Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Van Vollenhoven dalam bukunya yang berjudul Staatsrecht Overzee 1934 menjelaskan bahwa pada saat bangsa Belanda pertama kali datang ke wilayah Indonesia, mereka sudah menjumpai kompleks-kompleks peraturan dari berbagai tata hukum, 1 bahkan dari bukti-bukti yang mereka temukan, kompleks-kompleks peraturan ini sudah ada semenjak jaman kerajaan- kerajaan awal Indonesia, yaitu ratusan tahun sebelum bangsa Belanda datang ke Indonesia, 2 dan diperkirakan merupakan hukum asli bangsa Indonesia karena kompleks peraturan-peraturan ini berakar pada adat-istiadat masyarakat Indonesia, 3 dan bersendikan dasar-dasar alam pikiran bangsa Indonesia. 4 Adat-istiadat yang menjadi sumber dari Kompleks peraturan-peraturan ini berasal adalah adat-istiadat yang bersifat hukum, 5 yaitu kebiasaan masyarakat yang memiliki sanksi berupa reaksi masyarakat terhadap pelanggaran yang diterapkan oleh penguasa Masyarakat Hukum Adat. 6 Sifat hukum pada adat-istiadat ini yang menjadi alasan kompleks 1 Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, P.T. Alumni, 2002, Bandung, hlm.28. 2 Pernyataan Van Vollenhoven dalam penelitian pustakanya yang dilihat dari buku Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, P.T. Alumni, 2002, Bandung, hlm.7. 3 Otje Salman Soemadiningrat, Op.Cit., hlm.9. 4 R.Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Pramita, Jakarta, 2003, hlm.23. 5 Van Vollenhoven, Orientasi Dalam Hukum Adat Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1981, hlm.14. 6 R.Soepomo, Op.Cit., hlm.3.
23

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

Mar 11, 2019

Download

Documents

hoangkhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Van Vollenhoven dalam bukunya yang berjudul Staatsrecht Overzee

1934 menjelaskan bahwa pada saat bangsa Belanda pertama kali datang ke

wilayah Indonesia, mereka sudah menjumpai kompleks-kompleks peraturan

dari berbagai tata hukum,1 bahkan dari bukti-bukti yang mereka temukan,

kompleks-kompleks peraturan ini sudah ada semenjak jaman kerajaan-

kerajaan awal Indonesia, yaitu ratusan tahun sebelum bangsa Belanda

datang ke Indonesia,2 dan diperkirakan merupakan hukum asli bangsa

Indonesia karena kompleks peraturan-peraturan ini berakar pada adat-istiadat

masyarakat Indonesia,3 dan bersendikan dasar-dasar alam pikiran bangsa

Indonesia.4

Adat-istiadat yang menjadi sumber dari Kompleks peraturan-peraturan

ini berasal adalah adat-istiadat yang bersifat hukum,5 yaitu

kebiasaan masyarakat yang memiliki sanksi berupa reaksi masyarakat

terhadap pelanggaran yang diterapkan oleh penguasa Masyarakat Hukum

Adat.6 Sifat hukum pada adat-istiadat ini yang menjadi alasan kompleks

1 Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, P.T. Alumni, 2002, Bandung, hlm.28. 2 Pernyataan Van Vollenhoven dalam penelitian pustakanya yang dilihat dari buku Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, P.T. Alumni, 2002, Bandung, hlm.7. 3 Otje Salman Soemadiningrat, Op.Cit., hlm.9.

4 R.Soepomo, Bab-Bab Tentang Hukum Adat, Pradnya Pramita, Jakarta, 2003, hlm.23.

5 Van Vollenhoven, Orientasi Dalam Hukum Adat Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1981, hlm.14.

6 R.Soepomo, Op.Cit., hlm.3.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

peraturan ini disebut sebagai hukum adat.7 Sebagai adat-istiadat yang

memiliki sanksi, hukum adat dijadikan pedoman hidup yang mengatur tingkah

laku Masyarakat Hukum Adat.8 Salah satunya adalah pengaturan tingkah laku

pada pengelolaan lingkungan tempat mereka tinggal, yaitu hutan.9

Masyarakat Hukum Adat di Indonesia terdiri dari terdiri dari banyak

kelompok masyarakat.10 Kelompok-kelompok Masyarakat Hukum Adat ini

memiliki aturan aturan-aturan pengelolaan hutan masing-masing yang

berbeda satu sama lain, tergantung pada adat-istiadat dan kebiasaan yang

diterapkan dalam mengelola lingkungan.11 Meskipun berbeda, aturan-aturan

pengelolaan sumber daya alam oleh Masyarakat Hukum Adat ini memiliki

kesamaan, yaitu pengelolaan hutan berdasarkan prinsip lestari dan

memperhatikan keadaan lingkungan, misal prinsip pengelolaan hutan

Masyarakat Hukum Adat Datuk Sinaro Putih, yang didasarkan pada prinsip

“Umpang boleh disisip, kerap boleh diganggu” yang berarti pengambilan

sumber daya alam harus memperhatikan potensi yang ada, bila potensinya

baik maka sumber daya alam boleh diambil dan jika ada sumber daya yang

rusak harus diperbaiki.12

Hutan, sebagai sumber daya alam dikuasai dan dikelola oleh Negara.

Sebelum Indonesia merdeka, pengelolaan hutan di Indonesia melewati dua

masa penguasaan dan pengelolaan hutan oleh dua rezim penguasa yang

7 Van Vollenhoven, Op.Cit., hlm.15. 8 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, 1995, hlm.21.

9 Penelitian yang dilakukan oleh Yance Arizona dan kawan-kawan yang dituangkan dalam tulisan yang berjudul “Antara Teks dan Konteks, Dinamika Pengakuan Hukum Terhadap Hak MAsyarakat Adat atas Sumber Daya Alam di Indonesia”, HuMa, Jakarta, 2010. 10

Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm.94. 11

Penelitian yang dilakukan oleh Yance Arizona dan kawan-kawan, Loc.Cit. 12

Yance Arizona, et.al., “Kuasa dan Hukum : Realitas Pengakuan Hukum Terhadap Hak Masyarakat Adat atas Sumber Daya Alam, Kertas Kerja Epistema Nomor 05 tahun 2010, HuMa (Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat), Jakarta, 2010, hlm.11.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

berbeda, yaitu masa sebelum penjajahan dan pada masa penjajahan.

Kewenangan pengelolaan hutan pada masa sebelum penjajahan berada di

bawah kewenangan kepala adat atau raja-raja,13 sedangkan kewenangan

pengelolaan hutan pada masa kolonial diatur oleh hukum Belanda yang

ditetapkan oleh Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan asas konkordansi.14

Kemudian setelah Indonesia merdeka, kewenang pengeloalaan hutan ini

beralih pada Negara dengan berdasarkan pada prinsip menguasai negara

yang tercantum pada pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945

(selanjutnya disbeut sebagai Undang-Undang Dasar) yang berbunyi “Bumi

dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

Prinsip menguasai Negara ini merupakan legitimasi Negara untuk

menguasai hutan yang merupakan salah satu kekayaan alam di Indonesia.

Hak menguasai hutan oleh Negara ini diatur pada pasal 4 ayat (2) Undang-

Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan (selanjutnya disebut

sebagai Undang-Undang Kehutanan) yang berbunyi : “Semua hutan di dalam

wilayah Republik Indonesia termasuk kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Maksud dari kata menguasai pada pasal ini bukan berarti hutan menjadi hak

milik Negara, melainkan Negara memberikan wewenang kepada pemerintah

untuk melakukan kegiatan kehutanan.15 Salah satu kegiatan kehutanan yang

13

Salim H.S., Dasar-Dasar Hukum Kehutanan, edisi revisi, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.7. 14

Ibid, hlm.18-27. 15

Pasal 4 ayat (2) jo. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, (Selanjutnya disebut sebagi Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999)

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

menjadi wewenang pemerintah adalah mengurus segala sesuatu yang

berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan.16

Pengelolaan merupakan salah satu kegiatan dalam pengurusan

hutan,17 yang meliputi kegiatan tata hutan dan penyusunan rencana

pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan;

rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan hutan serta konservasi.18

Kewenangan pengelolaan hutan ini dijalankan pemerintah melalui Badan

Usaha Milik Negara yang juga dibantu oleh Badan Usaha Milik Swasta yang

diberikan diberikan ijin oleh pemerintah.19 Pada prinsipnya, ijin pengelolaan

hutan yang diberikan oleh pemerintah kepada badan-badan usaha harus

dijalankan dengan memperhatikan keberadaan Masyarakat Hukum Adat

beserta hak-hak mereka.20

Pengelolaan hutan dengan memperhatikan keberadaan Masyarakat

Hukum Adat beserta hak-haknya ini dikarenakan penguasaan hutan oleh

Negara tidak meniadakan keberadaan Masyarakat Hukum Adat, melainkan

Negara tetap harus memperhatikan hak-hak Masyarakat Hukum Adat.21

Ketentuan ini merupakan tindak lanjut dari pengakuan Negara terhadap

keberadaan Masyarakat Hukum Adat yang tercantum pada pasal 18B ayat (2)

Undang-Undang Dasar yang berbunyi :

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup

16 Pasal 4 ayat (2) (a) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. 17

Pasal 10 ayat (2) (b) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. 18

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. 19

Bambang Pamulardi, Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm.120. 20

Ibid, hlm.120. 21 Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang.”

Meskipun keberadaan Masyarakat Hukum Adat diakui secara normatif

oleh negara, konflik-konflik Kehutanan yang melibatkan Masyarakat Hukum

Adat masih sering terjadi. Umumnya, konflik-konflik tersebut tidak

terselesaikan dan merugikan Masyarakat Hukum Adat, misal pada kasus

kriminalisasi pengelolaan hutan Masyarakat Hukum Adat Kontu oleh Negara

dengan menggolongkan pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Masyarakat

Hukum Adat Kontu sebagai kegiatan kehutanan yang tidak sah karena

pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Masyarakat Hukum Adat Kontu tidak

mempunyai ijin, sehingga tindakan pengelolaan hutan tersebut digolongkan

sebagai pelanggaran pasal 50 ayat (3) Undang-Undang Kehutanan, sehingga

anggota Masyarakat Hukum Adat yang melakukan pengelolaan hutan

tersebut dapat dihukum. Penerapan pasal 50 ayat (3) Undang-Undang

Kehutanan pada kasus di atas tidak memperhatikan pasal 67 ayat (1) (a)

pada undang-undang yang sama yang berisi tentang hak-hak Masyarakat

Hukum Adat untuk mengelola hutan dan memungut hasil hutan untuk

memenuhi kebutuhan hidup Masyarakat Hukum Adat yang dijamin oleh

Negara.

Tindakan kriminalisasi bukanlah satu-satunya perlakuan yang diterima

oleh Masyarakat Hukum Adat, melainkan ada banyak konflik-konflik

kehutanan yang melibatkan Masyarakat Hukum Adat lainnya, yaitu konflik

Masyarakat Hukum Adat dengan pihak swasta yang merugikan Masyarakat

Hukum Adat. Semenjak pihak swasta padat modal pada era tahun 1970 diberi

kesempatan untuk memanfaatkan hutan, masyarakat di sekitar hutan,

khususnya Masyarakat Hukum Adat seringkali dirugikan dalam pemanfaatan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

hutan karena hutan dianggap milik nasional sehingga hutan dieksploitasi

secara berlebihan melalui penebangan ilegal tanpa memperhatikan

keberadaan Masyarakat Hukum Adat beserta dengan hak-haknya,22 sehingga

menimbulkan konflik kehutanan antara Masyarakat Hukum Adat dan pihak

swasta.

Konflik-Konflik kehutanan ini seringkali terjadi dan cenderung dibiarkan

tanpa ada penyelesaian sehingga merugikan masyarakat hukum adat,

karena konflik tanpa penyelesaian seolah melegalkan tindakan pihak-pihak

swasta dan pemberian ijin dari Negara kepada mereka untuk melakukan

kegiatan kehutanan yang seringkali mengganggu keberadaan dan aktifitas

pengelolan hutan yang dilakukan oleh Masyarakat Hukum Adat. Pihak swasta

yang mengelola hutan dalam lingkungan Masyarakat Hukum Adat akan

merusak kawasan tempat tinggal mereka, jika kawasan tempat tinggal

mereka rusak, maka aktifitas pengelolaan hutan untuk memenuhi kebutuhan

hidup mereka pun terganggu.

Konflik Kehutanan yang sering terjadi ini diakibatkan pemarjinalan

keberadaan Masyarakat Hukum Adat dengan hanya mengindahkan peraturan

perundang-undangan kehutanan tertulis, sedangkan Indonesia mengakui

sistem hukum tidak tertulis yang disebut sebagai hukum adat. Seperti pada

kasus Masyarakat Hukum Adat Ketemenggungan Siyai yang mendapat

pelarangan dari Taman Nasional Bukit Baka dan Bukit Raya untuk melakukan

aktifitas di kawasan hutan.23

22

Martua Sirait, Op.Cit., hlm.1. 23

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agustinus Agus dan Sentot Setyasiswanti, yang dituangkan dalam jurnal yang berjudul Setelah Kami Dilarang Masuk Hutan, HuMa, Jakarta, 2010.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

Pelarangan memasuki hutan terhadap Masyarakat Hukum Adat berakibat

hilangnya hak-hak Masyarakat Hukum Adat Ketemenggungan Siyai untuk

menikmati sejumlah hak-hak dasar pengelolaan hutan,24 padahal Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia jelas mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak tradisional

Masyarakat Hukum Adat melalui Undang-Undang Dasar 1945.25 Selain itu

pelarangan beraktivitas dalam hutan pada Masyarakat Hukum Adat akan

mengakibatkan hilangnya praktik-praktik budaya Masyarakat Hukum Adat

yang dilakukan secara turun-temurun atau praktik-praktik budaya ini akan

berjalan dalam keadaan tidak utuh,26 sehingga secara tidak langsung

tindakan melarang Masyarakat Hukum Adat beraktifitas di hutan merupakan

tindakan yang menghilangkan identitas suatu Masyarakat Hukum Adat.

Kedua contoh kasus di atas, apabila dianalisis lebih jauh menunjukkan

bahwa hukum adat dipaksa tunduk pada hukum nasional tanpa sosialisasi

pada Masyarakat Hukum Adat terlebih dahulu yang hanya mengerti

pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat mereka. Selain itu, umumnya,

dalam konflik-konflik kehutanan yang terjadi tidak ada penyelesaian dan

seringkali merugikan Masyarakat Hukum Adat, karena dalam menerapkan

Undang-Undang Kehutanan tersebut, pemerintah menggunakan cara-cara

represif. 27 Contoh Kasus di atas juga mencerminkan pemerintah

menganggap Masyarakat Hukum Adat tidak lagi menjadi pemilik hutan

padahal hutan adalah sumber kehidupan Masyarakat Hukum Adat, dan

mereka mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hak dari Negara.

24

Ibid, hlm.V. 25

Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. 26

Ibid, hlm.1. 27 Asep Yunan Firdaus, Op.Cit., hlm.1.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

Uraian fakta-fakta tentang pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat

dan perlindungan hak mereka serta konflik-konflik yang melibatkan

Masyarakat Hukum Adat dan seringkali merugikan mereka, menarik minat

penulis untuk meneliti tentang penerapan hak-hak Masyarakat Hukum Adat

dalam pengelolaan hutan yang diakui oleh peraturan perundang-undangan

nasional. Pada penelitian ini, penulis melakukan penelitian pustaka dan studi

kasus konflik-konflik kehutanan yang sedang berlangsung dan/atau kasus-

kasus yang sudah mendapat putusan dalam skripsi yang berjudul

“Implementasi Hak Masyarakat Hukum Adat terhadap Pengelolaan Hutan Di

Indonesia”.

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang akan diteliti pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah penerapan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat terhadap

Pengelolaan Hutan?

2. Apa sajakah kendala penerapan hak-hak Masyarakat Hukum Adat pada

pengelolaan hutan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui sejauh mana penerapan hak-hak Masyarakat Hukum Adat

terhadap pengelolaan hutan yang dilindungi oleh peraturan perundang-

undangan nasional dan menganalisis serta merumuskan kendala-kendala

yang terjadi dalam penerapan hak-hak Masyarakat Hukum Adat.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

2. Merumuskan penyelesaian kendala-kendala yang dihadapi dalam

penerapan hak-hak Masyarakat Hukum Adat.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

penerapan hak-hak Masyarakat Hukum Adat terhadap pengelolaan

hutan di Indonesia. Penelitian ini juga diharapkan mampu

merumuskan masalah yang terjadi pada penerapan hak-hak

Masyarakat Hukum Adat terhadap Pengelolaan hutan dan

merumuskan solusi terhadap masalah yang terjadi sebagai bahan

masukan untuk pengembangan ilmu hukum, khususnya ilmu

hukum lingkungan, dan lebih khususnya lagi, hukum lingkungan

tentang kehutanan yang melibatkan Masyarakat Hukum Adat.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih dalam

kepada pemerintah tentang penerapan hak-hak tersebut. Penelitian

ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa saran

penyelesaian masalah kepada pemerintah untuk menyelesaikan

permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan

kehutanan dan Masyarakat Hukum Adat

c. Bagi masyarakat Indonesia, penulis berharap, penelitian ini bisa

memberikan wawasan pada masyarakat Indonesia bahwa

Indonesia kaya akan beragam suku bangsa dan kekayaan

intelektual Masyarakat Hukum Adat sehingga menumbuhkan rasa

cinta akan tanah air dan rasa unutk memperjuang dan melindungi

serta mengelola kekayaan alam Indonesia yang luar biasanya

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

banyaknya. Peneliti juga berharap melalui penelitian ini akan

tumbuh perasaan saling merhrgai antar warga negara Indonesia

meskipun suatu kelompok adalah kelompok Masyarakat Hukum

Adat yang hidup secara tradisional.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan berupa wawasan

kepada praktisi hukum tentang perlindungan hak-hak Masyarakat Hukum

Adat terhadap pengelolaan hutan. Tulisan ini juga diharapakan dapat

memberi wawasan tentang permasalahan lingkungan yang bersumber

dari kerusakan hutan serta dampaknya di kemudian hari sehingga

manusia sadar bahwa hutan itu penting dan kelestariannya harus dijaga.

Lebih lanjut, tulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan berupa

saran kepada pemerintah untuk memperhatikan dan menjalankan prinsip

kelestarian pada pengelolaan hutan, sehingga pengelolaan hutan tidak

hanya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat dalam bentuk

pertumbuhan ekonomi saja tetapi juga kesejahteraan kepada masyarakat

dalam bentuk lingkungan yang sehat untuk memanusiakan manusia.

E. Kerangka Pemikiran

Manusia hidup di bumi bersama dengan makhluk hidup lainnya dan

benda tidak hidup dalam suatu ruangan yang disebut sebagai lingkungan.28

Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya.29 Setiap

28

Munadjat Danusaputro, Hukum Lingkungan, Binacipta, Jakarta, 1985, hlm.67. 29

M.Daud Silalahi, Hukum Lingkungan, Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, P.T. Alumni, Bandung, 2001, hlm.9.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

aktivitas manusia mempengaruhi lingkungan, begitu pula sebaliknya manusia

dipengaruhi oleh lingkungan.30 Salah satu bukti hubungan pengaruh dan

dipengaruhi antara manusia dengan lingkungan ini terlihat dari

kebergantungan manusia terhadap unsur-unsur lingkungan, yaitu untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia mengambil dan menggunakan

sumber daya alam.31 Pada awalnya manusia menggunakan unsur-unsur

lingkungan secara cermat dan tradisional, yaitu menggunakan unsur-unsur

lingkungan sesuai kebutuhan hidupnya.32

Manusia menggunakan sumber daya dengan cermat dan tradisional

karena pada awalnya kebutuhan hidup manusia hanya sebatas sandang,

pangan dan papan.33 Kemudian, kebutuhan hidup manusia berubah setelah

mendapat pengaruh dari teknologi yang menyebabkan kebutuhan hidup

manusia berkembang menjadi keinginan hidup yang bersifat mewah dan tidak

terbatas.34 Kebutuhan hidup manusia yang tidak terbatas itu kemudian

menyebabkan manusia memanfaatkan sumber daya alam tanpa

mempertimbangkan keutuhan ekosistem,35 sehingga keseimbangan

lingkungan hidup manusia terganggu.36 Masa ini dianggap sebagai awal krisis

lingkungan karena manusia sebagai pelaku sekaligus menjadi korban.37

Krisis lingkungan yang merupakan dampak pengelolaan lingkungan

yang tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem ini menjadi dasar

pertimbangan negara untuk membentuk suatu peraturan tentang pengelolaan

30 Iibid, hlm.9. 31 Munadjat Danusaputro, Op.Cit., hlm.81. 32

Ibid, hlm.81. 33

Ibid, hlm.81. 34

Ibid, hlm.81. 35

Ibid, hlm.82 36

Daud Silalahi, Op.Cit., hlm.10 37 Ibid, hlm.10.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

lingkungan hidup agar cara-cara pengambilan dan penggunaan unsur-unsur

lingkungan hidup dapat berjalan tertib,38 karena pengelolaan lingkungan tidak

mungkin bisa dilaksanakan dengan tanpa adanya hukum yang menjadi

pedoman untuk mengelola lingkungan.39 Sebab berdasarkan sifatnya yang

memiliki sanksi untuk mencapai kehendaknya, hukum dapat menjamin

ketertiban pengelolaan sumber daya alam.40

Indonesia melewati dua bentuk pemerintahan penjajah sebelum

merdeka, yaitu pemerintahan Belanda dan pemerintahan Jepang. Pada masa

penjajahan Belanda, pengelolaan sumber daya alam dikuasai oleh

pemerintahan Belanda sehingga pengelolaan sumber daya alam pada masa

itu didasarkan pada hukum Belanda yang diterapkan di Indonesia

berdasarkan asas konkordansi, begitu pun pada masa penjajahan Jepang,

Pengelolaan sumber daya alam dikuasai oleh pemerintahan Jepang.41

Kemudian, setelah Indonesia merdeka, kewenangan pengelolaan sumber

daya alam di wilayah Indonesia beralih kepada Negara.42

Penguasaan sumber daya alam oleh Negara ini dilatarbelakangi oleh

pemikiran Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia untuk membentuk suatu

aturan dalam bidang agraria pada saat pembentukan undang-undang dasar,

dengan dasar pertimbangan tanah, atau yang secara filosofis mempunyai

pengertian sebagai land merupakan sumber daya utama tempat sumber daya

38

Munadjat Danusaputro, Op.Cit., hlm.67. 39

Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airangga University Press, Surabaya, 1996, hlm.1. 40

Munadjat Danusaputro, Op.Cit.,hlm.67. 41

Husen Alting, Op.Cit.,hlm.3 42 Ibid,hlm.3.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

alam lainnya berada.43 Aturan dalam bidang agraria itu kemudian

dicantumkan pada pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

Penerapan pasal ini dalam perkembangannya mengalami tantangan

dari masyarakat karena masyarakat merasa kebijakan-kebijakan pemerintah

tentang pengelolaan sumber daya alam terlalu dominan dan hanya

memperhatikan kepentingan pemerintah yang seringkali mengorbankan

kepentingan Masyarakat Hukum Adat yang pada kenyataanya masih ada,44

dan diakui keberadaannya pada pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 pada

masa itu. Hal ini dikarenakan tidak ada batasan yang jelas mengenai

penguasaan Negara terhadap sumber daya alam, sehingga kebijakan-

kebijakan pemerintah dirasa dominan dan cenderung lebih memperhatikan

kepentingan pemerintah.45 Lalu dibentuklan suatu Undang-Undang tentang

Agraria, yaitu Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar

Pokok-Pokok Agraria untuk memberikan pengertian tentang arti kata

menguasai pada pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.46 Undang-

Undang ini merupakan payung dalam pengaturan bidang agraria dan

pengelolaan sumber daya alam.47

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 ini dilakukan

dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan pengelolaan sumber daya alam, salah satunya adalah peraturan

perundang-undangan yang mengatur Kehutanan, yaitu Undang-Undang

Nomor 41 tahun 1999. Pada Undang-Undang Kehutanan ini, dijelaskan yang

43

Ibid, hlm.1. 44

Ibid, hlm.4. 45

Ibid, hlm.4. 46

Ibid, hlm.4. 47 Ibid, hlm.4.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

dimaksud dengan Kehutanan, yaitu sistem pengurusan yang bersangkut paut

dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara

terpadu.48 Salah satu tindakan pengurusan dalam pengertian kehutanan

adalah pengelolaan hutan,49 yaitu kegiatan-kegiatan yang meliputi tata hutan

dan penyusunan rencana pengelolaan hutan; pemanfaatan hutan dan

penggunaan kawasan hutan; rehabilitasi dan reklamasi hutan; dan

perlindungan hutan dan konservasi alam.50

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan

alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.51

Sebagai sumber daya alam, hutan mempunyai kedudukan dan peranan yang

sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional yang sangat

bermanfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat

Indonesia.52 Sumber daya alam yang terkandung di dalam hutan adalah

kekayaan flora dan fauna serta mineral-mineral yang terdapat di dalamnya.53

Kekayaan alam ini berfungsi untuk mendukung kehidupan manusia.

Selain kekayaan alamnya, hutan juga mempunyai fungsi sebagai penjaga

keseimbangan alam dengan mengatur tata air, mencegah terjadinya erosi

dan memberikan manfaat terhadap kesehatan.54 Berdasarkan fungsi dan

peran hutan tersebut, sumber daya hutan merupakan penentu siklus

kehidupan dan siklus alami, sehingga jika hutan hilang maka sumber daya

48 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. 49

Pasal 10 ayat (2) (b) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. 50

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. 51

Pasal 1 (b) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999. 52

Salim, H.S., Op.Cit., hlm.1. 53

Bambang Pamulardi, Op.Cit., hlm.1-2. 54 Salim, H.S., Loc.Cit.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

alam dan peran hutan juga akan ikut hilang, oleh karena itu kelestarian hutan

harus dijaga dengan menjaga keseimbangan ekosistemnya.55

Hutan, sebagai salah satu sumber daya alam dan merupakan bagian

dari lingkungan, pengelolaannya harus memperhatikan keseimbangan

ekosistem dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan tentang lingkungan

dan tujuan pengelolaan lingkungan, yaitu Undang-Undang nomor 32 tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang

bertujuan:56

1. Melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran

dan atau kerusakan lingkungan hidup;

2. Menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan manusia;

3. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian

ekosistem;

4. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;

5. Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup;

6. Menjamin terpenuhinya keadilan geenrasi masa kini dan masa depan;

7. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup

sebagai bagian dari hak asasi manusia;

8. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;

9. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan

55

Bambang Pamulardi, Op.Cit., hlm.3 56 Pasal 3 Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

10. Mengantisipasi isu lingkungan hidup.

Hukum Kehutanan ini merupakan lex specialis dari hukum lingkungan,57

yang terdiri dari dari dua, yaitu Hukum Kehutanan Tertulis dan Hukum

Kehutanan tidak tertulis.58 Hukum Kehutanan tidak tertulis adalah kumpulan

kaidah hukum yang dibuat oleh lembaga yang berwenang untuk mengatur

hal-hal yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan, misal Undang-Undang

Nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.59 Dan

Hukum Kehutanan tidak tertulis adalah aturan-aturan tidak tertulis yang

timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat setempat.60

Hukum Kehutanan tidak tertulis ini disebut juga sebagai hukum adat

mengenai hutan.61 Hukum Adat adalah hukum yang bersumber dari adat-

istiadat Masyarakat Hukum Adat.62 Hukum adat ini tumbuh dan berkembang

secara alami dalam Masyarakat Hukum Adat,63 dan sudah ada serta

berkembang ratusan tahun sebelum Indonesia merdeka bahkan sudah ada

ratusan tahun sebelum kedatangan bangsa Belanda ke Indonesia, dan

Masyarakat Hukum Adat sudah mendasarkan pengelolaan hutan kepada

hukum adat semenjak hukum adat terbentuk.64

Masyarakat Hukum Adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun-

temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada

asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup,

57

Ibid, hlm.7. 58 Ibid, hlm.6. 59 Ibid, hlm.6. 60

Ibid, hlm.6-7. 61

Ibid, hlm.6. 62

Soekanto, Menindjau Hukum Adat Indonesia, Soeroengan, Jakarta, 1958, hlm.1. 63

Husen Alting, Loc.Cit. 64

Otje Salman Soemadiningrat, Rekonseptualisasi hokum Adat Kontemporer, P.T. Alumni, Bandung, 2002, hlm.7.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial

dan hukum.65 Mereka adalah komunitas tua yang sudah tinggal di Indonesia

secara turun-temurun semenjak Indonesia belum terbentuk dan

memproklamasikan kemerdekaan.66 Negara menyadari keberadaan

Masyarakat Hukum Adat di Indonesia sehingga Negara mengakui

keberadaan Masyarakat Hukum Adat. Pengakuan negara terhadap

Masyarakat Hukum Adat tercantum pada pasal 18B ayat (2) Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia tahun 1945.

Pengakuan Negara terhadap keberadaan Masyarakat Hukum Adat ini

kemudian ditindaklanjuti dengan pengaturan hak-hak Masyarakat Hukum

Adat dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 sebagai landasan

pengakuan keberadaan Masyarakat Hukum Adat beserta hak-hak mereka

dalam pengelolaan sumber daya alam pada peraturan perundang-undangan

lainnya. Pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat ini tercantum pada

pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 yang berbunyi :

“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-Masyarakat Hukum Adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.”

Hak Ulayat adalah serangkaian wewenang dan kewajiban suatu

Masyarakat Hukum Adat yang berhubungan dengan tanah dalam lingkungan

wilayahnya yang merupakan pendukung utama penghidupan dan kehidupan

65

Pasal 1 ayat 31 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 66 C.Van Vollehhoven, Op.Cit., hlm.7.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

masyarakat yang bersangkuatan.67 Pengertian ini sejalan dengan pengertian

hak ulayat berdasarkan pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria Nomor 5

tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat

Hukum Adat yang berbunyi “

“Hak Ulayat adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakayt hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahirian dan batiniah turun menurun dan tidak terputus antara Masyarakat Hukum Adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.”

Ketentuan-ketentuan ini melatarbelakangi penguasaan Negara

terhadap hutan tetap memperhatikan hak-hak Masyarakat Hukum Adat

terhadap hutan, seperti yang tercantum pada pasal 4 ayat (3) Undang-

Undang nomor 41 tahun 1999 yang berbunyi :

“Penguasaan hutan oleh Negara tetap memperhatikan penguasaan hak-hak Masyarakat Hukum Adat, speanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.”

Tidak ada penjelasan lebih lanjut dari kata “selama Masyarakat Hukum

Adat masih ada” pada pasal 4 ayat (3) di atas, akan tetapi menurut dasar tata

susunan persekuatuan-persekutuan hukum adat Indonesia, suatu Masyarakat

Hukum Adat tidak mungkin hilang karena ada suatu struktur persekutuan

Masyarakat Hukum Adat yang tidak memungkinkan keberadaan Masyarakat

Hukum Adat lenyap, yaitu :68

1. Teritorial, yaitu keterikatan seseorang pada hukum adat berdasarkan

lingkungan daerahnya, dan;

67

Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm.186. 68 Soerojo Wognjodipoero, Op.Cit., hlm.79.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

2. Genealogis, yaitu keterikatan seseorang pada hukum adat berdasarkan

pertalian suatu keturunan.

Jadi, seseorang akan terikat dengan suatu hukum adat jika dia tinggal

pada suatu daerah teritorial hukum adat dan atau mempunyai suatu garis

pertalian keturunan dari komunitas hukum adat tempat dia berasal, sehingga

meskipun seseorang pergi meninggalkan daerah asalnya, dia tetaplah

anggota Masyarakat Hukum Adat yang tunduk pada peraturan hukum adat.

Hal ini menunjukkan bahwa Masyarakat Hukum Adat tidak mungkin lenyap.

Pengakuan Negara terhadap Masyarakat Hukum Adat kemudian

mendasari pengakuan dan penjaminan hak-hak masyarakat terhadap

pengelolaan hutan oleh Negara. Hak-hak Masyarakat Hukum Adat terhadap

pengelolaan tersebut adalah :69

1. Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan

hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan;

2. Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang

berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan

3. Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan

kesejahteraannya.

Meskipun keberadaan masyarakat hukuma dat diakui oleh Negara, masih

banyak konflik Kehutanan yang merugikan Masyarakat Hukum Adat, seperti

pemarjinalan hak-hak Masyarakat Hukum Adat dalam mengelola hutan yang

didasarkan pada pengutamaan kekuasaan Negara terhadap pengelolaan

69 Pasal 67 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

hutan yang dijalankankan berdasarkan undang-undang tertulis, padahal

sistem hukum di Indonesia bersifat plural.

Pluralisme hukum kehutanan di Indonesia seringkali mengalami benturan,

di satu sisi pemerintah menerapkan hukum kehutanan tertulis untuk

mengelola hutan tapi di sisi lain, Masyarakat Hukum Adat tetap berpedoman

pada hukum adat mereka untuk mengelola hutan. Selain itu, beberapa

ketentuan pada hukum kehutanan tertulis menegasi hak-hak Masyarakat

Hukum Adat untuk mengelola hutan. Hal ini melatarbelakangi banyak konflik

tentang kehutanan yang melibatkan Masyarakat Hukum Adat terjadi.

F. Metode Peneltian

1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder.70

2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian hukum ini menggunakan data sekunder, yaitu data yang

diperoleh dari bahan-bahan pustaka,71 dan bahan hukum yang digunakan

adalah bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,

yaitu peraturan perundang-undangan.72 Di Indonesia, peraturan

perundang-undangan merupakan salah satu sumber hukum,73 sedangkan

salah satu sumber hukum yang lainnya adalah kebiasaan dan adat yang 70

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelititan Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, P.T. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm.13. 71

Ibid, hlm.13. 72

Ibid, hlm.13. 73 E.Utrecht, Moh. Saleh Djindjang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 1983, hlm.85.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

dipertahankan dalam keputusan dari penguasa suatu Masyarakat Hukum

Adat.74 Semua sumber-sumber hukum ini bersifat mengikat, sehingga

bahan hukum yang digunakan pada penelitian ini tidak hanya peraturan

perundang-undangan saja melainkan bahan-bahan dari sumber-sumber

hukum di luar peraturan perundang-undangan. Bahan-bahan hukum

primer yang dimaksud adalah :

a. Norma atau kaidah dasar, yaitu Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia tahun 1945.

b. Peraturan Perundang-Undangan.

c. Bahan hukum yan tidak dikodifikasikan, yaitu hukum adat.

d. Yurisprudensi.

Selain bahan hukum primer, penelitian ini juga akan menggunakan

behan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan

hasil karya dari kalangan hukum.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di :

a. Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja, Jalan Dipatiukur nomor 35,

Bandung, Jawa-Barat.

b. Center of Information Scientific Research and Library, Universitas

Padjadjaran, Jalan Dipatiukur nomor 46, Bandung, Jawa-Barat.

c. Aliansi Masyarakat Hukum Adat (Rumah AMAN), Jalan Tebet Utara IIC

Nomor 22, Jakarta Selatan.

74 Ibid, hlm.83.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

d. Indonesian Center for Environmental Law, Jalan Dempo II nomor 21,

Kebayoran Baru, Jakarta.

e. Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat

(HuMa), Jalan Jati Agung nomor 8, Jatipadang, Jakarta.

f. Badan Usaha Kehutanan, Gedung Manggala Wanabakti blok I lantai 5.

Jalan Gatot Subroto, Senayan, Jakarta.

4. Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu data

yang diperoleh disusun secara sistematis, untuk selanjutnya dianalisis secara

kualitatif untuk memperoleh kejelasan dari permasalahan yang dibahas.75

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri dari beberapa bab dan setiap bab saling

berkaitan dengan bab-bab lainnya. Sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah yang merupakan

tinjauan dari segala aspek dalam kaitannya dengan tujuan yang

hendak dicapai. Bab ini juga terdiri dari Identifikasi Masalah,

Tujuan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

BAB II HUKUM ADAT DAN MASYARAKAT HUKUM ADAT SERTA

HAK-HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT PADA

PENGELOLAAN HUTAN DALAM PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

75 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, 2006, hlm.32.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/110110/2007/110110070322_1_7054.pdf · A. Latar Belakang ... beralih pada Negara dengan berdasarkan

Bab ini akan menjelaskan tentang Masyarakat Hukum Adat,

mulai dari pengertian Masyarakat Hukum Adat, sejarah

terbentuknya Masyarakat Hukum Adat dan keberadaan

Masyarakat Hukum Adat serta pengaturan tentang Masyarakat

Hukum Adat dan hak-hak mereka untuk mengelola sumber daya

alam pada peraturan perundang-undangan Indonesia.

BAB III PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA

Bab ini berisi uraian tentang pengelolaan hutan di Indonesia

baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh Masyarakat

Hukum Adat dan baik yang berdasarkan pada hukum

Kehutanan tertulis maupun hukum Kehutanan tidak tertulis. Bab

ini juga berisi studi kasus konflik-konflik kehutanan yang

melibatkan Masyarakat Hukum Adat.

BAB IV IMPLEMENTASI HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

TERHADAP PENGELOLAAN HUTAN DI INDONESIA

Bab ini berisi uraian tentang fakta-fakta penerapan hak-hak

Masyarakat Hukum Adat terhadap pengelolaan hutan. Bab ini

juga berisi rumusan kendala-kendala yang dihadapi oleh

Masyarakat Hukum Adat pada pengelolaan hutan di Indonesia

serta hasil analisis penulis terhadap konflik-konflik yang terjadi.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi uraian kesimpulan dan saran serta rumusan

penyelesaian masalah hasil analisis penulis.