. Pada abad ke-19, istilah kebudayaan umumnya digunakan

untuk seni rupa, sastra, filsafat, ilmu alam, dan musik yang

menunjukan semakin besarnya kesadaran bahwa seni dan ilmu

pengetahuan dibentuk oleh lingkungan sosialnya (Peter Burke, 2001 :

176-177).

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

20

Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu

bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal (Hari Poerwanto,

2000 : 51). Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan: hal-hal yang

bersangkutan dengan akal (Koentjaraningrat, 2000 : 9).karena itu

mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan.

Budaya adalah daya dari budi, yang berupa cipta, rasa dan karsa.

Sedangkan kebudayaaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa.

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara

formal, budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,

pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, waktu,

peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi

dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke

generasi melalui usaha individu dan kelompok (Dedy Mulyana,

2001:18). Dalam Antropologi Budaya, perbedaan itu ditiadakan. Kata

budaya disini dipakai sebagai singkatan dari kebudayaan dengan

pengertian yang sama.

Sisi lain mengemukakan bahwa kebudayaan = cultuur (bahasa

Belanda)=culture (bahasa Inggris)=tsaqafah (bahasa Arab), berasal

dari perkataan latin colere yang artinya mengolah, mengerjakan,

menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau

bertani (Joko Tri Prasetyo, 1998 : 28). Dari segi arti ini berkembanglah

arti culture sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah

dan mengubah alam. E.B. Taylor dalam sebuah bukunya yang berjudul

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

21

Primitive Cultur yang dikutip oleh AAGN Ari Dwipayana

mendefinisikan kebudayaan sebagai kompleks yang mencakup

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat istiadat,

kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat oleh

manusia sebagai anggota masyarakat (2001:38). Betapapun goyahnya

konsep tentang budaya (cultures, cultural forms) tidak ada

kemungkinan lain baginya kecuali terus bertahan lestari (cliiord

Geertz, 1999:67).

e. Pendidikan

Pendidikan adalah proses untuk memberikan manusia berbagai

macam situasi yang bertujuan memberdayakan diri. Jadi, banyak hal

yang dibicarakan ketika kita membicarakan pendidikan. Aspek-aspek

yang biasanya paling dipertimbangkan antara lain sebagai berikut.

a. Penyadaran

b. Pencerahan

c. Pemberdayaan

d. Perubahan perilaku

Berbagai teori dan konsep pendidikan memberikan arti yang

berbeda tentang konsep tersebut. Mereka mendiskusikan apa dan

bagaimana tindakan yang paling efektif mengubah manusia agar

terberdayakan, tercerahkan, tersadarkan, dan menjadikan manusia

sebagaimana mestinya manusia. Pada titik yang terakhir, kita akan

menemui berbagai macam pandangan filsafat tentang manusia.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

22

Karenanya, pendidikan berkaitan dengan bagaimana manusia

dipandang. Dalam hal ini, pandangan ilmiah tentang manusia memiliki

implikasi terhadap pendidikan. Ini merupakan wilayah studi

antropologi pendidikan. Antropologi sendiri merupakan ilmu tentang

asal usul, perkembangan, karakteristik jenis (spesies) manusia atau

studi tentang manusia.

Juga banyak aspek lain yang harus kita pahami untuk memahami

makna pendidikan. Arti pendidikan itu sendiri juga menimbulkan

berbagai macam pandangan, termasuk bagaimana pendidikan harus

diselenggarakan dan metode seperti apa yang harus dipakai (Nurani

Soyomukti, 2013: 27-28).

Sebagai proses kehidupan, banyak filsuf dan pemikir

mempertahankan pendidikan dalam maknanya yang luas dan menolak

reduksi pendidikan kedalam arti sempit, seperti pelembagaan

pendidikan melalui sekolah dan kelompok belajar yang terlalu

menekankan pada metode dan pengadministrasian yang kaku. Mereka

berusaha mengenang kembali pendidikan sebagai proses yang alamiah

sekaligus bagian dari kehidupan yang tidak membutuhkan rekayasa.

Konsep-konsep yang dilahirkan misalnya.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

23

1. Long-life Education

Pendidikan seumur hidup bermakna bahwa pendidikan

adalah bagian dari kehidupan itu sendiri. Pendidikan adalah hidup.

Pengalaman belajar dapat berlangsung dalam segala lingkungan

dan sepanjang hayat. Pendidikan adalah segala sesuatu dalam

kehidupan yang mempengaruhi pembentukan berpikir dan

bertindak individu. Kurun waktu kehidupan yang panjang dan

saling berkaitan dengan perubahan-perubahan cara berpikir

masyarakat juga turut menjadi pembentuk seorang individu.

Pendidikan merupakan proses tanpa akhir yang diupayakan

oleh siapapun, terutama (sebagai tanggung jawab) negara. Sebagai

sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran dan ilmu

pengetahuan, pendidikan telah ada seiring dengan lahirnya

peradaban manusia. Dalam hal inilah, letak pendidikan dalam

masyarakat sebenarnya mengikuti perkembangan corak sejarah

manusia. Tidak heran jika R.S Peters dalam bukunya The

Philosophy of Education menandaskan bahwa pada hakikatnya

pendidikan tidak mengenal akhir karena kualitas kehidupan

manusia terus meningkat (Siti Murtiningsih, 2004:3).

Perjalanan sejarah masyarakat telah mencatat perkembangan

yang terus berubah yang akhirnya menciptakan lembaga

pendidikan dalam hubungannya dalam struktur ekonomi, sosial,

dan politik yang berkembang. Pada hubungan antara manusia yang

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

24

belum dilandasi oleh klaim-klaim kepemilikan pribadi, pada zaman

kuno, tidak ada lembaga pendidikan yang dibakukan. Proses

peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi berjalan seiring

dengan cara kerja manusia dalam memenuhi dan mengembangkan

kebutuhan hidup, yaitu menghadapi alam.

Proses dialektika dengan alam membuat manusia belajar,

belajar, dan mendapatkan pengalaman dari apa yang dialami dalam

berhubungan secara langsung dengan alam. Pengetahuan dan

teknologi meningkat karena proses mengalami dan mengambil

kesimpulan yang kemudian mewariskan pada generasi dan

dikembangkan seiring dengan ditemukannya cara berproduksi yang

baru.

2. Pendidikan Alam

Suatu pandangan bahwa alam kehidupan dengan ruang dan

lingkungannya yang berisi berbagai macam benda-benda dan

melahirkan pengalaman-pengalaman merupakan tempat

pendidikan bagi tiap manusia. Pengalaman akan ruang dan waktu

adalah pendidikan yang baik bagi semua orang. Bentuk kegiatan

adalah apapun yang terentang mulai dari bentuk-bentuk yang

misterius atau tidak disengaja hingga kegiatan-kegiatan yang

terprogram. Jadi, pendidikan berlangsung dalam beraneka ragam

bentuk, pola, dan lembaga. Pendidikan dapat terjadi sembarang,

kapa dan dimana pun dalam hidup. Tujuan pendidikan terkandung

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

25

dalam setiap pengalaman belajar dari alam dan lingkungan. Tujuan

pendidikan adalah pertumbuhan diri, bersama-sama dengan tujuan

hidup manusia.

Pendidikan dalam makna yang luas sebagai proses umum

manusia ini didukung oleh tokoh-tokoh romantik. Disebut aliran

romantisme karena mereka sangat mengenang sejarah pendidikan

lama yang berbarengan dengan alam. Mereka melihat pendidikan

khusus yang direduksi dalam pelembagaan seperti sekolah pada

abad modern ini justru mengasingkan manusia dari kehidupan.

Kaum Humanis romantik seperti John Holt, William Glasser,

Jonathan Kozol, Charles E. Silberman, Herbert Kohl, Neil

Postman, Charles Weingartner, George Leonard, Carl Rogers,

Ivan Illich, John Dewey. Cenderung mendefinisikan pendidikan

dalam arti mahaluas dan mengecam praktik pendidikan disekolah

yang mereka jumpai. Sekolah, menurut mereka justru

mendehumanisasikan kemanusiaan. Mereka, misalnya, mengkritik

pola hubungan antara guru dengan murid yang otoriter dan sekolah

yang memasung perkembangan individualitas.

Sekolah tidak mengembangkan kegiatan belajar ataupun

mengajarkan keadilan, sebab para pendidik lebih menekankan

pengajaran yang sudah dijadikan paket-paket bersama dengan

sertifikat. Disekolah kegiatan belajar dan penentuan peran sosial

dilebur jadi satu. Padahal, belajar berarti memperoleh keterampilan

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

26

atau wawasan baru, sedangkan promosi peran atau jenjang sosial

tergantung pada pendapat yang dibentuk oleh orang-orang lain.

Belajar sering merupakan hasil dari pengajaran, tetapi seleksi untuk

menduduki suatu peran atau jabatan dalam pasar kerja semakin

tergantung pada sekedar lama tidaknya mengikuti pendidikan

disekolah.

Pengajaran adalah pemilihan situasi yang memudahkan

kegiatan belajar. Peran-peran diberikan dengan meramu suatu

daftar syarat yang harus dipenuhi oleh calon kalau dia mau lolos

dan naik kelas. Sekolah mengaitkan pengajaran dan bukan belajar

dengan peran-peran ini. Ini tidak masuk akal dan juga tidak

membebaskan. Tidak masuk akal karena cara ini tidak mengaitkan

kualitas atau kemampuan yang relevan dengan peran, melainkan

hanya mengaitkan proses yang memungkinkan kualitas tersebut

diperoleh dengan peran. Tidak membebaskan ataupun mendidik

karena sekolah menyediakan pengajaran hanya bagi orang-orang

yang telah melewati jenjang-jenjang pendidikan sebelumnya yang

sesuai dengan tolak ukur kontrol sosial yang disepakati.

Kurikulum selalu digunakan untuk menentukan rangking

sosial. Kadang-kadang malahan kedudukan seseorang telah

ditentukan sebelum lahir, karena menempatkan anda pada suatu

kasta tertentu dan silsilah menempatkan anda pada garis ningrat-

aristokrat. Kurikulum bisa berbentuk sebuah penobatan ritual,

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

27

sakral dan susul menyusul. Atau, kurikulum bisa terdiri dari

rangkaian kemahiran berperang atau berburu, atau kenaikan

pangkat lebih tinggi tergantung pada kebaikan hati raja pada zaman

dulu. Kewajiban bersekolah yang bersifat universal dimaksudkan

untuk melepaskan peran sosial dari riwayat hidup pribadi, ini

dimaksudkan untuk memberi setiap orang kesempatan yang sama

untuk jabatan manapun. Bahkan kini banyak orang secara keliru

percaya bahwa sekolah menjamin bahwa kepercayaan publik

tergantung pada prestasi belajar yang relevan. Akan tetapi,

bukannya memberi kesempatan yang sama, sistem sekolah justru

memonopoli distribusi kesempatan tersebut (Ivan Illich, 2008:15-

16).

Lebih jauh, Ivan Illich berpendapat bahwa suatu sistem

penddidikan yang baik harus mempunyai tiga tujuan, yaitu :

a. Memberikan kesempatan pada semua orang agar bebas dan

mudah memperoleh sumber belajar pada setiap saat.

b. Memungkinkan semua orang yang ingin memberikan

pengetahuan mereka kepada orang lain dapat dengan mudah

melakukannya, demikian pula bagi yang ingin

mendapatkannya.

c. Menjamin tersedianya masukan umum yang berkenaan dengan

pendidikan.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

28

Tampaknya pendidikan justru dekat dengan hidup jika ide

Ivan Illich terwujud dalam keseharian. Bayangkan jika ada

masyarakat yang tiap hari, tanpa ada sekolah yang kaku dan

formal, setiap orang yang pengetahuannya lebih matang bisa

menjadi guru. Setiap orang dapat belajar saban waktu dan

dimanapun tempatnya, membicarakan dunia kehidupannya, alam

yang terjadi dengan kontradiksinya, dan masalah sosial yang

tengah melandanya. Bayangkan akan ada banyak guru bagi anak-

anak, dengan mendapatkan pengetahuan dan keteladanan ditempat

manapun berada. Anak menghadapi kawan-kawan yang

menantangnyauntuk bernalar, bersaing tanpa distandardisasi

dengan rapor, bekerja sama, dan memperoleh pengertian bersama.

Apabila anak beruntung, dia akan tampil untuk diperhadapkan

dengan anak yang lebih tua yang berpengalaman dan mampu

membimbing.

Benda-benda, contoh-contoh, kawan-kawan sebaya, dan

orang-orang yang lebih tua adalah empat macam sumber belajar,

yang masing-masing memerlukan cara pengelolaan yang berbeda-

beda, agar dapat menjamin setiap orang mempunyai keleluasaan

untuk memanfaatkannya. Dengan demikian, sekolah manusia

adalah alam.

Dilihat dari maknanya yang sempit pendidikan identik

dengan sekolah. Berkaitan dengan hal ini, pendidikan adalah

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

29

pengajaran yang diselenggarakan disekolah sebagai lembaga

tempat mendidik (mengajar). Pendidikan merupakan segala

pengaruh yang diupayakan sekolah terhadap anak dan remaja (usia

sekolah) yang diserahkan kepadanya (sekolah) agar mempunyai

kemampuan kognitif dan kesiapan mental yang sempurna dan

berkesadaran maju yang berguna bagi mereka untuk terjun

kemasyarakat, menjalin hubungan sosial, dan memikul tanggung

jawab mereka sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.

Jadi, cara pandang sempit ini membatasi proses pendidikan

berdasarkan waktu atau masa pendidikan, lingkungan pendidikan,

maupun bentuk kegiatan. Pendidikan berlangsung dalam waktu

yang terbatas, yaitu masa anak dan remaja. Anak-anak yang tidak

masuk sekolah dianggap menakutkan. Bahkan, orang tua takut

terlambat menyekolahkan anaknya. Lingkungan pendidikan pun

diciptakan secara khusus dengan standar dan syarat-syarat bagi

penyelenggaraan pendidikan. Ada ruang kelas, ruang administrasi,

ruang guru, tempat latihan olahraga dan seni, ada laboratorium

untuk melakukan tes dan penelitian.

Bentuk kegiatan mencerminkan isi pendidikan yang disusun

secara terprogram dengan kurikulum. Kegiatan pendidikan

berorientasi pada kegiatan guru sehingga tetaplah guru yang

mempunyai peranan sentral. Kegiatannya terjadwal, waktu, dan

tempatnya sudah ditentukan. Hal yang paling penting, tujuan

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

30

pendidikan ditentukan oleh pihak luar dan ada pembatasan-

pembatasan kemampuan.

Cara pandang sempit terhadap pendidikan ini, menurut

penulis, membawa dampak-dampak buruk sebagai berikut :

a. Karena hampir semua orang menganggap pendidikan dipahami

melalui lembaga sekolah, maka cara berpikir formalistik

merasuk dalam pemikiran orang. Pada akhirnya para orangtua

melihat pendidikan anaknya hanya dapat diandalkan dari

sekolah. Mereka melihat disekolahlah tempat satu-satunya bagi

anak-anaknya untuk memperoleh pengetahuan, pelatihan, dan

pembentukan mental dan karakter. Hal jeleknya adalah

orangtua tidak mau mendidik anaknya karena merasa anaknya

sudah mendapatkan pendidikan disekolah dan tidak

mempedulikan pendidikannya di luar sekolah

b. Sekolah dijadikan satu-satunya lembaga yang sah bagi

masyarakat sebagai jalan meningkatkan mobilitas sosial

vertikalnya. Seakan sudah baku bahwa jika ingin mendapatkan

pekerjaan harus masuk dan lulus sekolah terlebih dahulu.

Syarat formalnya adalah mendapatkan ijazah. Jika tidak, maka

hampir tidak ada pekerjaan yang bisa didapatkannya. Efeknya

sangat buruk, yakni banyak orang memilih jalan pintas, yaitu

tidak mau masuk sekolah, yang penting mendapatkan ijazah.

Tidak heran jika banyak bisnis ijazah atau bisnis pendidikan

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

31

tanpa melibatkan si terdidik dalam proses belajar mengajar.

Tiba-tiba orang tersebut mendapatkan sertifikat dengan jalan

membelinya dengan harga mahal. Gaya berpikir logika-formal

berlawanan dengan pikiran esensial dan dialektis sering

menyesatkan. Padahal formalitas bukanlah esensi. Oleh sebab

itu, ijazah ataupun (keluaran) sekolah tidak menunjukan adanya

mutu. Tidak jarang orang yang bersekolah dengan tingkatan

tinggi, tetapi kecerdasannya rendah, mentalnya rusak,

karakternya kerdil, pengecut, dan jiwanya koruptif. Sekolah

justru akan melahirkan manusia-manusia dehuman yang akan

merampok seluruh potensi kemanusiaan manusia yangg hidup

dalam sebuah komunitas (negara-bangsa).

c. Hal yang dominan kemudian adalah semaraknya komersialisasi

sekolah atau jual beli pendidikan. Yang formal, simbolik, dan

yang kosmetik biasanya merupakan hal yang mudah dijadikan

alat untuk memanipulasi dan selebihnya adalah pertukaran

(yang dalam iklim ekonomi kapitalis) akan menjadi hubungan

komersial. Sekolah mahal artinya hanya orang-orang tertentu

yang bisa memasukinya karena mereka bisa membayar dengan

uang yang lebih besar. Diluar sekolah, namanya bukanlah

pendidikan sehingga dianggap bukan tempat untuk belajar.

Tempat ini diisi oleh anak-anak kaum tak berpunya.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

32

d. Luar sekolah atau alam dunia yang seharusnya bisa

dimanfaatkan untuk proses pendidikan, malah dianggap

sebagai tempat non-pendidikan. Dikarenakan bukan sebagai

tempat pendidikan, akibatnya anak-anak yang tidak dapat

masuk sekolah merasa frustasi. Oleh sebab itu, sebagian besar

lari pada kegiatan-kegiatan negatif, seperti terjun dijalanan

dengan mengemis dan mengamen, mengutuki nasib dirinya,

ada yang lari pada Tuhan, atau memasuki alam pendidikan

mistik dan religi fatalistik. Fatalisme, dan mistik adalah lahan

penyemaian cara berpikir kuno yang membuat masyarakat

harus tunduk pada sesuatu diluarnya dan mudah diatur.

Ideologi kuno ini juga menghalangi masyarakat untuk melihat

situasi secara objektif dan ilmiah. Dikarenakan pengalamannya

tidak didapat dari mengolah pikiran kritis, tetapi langsung

disalurkan dengan dunia atas langit dan dunia gaib (luar dunia

nyata). Oleh sebab itu, yang lahir dari dunia itu biasanya anak-

anak yang mudah diarahkan untuk kepentingan non-manusiawi

dan tindakan tidak masuk akal. Lihatlah, tidak sedikit anak

muda yang mempunyai pikiran bahwa kelompok lain diluar

agamanya adalah salah dan kelompok yang harus dibasmi

mereka dengan senjata bom dan pedang melakukan tindakan

destruktif.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

33

e. Inilah yang terjadi pada era sekarang ini. Logika formal

“nyambung” dengan logika kapitalistik yang berbasis ekonomi

budaya liberal-individualistik. Seharusnya siapapun bisa

belajar, meskipun mereka tidak dapat masuk sekolah. Akan

tetapi, mengapa mereka tidak melakukannya? Dikarenakan

logika formal membuat hampir semua orang beranggapan

bahwa belajar atau mencari pendidikan diluar sekolah itu tidak

berkualitas. Sekolah itu tempat yang indah, bukan karena

tempat belajar saja, melainkan juga didalamnya ada teman-

teman, anak-anak muda yang merayakan eksistensi palsunya.

Disekolahan tempatnya mencari gebetan atau pacar, tempatnya

remaja putri pamer rambut yang baru saja di-rebounding,

pamer mobil untuk menunjukan orangtuanya kaya dan pejabat

tinggi, tempat cantik-cantikan, seksi-seksian, ganteng-

gantengan (macho-machoan), tempat bagi godaan hidup anak

muda disemai menjadi satu dimensi “gaul”, “keren”, dan itu

menjadi bagian dari sekolah.

f. Artinya, jika tidak bersekolah, kecil kemungkinan bagi anak

muda agar dapat menikmati dunia remaja, yang disekolah

sebenarnya lebih banyak mendapatkan pelajaran akademik

yang menekan dan terstandarisasi, dan pada saat yang samajuga

bisa saling berinteraksi untuk menonjolkan eksistensi dirinya

yang telah didesain oleh budaya konsumen kapitalistik. Artinya

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

34

lagi, diluar sekolah, kkegiatan belajar menjadi tidak menarik.

Tidak bersekolah jelas karena miskin. Tetapi, siapakah yang

akan menolong? Diluar sekolahpun tidak ada tempat belajar,

terutama belajar yang terbimbing dan mendapatkan fasilitas.

Celakanya, karena pendidikan oleh pemerintah dianggap

sebagai sekolah, maka diluar sekolah jelas tidak adaa fasilitas.

Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sendiri yang seharusnya

dipenuhi justru tidak menghasilkan kegiatan apa-apa.

Pendidikan dalam arti sempit yang mereduksi proses

pendidikan menjadi pengajaran ini jelas merupakan manifestasi

dari proses ideologisasi kelas, terutama kelas dominan yang

merupakan penguasa sumber daya ekonomi dalam masyarakat.

Keluaran sekolah tidak akan diabdikan untuk kebersamaan, tetapi

direduksi demi kepentingan pribadi, mencari pekerjaan atau

kesuksesan pribadi dalam persaingan (kapitalistik).

Pendidikan dalam arti sekolah ini kemudian dibutuhkan

berbagai macam metode pengajaran yang dipilih agar efektif dalam

membentuk kemampuan kognitif, efektif, dan psikomotorik siswa.

Berbagai pendekatan disiplin ilmu pun digunakan untuk membuat

pengajaran mendapatkan manajemen yang tepat guna. Manajemen

ilmiah dibidang pendidikan dibangun untuk menyukseskan proses

pengajaran dilembaga pendidikan.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

35

Pandangan tersebut memang sangat vulgar, menyamakan

anak dan siswa dengan benda dipabrik. Berharap bantuan teknologi

akan lahir manusia hasil rekayasa. Cara pandang inilah yang

kemudian memunculkan banyak reaksi dari para tokoh pendidikan

lainnya di Barat sendiri. Banyak yang menuduh aliran ini sebagai

model pendidikan konservatif karena beririsan dengan

langgengnya masyarakat industrilisasi kapitalis yang mana

kekuasaan kaum modal ingin menguasai anak-anak dan

membentuk generasi melalui sekolah-sekolah yang merekayasa

kurikulum demi kepentingannya. Dari kalangan liberalis dan

progresif, model pendidikan dan sekolah ala Behavioris ini

membahayakan subjektivitas anak-anak dan memasung

perkembangan jiwa mereka.

Aliran psikologi Behavioris sendiri mendapatkan tantangan

dari para psikolog, yang salah satunya melahirkan mazhab lain,

yaitu aliran psikologi humanistik yang salah satu tokohnya yang

terkenal adalah Dr. Abraham Maslow. Aliran ini menyebut dirinya

juga sebagai aliran psikologi Mazhab Ketiga. Artinya, sebagai

sintesis dari dua Mazhab lainnya. Dua Mazhab tersebut adalah

aliran Freudianisme yang menekankan teori instinktivisme dan

Behaviorisme itu sendiri.

Freudianisme dianggap berusaha mereduksi tingkah laku

manusia kedalam ukuran kimiawi atau fisik belaka. Bagi Moslow,

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

36

minat Freud ada pada orang-orang yang mengalami gangguan

mental, sedangkan laboratoriumnya tidak lain adalah pasien-pasien

mentalnya sendiri. Freud dianggap kurang menaruh minat pada

implikasi sosial dari teori-teorinya, meski jumlah karya-karyanya

tidak sedikit. Freud menarik alam bawah sadar dan implikasinya

bagi tingkah laku manusia. Jiwa dilukiskannya sebagai gunung es

yang puncaknya, yaitu bagian yang sadar, merupakan bagian kecil

dibandingkan bagian yang tak tampak, yang merupakan bagian tak

sadar (alam bawah sadar, unconscious mind). Alam bawah sadar

adalah letak insting primitif. Dan, dari asal binatangnya itu

manusia memperoleh aneka dorongan dasar yang bersifat turunan

dan naluriah (instingtif). Freud juga menolak pendidikan moral

sebab menurutnya penyakit mental adalah akibat patokan-patokan

moral yang terlampau tinggi bagi kodrat binatang yang ada pada

manusia.

Abraham Maslow sangat keberatan dengan Sigmund Freud.

Ia terutama menyayangkan Freud yang memusatkan diri pada

penyelidikan tentang orang-orang yang mengalami gangguan

neurotik dan psikotik. Maslow yakin orang tidak akan memahami

penyakit mental sebelum ia mengerti kesehatan mental. Freud,

Hamilton, Hobbes, dan Schopenhauer dianggap sebagai ilmuwan

yang sampai pada kesimpulan masing-masing tentang kodrat

manusia dengan mengamati sifat-sifat buruk manusia dan bukan

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

37

sifat-sifat terbaiknya. Akhirnya, berbeda pula dengan Behavioris,

Maslow mengemukakan keyakinannya bahwa kita dapat belajar

jauh lebih banyak tentang tingkah laku manusia dengan

mempertimbangkan segi-segi subjektif maupun segi-segi

objektifnya. Jika aspek subjektif itu diabaikan, banyak tingkah laku

manusia yang kehilangan maknanya.

Freud dianggap cenderung mengabaikan adanya proses

belajar secara asosiasi dan tingkah laku stimulus-resspon,

sementara kaum Behavioris secaraa dogmatik menolak segala

bentuk naluri, baik atau buruk. Jika tingkah laku manusia,

sebagaimana diyakini kaum Behavioris, hampir seluruhnya berupa

usaha defensif menghilangkan aneka ketegangan baru yang lebih

banyak lagi. Lalu bagaimana mungkin orang menjadi semakin arif

dan semakin baik?Bagaimana mungkin orang memiliki semangat

hidup jika hidup sekadar upaya menghindari ketegangan?Mungkin

terlalu terpukau menyelidiki binatang, kaum Behavioris melupakan

adanya bentuk-bentuk motivasi positif pada manusia, seperti

harapan, kegembiraan, dan optimisme.

Kaitannya dengan pendidikan, selama lima puluhan tahun,

topik tentang potensialitas manusia oleh para peneliti dibidang

ilmu-ilmu sosial dan psikologi Behavioris diabaikan sebagai suatu

fokus kegiatan penelitian. Sementara Maslow menyambut baik

pada penyelidikan yang diarahkan pada penemuan potensialitas

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

38

manusia beserta perkembangannya menuju kehidupan yang lebih

bergairah, lebih kreatif, dan lebih memuaskan secara produktivitas.

Maslow menyetujui eksperimen yang dilakukan oleh Dr. Otto

lewat kelas-kelas dan kelompok eksperimentalnya yang

menekankan pada teknik yang paling produktif, yakni teknik yang

memberi tekanan pada berbagai kemampuan dan pengalaman

positif para peserta. Memberi tekanan pada kekuatan-kekuatan

mereka bukan pada kelemahan mereka.

Dr. Otto menyatakan, Setiap orang mendambakan pengakuan

dan pujian atas tugas yang telah dilaksanakan dengan baik. Dalam

kebudayaan kita yang berorientasi pada pattologi dan masalah,

yang selalu ditonjol-tonjolkan adalah kekurangan, kelemahan,

kesalahan, dan serba ketidaksempurnaan orang. Padahal, hasil tes

psikologis pada anak-anak dengan jelas menunjukan bahwa jika

anak-anak diberi satu kata pujian atau penghargaan disaat mereka

itu sedang kelelahan, maka mereka itu akan segera memperoleh

kekuatan baru. (Kasus-kasus yang tak terbilang banyaknya dapat

disebutkan yang menunjukan bahwa pujian serta bimbingan dari

seorang guru memiliki pengaruh besar dalam menentukan arah dan

perkembangan hidup seorang anak). Sebaliknya, jika anak-anak

dikecam atau dibuat berkecil hati, kekuatan fisik yang mereka

miliki akan menurun secara dramatis (Goble, 1991:250).

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

39

Penelitian Dr. Otto itu memiliki arti penting bagi Mazhab

Ketiga dalam dunia pendidikan dan pengajaran. Posisi Abraham

Maslow dalam bidang pendidikan bisa diwakili melalui

pernyataannya.” Saya ingin menunjukan bahwa nilai-nilai spiritual

memiliki makna yang sangat wajar, bahwa nilai-nilai tersebut

bukan merupakan monopoli gereja-gereja, bahwa untuk

mensahkannya tidak diperlukan konsep-konsep adikodrati, bahwa

mereka ada dalam batas yuridiksi ilmu pengetahuan, karenanya

juga merupakan tanggung jawab seluruh umat manusia. Jika

demikian, maka kita harus meninjau kembali kedudukan nilai-nilai

spiritual dan nilai-nilai moral dalam pendidikan. Sebab, nilai-nilai

tidak laggi ddipandang sebagai bidang wewenang khusus gereja,

maka pengajaran nilai-nilai disekolah-sekolah tidak perlu

menghapuskan tembok pemisah antara Gereja dan Negara” (Goble,

1991:250).

Bagi Maslow, pendidikan baik formal maupun non-formal

memainkan peranan penting dalam pengembangan watak.

Pendidikan yang benar harus diarahkan bagi pertumbuhan dan

perkembangan anak, bukan hanya mengekang dan menjinakannya

demi meringankan beban guru. Maslow mengatakan kita harus

lebih banyak belajar tentang cara menanamkan kekuatan, harga

diri, sikap berani karena benar, sikap tidak menyerah pada

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

40

dominasi dan pemerasan, sikap tidak menyerah pada propoganda

dan ketidakbenaran (Goble, 1991:250).

Pendidikan nasional yang ditetapkan dalam Undang-undang

ini mengungkapkan satu sistem sebagai berikut :

a. Berakar pada kebudayaan nasional dan berdasarkan Pancasila

dan Undang-undang Dasar 1945 serta melanjutkan dan

meningkatkan pendidikan Pedoman Penghayatan dan

Pengalaman Pancasila (Eka Prasetya Pancakarsa).

b. Merupakan satu keseluruhan dan dikembangkan untuk ikut

berusaha mencapai tujuan nasional.

c. Mencakup, baik jalur pendidikan sekolah maupun jalur

pendidikan luar sekolah.

d. Mengatur bahwa jalur pendidikan sekolah terdiri atas 3 (tiga)

jenjang utama, yang masing-masing terbagi pula dalam jenjang

atau tingkatan.

e. Mengatur bahwa kurikulum, peserta didik, dan tenaga

kependidikan terutama guru, dosen, atau tenaga pengajar

merupakan tiga unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam

kegiatan belajar mengajar.

f. Mengatur secara terpusat (sentralisasi), namun

penyelenggaraan satuan dan kegiatan pendidikan dilaksanakan

secara tidak terpusat (desentralisasi).

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

41

g. Menyelenggarakan satuan dan kegiatan pendidikan sebagai

tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan

pemerintah.

h. Mengatur bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang

diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat

berkedudukan serta diperlakukan dengan penggunaan ukuran

yang sama.

i. Mengatur bahwa satuan dan kegiatan pendidikan yang

diselenggarakannya sesuai dengan ciri atau kekhususan

masing-masing sepanjang ciri itu tidak bertentangan dengan

Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan

ideologi bangsa dan negara.

j. Memudahkan peserta didik memperoleh pendidikan yang

sesuai dengan bakat, minat, dan tujuan yang hendak dicapai

serta memudahkannya menyesuaikan diri dengan perubahan

lingkungan.

Fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan

kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat

manusia Inddonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan

nasional (Pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989).

Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa

dan mengembangkan manusia Indpnesia seutuhnya yaitu manusia

yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

42

berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,

kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan

mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan

(Pasal 4 UU No. 2 Tahun 1989). Sistem Pendidikan Nasional

termasuk dalam kategori sistem buatan manusia, artinya sistem

pendidikan nasional lahir dari suatu usaha sadar yang dirancang,

diatur, dan dilaksanakan secara sengaja dalam rangka mencapai

tujuan nasional pendidikan. Sistem pendidikan nasional

dimunculkan sebagai wahana pembinaan dan pengembangan

bangsa, wahana sistem bagi pendidikan bangsa.

Sistem pendidikan nasional sesuai dengan lingkungannya,

tentulah harus bersifat menyeluruh, semesta dan terpadu yang

membawa implikasi makna yaitu sebagai berikut :

1. Terbukanya pendidikan nasional bagi seluruh rakyat.

2. Beragamnya program pendidikan sesuai kebutuhan-kebutuhan

pendidikan yang hidup dan berkembang dimasyarakat.

3. Terjalinnya totalitas fungsional diantara komponen-komponen

yang berperan didalam upaya pendidikan bangsa.

4. Fungsionalnya sistem pendidikan dengan sistem-sistem lainnya

antara lain sistem politik, ekonomi, pemerintahan, pertahanan,

keamanan, dan sebagainya didalam mengembangkan bangsa

kearah tujuan nasinal kehidupan bangsa dan negara (Sanapiah

Faisal, 1981 :27).

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

43

Adapun corak pembangunan dari sistem pendidikan nasional

yang menyeluruh, semesta dan terpadu tentu saja perlu diikuti

dengan kebijakan politik yang mempunyai kekuatan mengatur

terhadap seluruh abdi negara (Pemerintah dan seluruh warga

negara). Setelah lahir sebagai kebijakan politik,selanjutnya perlu

diterapkan secara konsekuen dan konsisten, sehingga benar-benar

terwujud haluan pendidikan nasional. Dalam hubungan ini, hasil

kerja komisi Pembaharuan Pendidikan Nasional merupakan salah

satu bahan yang berharga guna memantapkan konsepsi dari sistem

pendidikan nasional yang menyeluruh, semesta, dan terpadu.

Sistem pendidikan nasional Indonesia dewasa ini

menghendaki berlakunya konsep pendidikan seumur hidup, yaitu

konsep pendidikan terpadu yang mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut :

a. Pendidikan berlangsung dalam seluruh tahapan perkembangan

hidup seseorang, lahir sampai mati pendidikan tidak mengenal

batas usia.

b. Pendidikan mencakup perkembangan semua aspek kepribadian

(fisik, intelektual, afektif, spiritual) dan semua aspek peranan

dalam kehidupan (pribadi, sosial, profesional).

c. Pendidikan melalui berbagai bentuk pengalaman belajar, dan

diselaraskan dengan keragaman individu baik perbedaan dalam

kemampuan, motivasi, maupun kesempatan.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

44

d. Pendidikan terjadi dalam semua pengalaman hidup baik yang

berlangsung dalam bentuk pendidikan formal, informal,

maupun non formal (Redja Mudyanharjo, 1992 : 27).

Ditinjau dari konsep pendidikan seumur hidup, sistem

pendidikan nasional Indonesia terdiri atas tiga subsistem, yaitu

subsistem pendidikan formal, subsistem pendidikan informal, dan

subsistem pendidikan nonformal. Batas antara ketiga subsistem

tersebut tidak jelas, karena sistem pendidikan adalah sistem yang

terbentuk dari rangkaian peristiwa yang terus berkembang. Zahara

Idris mengemukakan Pendidikan Nasional sebagai suatu sistem

adalah karya manusia yang terdiri dari komponen-komponen yang

mempunyai hubungan fungsional dalam rangka membantu

terjadinya proses transformasi atau perubahan tingkah laku

seseorang sesuai dengan tujuan nasional tercantum dalam Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 (Fuad Ihsan, 2001 :

115).

Redja Mudyaanharjo dan Waini Rosyidin mengemukakan,

Pendidikan Nasional Indonesia merupakan sistem sosial dan salah

satu sektor dalam keseluruhan kehidupan bangsa yang sedang

membangun. Lalu menurut Katz dan Khan, sistem sosial

merupakan sebuah kesatuan peristiwa, atau kejadian yang

dilakukan sekelompok orang untuk mencapai suatu hasil yang

diharapkan. Sebagai sistem sosial, pendidikan merupakan suatu

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

45

sistem yang terbuka yang oleh Katz dan Khan diberi definisi

sebagai sistem yang memperoleh masukan dari lingkungan dan

memberikan hasil transformasinya kepada lingkungan (Fuad Ihsan,

2001 : 116).

f. Karakter

Penulis paparkan tentang beberapa pengertian karakter itu dari

beberapa sumber literatur yang dikemukakan oleh para ilmuwan,

diantaranya sebagai berikut.

1) Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak

atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus

yang menjadi pendorong dan penggerak, serta yang membedakan

dengan individu lain (Hidayatullah, 2010: 13).

2) Secara bahasa, karakter berasal dari bahasa Yunani, Charassein,

yang artinya mengukir (Munir, 2010: 2).

3) Karakter adalah sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi

secara progresif dan dinamis, integrasi pernyataan dan tindakan

(Khan, 2010: 1).

4) Karakter atau watak adalah ciri khas seseorang sehingga

menyebabkan ia berbeda dari orang lain secara keseluruhan

(Sastrowardoyo dalam Said, 2011: 11) .

Dari beberapa pengertian karakter di atas sebenarnya dapat

disimpulkan bahwa karakter itu dapat berbeda jauh dengan pengertian

budi pekerti dan juga akhlak bahkan dapat diartikan sama antara

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

46

karakter, budi pekerti dengan akhlak. Hal ini dikuatkan dengan

pendapatnya Sa‟aduddin dalam Hidayatullah (2010: 11), yang

mengemukakan bahwa akhlak mengandung beberapa arti, antara lain ;

tabi‟at, yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa

dikehendaki dan tanpa diupayakan, dapat berarti adat, yaitu sifat dalam

diri yang diupayakan manusia melalui latihan yakni berdasarkan

keinginannya dan juga dapat diartikan watak cakupannya meliputi hal-

hal yang menjadi tabi‟at dan hal-hal yang diupayakan hingga menjadi

adat. Dengan kata lain pengertian karakter, akhlak, moral dan budi

pekerti tidak memiliki perbedaan yang signifikan, sehingga menurut

Munir (2010: 5), karakter itu dapat dibentuk, jika karakter bukan

merupakan seratus persen turunan dari orang tuanya, namun jika gen

hanyalah salah satu faktor pembentuk karakter, kita akan menyakini

bahwa karakter bisa dibentuk semenjak lahir, jadi disini peran orang

tua sangat besar dalam pembentukan karakter.

Timbul pertanyaan yang menarik berdasarkan pengertian

karakter di atas yaitu dapatkah karakter itu dirubah dari diri seseorang

pada umumnya dan remaja pada khususnya. Munir (2010: 9),

menjelaskan jika karakter diartikan sebagaimana asalnya, yakni

Charassein, tentunya akan sulit untuk dirubah, namun jika menilik

bahwa karakter bisa dibentuk atau dibangun, ia pasti dapat dirubah.

Sebab pembangunan dan pembentukan itu sendiri sejatinya adalah

perubahan. Hanya saja, jika bangunan itu adalah bangunan yang

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

47

kokoh, buutuh waktu lama dan energi yang tidak sedikit untuk

mengubahnya.

g. Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter adalah hal positif apa saja yang dilakukan guru

dan berpengaruh kepada karakter siswa yang di ajarnya (Samani, 2012:

43).

Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja

untuk mengembangkan karakter yang baik (good character)

berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara

objektif baik bagi individu maupun masyarakat. Sedikitnya, ada empat

alasan mendasar mengapa sekolah pada masa sekarang perlu lebih

bersungguh-sungguh menjadikan dirinya tempat terbaik bagi

pendidikan karakter. Keempat alasan itu adalah.

a. Karena banyak keluarga (tradisional maupun non tradisional) yang

tidak melaksanakan pendidikan karakter.

b. Sekolah tidak hanya bertujuan membentuk anak yang cerdas, tetapi

juga anak yang baik.

c. Kecerdasan seorang anak hanya bermakna manakala dilandasi

dengan kebaikan.

d. Karena membentuk anak didik agar berkarakter tangguh bukan

sekadar tugas tambahan bagi guru, melainkan tanggung jawab yang

melekat pada perannya sebagai seorang guru (Saptono, 2011: 23-

24).

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

48

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengajarkan kebiasaan

cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan

bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat dan bernegara dan

membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat di

pertanggung jawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter

mengajarkan anak didik berpikir cerdas, mengaktivitas otak tengah

secara alami (Khan, 2010: 1).

2. Teori dan Pendekatan

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang

melibatkan aspek teori pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan

tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak

akan efektif, dan pelaksanaannya pun harus dilakukan secara sistematis

dan berkelanjutan. Dengan pendidikan karakter seorang anak akan menjadi

cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam

mempersiapkan anak menyongsong masa depan. Dengan kecerdasan

emosi seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam

tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis (Muslich,

2011: 29).

Menurut Hidayatullah (2010:39), bahwa strategi pendidikan karakter

dapat dilakukan dengan melalui sikap-sikap sebagai berikut.

1) Keteladanan

Begitu pentingnya keteladanan sehingga Tuhan menggunakan

pendekatan dalam mendidik umatnya melalui metode yang harus dan

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

49

layak dicontoh. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keteladanan

merupakan pendekatan pendidikan yang paling ampuh. Setidaknya ada

3 unsur agar seseorang dapat diteladani atau menjadi teladan, yaitu.

a. Kesiapan untuk dinilai

b. Memiliki kompetensi minimal

c. Memiliki integritas moral

Dalam pendidikan karakter tugas seorang guru selaku pendidik

amat sangat penting sekali, menurut Musbikin (2010: 35), bahwa salah

satu tugas khusus seorang guru adalah harus tampil sebagai teladan

atau panutan yang baik dihadapan murid-muridnya.

2) Penanaman kedisiplinan

Kedisiplinan menjadi alat yang ampuh dalam mendidik karakter.

Banyak orang sukses karena menegakkan kedisiplinan. Sebaliknya,

banyak upaya membangun sesuatu tidak berhasil karena kurang atau

tidak disiplin. Penegakan kedisiplinan antara lain dapat dilakukan

dengan beberapa cara, seperti peningkatan motivasi, pendidikan dan

latihan, kepemimpinan, penerapan penghargaan dan hukuman dan

penegakan aturan.

3) Pembiasaan

Anak memiliki sifat yang paling senang meniru. Orang tuanya

merupakan lingkungan terdekat yang selalu mengitarinya dan

sekaligus menjadi idolanya. Bila mereka melihat kebiasaan baik dari

ayah dan ibunya, maka mereka pun akan dengan cepat mencontohnya.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

50

Orang tua yang berperilaku buruk akan ditiru perilakunya oleh anak-

anak. Anak-anak pun paling mudah mengikuti kata-kata yang keluar

dari mulut orang tuanya.

4) Menciptakan suasana yang kondusif

Pada dasarnya tanggung jawab pendidikan karakter ada pada semua

pihak yang mengitarinya, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat,

maupun pemerintah. Maka menciptakan suasana yang kondusif di

lingkungan mana saja merupakan upaya membangun kultur atau

budaya yang memungkinkan untuk membangun karakter.

5) Integrasi dan internalisasi

Pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai,

karena pendidikan karakter harus mewarnai seluruh aspek kehidupan

dan terintegrasi, karena pendidikan karakter memang tidak dapat

dipisahkan dengan aspek lain dan merupakan landasan dari seluruh

aspek kehidupan. Untuk itu diperhatikan pembiasaan diri untuk masuk

kedalam hati agar tumbuh dari dalam. Pentingnya pendidikan atau

pembelajaran terintegrasi atau terpadu didasarkan pada beberapa

asumsi dan dasar pemikiran sebagai berikut.

a. Fenomena yang tidak berdiri sendiri, maksudnya fenomena yang

ada di dalam kehidupan dan di lingkungan kita selalu terkait

dengan fenomena atau aspek yang lain.

b. Memandang objek sebagai suatu keutuhan, dalam memandang dan

mengkaji suatu objek harus secara utuh dan tidak secara parsial.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

51

c. Tidak dikolomi, jika objek dipandang sebagai fenomena yang tidak

berdiri sendiri dan sekaligus merupakan suatu keutuhan, maka

objek tidak dapat dipisahkan (Asmani, 2011: 50).

Bila berbicara mengenai pendidikan (edukasi) di museum, maka

tidak dapat dipisahkan dari teori yang mendasarinya. Hein dalam bukunya

yang berjudul Learning in the Museum menjelaskan bahwa teori

pendidikan (edukasi) terdiri atas teori belajar (learning theories) dan teori

pengetahuan (theories of knowledge) (Hein, 1998:16). Ada dua pandangan

yang saling berlawanan dalam teori pengetahuan, yang pertama

berpendapat bahwa pengetahuan itu berada di luar atau terpisah dari diri si

pelajar, pandangan ini disebut dengan realisme. Sementara itu, lawan dari

realisme, yaitu idealisme menyatakan bahwa pengetahuan itu berada

dalam pikiran dan dibangun oleh si pelajar (Hein, 1998:17 – 18; 1994;73 –

74; 1995:21; Hooper-Greenhill, 1994:68). Dua pendapat tersebut dapat

digambarkan dalam sebuah kontinum seperti berikut.

Gambar 2.1 Teori Pengetahuan

(Sumber: Hein, 1995:21)

Selanjutnya, teori belajar yang mendasari pemikiran mengenai

bagaimana seseorang belajar juga terdiri atas dua pandangan yang berbeda.

Pandangan yang pertama berasumsi bahwa belajar terdiri atas asimilasi

Teori Pengetahuan

Pengetahuan

berada terpisah

dari pelajar

(Realisme)

Pengetahuan berada

dalam pikiran,

dibangun oleh

pelajar (Idealisme)

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

52

incremental dari berbagai informasi, fakta dan pengalaman, hingga

akhirnya menghasilkan pengetahuan (behaviorisme). Sementara itu,

menurut konstruktivisme, belajar terdiri atas seleksi dan organisasi data

yang relevan dari pengalaman, dalam hal ini mereka meyakini bahwa

orang belajar dengan membentuk pengetahuannya (Hein, 1998: 21 – 23;

1994:74; Hooper-Greenhill, 1994:21). Seperti teori pengetahuan, teori

belajar ini juga dapat ditampilkan dalam kontinum seperti berikut:

Gambar 2.2 Teori Belajar

(Sumber: Hein, 1995:25)

Behaviorisme berpendapat bahwa Guru memiliki 2(dua) tanggung

jawab, yang Pertama Guru harus memahami struktur subjek pengetahuan

yang akan diajarkan. Banyak karya intelektual barat sejak Renaissance

dikhususkan untuk mengelaborasi sistematis pengetahuan dengan asumsi

bahwa skema yang dihasilkan secara independen dari pikiran yang

terorganisir itu. Karya intelektual ini berusaha untuk mengembangkan

hukum yang mengatur pergerakan tata surya, klasifikasi tanaman dan

hewan, atau aturan untuk organisasi masyarakat dalam semua kondisi.

Tanggung jawab Kedua Guru menyajikan pengetahuan yang diajarkan

tepat, sehingga siswa dapat belajar. Dengan demikian, ada urutan logis

Belajar secara incremental

Belajar dengan

ditambahkan sedikit

membangun

demi sedikit (behaviorisme)

Belajar dengan

membangun makna

(Konstruktivisme) Teori Belajar

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

53

dari mengajar ditentukan oleh subjek yang akan diajarkan membuatnya

mudah untuk belajar.

Konstruktivisme berpendapat bahwa baik pengetahuan yang telah

diperoleh tergantung pada pikiran peserta didik. Dimana pada saat mereka

belajar, mereka tidak hanya menambahkan fakta baru untuk apa yang

dikenal dan menciptakan pemahaman dan kemampuan untuk belajar saat

mereka berinteraksi dengan dunia.

Oleh Hooper-Greenhil, dua pendekatan pada teori pengetahuan dan

teori belajar ini dapat mendukung interpretasi peran dari pengajar. Jika kita

berpikir bahwa pengetahuan berada di luar diri orang yang belajar, dan

proses belajar tersebut menjadi bagian dari pengetahuan, maka tugas bagi

pengajar adalah untuk mengirimkan pengetahuan itu kepada orang yang

belajar. Orang yang belajar dianggap sebagai „botol kosong yang harus

diisi‟, pasif dan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan oleh

pengajar. Sementara jika kita berpikir bahwa pengetahuan dihasilkan oleh

orang yang sudah memiliki pengetahuan tersebut, dan prosesnya sebagai

aktivitas pikiran dengan kerangka sosial budaya, maka peran pengajar

adalah sebagai fasilitator (Hooper-Greenhill, 1994:68).

Dalam pandangan konstruktivis, peran edukator di museum adalah

untuk memfasilitasi cara belajar aktif lewat penanganan objek dan diskusi,

yang dihubungkan dengan pengalaman konkret. Dalam konteks edukasi di

museum, dengan didasarkan pada paradigma konstruktivis, museum atau

edukator dapat bertindak sebagai fasilitator. Walaupun demikian, pihak

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

54

museum dapat menggunakan cara didaktik sebagai aspek lain dalam

hubungannya dengan publiknya (Hooper-Greenhill, 1994:68).

Berdasarkan konsep dan teori pendidikan (edukasi) di museum

tersebut, maka dalam penentuan strategi edukasinya, museum dapat

menggunakan strategi belajar aktif (active learning) yang dapat melibatkan

seluruh indra dan pengalaman pengunjung lewat konsep edutainment.

Dalam pelaksanaannya, dan dalam rangka memperluas akses masyarakat,

museum dapat menerapkan strategi edukasi di dalam dan di luar museum,

atau bahkan perpaduan keduanya. Dengan cara ini, diharapkan museum

dapat membuat strategi edukasi dengan tepat, yang dapat menjangkau

semua lapisan masyarakat.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian Sejarah Lokal. Metode yang

digunakan adalah metode sejarah kritis. Metode sejarah itu sendiri merupakan

sekumpulan prinsip dan aturan yang memberikan bantuan secara efektif

dalam usaha mengumpulkan bahan-bahan sejarah, menilai secara kritis, dan

kemudian menyajikan suatu sintesis dan hasil-hasilnya dalam bentuk ilmiah

(Gottschalk, 1975:34).

Untuk menelaah Peranan Museum Soesilo Soedarman Terhadap

Pendidikan Tahun 2000-2013 digunakan metode sejarah. Dalam metode

sejarah langkah-langkah penelitian terdiri dari 4 tahap, yaitu Heuristik atau

Pengumpulan Sumber, Kritik Sumber baik Kritik Intern maupun Ekstern,

Interpretasi, dan Historiografi atau Penulisan.

Sehubungan dengan metode penelitian tersebut, kegiatan penelitian ini

diawali dengan mengumpulkan sumber-sumber sejarah yang berupa literatur,

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

55

dokumen yang berbentuk Militair Journal serta wawancara dengan pengelola

museum dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan Soesilo

Soedarman.

Kritik sumber dilakukan secara objektif, yaitu menyelidiki sumber-

sumber sejarah secara cermat dan menekankan pada sumber primer sehingga

diperoleh data yang akurat. Kritik Ekstern , melalui tahap ini dapat diperoleh

sumber yang dikehendaki, artinya otentik tidaknya atau sejati tidaknya suatu

sumber. Asli atau tidaknya sumber, Artinya setelah dianalisa sumber itu asli

atau turunan.Utuh tidaknya sumber, artinya kritik teks untuk mengetahui

bagaimana sesungguhnya keutuhan (Otentisitas) isi sumber asli. Kritik Intern

mulai bekerja setelah kritik ekstern selesai menentukan bahwa sumber yang

dihadapi memang sumber yang dicari. Kritik Intern harus membuktikan

bahwa kesaksian yang diberikan oleh suatu sumber dapat dipercaya.

Buktinya diperoleh dengan cara penilaian Intrinsik terhadap sumber-

sumber dan membandingkan kesaksian dari berbagai sumber. Interpretasi

fakta dilakukan dengan menghubungkan data dari sumber tertulis dengan data

hasil wawancara. Penyajian merupakan kegiatan penulisan sejarah dalam

bentuk publikasi hasil Interpretasi data dengan menggunakan prinsip-prinsip

historiografi (Notosusanto, 1978:39-40).

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pemahaman mengenai isi pembahasan laporan ini,

maka penulis membuat sistematika penulisan pada laporan Tugas Akhir

sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/6132/2/Era Mega Paramita Abadi_BAB I.pdf · menguasai seni rupa; Dewi Erato menguasai puisi; Dewi Polyhimne menguasai

56

Dalam bab ini meliputi Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah,

Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori dan

Pendekatan, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Latar Belakang Pendirian Museum Soesilo Soedarman

Menguraikan tentang Perjalanan Hidup Soesilo Soedarman, latar

belakang berdirinya Museum Soesilo Soedarman, dan Fungsi Museum

Soesilo Soedarman.

BAB III Peranan Museum Soesilo Soedarman terhadap Pendidikan Karakter

Pada bab ini menguraikan tentang Peranan Museum Soesilo

Soedarman terhadap Pendidikan Karakter

BAB IV Hambatan apa saja yang dihadapi oleh pihak Pengelola dan

bagaimana cara mengelolanya

BAB V Penutup

Merupakan bab terakhir yang berisi penutup dan didalam penutup ini

akan diuraikan kesimpulan dari uraian yang telah dibahas dalam bab-bab

sebelumnya, serta menguraikan saran yang bermanfaat bagi pengembangan

Museum Soseilo Soedarman.

Peranan Museum Soesilo Soedarman..., Era Mega Paramita Abadi, FKIP UMP, 2014