BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap manusia. Oleh karena itu, pendidikan harus dapat dinikmati oleh setiap warga negara tanpa kecuali. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menginginkan agar setiap warga negara mendapatkan kesempatan belajar yang seluas-luasnya. Komisi Pembaruan Pendidikan Nasional mengemukakan agar pendidikan bersifat semesta, menyeluruh dan terpadu. Semesta berarti bahwa pendidikan dinikmati oleh semua warga negara. Menyeluruh artinya agar ada mobilitas antara lain antara pendidikan formal dan non fomal, sehingga terbuka pendidikan seumur hidup bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003: 2) adalah : 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. 2. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. 3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada prinsipnya, pendidikan nasional mempunyai 3 fungsi, yaitu (1) mengembangkan kemampuan, (2) membentuk watak dan peradaban yang bermanfaat, (3) mencerdaskan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang (1) beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) 1
65
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah fileMenyeluruh artinya agar ada mobilitas antara lain antara ... merupakan pendidikan yang dilaksanakan di luar sekolah dan tidak mengikuti
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah hak asasi setiap manusia. Oleh karena itu, pendidikan
harus dapat dinikmati oleh setiap warga negara tanpa kecuali. Hal ini sejalan
dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang menginginkan agar setiap warga negara
mendapatkan kesempatan belajar yang seluas-luasnya. Komisi Pembaruan
Pendidikan Nasional mengemukakan agar pendidikan bersifat semesta,
menyeluruh dan terpadu. Semesta berarti bahwa pendidikan dinikmati oleh semua
warga negara. Menyeluruh artinya agar ada mobilitas antara lain antara
pendidikan formal dan non fomal, sehingga terbuka pendidikan seumur hidup
bagi setiap warga negara Indonesia.
Pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (2003: 2) adalah :
1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
2. Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
3. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Dasar pendidikan nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945. Pada prinsipnya, pendidikan nasional mempunyai 3 fungsi, yaitu (1)
mengembangkan kemampuan, (2) membentuk watak dan peradaban yang
bermanfaat, (3) mencerdaskan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan nasional
adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang (1)
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3)
jawab. Menurut S. Nasution (2005: 35) “Fungsi pendidikan adalah membimbing
anak kearah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan yang baik adalah usaha
yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan itu. Apa yang diajarkan
hendaknya dipahami sepenuhnya oleh semua anak”. Dalam konteks untuk semua
anak-anak yang mengalami kelainan fisik, intelektual, sosial emosional, gangguan
perseptual, gangguan motorik, atau Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
merupakan warga negara yang memiliki hak yang sama untuk menikmati
pendidikan seperti warga negara yang lain.
Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan di Indonesia dilaksanakan melalui tiga (3) jalur, yaitu
pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal. Pendidikan
formal merupakan jenjang pendidikan yang jelas. Pendidikan nonformal
merupakan pendidikan yang dilaksanakan di luar sekolah dan tidak mengikuti
peraturan yang ketat. Sedangkan pendidikan informal merupakan jalur pendidikan
keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Pendidikan di sekolah merupakan tahap pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan
yang akan dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang
pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/SDLB/Paket A dan
SLTP/MTs/SMPLB/Paket B), pendidikan menengah (SMU/SMK), dan
pendidikan tinggi. Dalam tingkat pendidikan dasar sering kita jumpai siswa
dengan problema belajar.
Anak dengan problema belajar merupakan salah satu bagian dari ABK
(Anak Berkebutuhan Khusus). Mereka pada umumnya dikenal sebagai anak
berkesulitan belajar, anak lamban belajar, anak malas, anak bodoh, dan lain-lain.
Menurut para ahli, prevalensi anak-anak dengan problema belajar cukup tinggi.
Menurut Lerner (1981) dan Lovit (1989) dalam Munawir Yusuf, Sunardi,
Mulyono Abdurrahman (2003: 4), “Prevalensi anak-anak dengan problema belajar
berkisar antara 1% - 3% ”. Sedangkan Gaddes (1985) dalam Munawir Yusuf et al
(2003) mengemukakan bahwa “Di Amerika dan Eropa Barat, anak berkesulitan
3
belajar diperkirakan mencapai 15% dari populasi anak sekolah tingkat dasar”. Di
negara-negara berkembang seperti Indonesia, prevalensi anak dengan
problematika belajar diperkirakan lebih besar. Menurut Mulyono Abdurrahman &
Nafsiah Ibrahim (1994) dalam Mulyono Abdurrahman (1999: 10) “Hasil
penelitian terhadap 3.215 murid kelas satu hingga kelas enam SD di DKI Jakarta
menunjukkan bahwa terdapat 16,52% yang oleh guru dinyatakan sebagai murid
berkesulitan belajar”. Penyebabnya adalah masih cukup tingginya angka kurang
gizi pada ibu hamil, bayi dan anak, diare, penyakit persalinan, serta infeksi
susunan saraf pusat pada bayi. Gangguan atau kondisi di atas seringkali
mengakibatkan terjadinya kesulitan belajar. Untuk mengatasi kesulitan dan atau
problema belajar yang dihadapi serta untuk meningkatkan potensi yang dimiliki,
mereka memerlukan pelayanan khusus.
Di sekolah-sekolah umum, terutama di tingkat satuan pendidikan dasar
(SD dan SLTP) sering kita menjumpai siswa yang cepat tanggap dalam
menangkap materi yang diajarkan guru, ada pula siswa yang lamban dalam
pelajaran di hampir semua materi ajar yang diterimanya, siswa dengan kesulitan
belajar yang hanya dalam beberapa materi pelajaran tertentu, siswa dengan
potensi belajar yang sebenarnya bagus, namun prestasi belajarnya selalu rendah,
dan tentu saja ada pula siswa yang potensi dan prestasi belajarnya biasa-biasa saja.
Menghadapi kondisi semacam itu, umumnya guru dalam proses belajar mengajar
cenderung hanya mendasarkan pada pemenuhan kebutuhan siswa rata-rata,
sedangkan siswa dengan kebutuhan belajar cepat atau lambat cenderung
terabaikan.
Harus kita sadari bahwa kurangnya pelayanan yang optimal bagi peserta
didik dengan problema belajar sedikit banyak akan menurunkan prestasi belajar
siswa dan menyumbang rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dalam
percaturan internasional. “Sebab, prestasi siswa merupakan salah satu indikator
utama yang digunakan untuk melihat kualitas pendidikan” (Munawir Yusuf et al,
2003: 5 ).
Kurangnya pelayanan yang optimal bagi peserta didik dengan problema
belajar juga akan berdampak pada tingginya angka mengulang kelas yang pada
4
gilirannya akan berdampak juga pada rendahnya angka kelulusan. Sebagai contoh,
dapat ditunjukkan bahwa pada tahun 2008 angka kelulusan SD berkisar 96,23%.
Ini berarti masih ada sekitar 3,67% siswa SD yang tidak mampu menyelesaikan
pendidikannya pada tahun yang bersangkutan, yang nantinya akan menjadi
tambahan beban bagi orang tua, sekolah dan pemerintah dalam rangka wajib
belajar di Indonesia.
Seperti kita ketahui, ketika anak mulai belajar di kelas satu (1) sekolah
dasar, anak mulai diajarkan membaca, menulis, dan berhitung. Namun, tingkat
perkembangan anak didik yang berbeda-beda mempengaruhi kecepatan dan
kecakapan anak dalam belajar, terutama dalam belajar membaca dan menulis.
Banyak siswa yang telah mampu membaca dengan lancar dan cakap membaca.
Namun, tidak jarang kita menjumpai siswa yang belum dapat membaca, bahkan
membaca huruf sekalipun ketika ia masuk sekolah dasar. Menurut Eric Doman
(1991: 28-29) “Membaca adalah suatu proses pengenalan kata dan memahami
kata-kata serta ide, selain itu, membaca merupakan keterampilan yang wajib
dimiliki anak usia sekolah dasar”. Karena kelas dua (2) masih merupakan awal
pendidikan di sekolah dasar, maka siswa yang mengalami kesulitan belajar
membaca benar-benar perlu mendapat prioritas perhatian dan penanganan khusus.
Menurut Mulyono Abdurrahman (1999: 200) “Kemampuan membaca merupakan
dasar untuk menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah
permulaan tidak segera memiliki kemampuan membaca, maka ia akan mengalami
banyak kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas
berikutnya”.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, masih banyak siswa kelas dua (2)
yang belum dapat membaca dengan baik. Contohnya huruf d pada kata datang
dibaca b, sehingga kata datang dibaca batang, huruf b pada kata batu dibaca huruf
p, sehingga kata batu dibaca patu. Hal ini menunjukkan bahwa siswa tersebut
mengalami kesulitan dalam belajar membaca. Menurut Septiana Runikasari
(2009) dalam http://www.lptui.com/artikel.php?fl3nc=1¶m...cmd... –
mengatakan bahwa “Kegagalan-kegagalan membaca yang cenderung dialami
anak adalah kekurangmampuan dalam keterampilan pengenalan kata, analisis
5
kata, dan pemahaman isi bacaan. Kekurangmampuan dalam pengenalan kata
ditunjukkan dengan kegagalan dalam diskriminasi huruf atau kata, dan
konfigurasi. Dalam analisis kata ditunjukkan dengan kekurangcermatan dan
kekurangtelitian dalam membaca, seperti ditunjukkan dengan kecenderungan
menebak kata, meloncat, penggantian, penambahan, atau pengurangan huruf atau
kata, serta pemahan tanda baca”.
Faktor lain yang menjadi penyebab anak berkesulitan belajar membaca
adalah kurangnya variasi metode belajar dan mengajar membaca yang digunakan
guru dalam pelajaran membaca. Sampai saat ini, masih banyak guru yang
menggunakan metode mengajar ceramah dan hanya menggunakan sedikit media
belajar. Hal ini dapat membuat siswa cepat bosan dalam belajar dan juga tidak
termotivasi dalam pembelajaran dan belajar membaca.
Adalah suatu kenyataan bahwa kecakapan membaca adalah modal utama
belajar. Setiap kegiatan terutama pelajaran sekolah selalu melakukan kegiatan
membaca. Baik itu membaca tulisan maupun membaca gambar. Anak
berkesulitan belajar membaca perlu mendapat perhatian dan pelayanan khusus.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis berkeinginan
mengadakan penelitian dengan judul : “EFEKTIVITAS PENGGUNAAN
METODE BERMAIN (KARTU HURUF DAN GAMBAR) UNTUK
MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MEMBACA ANAK
BERKESULITAN BELAJAR MEMBACA SISWA KELAS DUA SEKOLAH
DASAR NEGERI 02 KALIKOTES KABUPATEN KLATEN TAHUN AJARAN
2009/2010”.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, penulis dapat mengidentifikasi beberapa
masalah yang ada, antara lain :
1. Di tingkat pendidikan dasar, sering kita jumpai siswa dengan problema belajar
yang memerlukan pelayanan khusus.
6
2. Prevalensi anak berkesulitan belajar masih cukup tinggi.
3. Guru cenderung mendasarkan pengajaran pada pemenuhan kebutuhan siswa
rata-rata, sedangkan siswa dengan kebutuhan belajar cepat atau lambat
cenderung terabaikan.
4. Kurangnya pelayanan yang optimal bagi siswa berkesulitan belajar akan
menurunkan prestasi belajar siswa dan menyumbang rendahnya kualitas
pendidikan di Indonesia.
5. Kurangnya pelayanan yang optimal bagi siswa berkesulitan belajar juga akan
berdampak pada rendahnya angka kelulusan siswa.
6. Siswa yang tidak mampu menyelesaikan pendidikannya akan menjadi beban
bagi orang tua, sekolah, dan pemerintah.
7. Setiap anak didik memiliki kemampuan dan tingkat perkembangan yang
berbeda-beda, sehingga anak dengan kemampuan dan potensi belajar di
bawah rata-rata memerlukan penanganan khusus.
8. Banyak siswa mengalami kesulitan belajar membaca pada usia sekolah
permulaan, padahal anak-anak lain yang sebayanya sudah cakap membaca.
9. Siswa usia sekolah permulaan perlu segera memiliki kemampuan membaca.
Karena jika tidak, ia akan mengalami banyak kesulitan dalam mempelajari
bidang studi lainnya.
10. Kurangnya variasi metode belajar yang dipilih dan digunakan guru membuat
siswa bosan mengikuti pelajaran membaca.
11. Kurangnya media belajar yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar
membaca membuat siswa tidak termotivasi dalam belajar membaca.
12. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya prestasi belajar membaca anak
berkesulitan belajar membaca diantaranya kurang mengenal huruf dan tidak
memahami arti kata. Penggunaan metode bermain dengan menggunakan
media kartu huruf dan gambar diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar
membaca siswa.
7
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan identifikasi masalah yang telah
disampaikan di depan, terdapat banyak masalah yang harus dipecahkan. Namun,
disini penulis membatasi permasalahan yang akan dipecahkan dalam penelitian
ini. Adapun masalah yang akan dipecahkan adalah sebagai berikut :
1. Metode mengajar membaca menggunakan metode bermain dengan media
kartu huruf dan gambar.
Metode mengajar membaca dengan menggunakan metode bermain dengan
media kartu dan gambar adalah suatu metode mengajar membaca yang
menggunakan kartu yang melambangkan huruf - huruf dan angka beserta
gambar yang menunjukkan susunan huruf setelah membentuk kata dalam
bentuk permainan.
2. Prestasi belajar anak dibatasi pada pencapaian keberhasilan akademik, yaitu
berupa prestasi belajar membaca.
Prestasi belajar membaca yaitu hasil yang diperoleh berupa kesan-kesan yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas
membaca dalam belajar.
3. Subyek dibatasi pada anak berkesulitan belajar membaca.
Subyek dibatasi pada anak berkesulitan belajar membaca kelas II yang
terdapat di Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kecamatan Kalikotes
Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010 yang berjumlah 11 siswa.
D. Perumusan Masalah
Bertolak dari pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Efektifkah penggunaan metode bermain (kartu huruf dan gambar) untuk
meningkatkan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar
8
membaca siswa kelas dua Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kecamatan
Kalikotes Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010?”
E. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis merumuskan tujuan sebagai berikut :
Untuk mengetahui efektifitas penggunaan metode bermain (kartu huruf dan
gambar) terhadap peningkatan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar
membaca siswa kelas dua Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kecamatan
Kalikotes Kabupaten Klaten Tahun Ajaran 2009/2010.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Mengetahui pengaruh penggunaan metode bermain (kartu huruf dan
gambar) terhadap peningkatan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar
membaca.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Penulis dapat menambah wawasan yang luas tentang ilmu pengetahuan dan
sebagai lahan untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh di bangku kuliah.
b. Bagi Guru
Dapat memilih dan menggunakan metode mengajar yang tepat untuk
mengatasi anak berkesulitan belajar membaca.
c. Bagi Siswa
Siswa dapat belajar dengan senang karena guru berusaha menyesuaikan
pembelajaran dengan karakteristik dan kebutuhan siswa.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Anak Berkesulitan Belajar
a. Pengertian Kesulitan Belajar
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (Poerwadarminto,1984: 973)
disebutkan “ Kesulitan diartikan sebagai keadaan yang sangat sulit, kesukaran –
kesukaran”. Di sini dapat diartikan kesulitan adalah keadaan yang sangat sulit
dimana ditandai dengan kesukaran.
Definisi kesulitan belajar pertama kali dikemukakan oleh The United
States Office of Education (USEO). Pada tahun 1977 yang dikenal dengan public
law (PL), yang hampir identik dengan definisi yang dikemukakan oleh The
National Advisory Comitte on Handicapped Children pada tahun 1967. Definisi
tersebut seperti dikutip Mulyono Abdurahman (1999: 6-7) seperti di bawah ini :
Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perseptual, luka pada otak, disleksia dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problema belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tuna grahita, karena gangguan emosional atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi. Dari definisi yang dikemukakan oleh USEO, dapat diketahui bahwa
kesulitan belajar adalah gangguan yang mencakup pemahaman dan penggunaan
bahasa lisan maupun tulisan yang dapat berupa kesulitan mendengarkan, berfikir,
berbicara, membaca, menulis, mengeja, atau berhitung yang penyebab utamanya
bukan berasal dari adanya gangguan penglihatan, pendengaran, motorik,
gangguan emosional, tuna grahita, kemiskinan lingkungan, budaya atau ekonomi.
10
b. Faktor-faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar menyebabkan prestasi anak menjadi tidak optimal.
Kesulitan belajar sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan
faktor eksternal.
Mulyono Abdurrahman (1999: 13) mengemukakan bahwa penyebab
kesulitan belajar adalah :
1. Faktor Internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis.
Berbagai faktor yang dapat menyebabkan disfungsi neurologis,
yaitu:
a) Faktor genetik.
b) Luka pada otak karena trauma fisik atau karena kekurangan
oksigen.
c) Biokimia yang hilang (misalnya biokimia yang diperlukan untuk
memfungsikan saraf pusat).
d) Biokimia yang dapat merusak otak (misalnya pencemaran timah
hitam).
e) Gizi yang tidak memadai.
f) Pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang merugikan
perkembangan anak (deprivasi lingkungan).
2. Faktor Eksternal
a. Strategi pembelajaran yang keliru.
b. Pengelolaan kegiatan belajar yang tidak membangkitkan motivasi
belajar anak.
c. Pemberian ulangan penguatan (reinforcement) yang tidak tepat.
c. Gejala-Gejala Kesulitan Belajar
Menurut Munawir Yusuf, Sunardi dan Mulyono Abdurrahman (2003: 8)
“Gejala kesulitan belajar adalah : peserta didik yang mengalami kesulitan belajar
umum, dengan gejala-gejala antara lain :
1) Tidak dapat mengikuti pelajaran seperti yang lain.
2) Sering terlambat atau tidak mau menyelesaikan tugas.
11
3) Menghindari tugas-tugas yang agak berat.
4) Ceroboh atau kurang teliti dalam banyak hal.
5) Acuh tak acuh atau masa bodoh.
6) Menampakkan semangat belajar yang rendah.
7) Tidak mampu berkonsentrasi, berubah-ubah.
8) Perhatian terhadap suatu obyek singkat.
9) Suka menyendiri, sulit menyesuaikan diri.
10) Murung.
11) Suka memberontak, agresif, dan meledak-ledak dalam merespon
ketidakcocokan.
12) Hasil belajar rendah.
d. Klasifikasi Kesulitan Belajar
Menurut Mulyono Abdurahman (1999: 11) kesulitan belajar dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental
learning disabilities).
a) Gangguan motorik dan persepsi.
b) Kesulitan belajar bahasa dan komunikasi.
c) Kesulitan belajar dalam menyesuaikan perilaku sosial.
2) Kesulitan Belajar akademik
Kesulitan belajar akademik menunjuk pada adanya kegagalan-kegagalan
pencapaian prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan.
Kegagalan-kegagalan tersebut mencakup penguasaan keterampilan dalam
membaca, menulis dan / atau metematika.
e. Pengertian Anak Kesulitan Belajar
Munawir Yusuf, Sunardi dan Mulyono Abdurrahman (2003: 8)
mengemukakan bahwa “Anak berkesulitan belajar adalah anak yang secara nyata
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun umum, baik
disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis, proses, psikologis dasar maupun
12
sebab-sebab lain sehingga prestasi belajarnya rendah dan anak tersebut berisiko
tinggi tinggal kelas”.
Ada tiga jenis istilah yang sering dikacaukan pengertiannya karena
mempunyai gejala yang sama yaitu : prestasi belajar yang rendah. Ketiga istilah
tersebut ialah kesulitan belajar, lambat/lamban belajar, dan tunagrahita. “Anak
kesulitan belajar” tidak sama dengan “anak tuna grahita”. Anak berkesulitan
belajar umum biasanya ditandai dengan prestasi belajar yang rendah untuk hampir
semua mata pelajaran atau nilai rata-rata jauh dibawah rata-rata kelas sehingga
mempunyai risiko cukup tinggi untuk tinggal kelas. Kesulitan tersebut bukan
disebabkan IQ yang rendah. Pada umumnya mereka memiliki IQ rata-rata bahkan
ada yang diatas rata-rata. Anak yang mengalami kesulitan belajar karena
mempunyai intelegensi di bawah rata-rata (IQ sekitar 70 -90) pada umumnya juga
mempunyai nilai prestasi belajar yang cukup buruk untuk semua mata pelajaran
karena umumnya anak tersebut sulit untuk menangkap pelajaran. Anak ini dapat
disebut sebagai anak yang lambat belajar. Pada umumnya mereka bersekolah di
sekolah-sekolah umum. Sementara itu tuna grahita adalah anak yang nyata-nyata
menunjukkan kemampuan intelektual dan adaptasi sosial yang rendah (IQ
dibawah 70). Umumnya mereka dimasukkan ke sekolah luar biasa atau kelas
khusus di sekolah umum.
Anak berkesulitan belajar kemungkinan juga mengalami gangguan fisik,
sosial dan mental yang ringan sehingga cukup menganggu mereka dalam
menangkap pelajaran jika dibandingkan dengan yang tidak mengalami kelainan.
Anak yang mengalami gangguan penglihatan jauh akan mengalami kesulitan jika
ditempatkan di tempat duduk yang paling belakang, demikian juga dengan anak
yang mengalami gangguan pendengaran. Anak yang memiliki intelegensi sedikit
dibawah rata-rata (slow learner) memerlukan penjelasan dengan menggunakan
berbagai metode dan berulang-ulang agar mereka dapat memahami pelajaran
dengan baik. Anak yang mengalami gangguan tingkah laku memerlukan cukup
perhatian terhadap persoalan sosial yang dihadapi agar dapat mengkonsentrasikan
diri pada pelajaran.
13
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Balitbang Dikbud pada
tahun 1996/1997 (Munawir Yusuf, Sunardi, Mulyono Abdurrahman, 2003: 12)
diketahui bahwa kesulitan belajar yang dialami anak pada umumnya tidak hanya
satu jenis saja. Hal ini dapat dijelaskan karena jika anak mengalami kesulitan
belajar pada salah satu dari kemampuan akademik utama, yaitu membaca, menulis
atau berhitung dan kesulitan tersebut tidak segera diatasi, maka anak tersebut akan
mengalami kesulitan bidang yang lain karena ketiga kemampuan tersebut
merupakan kemampuan utama untuk mempelajari pengetahuan yang lain.
Baik anak berkesulitan belajar, lambat belajar, maupun tuna grahita,
semuanya mengalami masalah belajar. Umumnya prestasi belajar anak tersebut
rendah. Anak yang mempunyai prestasi belajar rendah untuk semua atau hampir
semua mata pelajaran disebut berkesulitan belajar umum. Jadi, anak berkesulitan
belajar umum ditandai dengan prestasi belajar yang rendah untuk semua/hampir
semua mata pelajaran baik yang disebabkan oleh faktor intelegensi maupun faktor
lain. Sementara itu anak berkesulitan belajar khususnya adalah anak yang hanya
mempunyai kesulitan pada kemampuan tertentu saja, misalnya membaca, menulis
dan berhitung.
2. Tinjauan Anak Berkesulitan Belajar Membaca
a. Pengertian Membaca
Menurut Sunardi (1997: 1) “Membaca adalah aktivitas auditif dan visual
untuk memperoleh makna dari simbol berupa huruf dan kata. Aktivitas ini
meliputi proses, yaitu proses decoding, yang juga dikenal dengan istilah membaca
teknis, dan proses pemahaman”. As Broto (1975) seperti yang dikutip Mulyono
Abdurrahman (1999: 200) mengemukakan bahwa pembaca bukan hanya
mengucapkan bahasa tulisan atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga
menanggapi dan memahami isi bahasa tulisan. Dengan demikian, membaca pada
hakikatnya merupakan suatu bentuk komunikasi tulis.
14
Membaca bukanlah kegiatan yang hanya memandangi lambang-
lambang tertulis semata, bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh pembaca
agar ia mampu memahami materi yang dibacanya. Soedarsono (1983) seperti
yang dikutip Mulyono Abdurrahman (1999: 200) mengemukakan bahwa
membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar
tindakan terpisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan,
pengamatan, dan ingatan. Manusia tidak mungkin dapat membaca tanpa
menggerakkan mata dan menggunakan pikiran. Bond (1975) seperti yang dikutip
Mulyono Abdurrahman (1999: 200) mengemukakan bahwa membaca merupakan
pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang membantu
proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu pengertian
melalui pengalaman yang telah dimiliki.
Membaca merupakan proses psikologis. Ada banyak hal mendasar yang
berkaitan dengan proses membaca, antara lain : (1) Intelegensia ; (2) usia mental ;
(3) jenis kelamin ; (4) tingkat sosial ekonomi ; (5) bahasa ; (6) ras ; (7)
Heilman dalam Suwaryono Wiryodijoyo (1989 :1) berpendapat :
Membaca ialah penguacapan kata-kata dan perolehan arti dari barang cetakan. Kegiatan itu melibatkan analisis, dan pengorganisasian berbagai ketrampilan yang kompleks. Termasuk di dalamnya pelajaran, pemikiran, pertimbangan, perpaduan, pemecahan masalah, yang berarti menimbulkan kejelasan informasi bagi pembaca.
Bertolak dari berbagai definisi membaca yang telah dikemukakan diatas,
dapat disimpulkan bahwa membaca adalah aktivitas auditif dan visual untuk
memperoleh makna dari simbol berupa huruf dan kata atau melihat serta
memahami isi dari apa yang yang mencakup fisik dan mental. Aktivitas fisik
yang terkait dengan membaca adalah gerak mata dan ketajaman penglihatan.
Aktivitas mental mencakup ingatan dan pemahaman. Orang dapat membaca
dengan baik jika mampu melihat huruf-huruf dengan jelas, mampu menggerakkan
mata secara lincah, mengingat simbol-simbol bahasa dengan tepat, dan memiliki
penalaran yang cukup untuk memahami bacaan.
15
b. Faktor - Faktor yang Dapat Mempengaruhi Kemampuan Membaca
Kemampuan membaca seseorang tidak dapat diperoleh secara langsung.
Menurut Sabarsi Akhodiah (1991: 26), ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kemampuan membaca seseorang, yaitu :
1) Motivasi Motivasi adalah faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap kemampuan membaca. Sering kegagalan membaca terjadi karena rendahnya motivasi. Motivasi meliputi motivasi intrinsik dan motivasi ekstinsrik.
2) Lingkungan Keluarga Orang tua memiliki kesadaran akan pentingnya kemampuan membaca akan berusaha agar anak-anaknya memiliki kesempatan untuk belajar membaca. Untuk itu orang tua memegang peranan penting untuk mengembangkan kemampuan membaca anak.
3) Bahan Bacaan Bahan bacaan akan mempengaruhi seseorang dalam minat maupun kemampuan memahaminya. Bahan bacaan harus disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan anak, jangan terlalu sulit dan terlalu mudah. Faktor yang diperhatikan dalam penentuan bahan bacaan adalah topik dan taraf kesulitan pembaca.
c. Jenis – jenis Membaca
Menurut Suyatmi (1997: 50), jenis-jenis membaca berdasarkan tujuan
membaca dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :
1) Membaca Intensif, yaitu jenis membaca yang dilakukan dengan titik tekan pada pemahaman isi bacaan sampai pada hal-hal kecil.
2) Membaca Kritis, yaitu jenis membaca yang bertujuan untuk menemukan fakta-fakta yang terdapat dalam bacaan untuk kemudian memberikan penilaian terhadap fakta-fakta tersebut.
3) Membaca Pemahaman, yaitu suatu aktivitas membaca yang bertujuan untuk memahami atau memperoleh informasi dalam bacaan melalui pengucapan simbol bahasa.
4) Membaca Cepat, yaitu jenis membaca yang menitikberatkan pada kecakapan menangkap gagasan pokok bacaan dalam waktu yang relatif singkat.
5) Membaca Indah, yaitu jenis membaca yang menitikberatkan pada pengungkapan segi keindahan terhadap karya sastra.
6) Membaca Teknik, yaitu membaca yang bertujuan agar pembaca memiliki ketrampilan membaca dengan lagu kalimat yang benar, sehingga pembaca dapat membaca kalimat dengan baik dan lancar.
7) Membaca Praktis, yaitu jenis membaca yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu guna keperluan praktis dalam kehidupan sehari-hari.
16
8) Membaca untuk keperluan Studi, yaitu jenis membaca yang bertujuan menambah pengetahuan untuk mempelajari sesuatu.
d. Kesulitan Belajar Membaca
Menurut Jamila K.A Muhammad (2008:140) “Kesulitan belajar membaca
sering disebut juga disleksia”. Istilah disleksia sendiri berasal dari bahasa Yunani,
yaitu “dys” dan “lexia”. Dys berarti kesulitan dan lexia berarti kata. Disleksia
didefinisikan sebagai ketidakmampuan dalam memperoleh pengetahuan dari
proses pembelajaran akibat kesulitan dalam menafsirkan kalimat. Ada nama-nama
lain yang menunjuk kesulitan belajar membaca, yaitu Corrective Readers, dan
Remidial Readers. Sedangkan kesulitan belajar membaca yang berat sering
disebut Aleksia (alexia).
Anak-anak penderita disleksia adalah anak-anak yang mengalami kesulitan
dalam membaca, menulis dan mengeja. Tetapi, banyak anak yang tidak menyadari
hal ini, dan yang dirugikan adalah mereka sendiri karena dianggap sebagai anak
yang malas, bodoh, dan lamban. Hampir pada semua sekolah terdapat anak-anak
yang mempunyai ciri-ciri disleksia. Yang membedakan adalah tingkat disleksia
yang mereka hadapi, apakah ringan, sedang, ataukah serius. Intervensi awal harus
diberikan pada anak-anak penderita disleksia untuk menghadapi kesulitan-
kesulitan yang dialami.
e. Jenis – Jenis Kesulitan Belajar Membaca
Menurut Jamila K.A Muhammad (2008:141), kesulitan belajar membaca
atau disleksia dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
1) Disleksia Visual Disleksia visual berkaitan dengan masalah anak-anak dalam menggunakan indra penglihatan. Walaupun anak-anak tersebut dapat melihat dengan baik, ia tidak dapat membedakan , menginterpretasikan dan mengingat hal yang dilihatnya.
2) Disleksia Auditoris Disleksia Auditoris berkaitan dengan masalah anak-anak dalam menggunakan indra pendengaran. Walaupun anak-anak tersebut dapat mendengar dengan
17
baik, ia mengalami kesulitan dalam mendengar bunyi, menyimpulkan kesamaan dan perbedaannya, mengenal dengan baik bunyi perkataan, dan juga bermasalah dalam membagi perkataan dalam kelompok suku kata.
3) Disleksia Visual-Auditoris Anak-anak pada tahap ini berada pada taraf yang serius, karena kedua indranya, yaitu penglihatan dan pendengarannya, tidak dapat membantunya menginterpretasikan apa yang dilihat dan didengarnya.
f. Ciri-Ciri Anak Berkesulitan Belajar Membaca
Ott (1997) seperti yang dikutip oleh Jamila K.A Muhammad (2008:143-
144) menguraikan ciri-ciri anak disleksia sebagai berikut :
1) Umum a) Perkembangan penuturan dan bahasa lambat b) Kemampuan mengeja lemah c) Kemampuan membaca lemah d) Keliru membedakan kata yang hampir sama e) Sulit mengikuti arahan f) Sulit dalam menyalin tulisan g) Sulit melewati jalan yang memiliki banyak belokan
2) Pengamatan dan Tingkah laku a) Salah jika menentukan arah b) Bingung untuk menentukan waktu c) Sering merasa tertekan d) Sering salah dalam memakaikan sepatu pada kaki yang benar e) Kemampuan untuk mandiri yang lemah
3) Koordinasi antara pandangan dengan penglihatan a) Sulit mengeja dengan benar b) Sering melupakan huruf yang ada pada awal kata c) Sering menambah huruf pada akhir kata d) Bermasalah dalam penyusunan huruf e) Sulit untuk memahami perkataan f) Daya ingat lemah g) Sulit membuat abstraksi terhadap suatu kata
4) Kemampuan Motorik a) Koordinasi yang lemah b) Selalu menggerakkan tangan dengan terlampau cepat c) Lamban dalam menulis d) Tulisan buruk dan sulit dibaca e) Sulit memegang pensil dengan benar f) Kesulitan dalam menggunakan gunting g) Sulit menjaga keseimbangan badan h) Sulit menendang dengan benar i) Sulit untuk menaiki tangga dengan
18
g. Gejala-Gejala Anak Berkesulitan Belajar membaca Munawir Yusuf, Sunardi dan Mulyono Abdurrahman (2003: 16-17)
mengemukakan ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan disleksia
visual.
Gejala-gejala disleksia auditoris dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Kesulitan dalam diskriminasi auditoris dan persepsi, sehingga mengalami
kesulitan dalam analisis fonetik. Contohnya, anak tidak bisa membedakan kata
‘kakak’, ‘katak’,’kapak’.
2) Kesulitan analisis dan sintesis auditoris. Contohnya ‘ibu’ tidak dapat diuraikan
menjadi ‘i-bu’ atau problem sintesa ‘p-i-t-a’ menjadi ‘pita’. Gangguan ini dapat
menyebabkan kesulitan membaca dan mengeja.
3) Kesulitan reauditoris bunyi atau kata. Jika diberi huruf, tidak dapat mengingat
bunyi huruf atau kata tersebut. Atau kalau melihat kata, tidak dapat
mengungkapkannya,walaupun mengerti arti kata tersebut.
4) Membaca dalam hati lebih baik daripada membaca latin.
5) Kadang-kadang disertai gangguan urutan auditoris
6) Anak cenderung melakukan aktivitas visual.
Sedangkan gejala-gejala disleksia visual adalah sebagai berikut :
1) Tendensi terbalik, misalnya ‘b’ dibaca ‘d’, ‘p’ menjadi ‘g’, atau ‘u’ menjadi
‘n’,’m’ menjadi ‘w’ dan sebagainya.
2) Kesulitan diskriminasi, mengacaukan huruf atau kata yang mirip.
3) Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual. Jika diberi huruf cetak untuk
menyusun kata, mengalami kesulitan. Misalnya kata ‘ibu’ menjadi ‘iub’,atau
‘ubi’.
4) Memori visual terganggu.
5) Kecepatan persepsi lambat
6) Kesulitan analisis dan sintesis visual
7) Hasil tes membaca buruk
8) Biasanya lebih baik dalam kemampuan aktivitas auditoris
Menurut Mulyono Abdurrahman (1999: 206-208), Anak-anak berkesulitan
membaca permulaan mengalami berbagai kesalahan dalam membaca, antara lain :
19
1) Penghilangan kata atau huruf
2) Penyelipan kata
3) Penggantian kata
4) Pengucapan kata salah dan makna berbeda
5) Pengucapan kata salah tetapi makna sama
6) Pengucapan kata salah dan tidak bermakna
7) Pengucapan kata dengan bantuan guru
8) Pengulangan
9) Pembalikan kata
10) Pembalikan huruf
11) Kurang memperhatikan tanda baca
12) Pembetulan sendiri
13) Ragu-ragu
14) Tersendat-sendat.
Penghilangan huruf atau kata sering dilakukan oleh anak berkesulitan
belajar membaca karena adanya kekurangan dalam mengenal huruf, bunyi bahasa
(fonik), dan bentuk kalimat. Penghilangan huruf atau kata biasanya terjadi pada
pertengahan atau akhir kata atau kalimat. Penyebab lain dari adanya penghilangan
tersebut adalah karena anak menganggap huruf atau kata yang dihilangkan
tersebut tidak diperlukan. Contoh penghilangan huruf atau kata adalah “Baju anak
itu merah” dibaca “ Baju itu merah”, atau “Adik membeli roti” dibaca “Adik beli
roti”.
Penyelipan kata karena anak kurang mengerti huruf, membaca terlalu
cepat, atau karena bicaranya melampaui kecepatan membacanya. Contoh dari
kesalahan ini misalnya pada saat anak seharusnya membaca “ Baju mama di
lemari” dibaca “ Baju mama ada di lemari “.
Penggantian kata yang salah merupakan kesalahan yang banyak terjadi.
Hal ini mungkin disebabkan karena anak tidak memahami kata tersebut, sehingga
hanya menerka-nerka saja. Contoh penggantian kata yang tidak mengubah makna
adalah “ Tas Ayah si dalam mobil “ dibaca “ Tas Bapak di dalam mobil “.
20
Pengucapan kata yang salah terdiri dari tiga macam, (1) Pengucapan kata
yang salah, makna berbeda, (2) Pengucapan kata salah, makna sama, (3)
Pengucapan kata salah, tidak bermakna. Keadaan semacam ini dapat terjadi
karena anak tidak mengenal huruf sehingga menduga-duga saja, mungkin karena
membaca terlalu cepat, karena perasaan tertekan atau takut pada guru, atau karena
perbedaan dialek anak dengan bahasa Indonesia yang baku. Contoh pengucapan
kata yang salah, makna berbeda adalah “Baju Bibi baru” dibaca “Baju Bibi biru”.
Penggunaan kata yang salah, makna salah adalah “Kakak pergi ke sekolah” dibaca
“ Kakak pigi ke sekolah”. Sedangkan contoh pengucapan kata yang salah, tidak
bermakna adalah “Bapak beli duren” dibaca “Bapak beli buren”.
Pengucapan kata dengan bantuan guru terjadi jika guru ingin membantu
anak melafalkan kata-kata. Hal ini terjadi karena sudah beberapa menit ditunggu
oleh guru, anak belum juga melafalkan kata-kata yang diharapkan. Anak yang
memerlukan bantuan semacam itu biasanya karena adanya kekurangan dalam
mengenal huruf atau karena takut risiko jika terjadi kesalahan,. Anak semacam ini
biasanya juga memiliki kepercayaan diri yang kurang, terutama saat menghadapi
tugas membaca.
Pengulangan dapat terjadi pada kata, suku kata atau kalimat. Contoh
pengulangan adalah “Ba-ba-ba-bapak menulis su-su-surat”. Pengulangan terjadi
karena kurang mengenal huruf, sehingga harus memperlambat membaca sambil
mengingat-ingat nama huruf yang kurang dikenal tersebut. Kadang-kadang anak
sengaja mengulang kalimat untuk lebih memahami arti kalimat tersebut.
Pembalikan huruf terjadi karena anak bingung posisi kanan-kiri, atau atas-
bawah. Pembalikan terjadi terutama pada huruf-huruf yang hampir sama, seperti
huruf d dengan b, p dengan q atau g, m dengan n atau w.
Pembetulan sendiri dilakukan oleh anak jika ia menyadari adanya
kesalahan. Karena kesadaran akan adanya kesalahan, anak lalu membetulkan
sendiri bacaannya.
Anak yang ragu-ragu, kemampuannya sering membaca dengan tersendat-
sendat. Murid yang ragu-ragu dalam membaca sering dianggap bukan sebagai
kesalahan. Meskipun demikian, guru umumnya berupaya untuk memperbaiki
21
karena dianggap sebagai kebiasaan yang tidak baik. Keraguan dalam membaca
juga sering disebabkan anak kurang mengenal huruf atau karena
kekurangpahaman.
3. Tinjauan Prestasi Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri individu yang
relatif menetap berkat adanya interaksi antar individu dan individu dengan
lingkungannya sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar atau yang biasa
disebut hasil belajar, dimana seorang individu ini setelah mengalami proses
belajar, akan mengalami perubahan tingkah laku, baik aspek pengetahuan,
keterampilan, maupun aspek sikapnya.
Menurut M. Ngalim Purwanto (2006: 85) belajar ada beberapa definisi,
antara lain :
1) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi ada juga mengarah tingkah laku yang lebih buruk.
2) Belajar merupakan suatu perbuatan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.
3) Belajar merupakan suatu perubahan yang relatif mantap, harus merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang.
4) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut beberapa aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis.
W.S Winkel (2005: 58) berpendapat bahwa “Belajar adalah kegiatan
mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya yang
menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, dan nilai
atau sikap”. Sedangkan Slameto (2001: 7) berpendapat bahwa “Belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
dalam tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya
sendiri”.
22
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses usaha yang berupa kegiatan mental yang dilakukan seseorang yang
terjadi melalui latihan atau pengalaman untuk memperoleh perubahan, dimana
perubahan itu dapat mengarah kepada yang lebih baik, tetapi ada juga yang
mengarah tingkah laku yang lebih buruk. Kegiatan belajar tersebut menghasilkan
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai atau sikap.
b. Unsur-unsur Belajar
Cronbach (1954) seperti yang dikutip oleh Slameto (2003: 25-26)
mengemukakan adanya tujuh unsur utama dalam proses belajar, yaitu :
1) Tujuan. Belajar dimulai karena adanya sesuatu tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan itu mencul untuk memenuhi sesuatu kebutuhan. Perbuatan belajar
diarahkan kepada pencapaian sesuatu tujuan dan untuk memenuhi sesuatu
kebutuhan. Sesuatu perbuatan belajar akan efisien apabila terarah kepada arah
yang jelas dan berarti bagi individu.
2) Kesiapan. Untuk dapat melakukan perbuatan belajar dengan baik, anak atau
individu perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik dan psikis, kesiapan
yang berupa kematangan untuk melakukan sesuatu, maupun penguasaan
pengetahuan dan kecakapan-kecakapan yang mendasarinya.
3) Situasi. Kegiatan belajar berlangsung dalam suatu situasi belajar. Dalam
situasi belajar ini terlibat tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang
dipelajari, orang-orang yang turut tersangkut dalam kegiatan belajar serta
kondisi siswa yang belajar. Kelancaran dan hasil dari belajar banyak
dipengaruhi oleh situasi ini, walaupun untuk individu dan pada waktu tertentu
sesuatu aspek dari situasi belajar ini lebih dominan, sedang pada individu atau
waktu lain aspek lain yang lebih berpengaruh.
4) Interpretasi. Dalam menghadapi situasi, individu mengadakan interpretasi,
yaitu melihat hubungan diantara komponen-komponen situasi belajar, melihat
23
makna dari hubungan tersebut dan menghubungkannya dengan kemungkinan
pencapaian tujuan. Berdasarkan interpretasi tersebut mungkin individu sampai
kepada kesimpulan dapat atau tidak mencapai tujuan.
5) Respon. Berpegang kepada hasil interpretasi apakah individu mungkin atau
tidak mungkin mencapai tujuan yang diharapkan, maka ia memberikan respon.
Respon ini mungkin berupa suatu usaha coba-coba (trial and error), atau usaha
yang perhitungan dan perencanaan ataupun ia menghentikan usahanya untuk
mencapai tujuan tersebut.
6) Konsekuensi. Setiap usaha akan membawa hasil, akibat atau konsekuensi
entah itu keberhasilan atau kegagalan. Demikian juga dengan respons atau
usaha belajar siswa. Apabila siswa berhasil dalam belajarnya ia akan merasa
senang, puas, dan akan lebih meningkatkan semangatnya untuk melakukan
usaha-usaha belajar berikutnya.
7) Reaksi terhadap kegagalan. Selain keberhasilan, kemungkinan lain yang
diperoleh siswa dalam belajar adalah kegagalan. Peristiwa ini akan
menimbulkan perasaan sedih dan kecewa. Reaksi siswa terhadap kegagalan
dalam belajar bisa bermacam-macam. Kegagalan bisa menurunkan semangat,
dan memperkecil usaha-usaha belajar selanjutnya. Tetapi bisa juga sebaliknya,
kegagalan membangkitkan semangat yang berlipat ganda untuk menebus dan
menutupi kegagalan tersebut.
c. Prinsip-prisip Belajar
Slameto (2003: 27-28) mengemukakan prinsip-prinsip belajar, antara lain:
a. Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar
1. dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional.
2. belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.
24
3. belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif.
4. belajar perlu adanya interaksi siswa dengan lingkungannya.
b. Sesuai hakikat belajar
1. belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut perkembangannya
2. belajar adalah proses organisasi, adaptasi,eksplorasi, dan discovery.
3. belajar adalah proses kontinguitas (hubungan antara pegertian yang satu dengan pengertian yang lain) sehingga mendapatkan pengertian yang diharapkan. Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan.
c. Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari.
1. belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, pengajaran yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.
2. belajar harus mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
d. Syarat keberhasilan belajar
1. belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.
2. repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar pengertiannya, keterampilannya atau sikap itu mendalam pada siswa.
d. Pengertian Prestasi Belajar
Kegiatan belajar dapat dikatakan berhasil jika dapat mencapai hasil belajar
yang optimal. Setiap bentuk kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
tertentu, pada akhirnya selalu diketahui hasilnya. Hasil yang ingin dicapai
tersebut disebut Prestasi.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Poerwadarminto,1984: 787)
“Prestasi adalah hasil yang telah dicapai, prestasi belajar adalah penguasaan
pengetahuan ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lazimnya
25
ditunjukkan oleh nilai tes yang diberikan oleh guru”. Sedangkan Nana Syaodah
Sukmadinata (2003 : 103-104) berpendapat bahwa “Prestasi belajar atau
achievement merupakan realisasi dari kecakapan-kecakapan potensial yang
dimiliki seseorang. Prestasi belajar seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik
perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun
kemampuan motorik”.
Sutartinah Tirtonegoro (1984: 211), menyatakan bahwa “Prestasi belajar
adalah hasil dari usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol,
huruf, maupun kalimat yang mencerminkan hasil yang dicapai”. Prestasi belajar
merupakan catatan yang dibuat oleh orang yang berwenang atau bertanggung
jawab memberikan penilaian terhadap subyek belajar. Dalam hal ini prestasi
akademis, prestasi bakat, dan lain sebagainya.
Dewa Ketut Sukardi (1983: 30) menyatakan bahwa “Prestasi belajar
adalah suatu hasil maksimal yang diperoleh seseorang dalam usahanya, dalam
rangka mengaktualisasikan diri lewat belajar”. Dalam hal ini dapat diuraikan
bahwa prestasi belajar adalah hasil final dari suatu aktivitas pembelajaran, yang
mana lewat belajar ini seseorang berfikir bahwa aktualisasi dirinya akan tercapai
dalam aspek ini. Prestasi yang dihasilkan merupakan hasil akhir yang merupakan
kebanggaan tertinggi yang didapatnya.
Dari beberapa pengertian diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa
prestasi belajar adalah suatu bukti keberhasilan yang telah dicapai anak didik
setelah mempelajari suatu ilmu yang dikembangkan oleh bidang studi, yang
ditunjukkan dengan nilai tes oleh guru.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Dalam mencapai prestasi belajar, banyak faktor yang mempengaruhi
sepanjang proses belajar itu berlangsung. Conny R. Semiawan (2002: 11)
mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, antara lain
:
26
1) Pemenuhan Kebutuhan Psikologis
Pemenuhan kebutuhan psikologis ini mencakup kebutuhan primer, pangan,
sandang dan perumahan. Serta kasih sayang , perhatian, penghargaan terhadap
dirinya dan peluang mengaktualisasikan dirinya.
2) Intelegensi
Anak yang mempunyai intelegensi tinggi akan lebih mudah mencerna materi
yang diajarkannya dan dengan demikian biasanya juga lebih tinggi prestasi
belajarnya. Namun Intelegensi Emosional/EQ (Emotional Inteliegence) juga
mempengaruhi prestasi belajar.
3) Faktor non Kognitif
Faktor non kognitif meliputi emosi, motivasi, minat, kepribadian serta juga
berbagai pengaruh lingkungan. Keberhasilan belajar sangat ditentukan antara
lain oleh faktor kognitif, tapi ternyata faktor non kognitif tidak kalah penting.
Bahkan mempengaruhi kinerja serta lingkungan, maupun pengembangan
dirinya sendiri.
4) Pengembangan Kreativitas
Pembelajaran yang mengendalikan berfungsinya kedua belahan yaitu kiri dan
kanan harmonis akan banyak membantu anak berprakarsa mengatasi dirinya,
meningkatkan prestasi belajar sehingga mencapai kemandirian dan mampu
mengatasi berbagai tantangan.
f. Fungsi dan Tujuan Prestasi Belajar
Fungsi evaluasi belajar menurut Oemar Hamalik (2001: 159 ) adalah : (1)
untuk diagnostik dan pengembangan; (2) untuk seleksi ; (3) untuk kenaikan kelas ;
dan (4) untuk penempatan.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1) Untuk diagnostik dan pengembangan
Hasil evaluasi menggambarkan kemajuan, kegagalan dan kesulitan masing-
masing siswa. Untuk menentukan jenis dan tingkat kesulitan siswa serta faktor
penyebabnya dapat diketahui dari hasil belajar atau hasil evaluasi tersebut.
27
2) Untuk seleksi
Hasil evaluasi dapat digunakan dalam rangka menyeleksi calon siswa dalam
rangka penerimaan siswa baru dan atau melanjutkan ke jenjang pendidikan
berikutnya.
3) Untuk kenaikan kelas
Hasil evaluasi digunakan untuk menetapkan siswa mana yang memenuhi
rangking atau ukuran yang ditetapkan dalam rangka kenaikan kelas.
4) Untuk penempatan
Evaluasi hasil penilaian berfungsi menyediakan data tentang lulusan agar dapat
ditempatkan sesuai dengan kemampuannya.
Sedangkan Saifudin Azwar (2003: 11) menempatkan tes prestasi belajar
dalam beberapa fungsi, yaitu : (1) fungsi penempatan (placement) ; (2) fungsi
formatif ; (3) fungsi diagnostik ; dan (4) fungsi sumatif.
1) Fungsi penempatan adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk
klasifikasi individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan
kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil belajar yang telah lalu.
2) Fungsi formatif adalah penggunaan hasil tes prestasi belajar guna melihat
sejauh mana kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program
pelajaran.
3) Fungsi diagnostik adalah penggunaan hasil prestasi untuk mendiagnosis
kesukaran – kesukaran dalam belajar.
4) Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil prestasi belajar untuk memperoleh
informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan
sebelumnya dalam suatu program pelajaran.
Saifudin Azwar (2003: 13) juga menjelaskan bahwa “ Tes prestasi belajar
bertujuan untuk mengukur prestasi atau hasil yang telah dicapai siswa dalam
belajar”.
28
4. Tinjauan Metode Permainan Kartu Huruf dan Gambar
a. Pengertian Metode Mengajar
Agar belajar mengajar berjalan dengan baik, efektif dan efisien, maka guru
harus mempunyai strategi dalam penyajian materi pelajaran. Salah satu langkah
untuk memiliki strategi itu adalah penguasaan teknik-teknik penyajian atau biasa
disebut dengan metode mengajar. Seperti yang dikemukakan oleh Rustiyah
N.K.(1991: 1) “Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara
mengajar yang digunakan oleh guru. Pengertian lain adalah teknik penyajian yang
dikuasai guru untuk menyajikan bahan pelajaran kepada anak di dalam kelas agar
pelajaran tersebut dapat ditangkap, dipahami, dan dipergunakan oleh anak dengan
baik”.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Mengajar
Sebagai suatu cara, metode tidaklah berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain. Winarno Surakhmad dalam Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain (2002: 88-93) mengemukakan bahwa “Pemilihan dan penentuan metode
dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut :
1) Anak Didik
Perbedaan individual anak didik pada aspek biologis, intelektual, dan
psikologis mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode yang mana
sebaiknya guru ambil untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif
dalam sekon yang relatif lama demi tercapainya tujuan pengajaran yang telah
dirumuskan secara operasional. Dengan demikian jelas, kematangan anak ddik
yang bervariasi mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode pengajaran.
2) Tujuan
Tujuan yang guru pilih harus sejalan dengan taraf kemampuan yang hendak
diisi ke dalam diri setiap anak didik. Artinya, metodelah yang harus tunduk
kepada kehendak tujuan dan bukan sebaliknya. Karena itu, kemampuan yang
bagaimana yang dikehendaki oleh tujuan, maka metode harus mendukung
sepenuhnya.
29
3) Situasi
Situasi kegiatan belajar mengajar yang guru ciptakan tidak selamanya sama
dari hari ke hari. Pada suatu waktu boleh jadi guru ingin menciptakan situasi
belajar mengajar di alam terbuka, yaitu di luar ruang sekolah. Maka guru dalam
hal ini tentu memilih metode mengajar yang sesuai dengan situasi yang
diciptakan itu. Di lain waktu sesuai dengan sifat bahan dan kemampuan yang
ingin dicapai oleh tujuan, maka guru menciptakan lingkungan belajar anak
didik secara berkelompok. Disana, semua anak didik dalam kelompok masing-
masing diserahi tugas oleh guru untuk membelajarkan anak didiknya, yaitu
metode problem solving. Demikianlah, situasi yang diciptakan guru
mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
4) Fasilitas
Fasilitas merupakan hal yang mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode
mengajar. Fasilitas adalah kelengkapan yang menunjang belajar anak didik di
sekolah. Lengkap tidaknya fasilitas belajar akan mempengaruhi pemilihan dan
penentuan metode mengajar.
5) Guru
Latar belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi. Kurangnya
penguasaan terhadap bebagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih
dan menentukan metode. Itulah yang biasanya dirasakan oleh mereka yang
bukan berlatarbelakang pendidikan guru. Apalagi belum memiliki pengalaman
mengajar yang memadai. Sungguhpun begitu, baik bila berlatar belakang
pendidikan maupun bukan, dan sama-sama minim pengalaman mengajar di
kelas cenderung sukar memilih metode yang tepat. Tetapi ada juga yang tepat
memilihnya, namun dalam pelaksanaannya menemui kendala, disebabkan
labilnya kepribadian dan dangkalnya penguasaan atas metode yang digunakan.
c. Macam - Macam Metode Mengajar
Hingga sekarang, banyak dikenal macam metode mengajar. Menurut
Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain (2002: 94-110), metode mengajar ada
beberapa macam, antara lain :
30
1) Metode Proyek
Metode proyek atau unit adalah cara penyajian pelajaran yang bertitik tolak
dari suatu masalah , kemudian dibahas dari berbagai segi yang berhubungan,
sehingga pemecahannya secara keseluruhan.
2) Metode eksperimen
Metode eksperimen atau percobaan adalah cara penyajian pelajaran dimana
siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri
sesuatu yang dipelajari.
3) Metode Tugas dan Resitasi
Metode Resitasi atau penugasan adalah cara penyajian bahan dimana guru
memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar yang dapat
dilakukan di dalam kelas, halaman sekolah, atau dimana saja, asal tugas itu
dapat dikerjakan.
4) Metode diskusi
Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa – siswa
dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pernyataan atau
pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama.
5) Metode Sosiodrama
Metode sosiodrama dan Role playing dapat dikatakan sama artinya, dan dalam
pemakaiannya sering disilihgantikan. Sosiodrama pada dasarnya
mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan masalah sosial.
6) Metode Demonstrasi
Metode demontrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan
atau mempertunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi atau benda tertentu
yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, yang sering disertai
dengan penjelasan lisan.
7) Metode Problem Solving
Metode problem solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar
metode mengajar, tetapi juga merupakan suatu metode berfikir, sebab dalam
problem solving dapat menggunakan metode-metode lainnya yang dimulai
dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan.
31
8) Metode Karya Wisata
Metode karya wisata adalah cara mengajar yang dilaksanakan dengan
mengajak siswa ke suatu tempat atau obyek tertentu diluar sekolah untuk
mempelajari atau menyelidiki sesuatu.
9) Metode Tanya Jawab
Metode Tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan
yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari
siswa kepada guru.
10) Metode Latihan
Metode yang disebut juga metode training, merupakan suatu cara mengajar
yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Juga sebagai
sarana untuk memelihara kebiasaan-kebiasaan yang baik. Metode ini dapat
juga digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan
dan ketrampilan.
11) Metode Ceramah
Metode ceramah merupakan suatu cara mengajar yang dipergunakan untuk
menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok
persoalan serta maslah secara lisan.
Selain metode-metode diatas, ada juga metode mengajar yang dapat
digunakan guru untuk memberikan materi kepada siswa dengan cara yang
menyenangkan dan berorientasi pada siswa sebagai obyek, aktif, kreatif dan
gembira. Metode ini disebut metode bermain. Metode bermain adalah cara
penyajian dalam bentuk permainan yang dirancang oleh guru yang bertujuan agar
siswa dapat merumuskan pemahaman tentang suatu konsep, kaidah-kaidah asas
(prinsip), unsure - unsur pokok, proses, hasil dan dampak dan seterusnya.
d. Pengertian Permainan
Menurut Andang Ismail (2006: 23) ”Bermain dapat merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang dapat
menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan,
maupun mengembangkan imajinasi anak”. Sedangkan Suyatno (2005: 12)
32
berpendapat “Permainan atau games biasanya digunakan untuk memperagakan
atau menirukan keadaan yang sebenarnya, dimana keadaan tersebut tidak dapat
dihadirkan langsung di dalam ruang atau tempat latihan”. Jenis metode ini
terutama sangat efektif untuk menjelaskan suatu pengertian niskala ( abstrak ) atau
konsep yang sering sulit dijelaskan dengan kata-kata.
g. Manfaat Permainan
Menurut Suyatno (2005: 12) “Permainan yang tepat dapat membuat
pembelajaran menyenangkan dan menarik, dapat menguatkan pembelajaran,
bahkan menjadi semacam ujian. Permainan belajar (learning games) menciptakan
atsmosfir yang menggembirakan dan membebaskan kecerdasan penuh dan tak
terhalang dan dapat memberikan banyak sumbangan”.
Suyatno (2005: 12) juga berpendapat bahwa “ Permainan belajar, jika
dimanfaatkan secara bijaksana, dapat :
1) Menyingkirkan keseriusan yang menghambat 2) Menghilangkan stress dalam lingkungan belajar 3) Mengajak orang terlibat jenuh 4) Meningkatkan proses belajar 5) Membangun kreativitas diri 6) Mencapai tujuan dengan ketidaksadaran 7) Meraih makna belajar melalui pengalaman 8) Memfokuskan siswa sebagai subyek belajar
f . Jenis Permainan Dalam Pembelajaran
Suyatno (2005: 12) menjelaskan bahwa ada dua jenis permainan dalam
pembelajaran, yaitu:
1. Permainan yang digunakan dalam pendidikan
Permainan tersebut digunakan dengan tujuan tertentu. Misalnya permainan
anagram digunakan untuk meningkatkan kepekaan siswa tehadap perbedaan
huruf .
2. Permainan dalam proses belajar yang memang digunakan semata-mata
sebagai “ permainan murni”, yakni apa yang disebut “pemecahan kebekuan”
(ice breaker) atau “ pembangkit semangat” (energiezer). Permainan tersebut
33
bukan untuk membahas suatu topic tertentu, tetapi hanya untuk
menghidupkan suasana.
g. Pengertian Kartu Huruf dan Gambar
Poerwadarminto (1984: 116) menyatakan bahwa “Media kartu huruf dan
gambar adalah suatu media yang menggunakan atau menyampaikan bentuk-
bentuk tulisan”. Kemudian Andang Ismail (2006: 200) mengatakan bahwa “Kartu
huruf dan gambar adalah suatu media belajar membaca yang menggunakan kartu
yang melambangkan huruf dan angka beserta gambar yang menunjukkan susunan
huruf setelah membentuk kata”.
Adanya bentuk huruf yang di tampilkan sendiri maupun di rangkai dengan
huruf-huruf lain akan membantu anak lebih mudah memahami sesuatu rangkaian
huruf atau tulisan. Cara seperti ini di harapkan dapat membuat siswa lebih
memperhatikan pada hal-hal di ajarkan. Dengan metode ini, siswa akan tertarik
untuk belajar lebih giat dan mempermudah anak memahami pelajaran.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Maryamah dalam skripsinya pengaruh penggunaan Media Kartu Huruf
dan Gambar terhadap Prestasi Belajar Anak Berkesulitan Belajar di Kelas II
Sekolah Dasar Negeri Jatisari I Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Semester 2
Tahun Pelajaran 2002/2003, menyimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan
media kartu huruf dan gambar terhadap prestasi anak berkesulitan belajar di kelas
2 SDN Jatisari 1 Kec. Samba Kab. Boyolali . Hal tersebut ditunjukkan dengan
perhitungan t-tes yaitu pada taraf signifikansi 5 % hasil perhitungan to : tt = 3,064
2,101 dan untuk taraf signifikansi 1% hasil perhitungan to : tt = 3,004 : 2,878 atau
untuk taraf signifikansi 5% dan taraf signifikansi 1% hasil perhitungan to > tt.
34
C. Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir merupakan arahan penalaran penelitian untuk dapat
sampai pada pemberian jawaban atas permasalahan yang telah dirumuskan.
Dalam penelitian ini, penggunaan metode bermain dengan menggunakan kartu
huruf dan gambar merupakan variabel bebas, dan prestasi belajar siswa
merupakan variabel terikat dimana keduanya saling berhubungan erat. Oleh
karena itu, penulis mengemukakan kerangka sebagai berikut ;
1. Anak yang mengalami kesulitan belajar membaca memerlukan pelayanan
khusus.
2. Penggunaan metode belajar yang menarik, seperti pembelajaran dengan
metode bermain menggunakan kartu huruf dan gambar akan membuat siswa
tertarik untuk belajar.
3. Dengan menggunakan metode belajar dengan permainan kartu huruf dan
gambar diharapkan prestasi siswa dapat meningkat secara optimal.
Untuk lebih jelasnya, penulis menggambarkan kerangka berfikir tersebut di
atas sebagai berikut :
Gambar 1. Skema Pengaruh Penggunaan Metode Bermain
(Kartu Huruf dan Gambar) terhadap Prestasi Belajar Siswa Berkesulitan Belajar Membaca
Anak Berkesulitan belajar Membaca
Pemberian Metode Bermain
Peningkatan Prestasi Membaca Anak
Pre-test Treatment Post-test
35
D. Hipotesis
Sutrisno Hadi (2004: 62) menyatakan “Hipotesis adalah dugaan yang
mungkin benar atau mungkin salah”. Sedangkan J. Supranto (2001: 124)
menyatakan bahwa “Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proposisi atau
anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan
keputusan atau pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut”.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban
sementara yang mungkin benar atau mungkin juga salah atas masalah yang diteliti
yang disusun berdasarkan teori-teori yang telah dikaji, dengan kerangka berfikir
tertentu.
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas, maka penulis
mengemukakan hipotesis sebagai berikut:
“ Penggunaan metode bermain (kartu huruf dan gambar) efektif untuk
meningkatkan prestasi belajar membaca anak berkesulitan belajar membaca siswa
kelas dua Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Kecamatan Kalikotes Kabupaten
Klaten tahun Ajaran 2009/2010”.
36
BAB III
METOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah lokasi dimana penelitian dilakukan sehingga
diperoleh sejumlah data yang dibutuhkan dari masalah yang diteliti. Penelitian ini
mengambil lokasi di Sekolah Dasar Negeri 02 Kalikotes Klaten yang beralamat
di desa Kalikotes, Kacamatan Kalikotes, Kabupaten Klaten, dengan pertimbangan
sebagai berikut :
1. Peneliti telah mempunyai hubungan yang baik dengan sekolah tersebut.
2. Sekolah tersebut belum pernah digunakan untuk penelitian yang sejenis
3. Data yang diperlukan peneliti dalam penelitian ini ada pada sekolah tersebut.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan September 2008 sampai dengan bulan
Oktober 2009, terinci dari tahap persiapan sampai dengan tahap penyusunan
laporan hasil penelitian. Berikut adalah jadwal penelitian tersebut :
a. Persiapan Penelitian
1. Pengajuan Judul : September 2008
2. Penyusunan Proposal : Januari 2009
3. Pengurusan Surat Ijin : Maret 2009
4. Penyusunan tes : Mei 2009
b. Pelaksanaan Penelitian
1. Pelaksanaan Try out : Agustus 2009
2. Pelaksanaan pre-test : Agustus 2009
3. Pemberian treatment : Agustus – September 2009
4. Pelaksanaan post-test : September 2009
5. Pengumpulan Data : September 2009
6. Pengolahan dan Analisis Data : September 2009
7. Penulisan Laporan : Oktober 2009
36
37
B. Metode Penelitian
Suatu penelitian pada dasarnya harus menggunakan cara tertentu yang
dilaksanakan dengan terencana dan sistematis. Penentuan metode penelitian yang
tepat akan memudahkan peneliti dalam penelitiannya dan juga hasil penelitiannya
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Winarno Surakhmad (1998: 131) mengemukakan bahwa “Metode adalah
cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk
menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat tertentu”.
Sedangkan penelitian menurut Sutrisno Hadi (2004: 5) adalah “Usaha untuk
menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang
mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah”.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode
penelitian adalah cara yang digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan
menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan dengan menggunakan
metode-metode ilmiah, teknik serta alat tertentu.
Mardalis (2003: 25-26) mengemukakan bahwa terdapat empat (4) metode
yang biasa digunakan dalam kegiatan penelitian, yaitu :