1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keanekaragaman kebudayaan Jawa sangat menarik untuk diteliti. Dalam penyampaiannya, kebudayaan dapat divisualisasikan melalui bahasa. Dengan bahasa, maka kebudayaan dapat dikenal dan berkembang di masyarakat. Para petani mengekspresikan tentang apa yang dirasakan, dipikirkan dan dilihatnya dengan bahasa verbal. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam anggota masyarakat pemakai bahasa dan merupakan dokumentasi kegiatan atau aktivitas hidup manusia. Selain itu, bahasa berfungsi sebagai alat pengembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan invetaris ciri-ciri kebudayaan (Nababan, 1993: 38). Petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar masih menggunakan bahasa verbal tertentu dalam aktivitasnya bertani. Setiap daerah memiliki bahasa yang berbeda untuk mengungkapkan bentuk aktivitasnya, begitu pula petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani terutama petani padi karena sebagian besar tanah di desa tersebut merupakan sawah pertanian padi. Pada umumnya bahasa yang digunakan petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar merupakan piranti untuk mencapai sistem pengetahuan masyarakat di daerah tersebut, melalui pengungkapannya dapat diketahui pandangan hidup, pandangan dunia atau pola pikir pendukung budaya
49
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahmakna leksikal dan makna kultural yang terangkum dalam nama tanaman berkhasiat obat tradisional di Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keanekaragaman kebudayaan Jawa sangat menarik untuk diteliti. Dalam
penyampaiannya, kebudayaan dapat divisualisasikan melalui bahasa. Dengan
bahasa, maka kebudayaan dapat dikenal dan berkembang di masyarakat.
Para petani mengekspresikan tentang apa yang dirasakan, dipikirkan dan
dilihatnya dengan bahasa verbal. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam
anggota masyarakat pemakai bahasa dan merupakan dokumentasi kegiatan atau
aktivitas hidup manusia. Selain itu, bahasa berfungsi sebagai alat pengembangan
kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan invetaris ciri-ciri kebudayaan
(Nababan, 1993: 38). Petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan,
Kabupaten Karanganyar masih menggunakan bahasa verbal tertentu dalam
aktivitasnya bertani. Setiap daerah memiliki bahasa yang berbeda untuk
mengungkapkan bentuk aktivitasnya, begitu pula petani di Desa Bangsri,
Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar yang mayoritas
masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani terutama petani padi karena
sebagian besar tanah di desa tersebut merupakan sawah pertanian padi.
Pada umumnya bahasa yang digunakan petani di Desa Bangsri, Kecamatan
Karangpandan, Kabupaten Karanganyar merupakan piranti untuk mencapai sistem
pengetahuan masyarakat di daerah tersebut, melalui pengungkapannya dapat
diketahui pandangan hidup, pandangan dunia atau pola pikir pendukung budaya
2
masyarakatnya. Bahasa dalam budaya Jawa yang berupa istilah-istilah aktivitas
pertanian padi biasanya terkandung kearifan lokal berupa pengetahuan-
pengetahuan.
Pentingnya masalah bahasa dalam budaya tersebut dikaji karena dalam
ranah pertanian tersimpan sistem pengetahuan tradisional para petani yang
diwariskan secara turun temurun. Sistem pengetahuan tersebut menyiratkan
kearifan lokal yang perlu diberdayakan dan dikembangkan untuk merevitalisasi
keunggulan budaya warisan leluhur.
Dewasa ini, banyak generasi muda yang tidak mengetahui tentang bahasa
Jawa dan budaya dalam aktivitas pertanian padi seperti: kêrik „menghaluskan
sawah agar siap untuk ditanami padi‟, ndhaut ‘mecabut benih padi‟, ngalisi
‘membersihkan pematang sawah‟, mberok ‘menanam padi menggunakan bantuan
tali‟, apalagi makna dari bahasa tersebut. Oleh karena hal-hal tersebut, bahasa
dalam budaya Jawa terkait istilah-istilah aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri,
Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar penting untuk dikaji melalui
disiplin ilmu etnolinguistik. Alasan penelitian mengenai bahasa dalam budaya
Jawa terkait aktivitas pertanian padi dapat dikaji secara etnolinguistik berdasarkan
pengertian bahwa objek kajian etnolinguistik adalah berusaha mencari hubungan
bahasa dan budaya yang terdapat di dalam masyarakat. Berdasarkan fakta dalam
masyarakat di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar
yang masih mengenal dan memakai istilah-istilah aktivitas pertanian padi secara
turun temurun tersebut, maka dapat digali hubungan makna bahasa dan budaya
Jawa yang terdapat di balik pemakaian istilah aktivitas pertanian padi secara
3
linguistik. Dalam penelitian ini, penulis ingin ikut melestarikan budaya sehingga
generasi muda dapat memahami budaya yang dimilikinya.
Secara linguistik pengkajian bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas
pertanian padi tersebut perlu adanya pengkajian dari aspek mikrolinguistik dan
makrolinguistik. Mikrolinguistik mempelajari bahasa di dalamnya, dengan
perkataan lain, mempelajari struktur bahasa itu sendiri (Kridalaksana, 2008: 154).
Objek kajian mikrolinguistik mencakup cabang fonologi, sintaksis, leksikon, dan
morfologi (Chaer, 2014: 4). Sedangkan makrolinguistik adalah bidang linguistik
yang mempelajari bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa,
termasuk didalamnya bidang interdisipliner dan bidang terapan (Kridalaksana,
2008: 149). Salah satu bidang terapan yang dikaji makrolinguistik adalah
etnolinguistik. Berdasarkan pengertian mengenai aspek mikrolinguistik dan
makrolinguistik tersebut, maka dalam penelitian ini aspek mikrolinguistik yang
akan dikaji meliputi aspek morfologi dan sintaksis. Pengkajian dari aspek
morfologi bertujuan untuk mengklasifikasi bentuk bahasa dalam budaya Jawa
terkait aktivitas pertanian padi, apakah terdiri atas satu morfem (monomorfemis)
atau terdiri lebih dari satu morfem (polimorfemis) sedangkan pengkajian dari
aspek sintaksis bertujuan untuk mengklasifikasi bentuk bahasa dalam budaya
Jawa terkait aktivitas pertanian padi apakah berbentuk berbentuk frase atau
berbentuk klausa. Sedangkan aspek makrolinguistik yang akan dikaji dalam
penelitian ini yakni pencermatan terhadap keterkaitan antara makna leksikal dan
makna kultural yang terangkum dalam bahasa dan budaya terkait aktivitas
pertanian padi secara mendalam atas data penelitian yang didapatkan yang
4
merupakan cerminan kognisi, pandangan hidup, pandangan dunia dan pola pikir
masyarakat di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.
Hal tersebut terekspresikan dalam bahasa dan budaya Jawa terkait
aktivitas pertanian padi yang dapat dideskripsikan melalui interdisipliner
etnolinguistik sebagai berikut.
Dêrêp [d|r|p]
Satuan lingual dêrêp berbentuk monomorfemis. Satuan lingual dêrêp
berkategori verba yang dapat berdiri sendiri, berarti dan belum mengalami
proses morfologis.
Dêrêp yaiku mèlu nggarap sawah sarta ngênèni (opahane bawon) „ikut
menggarap sawah dan mengunduh (upahnya bulir-bulir padi)‟
(Poerwadarminta, 1939: 206). Makna leksikal dêrêp adalah ikut menggarap
sawah dan memanennya kemudian mendapat upah berupa bulir-bulir padi yang
biasa disebut bawon.
Makna kultural dêrêp menurut informan berasal dari jarwa dhosok diêrêp-
êrêp yang bermakna diharap-harapkan, karena dêrêp yang selalu diharap-
harapkan oleh buruh tani saat panen tiba agar nantinya mendapatkan bawon.
Dêrêp dilakukan dengan mengunduh padi dengan cara membantu atau menjadi
buruh saat panen pada petani lain saat panen dan mendapat upah yang disebut
bawon. Bawon yaitu gabah „bulir-bulir padi‟ sebagai upah.
Deskripsi makna leksikal dan makna kultural tersebut dapat disimpulkan
bahwa masyarakat di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten
Karanganyar menyebut aktivitas tersebut dengan satuan lingual dêrêp bukan
sekedar penamaan belaka namun ada makna yang terkandung di dalamnya. Selain
5
itu, istilah aktivitas terkait pertanian padi yang lain dalam bentuk yang berbeda
pasti akan memiliki makna yang berbeda pula.
Para Petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten
Karanganyar memiliki pola pikir yang berupa prinsip dan aturan dalam
mempersiapkan benih yang akan disebar, benih yang akan disebar harus
dijemur sampai kering kemudian direndam. Cara merendam gabah yang
dilakukan petani satu dan petani lainnya berbeda-beda, ada yang setelah
dijemur kering langsung dimasukkan ke dalam ember yang berisi air dingin,
ada pula yang menggunakan air mendidih saat merendam gabah, yang
sebelumnya air mendidih dimasukkan garam sedikit setelah itu gabah
dimasukkan, garam dipercaya dapat memperbanyak dan mempercepat
tumbuhnya gabah. Gabah direndam selama satu hari satu malam dalam ember
atau bak, kemudian setelah itu gabah bisa diangkat untuk selanjutnya dipêp
„menutup rapat agar tidak terkena angin‟ dalam karung dan di atas gabah diberi
daun sarilaya selanjutnya karung bisa ditutup rapat, setelah itu karung yang
berisi gabah dimasukkan ke dalam tenggok dan disimpan di tempat yang
lembab selama dua hari. Ngêpêp gabah dilakukan agar gabah tidak terkena
angin yang nantinya akan membuat gabah menjadi lembab dan dapat tumbuh.
Jika sudah dua hari gabah sudah mulai tumbuh maka gabah siap untuk disebar.
Gabah yang dijadikan benih tidak boleh sembarangan, gabah harus berkualitas
baik, karena masyarakat Desa Bangsri berpandangan bahwa jika menanam
benih yang baik maka hasil yang akan diunduh nantinya akan baik pula.
Pandangan terhadap dunia masyarakat petani Desa Bangsri yakni masyarakat
petani menyebar benih di tanah yang subur, tanah merupakan bagian dari
6
dunia, menyebar benih di tanah yang subur dan gembur akan membuat benih
dapat tumbuh subur pula, sehingga dapat mempercepat proses menanam padi
dengan begitu tanaman padi akan cepat berbuah.
Dari deskripsi tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui pengungkapan
bahasa dalam budaya terkait aktivitas pertanian padi dapat diketahui pola pikir
berupa prinsip-prinsip dan aturan-aturan, pandangan hidup dan pandangan
terhadap dunia masyarakat Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten
Karanganyar.
Berdasarkan penelusuran yang telah penulis lakukan, penelitian ini belum
pernah dilakukan. Ada pun penelitian sebelumnya yang sejenis sebagai berikut.
Penelitian M. V. Sri Hartini H.S. Program Studi Linguistik Deskriptif,
Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret (2014) untuk disertasi yang berjudul
“Kategori dan Ekspresi Linguistik sebagai Cermin Kearifan Lokal Etnik Jawa di
Kabupaten Kebumen Kajian Etnolinguistik Komunitas Petani” yang mengkaji
tentang kategori dan ekspresi linguistik yang ditemukan dalam ranah pertanian
komunitas petani etnik Jawa yang mencerminkan pemikiran kolektif dan kearifan
lokal daerah Kabupaten Kebumen, eksistensi foklor di daerah penelitian yang
mencerminkan kearifan lokal petani, pengungkapan pola pikir, pandangan hidup,
dan pandangan dunia komunitas petani Jawa di daerah penelitian di balik ranah
bahasa dan budaya yang mencerminkan kearifan lokal, serta alasan ditemukan
karakteristik bahasa dan budaya dalam komunitas petani di daerah penelitian
sebagai daerah transisi dengan daerah budaya dan daerah periferal.
7
Penelitian Dwi Haryanti dan Agus Budi Wahyudi, PBS FKIP, Universitas
Muhammadiyah Surakarta (2005) yang dimuat dalam jurnal Kajian Linguistik dan
Sastra terbitan Fakultas Ilmu Budaya, UGM Vol. 19 no. 1, Juni 2007: 35-50 yang
berjudul “Ungkapan Etnis Petani Jawa di Desa Japanan, Kecamatan Cawas,
Kabupaten Klaten Kajian Etnolinguistik”. Penelitian ini mengkaji tentang bentuk
dan maksud ungkapan para petani di desa tersebut.
Inyo Yos Fernandez, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
menulis hasil penelitiannya dalam jurnal terbitan Fakultas Ilmu Budaya, UGM
yaitu, jurnal Kajian Linguistik dan Sastra Vol. 20 no. 2, terbit Desember 2008:
166-177 dengan judul “Kategori dan Ekspresi Linguistik dalam Bahasa Jawa
sebagai Cermin Kearifan Lokal Penuturnya: Kajian Etnolinguistik pada
Masyarakat Petani dan Nelayan”. Penelitian ini mengkaji tentang pemakaian kosa
kata khusus sebagai cermin kearifan lokal yang terkait dengan pertanian atau
nelayan oleh petani di Petungkriyonom, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah,
petani dataran tinggi di Desa Wonosari, Gunung Kawi, Malang, Jawa Timur,
nelayan di Desa Kemadang, Baron, Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta dan Desa
Puger di Jember, Jawa Timur.
Penelitian Bebetho Frederick Kamsiadi, Bambang Wibisono, Andang
Subaharinto, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Jember (2013)
menulis hasil penelitian yang dimuat dalam jurnal Publika Budaya terbitan Bidang
Ilmu Budaya dan Media, Universitas Jember Vol. 1 no. 1 November 2013: 64-78
yang berjudul “Istilah-Istilah yang digunakan pada Acara Ritual Petik Pari oleh
Masyarakat Jawa di Desa Sumberpucung Kabupaten Malang (Kajian
Etnolinguistik)”. Penelitian ini mendeskripsikan dan menjelaskan tentang bentuk,
8
makna, dan penggunaan istilah-istilah yang digunakan pada ritual petik pari oleh
masyarakat Jawa di Desa Sumberpucung Kabupaten Malang.
Penelitian Saharudin dan Syarifuddin, Fakultas Tarbiyah IAI Qamarul Huda
Lombok Tengah, NTB yang dimuat dalam jurnal Adabiyyat terbitan Fakultas
Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Vol. XI no. 1 Juni 2012
yang berjudul “Kategori dan Ekspresi Linguistik dalam Bahasa Sasak pada Ranah
Pertanian Tradisional: Kajian Etnosemantik”. Penelitian ini mengkaji tentang
kategori dan ekspresi linguistik bidang pertanian Sasak tradisional di pulau
Lombok yang berupa kosakata-kosakata beserta makna generiknya.
Penelitian Nurshopia Agustina, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia,
FPBS, UPI (2014) untuk skripsi tentang “Cermin Budaya dalam Leksikon
Perkakas Pertanian Tradisional di Pengauban, Kabupaten Bandung (Suatu
Kajian Etnolinguistik)” yang mengkaji tentang konsep cermin budaya dalam
leksikon perkakas pertanian bahasa Sunda dan klasifikasinya.
Rizal Ari Andani, Program Studi Sastra Daerah, FIB, UNS (2015) untuk
skripsi tentang “Istilah-Istilah Sesaji Cok Bakal Menjelang Panen Padi di Desa
Sidomulyo Kecamatan Wates Kabupaten Kediri (Kajian Etnolinguistik)” yang
mengkaji tentang istilah-istilah, makna leksikal dan makna kultural sesaji cok
bakal menjelang panen padi di Desa Sidomulyo Kecamatan Wates Kabupaten
Kediri.
Penelitian Fanny Henry Tondo, Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan
Kebudayaan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dimuat dalam jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, terbitan Badan Penelitian dan Pengembangan
9
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 18, no. 2, Juni 2012 yang berjudul
“Bahasa Minoritas Hamap dalam Perkebunan Jagung (Tinjauan Etnolinguistik)”.
Penelitian ini mengkaji tentang bentuk-bentuk bahasa yang digunakan oleh orang
Hamap di perkebunan jagung.
Penelitian Intan Arvin Yunaeni, Jurusan Sastra Daerah, FSSR, UNS (2014)
untuk skripsi tentang “Istilah-istilah Gerak Tari Srimpi Dhempel (Kajian
Etnolinguistik)” yang mengkaji tentang bentuk, makna leksikal dan makna
kultural istilah-istilah gerak tari Srimpi Dhempel di Keraton Kasunanan Surakarta.
Penelitian Dwi Lestari, Program Studi Sastra Daerah, FIB, UNS (2015)
untuk skripsi tentang “Bahasa dan Budaya Jawa dalam Tanaman Berkhasiat Obat
Tradisional di Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur (Kajian
Etnolinguistik)” yang mengkaji tentang hubungan bahasa dan budaya Jawa,
makna leksikal dan makna kultural yang terangkum dalam nama tanaman
berkhasiat obat tradisional di Kecamatan Paron, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Penelitian tersebut digunakan sebagai acuan dalam menganalisis bentuk,
makna, pola pikir, pandangan hidup dan pandangan terhadap dunia penuturnya
dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas dan hasil pertanian padi di Desa
Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penelitian yang mengkaji
bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri,
Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar dari perspektif kajian
etnolinguistik belum pernah dilakukan. Maka dari itu, penelitian yang akan
dilakukan ini mengkaji bahasa dalam budaya Jawa yang berupa istilah-istilah
10
aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten
Karanganyar yang terkait dengan aktivitas, cara kerja, dan cara mengelola hasil.
Dalam hal ini peneliti meneliti tentang bentuk bahasa dalam budaya, makna
leksikal dan makna kultural serta pola pikir, pandangan hidup dan pandangan
terhadap dunia dari bahasa Jawa petani yang terkait dengan aktivitasnya di Desa
Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar. Dalam penelitian
ini, makna kultural atau makna yang dimiliki oleh penuturnya akan terjaga,
sehingga ajaran yang terkandung dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas
pertanian padi akan menambah pengetahuan pembaca. Ada pun judul yang dipilih
untuk penelitian ini adalah “Bahasa dalam Budaya Jawa terkait Aktivitas
Pertanian Padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten
Karanganyar (Kajian Etnolinguistik)”.
B. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dalam sebuah penelitian sangat diperlukan. Hal ini
dimaksudkan agar permasalahan yang akan dikaji tidak meluas pada pembahasan
lain. Penelitian yang berjudul “Bahasa dalam Budaya Jawa terkait Aktivitas
Pertanian Padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten
Karanganyar (Kajian Etnolinguistik)”, penulis membatasi permasalahan yang
dikaji, yaitu mengenai bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas
pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten
Karanganyar yang berupa monomorfemis, polimorfemis, frase, klausa, mengenai
makna leksikal dan makna kultural yang terangkum dalam bahasa dan budaya
Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan,
Kabupaten Karanganyar, mengenai pola pikir, pandangan hidup dan pandangan
11
terhadap dunia masyarakat petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan,
Kabupaten Karanganyar.
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka pokok permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimanakah bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas
pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten
Karanganyar?
2. Apakah makna leksikal dan makna kultural yang terangkum dalam bahasa
dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa Bangsri,
Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar?
3. Bagaimanakah pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap
dunia masyarakat petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan,
Kabupaten Karanganyar?
D. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bentuk bahasa dalam budaya Jawa terkait aktivitas
pertanian padi di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten
Karanganyar.
12
2. Mendeskripsikan makna leksikal dan makna kultural yang terangkum
dalam bahasa dan budaya Jawa terkait aktivitas pertanian padi di Desa
Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar.
3. Mendeskripsikan pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan terhadap
dunia masyarakat petani di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan,
Kabupaten Karanganyar.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dibedakan bersifat teoretis dan praktis.
1. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat teoretis yaitu
menambah khazanah teoretis tentang etnolinguistik.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat praktis sebagai berikut.
a. Terdokumentasikannya istilah-istilah aktivitas terkait pertanian padi di
Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar
beserta cara kerja dan makna kulturalnya.
b. Dapat memberikan informasi kepada masyarakat pada umumnya dan
masyarakat di Desa Bangsri, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten
Karanganyar tentang aktivitas-aktivitas terkait pertanian padi.
c. Dijadikan sebagai acuan penelitian etnolinguistik selanjutnya.
13
F. Landasan Teori
1. Bahasa dan Budaya Jawa
a. Bahasa Jawa
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa
simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia (Gorys Keraf,
2004: 1). Bahasa merupakan manifestasi terpenting dari kehidupan
mental penuturnya dan dapat digunakan sebagai dasar
pengklasifikasian pengalaman (Franz Boas dalam Abdullah, 2014: 5).
Bahasa (language) adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 2008: 24).
Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dalam anggota masyarakat
pemakai bahasa dan merupakan dokumentasi kegiatan atau aktivitas
hidup manusia. Selain itu, bahasa berfungsi sebagai alat
pengembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan invetaris
ciri-ciri kebudayaan (Nababan, 1993: 38).
Bedasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa
adalah alat komunikasi berupa simbol bunyi yang bersifat arbitrer yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia, yang merupakan bagian dari
manifestasi terpenting dari kehidupan penuturnya, yang dipergunakan
oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri. Selain itu, bahasa berfungsi sebagai alat
pengembangan kebudayaan. Bahasa Jawa berarti alat komunikasi
berupa simbol bunyi yang bersifat arbitrer yang dihasilkan oleh alat
14
ucap orang Jawa, yang merupakan bagian dari manifestasi terpenting
dari kehidupan penuturnya, yang dipergunakan oleh anggota
masyarakat Jawa untuk bekerja sama, berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri. Selain itu, bahasa tersebut berfungsi sebagai
alat pengembangan kebudayaan Jawa.
b. Budaya Jawa
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990: 180). Kata
kebudayaan dan kata culture. Kata kebudayaan berasal dari bahasa
Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti
„budi‟ atau „akal‟, dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-
hal yang bersangkutan dengan budi dan akal (Koentjaraningrat, 1990:
181). Adapun kata culture, yang merupakan kata asing yang sama
artinya dengan kebudayaan berasal dari kata Latin colere yang berarti
„mengolah, mengerjakan‟ terutama mengolah tanah atau bertani, dari
kata itu berkembang arti culture sebagai „segala daya upaya serta
tindakan manusia untuk mengolah tanah dan merubah alam‟