1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata yang berkembang saat ini sangatlah pesat, sebagai insan pariwisata tentu harus selalu up to date mengenai tren apa saja yang berkembang di dunia pariwisata. Berikut adalah tren industri perjalanan dunia yang diprediksikan akan berkembang di tahun-tahun mendatang antara lain : 1. Melakukan perjalanan ke seluruh seluruh penjuru dunia (travelling around the world); 2. Maraknya destinasi untuk sebuah perayaan (more destination celebrations), baik pernikahan, ulang tahun, dan sejenisnya; 3. Reservasi dan booking online; 4. Tumbuhnya perjalanan untuk menciptakan pengalaman (experiential travel); 5. Sosial media dan blogger menjadi sumber pengaruh utama bagi terbentuknya perilaku berwisata; 6. Wisatawan semakin menginginkan pengalaman berlibur pribadi (individual holiday experiences); 7. Menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman merupakan kegiatan yang paling populer selama berlibur (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2016 : 20). Pariwisata di Indonesia tentu akan berkembang maju apabila semua lapisan masyarakat sadar mengenai manfaat potensi pariwisata yang terbentuk. Terutama untuk pariwisata lokal daerah-daerah di Indonesia. Seperti halnya Kota Surakarta yang memiliki salah satu slogan yaitu “Solo The Spirit of Java” yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Kota Surakarta. Selain menarik minat wisatawan, slogan tersebut juga dapat diciptakan sebagai branding pariwisata lokal, karena kota ini terkenal akan sejarah dan budaya yang sangat melekat. Selain itu, Kota Surakarta juga memiliki semboyan seperti kota-kota lain di Indonesia. Semboyan itu adalah Berseri yang berarti “Bersih, Sehat, Rapi, Indah”. Dan tidak kalah dengan kota-kota lainnya, Kota Surakarta juga
31
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · A. Latar Belakang Masalah Pariwisata yang berkembang saat ini sangatlah pesat, sebagai insan pariwisata ... Istana Pura Mangkunegaran,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pariwisata yang berkembang saat ini sangatlah pesat, sebagai insan pariwisata
tentu harus selalu up to date mengenai tren apa saja yang berkembang di dunia
pariwisata. Berikut adalah tren industri perjalanan dunia yang diprediksikan akan
berkembang di tahun-tahun mendatang antara lain :
1. Melakukan perjalanan ke seluruh seluruh penjuru dunia (travelling around
the world);
2. Maraknya destinasi untuk sebuah perayaan (more destination celebrations),
baik pernikahan, ulang tahun, dan sejenisnya;
3. Reservasi dan booking online;
4. Tumbuhnya perjalanan untuk menciptakan pengalaman (experiential travel);
5. Sosial media dan blogger menjadi sumber pengaruh utama bagi terbentuknya
perilaku berwisata;
6. Wisatawan semakin menginginkan pengalaman berlibur pribadi (individual
holiday experiences);
7. Menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman merupakan kegiatan yang
paling populer selama berlibur (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Surakarta, 2016 : 20).
Pariwisata di Indonesia tentu akan berkembang maju apabila semua lapisan
masyarakat sadar mengenai manfaat potensi pariwisata yang terbentuk. Terutama
untuk pariwisata lokal daerah-daerah di Indonesia. Seperti halnya Kota Surakarta
yang memiliki salah satu slogan yaitu “Solo The Spirit of Java” yang dapat
menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Kota Surakarta. Selain menarik
minat wisatawan, slogan tersebut juga dapat diciptakan sebagai branding
pariwisata lokal, karena kota ini terkenal akan sejarah dan budaya yang sangat
melekat. Selain itu, Kota Surakarta juga memiliki semboyan seperti kota-kota lain
di Indonesia. Semboyan itu adalah Berseri yang berarti “Bersih, Sehat, Rapi,
Indah”. Dan tidak kalah dengan kota-kota lainnya, Kota Surakarta juga
2
mendapatkan Adipura yang merupakan penghargaan untuk kota-kota yang bersih
dan indah seperti semboyan yang ada di Kota Surakarta ini.
Kota Surakarta yang juga lazim disebut dengan Kota Solo, terletak di
Provinsi Jawa Tengah memiliki luas wilayah kurang lebih 44.04 km², yang dihuni
lebih dari 560.000 jiwa atau sekitar 128 penduduk per hektar. Selain letaknya
yang berada pada jalur strategis yang mempertemukan jalur dari arah Jakarta ke
Surabaya atau Bali, dari arah Semarang dan dari arah Yogyakarta menuju
Surabaya dan Bali atau sebaliknya, kota ini juga disebut sebagai “Ibu Kota
Budaya Jawa Tengah” yaitu sebagai orientasi budaya Jawa yang berbasis keraton
(Dinas Tata Ruang Kota Surakarta, 2013).
Kota Surakarta bermula saat Kerajaan (Keraton) Kartasura telah mengalami
kerusakan akibat perang antara Sunan Paku Buwana II dengan Sunan Kuning
(1742) atau sering disebut dengan Geger Pecinan. Walaupun Keraton Surakarta
berhasil direbut kembali dengan bantuan VOC dan dengan mengorbankan
beberapa wilayah warisan Mataram untuk diberikan pada VOC, namun Sunan
Paku Buwana II menghendaki adanya pusat pemerintahan baru. Desa Sala terpilih
dari dua desa lainnya, yaitu Desa Kadipala dan Desa Sana Sewu, sebagi pusat
Keraton Mataram yang baru yang kemudian oleh Sunan Paku Buwana II diberi
nama Surakarta Hadiningrat. Hari Rabu, tanggal 17 Syura 1670 atau 17 Februari
1745, hari dilaksanakan dengan kirab secara besar-besaran pindahnya Ibukota
Kerajaan Mataram pindah dari Kartasura ke Surakarta Hadiningrat menjadi cikal
bakal lahirnya Kota Solo (Dinas Tata Ruang Kota Surakarta, 2013).
Adapun jika dilihat perkembangannya secara fisik, Kota Solo pada awal
mulanya berkembang dari kota yang berorientasi pada sungai menjadi kota
daratan. Pada tahun 1500 – 1750, Kota Solo merupakan kota Tepian Sungai
Bengawan Solo yang merupakan sungai terbesar di Pulau Jawa dan kemudian
mulai berubah menjadi kota campuran perairan dan daratan pada tahun 1750 –
1850. Pada masa inilah terjadi pencampuran antara konsep kolonial Belanda
dengan konsep kosmologi keraton dan organik masyarakat (Dinas Tata Ruang
Kota Surakarta, 2013).
Kota Surakarta tersusun oleh tiga konsep permukiman yang terdiri dari pola
permukiman masyarakat pribumi, kolonial, masyarakat Belanda dan konsep
3
kosmologi oleh masyarakat Keraton Jawa. Oleh karenanya, Kota Surakarta
memiliki banyak kawasan dengan situs bangunan tua bersejarah baik representasi
budaya Jawa maupun kolonial baik yang terpencar dan berserakan di berbagai
lokasi, ataupun yang terkumpul di sekian lokasi sehingga membentuk beberapa
kawasan kota tua dengan latar belakang sosialnya masing-masing (Dinas Tata
Ruang Kota Surakarta, 2013). Berikut merupakan peta wilayah Kota Surakarta :
Gambar 1. Peta Wilayah Kota Surakarta
Sumber : www.surakarta.go.id
Kota Surakarta merupakan salah satu kota yang memiliki banyak bangunan
cagar budaya dan kawasan heritage. Wilayah-wilayah yang ada di Kota Surakarta
sangatlah bagus dan menarik apabila dijadikan salah satu destinasi alternatif bagi
wisatawan, yaitu berwisata dengan sejarah dan budaya Kota Surakarta serta
mengenal Solo heritage melalui toponimi Kota Surakarta, khususnya di
Kecamatan Banjarsari dengan memanfaatkan daya tarik dan potensi apa saja yang
ada pada kawasan heritage yang memiliki potensi wisata tersebut.
Kota Surakarta merupakan kota tujuan penting di tingkat regional, nasional
hingga internasional dengan memiliki berbagai jenis obyek wisata dan daya tarik
wisata yang disajikan bagi wisatawan, antara lain : wisata sejarah bisa dilakukan
4
di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Istana Pura Mangkunegaran,
Museum Radya Pustaka, lalu wisata kuliner seperti jajanan khas Solo yang bisa di
dapat di penjuru kota seperti di Pasar Gede, ada juga wisata belanja di Pasar
Klewer, Pasar Antik Windujenar Triwindu dan wisata alam yang berada di Taman
Satwa Taru Jurug, Taman Balekambang, dan Taman Sriwedari (Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2016 : 10).
Berdasarkan data dari Badan Promosi Pariwisata Kota Surakarta, 2013,
fasilitas pendukung dalam pariwisata di Kota Surakarta tidak lepas dengan adanya
sarana dan prasarana bagi wisatawan, seperti hotel berbintang yang sudah ada 28
buah, hotel melati sebanyak 77 buah, sementara jumlah kamar keseluruhan
sebanyak 4.500 room (Badan Promosi Pariwisata Kota Surakarta, 2013).
Kemajuan pariwisata di Kota Surakarta juga meluas hingga ke tingkat
kelurahan. Setiap kelurahan memiliki Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang
berusaha melakukan sosialisasi dan mengembangkan kegiatan seni budaya yang
dapat mendukung kemajuan kegiatan pariwisata Kota Surakarta, seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kepariwisataan
Nomor 10 Tahun 2009, dalam Pasal 19 yang mengatakan :
(1) Setiap orang berhak :
a. Memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata;
b. Melakukan usaha pariwisata;
c. Menjadi pekerja / buruh pariwisata; dan / atau
d. Berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan.
(2) Setiap orang dan / atau masyarakat di dalam dan di sekitar destinasi
pariwisata mempunyai hak prioritas :
a. Menjadi pekerja / buruh;
b. Konsinyasi; dan / atau
c. Pengelolaan.
Dan di dalam Pasal 24 yang mengatakan :
Setiap orang berkewajiban :
a. Menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; dan
b. Membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun,
dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
5
Hal tersebut dilakukan dalam upaya melestarikan keberadaan cagar budaya
yang ada di Kota Surakarta, khususnya di Kecamatan Banjarsari seperti yang
tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010
Tentang Cagar Budaya, “bahwa cagar budaya berupa benda, bangunan, struktur,
situs, dan kawasan perlu dikelola oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan
meningkatkan peran serta masyarakat untuk melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkan cagar budaya”.
Heritage tersebut antara lain bangunan-bangunan heritage yang merupakan
bangunan cagar budaya, yaitu : Stasiun Solo Balapan, Stasiun Radio Republik
Indonesia (RRI), Ponten, Villa Park Banjarsari, Monumen ‟45, Pasar Antik
Windujenar Triwindu, Istana Pura Mangkunegaran, Masjid Al-Wustho, Monumen
Pers, Taman Balekambang. Untuk mengembangkan obyek-obyek heritage
tersebut agar lebih dikenal masyarakat luas, maka perlu dibuat konsep yang
menarik minat wisatawan yang berkunjung dalam upaya melestarikan dan
mengembangkan bangunan cagar budaya yang ada di Kota Surakarta. Agar tidak
merasa jenuh dan bosan dengan bangunan-bangunan heritage tersebut, maka bisa
dibentuknya konsep „tempo dulu‟ di setiap obyek-obyek ini dengan cara saling
sambung-menyambung dari obyek satu ke obyek lainnya. Konsep „tempo dulu‟
ini mengacu dengan teknik perencanaan pengembangan destinasi wisata dalam
buku I Gde Pitana dan I Ketut Surya Diarta dalam bukunya Pengantar Ilmu
Pariwisata, 2009.
Obyek-obyek heritage tersebut sudah ada sejak penjajah masuk ke kota ini,
maka otomatis bangunan-bangunan tersebut merupakan bangunan cagar budaya
yang dilindungi oleh pemerintah, tentu masyarakat yang ada di sekitar juga perlu
ikut melindungi dan melestarikan keberadaan tempat-tempat tersebut sebagai aset
sejarah. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Undang-Undang Cagar Budaya dalam Pasal 1
mengenai perlindungan dan pelestarian, serta pemanfaatan cagar budaya yang
tertera sebagai berikut.
1) Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs
Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan / atau di air yang
6
perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan / atau kebudayaan
melalui proses penetapan.
2) Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan / atau benda buatan
manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau
kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki
hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
3) Bagunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda
alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
berdinding dan / atau tidak berdinding, dan beratap.
4) Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda
alam dan / atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk
menampung kebutuhan manusia.
5) Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan / atau di air
yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan /
atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti
kejadian pada masa lalu.
6) Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang meiliki dua
Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan / atau
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
7) Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya
kesejahteraan masyarakat.
8) Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan
Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan,
dan memanfaatkannya.
9) Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari
kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan,
Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.
7
10) Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan / atau menanggulangi
Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.
11) Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari
ancaman dan / atau gangguan.
12) Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan
Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.
13) Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik
Cagar Budaya tetap lestari.
14) Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang
rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan / atau teknik
pengerjaan untuk memperpanjang usianya.
15) Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi
Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan
Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan
Pelestarian.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diangkat
dalam penelitian adalah :
1. Heritage tangible dan intangible apa saja yang ada di Kecamatan Banjarsari –
Surakarta?
2. Bagaimana pengembangan Kecamatan Banjarsari sebagai destinasi heritage
di Kota Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitan ini adalah :
1. Untuk mengetahui heritage tangible dan intangible yang ada di Kecamatan
Banjarsari Kota Surakarta.
2. Untuk mengetahui pengembangan Kecamatan Banjarsari sebagai destinasi
heritage di Kota Surakarta.
8
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Menambah pengetahuan, wawasan, dan informasi mengenai potensi wisata
sejarah dan budaya yang masih dimiliki Kota Surakarta sebagai aset yang
harus dilestarikan keberadaannya bagi pembaca dan masyarakat yang ikut
andil;
2. Menciptakan inovasi baru untuk menghilangkan rasa kejenuhan destinasi
wisata bagi wisatawan yang berkunjung;
3. Menambah koleksi karya tulis di Diploma III Usaha Perjalanan Wisata
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret Surakarta.
E. Kajian Pustaka
1. Pengertian Pariwisata
“Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah,
dan Pemerintah Daerah”, yang disebut dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Tentang Kepariwisataan Tahun 2009.
2. Destinasi Wisata
Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Kepariwisataan Tahun 2009
menjelaskan destinasi wisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu
atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata,
fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling
terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
I Gde Pitana dan I Ketut Surya Diarta dalam bukunya Pengantar Ilmu
Pariwisata, 2009, isinya antara lain mendefinisikan mengenai destinasi merupakan
suatu tempat yang dikunjungi dengan waktu yang signifikan selama perjalanan
seseorang dibandingkan dengan tempat lain yang dilalui selama perjalanan
(misalnya daerah transit). Sedangkan destinasi wisata didefinisikan oleh
Ricardson dan Fluker sebagai berikut.
9
“A significant place visited on a trip, with some form of actual or perceived
boundary. The basic geographic unit for the production of tourism statistics”.
Destinasi dapat dibagi menjadi destination area yang oleh WTO didefinisikan
sebagai berikut.
“Part of destination. A homogeneous tourism region or a group of local
government administrative regions”.
Dalam mendiskusikan destinasi pariwisata, juga harus mempertimbangkan istilah
region yang didefinisikan sebagai berikut.
“(1) A grouping of countries, usually in a common geographic area, (2) An
area within a country, usually a tourism destination area”.
Menurut Kusudianto, destinasi wisata dapat digolongkan atau dikelompokkan
berdasarkan ciri-ciri destinasi tersebut, yaitu :
1. Destinasi sumber daya alam, seperti iklim, pantai, hutan.
2. Destinasi sumber daya budaya, seperti tempat bersejarah, museum, teater, dan
masyarakat lokal.
3. Fasilitas rekreasi, seperti taman hiburan.
4. Event seperti Pesta Kesenian Bali, Pesta Danau Toba, pasar malam.
5. Aktivitas spesifik, seperti kasino di Genting Hihgland Malaysia, Wisata
Belanja di Hongkong.
6. Daya tarik psikologis, seperti petualangan, perjalanan romantis,
keterpencilan.
3. Pengertian Heritage
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, dalam Rencana Induk
Pembangunan Kepariwisataan Tahun 2016-2026 Kota Surakarta, 2016, isinya
antara lain mengemukakan mengenai heritage yang ada di Kota Surakarta
termasuk dalam kategori aset budaya ragawi merupakan tinggalan fisik, berupa
bangunan maupun toponimi yang bersumber dari data arkeologi perkotaan. Secara
umum, aset budaya ragawi dapat diidentifikasikan melalui inventarisasi benda
cagar budaya. Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomor : 646/1-
2/1/2013 Tentang Perubahan Atas Keputusan Walikotamadya Daerah Tingkat II
Surakarta Nomor : 646/116/1/1997 Tentang Penetapan Bangunan-Bangunan dan
10
Kawasan Kuno Bersejarah di Kotamadya Daerah Tingkat II Surakarta yang
dilindungi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Cagar Budaya di
tetapkan 69 bangunan cagar budaya yang ada di Kota Surakarta.
Peter Howard dalam bukunya Heritage : Management, Interpretation,
Identity, 2003, isinya mendefinisikan makna heritage sebagai segala sesuatu yang
ingin diselamatkan orang, termasuk budaya material maupun alam.
Sedangkan menurut Hall & McArthur dalam bukunya Heritage Management,
1996, isinya antara lain memberikan definisi heritage sebagai warisan budaya
dapat berupa kebendaan (tangible) seperti monumen, arsitektur bangunan, tempat
peribadatan, peralatan, kerajinan tangan dan warisan budaya yang tidak berwujud
kebendaan, sebaliknya (intangible) berupa berbagai atribut kelompok atau
masyarakat, seperti cara hidup, folklore, norma dan tata nilai.