Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Reklamasi dalam arti luas, adalah proses pembuatan daratan baru dari dasar laut atau dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi atau landfill. 1 Menurut Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menjelaskan bahwa Reklamasi adalah Kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. 2 Pengertian tersebut (a quo) disebutkan dalam Pasal 1 Angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Kawasan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjelaskan bahwa Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase dan Pasal 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai menjelaskan bahwa Reklamasi Pantai adalah kegiatan di tepi 1 https://id.wikipedia.org/wiki/Reklamasi_daratan dikunjungi pada tanggal 10 Februari 2017 pukul 21.45. WIB. 2 Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739).
13

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

Mar 13, 2019

Download

Documents

lymien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH.

Reklamasi dalam arti luas, adalah proses pembuatan daratan baru dari dasar

laut atau dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi atau

landfill.1 Menurut Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun

2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, menjelaskan

bahwa Reklamasi adalah Kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka

meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial

ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.2 Pengertian

tersebut (a quo) disebutkan dalam Pasal 1 Angka 1 Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang Reklamasi di Kawasan Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil menjelaskan bahwa Reklamasi adalah kegiatan yang

dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan

ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan,

pengeringan lahan atau drainase dan Pasal 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

Nomor 40/PRT/M/2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan

Reklamasi Pantai menjelaskan bahwa Reklamasi Pantai adalah kegiatan di tepi

1 https://id.wikipedia.org/wiki/Reklamasi_daratan dikunjungi pada tanggal 10 Februari 2017 pukul

21.45. WIB. 2 Pasal 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor

84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

pantai yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber

daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara

pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase.3 Reklamasi dapat juga didefinisikan

sebagai aktivitas penimbunan suatu areal dalam skala relatif luas hingga sangat luas

di daratan maupun di areal perairan untuk suatu keperluan rencana tertentu.

Reklamasi umumnya dilakukan dengan tujuan perbaikan dan pemulihan kawasan

berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan

yang telah direklamasi tersebut dapat dijadikan lahan pemukiman, objek wisata dan

kawasan niaga.4 Manfaat Reklamasi bagi negara dengan tingkat kepadatan

penduduk yang tinggi, reklamasi dapat digunakan untuk mengatasi kendala

keterbatasan lahan, yang nantinya dapat dimanfaatkan menjadi lahan pemukiman

yang baru. Kawasan kota di tepi pantai cenderung mengalami perubahan yang

cukup pesat, sehingga menimbulkan berbagai masalah seperti meningkatnya

kebutuhan lahan untuk perumahan, industri, perdagangan dan jasa, pelabuhan,

pergudangan, wisata bahari, maupun sarana dan prasarana, sehingga perlu

dilakukan perluasan melalui reklamasi pantai.

Kawasan Reklamasi Pantai merupakan kawasan hasil perluasan daerah

pesisir pantai melalui rekayasa teknis untuk pengembangan kawasan baru.

Kawasan reklamasi pantai termasuk dalam kategori kawasan yang terletak di tepi

3 Pasal 1 Angka 1 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang

Reklamasi di Kawasan Wilayah Pesisir (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor

267) dan Pasal 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007. 4 American Society of Mining & Reclamation. (2016). American Society of Mining &

Reclamation. Retrieved 20 April 2016, from http://www.asmr.us/ dikunjungi pada tanggal 11

Februari 2017 pukul 20.30. WIB.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

pantai, dimana pertumbuhan dan perkembangannya baik secara sosial, ekonomi, dan

fisik sangat dipengaruhi oleh badan air laut. Pesatnya pertumbuhan dan perkembangan kota-

kota di tepi pantai akan berimbas pada daerah sekitarnya termasuk kawasan reklamasi pantai

sebagai perluasan kota tersebut. Hal ini tentu saja akan menimbulkan berbagai persoalan

kompleks sehingga diperlukan pengaturan terhadap kawasan reklamasi pantai dimaksud.

Dalam rangka menata pembangunan kawasan reklamasi pantai diperlukan suatu pedoman

teknis yang operasional bagi pemerintah, masyarakat, dan swasta dalam penyelenggaraan

penataan ruang di kawasan reklamasi pantai.

Dasar Pemikiran dalam satu dekade ini terdapat kecenderungan bahwa Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil yang rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas Orang dalam

memanfaatkan sumber dayanya atau akibat bencana alam. Selain itu, akumulasi dari berbagai

kegiatan eksploitasi yang bersifat parsial/sektoral di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

atau dampak kegiatan lain di hulu wilayah pesisir yang didukung peraturan perundang-

undangan yang ada sering menimbulkan kerusakan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil. Peraturan Perundang-undangan yang ada lebih berorientasi pada eksploitasi Sumber

Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tanpa memperhatikan kelestarian sumber daya. Sementara

itu, kesadaran nilai strategis dari pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara

berkelanjutan, terpadu, dan berbasis masyarakat relatif kurang. Kurang dihargainya hak

masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil seperti

sasi, mane'e, panglima laot, awig-awig, terbatasnya ruang untuk partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menunjukkan bahwa prinsip

pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu belum terintegrasi dengan kegiatan

pembangunan dari berbagai sektor dan daerah. Sistem pengelolaan pesisir tersebut belum

mampu mengeliminasi faktor-faktor penyebab kerusakan dan belum memberi kesempatan

kepada sumber daya hayati untuk dapat pulih kembali secara alami atau sumber daya non-

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh sebab itu, keunikan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil yang rentan berkembangnya konflik dan terbatasnya akses pemanfaatan bagi

masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, perlu dikelola secara baik agar dampak aktivitas

manusia dapat dikendalikan dan sebagian wilayah pesisir dipertahankan untuk konservasi.

Masyarakat perlu didorong untuk mengelola wilayah pesisirnya dengan baik dan yang telah

berhasil perlu diberi insentif, tetapi yang merusak perlu diberi sanksi. Norma-norma

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tersebut disusun dalam lingkup

perencanaan, pemanfaatan, pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan, dengan

memperhatikan norma-norma yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya

seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4725). Norma-norma Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil yang akan dimuat difokuskan pada norma hukum yang belum diatur dalam sistem

peraturan perundang-undangan yang ada atau bersifat lebih spesifik dari pengaturan umum

yang telah diundangkan. Norma-norma itu akan memberikan peran kepada Pemerintah,

masyarakat, dan swasta sebagai pemangku kepentingan baik kepentingan daerah, kepentingan

nasional, maupun kepentingan internasional melalui sistem pengelolaan wilayah terpadu.

Sesuai dengan hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum,

pengembangan sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagai bagian dari

pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup harus diberi dasar hukum

yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pengelolaan

Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dasar hukum itu dilandasi oleh Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.5 Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan

5 Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

Yang Maha Esa kekayaan berupa sumber daya alam yang berlimpah, baik di darat, di perairan

maupun di udara yang merupakan modal dasar pembangunan nasional di segala bidang. Modal

dasar sumber daya alam tersebut harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan, dan dimanfaatkan

secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan mutu kehidupan

manusia pada umumnya menurut cara yang menjamin keserasian, keselarasan dan

keseimbangan, baik antara manusia dengan Tuhan penciptanya, antara manusia dengan

masyarakat maupun antara manusia dengan ekosistemnya. Oleh karena itu, pengelolaan

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sebagai bagian dari modal dasar tersebut pada

hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang berkelanjutan sebagai

pengamalan Pancasila. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan bagian

terpenting dari sumber daya alam yang terdiri dari alam hewani, alam nabati ataupun berupa

fenomena alam, baik secara masing-masing maupun bersama-sama mempunyai fungsi dan

manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadirannya tidak dapat diganti.

Mengingat sifatnya yang tidak dapat diganti dan mempunyai kedudukan serta peranan penting

bagi kehidupan manusia, maka upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

adalah menjadi kewajiban mutlak dari tiap generasi. Tindakan yang tidak bertanggung jawab

yang dapat menimbulkan kerusakan pada kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam

ataupun tindakan yang melanggar ketentuan tentang perlindungan tumbuhan dan satwa yang

dilindungi, diancam dengan pidana yang berat berupa pidana badan dan denda. Pidana yang

berat tersebut dipandang perlu karena kerusakan atau kepunahan salah satu unsur sumber daya

alam hayati dan ekosistemnya akan mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat yang tidak

dapat dinilai dengan materi, sedangkan pemulihannya kepada keadaan semula tidak mungkin

lagi.6 Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 Tentang Perubahan

6 Penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419).

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata

Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar Badung Gianyar dan Tabanan, dimana dalam Peraturan

Presiden tersebut mengubah status Kawasan Konservasi menjadi Kawasan Pemanfaatan

Umum dan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014

menghapuskan Pasal-Pasal yang menyatakan Kawasan Teluk Benoa adalah Kawasan

Konservasi sebagaimana disebutkan pada Pasal 55 ayat (5) Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 yaitu Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas: (a) Kawasan Konservasi Pulau

Kecil meliputi sebagian Pulau Serangan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar dan

Pulau Pudut, di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung; (b) Kawasan Konservasi

Perairan di perairan Kawasan Sanur di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, sebagian

perairan Kawasan Serangan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, perairan

Kawasan Nusa Dua di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, dan perairan Kawasan

Kuta di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung; (c) Kawasan Konservasi dan Perlindungan

Ekosistem Pesisir berupa Kawasan Hutan Pantai berhutan bakau atau Mangrove dan Kawasan

Taman Hutan Raya Ngurah Rai sebagian di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar dan

sebagian di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung; (d) Kawasan Konservasi dan

Perlindungan Ekosistem Pesisir berupa Kawasan perlindungan terumbu karang, di Kawasan

Pesisir Sanur di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, sebagian Pulau Serangan di

Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Nusa Dua di Kecamatan Kuta Selatan,

Kabupaten Badung, Tuban dan Kuta di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung; (e) Kawasan

Konservasi Maritim, berupa permukiman nelayan, di Kawasan Serangan di Kecamatan

Denpasar Selatan, Kota Denpasar; (f) Kawasan Jimbaran dan Kawasan Kedonganan di

Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung; dan (g) Kawasan Konservasi pada kawasan

pesisir yang dimanfaatkan untuk kegiatan sosial-budaya dan agama di seluruh pantai tempat

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

penyelenggaraan Upacara Keagamaan (Melasti) dan Kawasan laut di sekitarnya. Serta

mengurangi luasnya kawasan konservasi perairan dengan menambahkan kata frasa sebagian

pada Kawasan Konservasi Pulau Serangan dan Pulau Pudut. Maka dari itu, Penulis mengangkat

isu hukum tersebut berjudul “KEBIJAKAN REKLAMASI PANTAI DI TELUK BENOA

PROVINSI BALI (STUDI TERHADAP PERATURAN PRESIDEN NOMOR 51

TAHUN 2014)“ Penulis menilai bahwa masalah tersebut sangat menarik untuk dijadikan

Penelitian dan Penulisan Hukum.

B. RUMUSAN MASALAH.

Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, Penulis merumuskan rumusan masalah

sebagai berikut:

1. Mengapa Pemerintah mengubah Kawasan Konservasi menjadi Kawasan

Pemanfaatan Umum yang diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51

Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun

2011 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar Badung Gianyar dan

Tabanan ?

2. Apakah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2014 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2011 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan

merupakan Peraturan Perundang-undangan yang konsistensi dan sinkronsisasi atau

inkonsistensi dan tidak sinkronisasi ?

C. TUJUAN PENELITIAN.

Dalam Tujuan Penelitian ini, Penulis berharap dapat mengetahui permasalahan yang

menjadi polemik terhadap Reklamasi di Teluk Benoa Kabupaten Badung, Provinsi Bali yang

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

dianggap menguntungkan Pengusaha dan Pengembang disamping itu merugikan masyarakat

Kabupaten Badung terutama masyarakat Provinsi Bali.

D. MANFAAT PENELITIAN.

Dalam Manfaat Penelitian ini, Hasil Penulisan ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran dalam memperkaya dan menambah wawasan maupun pengetahuan bagi

pembaca atau masyarakat dalam perkembangan ilmu hukum termasuk Hukum Lingkungan

Hidup (Environtmental Law), Hukum Tata Ruang (Spatial Law), Hukum Tata Negara

(Constitusional Law), Hukum Kehutanan (Forest Law) dan Hukum Administrasi Negara

(Administrative Law).

E. METODE PENELITIAN.

Menurut Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk

menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi.7 Metode Penelitian Hukum adalah sebagai cara kerja

ilmuan yang salah satunya ditandai dengan penggunaan metode. Secara harfiah mula-mula

metode diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh menjadi penyelidikan atau penelitian

berlangsung menurut suatu rencana tertentu.8 Metode penelitian hukum merupakan suatu cara

yang sistematis dalam melakukan sebuah penelitian.9 Metode Penelitian yang digunakan oleh

penulis dalam penelitian ini adalah Penelitian Hukum Normatif.

1. Penelitian Hukum Normatif.

7 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal. 35. 8 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Publishing, Malang, 2006, hal. 26. 9 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 57.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

Menurut Terry Hutchinson sebagaimana dikutip Peter Mahmud Marzuki mendefinisikan

bahwa penelitian hukum doktrinal adalah sebagai berikut: “doctrinal research: research wich

provides a systematic exposition of the rules goverming a particular legal kategory, analyses

the relationship between rules, explain areas of difficullty and, perhaps, predicts future

development.”

(Penelitian doktrinal adalah penelitian yang memberikan penjelasan sistematis aturan

yang mengatur suatu kategori hukum tertentu, menganalisis hubungan antara peraturan

menjelaskan daerah kesulitan dan mungkin memprediksi pembangunan masa depan).10

Ilmu hukum mempunyai karakter yang khas, yaitu sifatnya yang normatif, praktis dan

preskriptif.11 Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum,

nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma

hukum.Sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menentapkan standar prosedur, ketentuan-

ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aktivitas hukum.12 Penelitian yang dikaji penulis

dalam penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat preskriptif, yang dimaksudkan untuk

memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

2. Pendekatan dalam Penelitian Hukum.

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut,

peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba

untuk dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum

adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus (case approach),

pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach),

10 Peter Mahmud Marzuki. Op.Cit., hal. 32. 11 Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta, 2005, hal. 1. 12 Peter Mahmud Marzuki. Op.Cit, hal. 22.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

dan pendekatan konseptual (conseptual approach).13 Macam-macam pendekatan penelitian

hukum normatif yang dilakukan oleh penulis adalah pendekatan undang-undang (statute

approach), pendekatan historis (historical approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach). Pendekatan undang-undang (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua

undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.

Bagi penelitian untuk kegiatan praktis, pendekatan undang-undang ini akan membuka

kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi dan kesesuaian antara suatu

undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-

Undang Dasar atau antara regulasi dan undang-undang.14 Pendekatan historis (historical

approach) dilakukan dengan menelaah latar belakang apa yang dipelajari dan perkembangan

pengaturan mengenai isu yang dihadapi.15 Pendekatan konseptual (conceptual approach)

beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu

hukum. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum,

peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-

konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.16

3. Sumber-Sumber Penelitian Hukum.

Sebagaimana dikemukakan pada Bab II bahwa penelitian hukum tidak mengenal adanya

data. Untuk memecahkan isu hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang

seyogianya, diperlukan sumber-sumber penelitian.17 Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan sumber-sumber penelitian hukum sebagai berikut:

13 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Kencana Prenada Media Group, 2005, Jakarta, hal.

133. 14 Ibid., 15 Ibid., hal. 134. 16 Ibid., hal. 135-136. 17 Peter Mahmud Marzuki, Op.Cit., hal. 181.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

a. Bahan Hukum Primer yang digunakan terdiri dari peraturan perundang-undangan,

catatan resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim.18 Bahan-

bahan hukum primer yang digunakan oleh penulis adalah

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang

Kehutanan.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi

Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan

Ruang.

7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah.

8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana.

18 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal. 141.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (yang selanjutnya disingkat RTRW

Nasional).

10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang.

11. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2010 Tentang

Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang.

12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2016 Tentang

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (yang selanjutnya disingkat KLHS).

13. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin

Lingkungan.

14. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (yang selanjutnya disingkat AMDAL).

15. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012 Tentang

Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

16. Peraturan Menteri Pekerjaan dan Perumahan Umum Nomor 40/PRT/M Tahun

2007 Tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.

17. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Rencana Tata

Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.

18. Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 26 Tahun 2013 Tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Kabupaten badung Tahun 2013-2033.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/16309/1/T1_312012021_BAB I.pdf · hayati disubstitusi dengan sumber daya lain. Oleh ... sumber daya

b. Bahan Hukum Sekunder adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-

prinsip dasar ilmu hukum dan pandanganpandangan klasik para sarjana yang mempunyai

kualifikasi tinggi.19 Bahan-bahan hukum sekunder yang digunakan oleh penulis adalah

1. Buku-buku ilmiah tentang Hukum.

2. Makalah-Makalah Hukum.

3. Jurnal Hukum.

4. Artikel Hukum.

c. Bahan Hukum Tersier adalah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan-

bahan hukum primer dan bahan-bahan hukum sekunder.20 Bahan-bahan hukum tersier yang

digunakan oleh penulis adalah

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

2. Kamus Besar Bahasa Inggris.

3. Kamus-Kamus Hukum.

19 Ibid., hal. 142. 20 H. Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi

(Edisi Pertama), cet. 4, Rajawali Pers, Jakarta, 2016, hal.16.