-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah Negara hukum (rechtsstaat), hal ini
secara tegas
dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 1 ayat (3).
Dengan
demikian, Negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) pasti
bukanlah
negara atas kekuasaan, kebudayaan, tradisi maupun hukum adat.
Oleh karena itu,
kedudukan hukum harus ditempatkan diatas segala – galanya dan
setiap perbuatan
seharusnya sesuai dengan aturan hukum tanpa terkecuali.
Disisi lain, Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki
ragam budaya
lokal yang menjadi ciri khas suatu daerah tertentu. Budaya lokal
merupakan nilai
– nilai lokal asli yang tumbuh dari suatu kelompok masyarakat
dan terbentuk
secara alami dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke
waktu yang
berupa tradisi, pola pikir atau hukum adat.
Kabupaten Barito Selatan khususnya merupakan salah satu bagian
dari
daerah Provinsi Kalimantan Tengah dengan mayoritas masyarakat
Suku Dayak
yang terdiri dari Suku Dayak Taboyan, Suku Dayak Bayan, Suku
Dayak
Maanyan, Suku Dayak Dusun, Suku Dayak Dusun Bayan, Suku Dayak
Ngaju,
Suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak Lawangan dan Suku Dayak Bawo.1
Agama
dan kepercayaan yang dianut pun beragam seperti Islam, Kristen,
Katolik, Budha,
1 Wikipedia Indonesia, Kabupaten Barito Selatan, diakses
dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Barito_Selatan (diakses
tanggal 3 November 2016)
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Barito_Selatan
-
dan Hindu/Kaharingan. Selain agama dan kepercayaan yang dianut
oleh Suku
Dayak, adapula adat yang dianut Suku Dayak Kabupaten Barito
Selatan ialah
Adat Wadian dan Adat Rukun Kematian Hindu/Kaharingan. Adat
Wadian adalah
upacara pengobatan pada Suku Dayak Bawo, Suku Dayak Dusun, Suku
Dayak
Maanyan dan Suku Dayak Lawangan,2 sedangkan Adat Rukun
Kematian
Hindu/Kaharingan adalah upacara kematian yang meliputi upacara
adat
Ngalangkang, Nambak, Ngatet Panuk, Wara, Wara Myalimbat, Ijambe,
Bontang,
Kedaton, Manenga Lewu dan Marabia.3 Rangkaian Upacara Adat ini
hanya boleh
dilaksanakan oleh masyarakat Suku Dayak Taboyan, Suku Dayak
Dusun Bayan,
Suku Dayak Maanyan, Suku Dayak Ngaju yang menganut agama
Hindu/Kaharingan. Salah satu Adat Rukun Kematian
Hindu/Kaharingan yang
masih sering dilaksanakan oleh masyarakat Suku Dayak Taboyan dan
Suku
Dayak Dusun Bayan di Barito Selatan adalah tradisi Upacara Adat
Wara yang
merupakan upacara sakral bagi masyarakat penganut
AgamaHindu/Kaharingan
karena bersumber dari ajaran agama itu sendiri.
Upacara Adat Wara ini adalah upacara adat kematian yang
dilakukan oleh
masyarakat penganut Agama Hindu/Kaharingan untuk menghantarkan
arwah
leluhur ketempat paling akhir yang disebut Lewu Tatau (surga),4
dalam rangka
membagikan “harta benda” kepada arwah kakek, nenek atau orang
tua atau
2 Wikipedia Indonesia, Wadian, diakses dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Wadian
3 Wikipedia Indonesia, Adat Rukun Kematian Kaharingan, diakses
dari
https://id.wikipedia.org/wiki/Adat_rukun_kematian_Kaharingan
(diakses tanggal 3 November
2016)
4 Dayak Barito, Wara Upacara Sakral DAyak Dusun, diakses
dari
http://dayakbarito.blogspot.co.id/2012/05/wara-upacara-sakral-dayak-dusun.html
(diakses 3
tanggal November 2016)
https://id.wikipedia.org/wiki/Adat_rukun_kematian_Kaharinganhttp://dayakbarito.blogspot.co.id/2012/05/wara-upacara-sakral-dayak-dusun.html
-
saudara dari keluarga yang menyelenggarakan upacara adat ini.
Pembagian harta
benda tersebut dilambangkan dalam bentuk sesajen (sejenis
persembahan) berupa
makanan dan minuman, sesuai dengan makanan dan minuman kebiasaan
arwah
orang yang diupacarai. Selain makanan dan minuman, ada pula
hewan yang
dikorbankan dalam upacara adat ini sesuai dengan petunjuk
Kandong/Wadian
Wara. Kandong/Wadian Wara merupakan rohaniawan Agama
Hindu/Kaharingan
yang berperan sebagai pemandu upacara adat dan penghantar doa
kepada Tuhan
untuk menghantarkan arwah orang yang diupacarai. Upacara adat
dilakukan
hanya satu kali oleh pihak keluarga yang menyelengarakan dengan
rangkaian
ritual adat yang berlangsung selama 7 (tujuh) hari/malam.
Majelis Dewan Agama
Hindu/Kaharingan menentukan waktu pelaksanaan Upacara Adat Wara
ialah
antara tanggal 1 Juni sampai dengan 30 Agustus pada tahun yang
direncanakan,5
dengan tanggal yang ditentukan oleh pihak keluarga yang
melaksanakan upacara
adat ini. Selama upacara adat berlangsung, berbagai rangkaian
ritual adat
disajikan dalam Upacara Adat Wara ini, salah satunya adalah
Ritual Adat Kaleker
Diau.
“Kaleker Diau adalah permainan dimana pihak dari
penyelenggara ritual adat menyediakan 4 (empat) lapak yang
digunakan untuk permainan dadu, kemudian masyarakat sekitar
tempat berlangsungnya upacara adat tersebut dapat ikut
bermain
dengan mempertaruhkan sejumlah uang untuk menebak angka
dadu yang akan keluar”.6
Problematika yang terjadi didalam ritual adat Kaleker Diau ini
ialah adanya
permainan Dadu Gurak yang mengandung unsur perjudian. Seperti
yang diketahui
5 Hasil Musyawarah Daerag Bidang Upacara Ritual Agama Hindu
Kaharingan
Kabupaten Barito Selatan tahun 2013, hal.2.
6 Ibid., hal.3.
-
pada umumnya, perjudian merupakan suatu permainan dengan memakai
uang
sebagai taruhan dan menurut Pasal 303 tiap – tiap permainan
dimana pada
umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan
belaka.
Cara permainan Dadu Gurak itu sendiri menggukan 2 (dua) mata
dadu dan
diletakan dalam sebuah wadah tertutup kemudian diguncang oleh
seseorang yang
bertindak sebagai Bandar. Sebelum wadah yang berisikan 2 (dua)
mata dadu
dibuka, pemain yang merupakan masyarakat sekitar lokasi upacara
adat
berlangsung dan mengikuti permainan Dadu Gurak dengan ikut
serta
mempertaruhkan uang kemudian meletakkan sejumlah uang dengan
jumlah yang
tidak ada batasnya diatas lapak sesuai dengan gambar mata dadu
yang ditebak
akan keluar. Kemudian Bandar akan membuka wadah mata dadu
setelah
diguncang untuk melihat angka mata dadu yang keluar. Apabila
pemain
mempertaruhkan uang diatas gambar mata dadu yang keluar, maka
pemain
dianggap menang dan uang taruhan dikembalikan 2 (dua) kali lipat
kepada
pemain, sedangkan apabila permain mempertaruhkan uang diatas
gambar mata
dadu yang tidak sesuai dengan mata dadu yang keluar maka uang
taruhan
kemudian diambil oleh Bandar.
Dilihat dari pemaparan definisi perjudian biasa pada umumnya
dan
kemudian dibandingkan dengan cara permainan Dadu Gurak, maka
mengakibatkan adanya kesulitan memisahkan antara permainan Dadu
Gurak
dalam ritual Adat Kaleker Diau yang sebenarnya dengan permainan
judi biasa
dikarenakan terkait erat dengan Upacara Adat Wara dan masyarakat
pun
menganggapnya sebagai tradisi.
-
Hal tersebut kemudian akan memunculkan pandangan berbeda
antara
budaya lokal yang sudah menjadi tradisi dengan hukum modern
berupa hukum
positif yang berlaku saat ini. Ketika ditinjau dari kepercayaan,
adat istiadat dan
keagamaan, khususnya penganut Agama Hindu/Kaharingan bahwa
rangkaian
kegiatan ini ialah tidak dapat terpisahkan atau dihapuskan dari
ritual adat
sedangkan dipandang dari hukum positif rangkaian kegiatan ini
mengandung
unsur perjudian.
Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian
merupakan
suatu tindak pidana yang mempunyai ekses yang negatif dan
merugikan terhadap
moral masyarakat. Menurut prespektif hukum sendiri, perjudian
merupakan suatu
tindak pidana, hal tersebut diatur didalam KUHP Pasal 303 KUHP
jo. Pasal 2
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian
:
(1) Dipidana dengan pidana penjara selama – lamanya sepuluh
tahun atau denda sebanyak – banyaknya dua puluh lima juta
rupiah, barang siapa dengan tidak berhak :
a. Dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi
sebagai mata pencahariannya, atau dengan
sengaja turut campur dalam perusahaan main judi;
b. Dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi
kepada umum atau dengan sengaja turut campur
dalam perusahaan perjudian itu, biarpun diadakan atau
tidak diadakan suatu syarat atau cara dalam memakai
kesempatan itu ;
c. Turut main sebagai mata pencaharian. (2) Jika yang bersalah
melakukan kejahatan itu dalam
pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan
pekerjaan itu;
(3) Main judi berarti tiap – tiap permainan, yang kemungkinannya
akan menang pada umumnya tergantung
pada untung – untungan saja, juga kalau kemungkinan itu
bertambah besar karena pemain lebih pandai dan atau lebih
cakap. Main judi mengandung juga segala pertaruhan
tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang
tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main
itu, dengan juga segala pertaruhan lain.
-
Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7
Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian:
(1) Diancam dengan pidana paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak sepuluh juta rupiah;
1. barangsiapa menggunakan kesempatan main judi, yang diadakan
dengan melanggar ketentuan Pasal 303;
2. barangsiapa ikut serta main judi dijalan umum atau dipinggir
jalan umum atau ditempat yang dapat
dikunjungi umum, kecuali kalau ada izin dari penguasa
yang berwenang yang telah member izin untuk
mengadakan perjudian itu.
(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun
sejak ada pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu
dari pelanggaran ini dapat dikenakan pidana penjara paling
lama enam tahun atau pidana denda paling banyak lima
belas juta rupiah.
Walaupun perjudian dilarang dan diancam dengan hukuman pidana,
masih
saja dalam Upacara Adat Wara ini diadakannya ritual adat yang
mengandung
unsur perjudian. Hal ini dikarenakan masyarakat adat menganggap
bahwa
permainan dadu dalam Kaleker Diau bukanlah suatu permainan judi
melainkan
salah satu syarat ritual adat yang harus dilaksanakan agar
Upacara Adat Wara
sempurna sesuai dengan tradisi yang sudah ada sejak jaman dahulu
kala atau sejak
munculnya kepercayaan Agama Hindu/Kaharingan.
Mengacu kepada Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor
7
Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP
Jo. Pasal 2
Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian
maka
Ritual Kaleker Diau telah memenuhi rumusan delik didalam Pasal
303 KUHP Jo.
Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian dan
Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun
1974 tentang
Penertiban Perjudian sehingga ritual ini dikatakan telah
memenuhi unsur melawan
hukum secara formil. Terkait dengan melawan hukum secara formil,
Andi
-
Hamzah mengatakan bahwa melawan hukum secara formil diartikan
bertentangan
dengan Undang – Undang yang mana suatu perbuatan telah mencocoki
rumusan
delik maka dikatakan telah melawan hukum secara formil.7
Dengan tepenuhinya unsur rumusan delik didalam Pasal 303 KUHP
Jo.
Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban
Perjudian dan
Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun
1974 tentang
Penertiban Perjudian, maka pada dasarnya ketentuan pidana dapat
diterapkan
didalam Ritual Kaleker Diau ini. Hal tersebut sesuai dengan
diberlakukannya asas
Teritorial dalam Pasal 2 KUHP yang menyakan bahwa ketentuan
pidana dalam
perundang – undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan
sesuatu tindak pidana di Indonesia.
Namun pada kenyataanya dalam penegakan hukumnya terdapat
kendala
yang menjadi dilema didalam penegakan hukum positif terhadap
rangkaian
upacara adat ini. Perbedaan persepsi terhadap suatu pandangan
antara budaya
lokal yang telah menjadi suatu adat sakral dan disertai dengan
pemahaman Suku
Dayak penganut Agama Hindu/Kaharingan yang sangat berpegang
teguh kepada
kepercayaan agama dan adat yang dianut, maka apabila ritual Adat
Kaleker Diau
tidak dilaksanakan atau dihapuskan maka pihak keluarga yang
melaksanakan
upacara Adat Wara menganggap bahwa tidak terpenuhinya syarat
ritual adat dari
upacara adat tersebut. Akibat dari tidak terpenuhinya syarat
tersebut akan ada
musibah yang ditanggung oleh pihak keluarga yang mengadakan
upacara adat,
7Andi Hamzah, Asas – Asas Hukum Pidana di Indonesia &
Perkembangannya, PT.
Sofmedia, Jakarta, 2012, hlm.177.
-
karena ketika ritual adat ini tidak dilaksanakan maka dianggap
sebagai utang
terhadap arwah yang diupacarai.
Dengan adanya kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat adat
Suku
Dayak terkait dengan pelaksanaan adat Agama Hindu/Kaharingan,
maka tidak ada
pihak yang berani untuk bertanggungjawab atas musibah yang
diperoleh apabila
Ritual Adat Kaleker Diau ini ditiadakan atau dihapuskan. Hal
tersebut yang
kemudian menjadi batu sandungan oleh pihak Kepolisian maupun
Pemerintah
Daerah Barito Selatan dalam penegakan hukum postif yang berlaku
di Negara
Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan dan fenomena di atas maka penulis
merasa
tertarik untuk mengangkat judul skripsi tentang “EFEKTIVITAS
PASAL 303
DAN PASAL 303 bis KUHP TERHADAP PERMAINAN DADU GURAK
DALAM UPACARA ADAT WARA DI BARITO SELATAN”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka Penulis
menguraikan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah perjudian Dadu Gurak dalam Upacara Adat Wara Di
Barito
Selatan merupakan Tindak Pidana ?
2. Bagaimana sikap Kepolisian terhadap Permainan Dadu Gurak
didalam
Upacara Adat Wara Di Barito Selatan?
-
C. Tujuan Penelitian
Dalam suatu kegiatan penelitian pada dasarnya memiliki suatu
tujuan
tertentu yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian yang
ingin dicapai
(the goal of the research) oleh Penulis untuk mengetahui
sesungguhnya tentang:
1. Untuk mengetahui Perjudian Dadu Gurak dalam Upacara Adat Wara
Di
Barito Selatan merupakan Tindak Pidana atau bukan.
2. Untuk mengetahui sikap Kepolisian terhadap permainan Dadu
Gurak
dalam Upacara Adat Wara Di Barito Selatan dikaitkan dengan
Pasal
303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974
tentang
Penertiban Perjudian dan Pasal 303 bis KUHP Jo. Pasal 2 Undang
–
Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengembangan wawasan dan memberi konstribusi pemikiran bagi
pengembangan ilmu Hukum khususnya Hukum Pidana.
2. Manfaat Praktis
Hasil penulisan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan
pemikiran yuridis yang berkaitan dengan penegakan hukum positif
yang
berlaku di Negara Indonesia dalam pemberantasan tindak
pidana
perjudian dalam Upacara Adat.
3. Hasil penulisan penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan
terhadap
penelitian – penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
-
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu:
1. Metode Penelitian
Metode Penelitian yang digunakan penulis adalah metode
penelitian
Sosio Legal Study yang mana metode ini menitikberatkan
kepada
perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan
hukum.
Metode penelitian ini mengenai implemenasi ketentuan hukum
normatif
(undang – undang)8 yang dalam penelitian ini berupa KUHP,
dalam
penerapannya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi
dalam
suatu masyarakat dan berproses dimasyarakat (living law)
yang
kemudian diharmonisasikan dengan efektivitas hukum yang berlaku
di
Indonesia;
2. Teknik Analisis Data
Teknik analisi data yang digunakan Penulisdalam penelitian ini
ialah
menggunakan analisi data kualitatif dimana data yang telah
peroleh
kemudian dikaitkan dengan teori sebagai bahan penjelas.9
3. Jenis Data
a. Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh
peneliti
dilapangan melalui responden dengan cara observasi dan
wawancara
kepada responden secara lansung10 terkait dengan
permasalahan
8 Idtesis, Metode Penelitian Hukum Empiris dan Normatif, diakses
dari
https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/.
(diakses tanggal 3 November
2016)
9 Beni Ahmad Saebaini, Metode Penelitian Hukum, Pustaka
Setia,Bandung,2008,hlm.101.
10Ibid., hlm.103.
https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/
-
yang diteliti, agar dapat memperoleh data akurat dan
konkret.
Observasi dilakukan secara langsung dimana penulis langsung
terjut
ke lokasi dilaksanakannya Upacara Adat Wara dan wawancara
dilakukan secara langsung maupun melalui telepon seluler
oleh
penulis kepada responden;
b. Data Skunder yaitu data yang diperoleh melalui studi
kepustakaan
terhadap berbagai macam literatur yang berkaitan dengan
masalahan
yang diteliti11 Penulis, seperti Undang – Undang, buku – buku,
hasil
penelitian, artikel dan sumber lainnya yang berkaitan dengan
masalah dan tujuan penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data terkait dengan
penelitian ini ialah dengan cara berinteraksi dengan
responden,
dalam penelitian ini yang menjadi responden ialah masyarakat
penganut agama Hindu/Kaharingan di Barito Selatan, Penetua
Adat
Dayak Barito Selatan, Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan
Barito Selatan, pihak Kepolisian Barito Selatan dan
Pemerintah
Daerah Barito Selatan seperti Anggota DPRD Barito Selatan,
Kepala
Bagian Hukum dan HAM Kantor Pemerintahan Daerah (PEMDA)
Barito Selatan guna mencari data dan menggali informasi
untuk
menghasilkan jawaban terkait dengan malasalah yang diteliti.
b. Studi Pustaka
11Ibid., hlm.104.
-
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data terkait dengan
penelitian ini ialah dengan cara membaca serta mengkaji
berbagai
macam literatur12 yang relevan yang berhubungan langsung
dengan
masalah yang diteliti, dalam penelitian ini Penulis
menggunakan
Undang - Undang dan buku – buku yang dijadikan sebagai
landasan
teroritis dalam pemecahan masalah yang diteliti.
5. Langkah – Langkah Penelitian :
a. Pemilihan Kasus
Dalam penulisan ini, penulis memilih untuk meneliti suatu
ritual
Adat Rukun Kematian Hindu/Kaharingan yang berupa Upacara
Adat
Wara yang salah satu rangkaian upacaranya adalah Ritual Adat
Kaleker Diau. Didalam Ritual Adat Kaleker Diau tersebut,
adanya
permainan Dadu Gurak yang mengandung unsur perjudian.
b. Pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian
ini
ialah observasi dan wawancara. Penulis melakukan observasi
pada
saat upacara adat terjadi dan wawancara kepada masyarakat
penganut agama Hindu/Kaharingan di Barito Selatan yang
melaksanakan upacara adat tesebut. Kemudian untuk lebih
mengetahui secara mendail terkait dengan asal-muasal upacara
dat
dan apasaja ritual adat yang disajikan, penulis mengumpulkan
data
melalui wawancara kepada Penetua Adat Dayak Barito Selatan
dan
Majelis Daerah Agama Hindu Kaharingan Barito Selatan.
Terkait
dengan perizinan dalam pelaksanaan upacara adat, penulis
12Beni Ahmad Saebaini, op.cit., hlm. 105.
-
memperoleh data melalui pihak Kepolisian Resot Barito
Selatan.
Terkait dengan aturan hukum yang mengatur tentang ketentuan
pelaksanaan upacara adat ini, penulis memperoleh data dari
Pemerintah Daerah Barito Selatan seperti Anggota DPRD Barito
Selatan dan Kepala Bagian Hukum dan HAM Kantor Pemerintah
Daerah (PEMDA) Barito Selatan.
c. Analisis Data
Setelah melalui proses pengumpulan data, penulis menganalisis
data
yang telah diperoleh dengan mengacu kepada teori – teori
yang
digunakan didalam penelitian ini, seperti tujuan hukum
positif
terkhususnya tentang kepastian hukum, sifat melawan hukum
formil
dan sifat melawan hukum materiil dalam Hukum Pidana, Mazab
Sejarah Hukum oeh Von Savigny, teori penegak hukum dan unsur
delik – delik dalam Pasal 303 KUHP Jo. Pasal 2 Undang –
Undang
Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dan Pasal 303
bis
KUHP Jo. Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang
Penertiban Perjudian.
d. Penulisan Hasil Penelitian
Setelah data dianalisis dengan mengaitkan kepada teori – teori
yang
digunakan, penulis membuat hasil penelitian untuk menjawab
rumusan masalah dalam penelitian ini. Kemudian penulis
membuat
kesimpulan atas penelitian ini dan memberikan saran dalam
memecahkan masalah apabila terjadi kasus yang serupa.