1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan pasar modal di Indonesia berdampak pada peningkatan permintaan akan audit laporan keuangan. Setiap perusahaan yang go public diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan dan telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal (Subekti dan Widiyanti, 2004). Laporan keuangan merupakan suatu sumber informasi yang berperan penting dalam pengambilan keputusan dan bertujuan sebagai media bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan berbagai informasi dan pengukuran secara ekonomis mengenai kinerja keuangan, perubahan posisi keuangan, arus kas, serta sumber daya yang dimiliki perusahaan kepada berbagai pihak yang mempunyai kepentingan atas informasi tersebut (Wicaksono, 2009:3). Informasi ini bermanfaat untuk pengambilan keputusan, karena banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Investor membutuhkan informasi laporan keuangan untuk mendukung keputusan agar dapat memaksimalkan utilitas investasinya (Wirakusuma, 2004). Informasi yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dapat bermanfaat bilamana disajikan secara akurat dan tepat pada saat dibutuhkan oleh pemakai laporan keuangan, namun informasi tidak lagi bermanfaat bila tidak disajikan secara akurat dan tepat waktu (Rachmawati, 2008). Salah satu kewajiban perusahaan manufaktur yang sudah go public adalah mempublikasikan laporan keuangan yang telah disusun dengan standar akuntansi keuangan dan telah
105
Embed
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/23841/1/SKRIPSI... · Berdasarkan latar belakang diatas, ... hasil akhir dari proses
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perkembangan pasar modal di Indonesia berdampak pada peningkatan
permintaan akan audit laporan keuangan. Setiap perusahaan yang go public
diwajibkan untuk menyampaikan laporan keuangan yang disusun sesuai dengan
standar akuntansi keuangan dan telah diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar di
Badan Pengawas Pasar Modal (Subekti dan Widiyanti, 2004). Laporan keuangan
merupakan suatu sumber informasi yang berperan penting dalam pengambilan
keputusan dan bertujuan sebagai media bagi perusahaan untuk mengkomunikasikan
berbagai informasi dan pengukuran secara ekonomis mengenai kinerja keuangan,
perubahan posisi keuangan, arus kas, serta sumber daya yang dimiliki perusahaan
kepada berbagai pihak yang mempunyai kepentingan atas informasi tersebut
(Wicaksono, 2009:3). Informasi ini bermanfaat untuk pengambilan keputusan,
karena banyak pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan. Investor
membutuhkan informasi laporan keuangan untuk mendukung keputusan agar
dapat memaksimalkan utilitas investasinya (Wirakusuma, 2004).
Informasi yang diperlukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan dapat
bermanfaat bilamana disajikan secara akurat dan tepat pada saat dibutuhkan oleh
pemakai laporan keuangan, namun informasi tidak lagi bermanfaat bila tidak
disajikan secara akurat dan tepat waktu (Rachmawati, 2008). Salah satu
kewajiban perusahaan manufaktur yang sudah go public adalah mempublikasikan
laporan keuangan yang telah disusun dengan standar akuntansi keuangan dan telah
2
diaudit oleh akuntan publik yang terdaftar dalam BadanPengawas Pasar Modal
(Bapepam). Auditor memiliki tanggung jawab yang besar dan tentunya hal ini
membuat auditor untuk bekerja secara lebih profesional. Salah satu kriteria
profesionalisme auditor tampak dalam ketepatan waktu penyampaian laporan
auditannya (Subekti dan Widiyanti, 2004). Hal ini mencerminkan betapa
pentingnya ketepatwaktuan (timeliness) penyajian laporan keuangan kepada
publik dan perusahaan diharapkan untuk tidak menunda penyajian laporan
keuangannya yang dapat menyebabkan manfaat informasi yang disajikan
menjadi berkurang. Semakin lama waktu tertunda dalam penyajian laporan
keuangan suatu perusahaan ke publik, maka semakin banyak kemungkinan
berkembangnya rumor-rumor maupun kemungkinan terdapatnya informasi yang
menyesatkan mengenai perusahaan tersebut. Apabila hal ini sering terjadi maka
akan mengarahkan pasar tidak lagi bekerja dengan baik. Untuk itu, regulator
memandang perlu menentukan suatu regulasi yang mengatur batas waktu
penerbitan laporan keuangan yang harus dipenuhi oleh setiap emiten.
(Wirakusuma, 2004).
Ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan telah diatur dalam pasar
modal. Undang-undang no. 8 tahun 1995 tentang peraturan pasar modal
menyatakan bahwa semua perusahaan yang terdaftar dalam pasar modal wajib
menyampaikan laporan keuangan secara berkala kepada Bapepam dan
mengumumkan kepada masyarakat. Apabila perusahaan-perusahaan tersebut
terlambat menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
oleh Bapepam maka dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan dalam undang-undang.
3
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) dari Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI, 2001), khususnya tentang standar pekerjaan lapangan mengatur
tentang prosedur dalam penyelesaian pekerjaan lapangan seperti perlu adanya
perencanaan atas aktivitas yang akan dilakukan, pemahaman yang memadai atas
struktur pengendalian intern dan pengumpulan bukti-bukti kompeten yang
diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengetahuan, pertanyaan dan
konfirmasi sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
Pemenuhan standar audit oleh auditor dapat berdampak lamanya penyelesaian
laporan audit, tetapi juga berdampak peningkatan kualitas auditnya.
Pelaksanaan audit semakin sesuai dengan standar pekerjaan audit semakin
pendek waktu yang diperlukan. Kondisi ini dapat menimbulkan suatu dilema bagi
auditor.
Perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal opini
audit dalam laporan keuangan mengindikasikan tentang lamanya waktu
penyelesaian pekerjaan auditnya. Hal yang penting adalah bagaimana agar dalam
penyajian laporan keuangan itu bisa tepat waktu atau tidak terlambat dan
kerahasiaan informasi terhadap laporan keuangan tidak bocor kepada pihak lain
yang bukan kompetensinya untuk ikut mempengaruhinya. Tetapi apabila terjadi
hal sebaliknya yaitu terjadi keterlambatan maka akan menyebabkan manfaat
informasi yang disajikan menjadi berkurang dan tidak akurat (Kartika, 2009).
Menurut Generally Accepted Auditing Standard (GAAS) khususnya
standar umum ketiga menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan
penuh kecermatan dan ketelitian. Selain itu, standar pekerjaan lapangan
menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan perencanaan yang matang
dan pengumpulan alat-alat pembuktian yang cukup memadai (Boynton dan Kell,
4
2001). Karena adanya standar inilah memungkinkan akuntan publik untuk
menunda publikasi laporan audit atau laporan keuangan auditan apabila
dirasakan perlu memperpanjang masa audit.
Lamanya waktu penyelesaian audit ini dapat mempengaruhi ketepatan
waktu informasi tersebut dipublikasikan, sehingga berdampak pada reaksi pasar
terhadap keterlambatan informasi tersebut dan mempengaruhi tingkat
ketidakpastian keputusan yang didasarkan pada informasi yang dipublikasikan
(Halim, 2000). Kondisi ini sering disebut juga audit delay. Audit Delay adalah
lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku
hingga tanggal diselesaikannya laporan audit independen (Wiwik Utami, 2006).
Semakin panjang audit delay maka semakin lama auditor dalam
menyelesaikan pekerjaan auditnya (Subekti dan Widiyanti, 2004).
Berdasarkan peraturan Pasar Modal No. KEP 80/ PM/ 1996 mengenai
penyampaian laporan keuangan menyatakan bahwa: perusahaan yang terdaftar
dalam pasar modal wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan yang telah
diaudit kepada Bapepam selambat-lambatnya 120 hari terhitung sejak tanggal
berakhirnya tahun buku. Peraturan tersebut kemudian diperbaharui dengan
dikeluarkannya keputusan No. KEP 17/ PM/ 2002 oleh Ketua Bapepam tentang
kewajiban penyampaian laporan keuangan secara berkala yang mulai berlaku
untuk laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember. Dalam keputusan
tersebut disebutkan bahwa laporan keuangan tahunan harus disertai dengan
laporan akuntan dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam
selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan
tahunan.
5
Pembaharuan keputusan tersebut mendorong manajemen dan akuntan
publik untuk bekerja lebih cepat, sehingga memberikan informasi laporan
keuangan dapat segera dimanfaatkan dan akurat kepada investor mengenai
kondisi emiten atau perusahaan publik serta dalam rangka mengikuti
perkembangan pasar modal global.
Halim (2000) melakukan penelitian tentang audit delay dengan
menggunakan sampel 287 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada
tahun 1997 menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 84.45 hari. Rustiana (2007)
melakukan penelitian tentang audit delay dengan menggunakan semua
perusahaan dalam industri keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode
tahun 2002-2004, menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 71.62 hari.
Ubaidillah (2008) melakukan penelitian tentang audit delay dengan
menggunakan sampel 337 perusahaan di Bursa Efek Jakarta pada tahun 2005,
menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 88 hari. Rachmawati (2008)
melakukan penelitian tentang audit delay pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Jakarta pada tahun 2003-2005, menunjukkan bahwa audit delay
rata-rata 76 hari. Kartika (2009) dalam penelitian ini yang menjadi sampel
adalah perusahaan-perusahaan LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta
periode 2001–2005 menunjukkan audit delay rata-rata 69 hari. Subekti dan
Widiyanti (2004) melakukan penelitian tentang audit delay yang terjadi di
Indonesia pada tahun 2001 adalah 98,38 hari, dan Wirakusuma (2004)
melakukan penelitian tentang audit delay dengan menggunakan perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1999-2001,
menunjukkan bahwa audit delay rata-rata 99,92 hari, ini merupakan sebagai
6
permasalahan yang serius jika dibandingkan dengan rata-rata audit delay
hanya 84-88 hari.
Penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan
Ubaidillah (2008). Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penelitian
sebelumnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah
pertama, penulis akan menambahkan variabel independen yaitu variabel
reputasi auditor dan variabel laba/rugi perusahaan.
Kedua, perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak
pada perbedaan tahun penelitiannya, dimana pada penelitian sebelumnya
tahun 2005 sedangkan pada penelitian ini akan diperluas tahun penelitiannya
yaitu pada tahun 2008-2010 dan dibatasi pada perusahaan manufaktur. Alasan
dipilihnya perusahaan manufaktur adalah karena jenis perusahaan ini
mendominasi perusahaan-perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia.
Mengingat begitu pentingnya ketepatan waktu pelaporan keuangan
tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil topik penelitian di bidang
akuntansi khususnya auditing dengan judul "Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Audit Delay (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008 s.d. 2010).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay?
2. Apakah opini audit berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay?
3. Apakah raputasi auditor berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay?
7
4. Apakah leverage berpengaruh secara signifikan terhadap audit delay?
5. Apakah laba/rugi perusahaan berpengaruh secara signifikan berpengaruh
terhadap audit delay ?
6. Apakah ukuran perusahaan, opini audit, reputasi auditor, leverage, dan
laba/rugi perusahaan berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap audit
delay?
C. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk
menentukan bukti atas hal-hal sebagai berikut:
1. Menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap audit delay
2. Menguji pengaruh opini audit terhadap audit delay
3. Menguji pengaruh reputasi auditor terhadap audit delay
4. Menguji pengaruh leverage terhadap audit delay
5. Menguji pengaruh laba/rugi perusahaan terhadap audit delay
6. Menguji pengaruh ukuran perusahaan, opini audit, auditor, lamanya menjadi
klien KAP, leverage, dan laba/rugi perusahaan terhadap audit delay.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Kantor Akuntan Publik ( KAP)
Membantu profesi auditing dan KAP dalam upaya meningkatkan efisiensi dan
efektivitas proses audit dengan mengendalikan faktor-faktor dominan yang
dapat mempengaruhi audit delay. Selain itu bagi auditor dapat membantu
dalam mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay,
sehingga audit delay dapat ditekan seminimal mungkin dalam usaha
8
memperbaiki ketepatan waktu (timeliness) atau mempercepat penerbitan
laporan keuangan kepada publik.
2. Bagi Investor
Dapat dijadikan sebagai informasi yang bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan dalam berinvestasi.
3. Bagi Auditor
Sebagai motivator dalam melaksanakan audit pada perusahaan supaya laporan
yang dihasilkan dapat segera di laporkan ke BAPEPAM sesuai dengan
peraturan yang dikeluarkan BAPEPAM.
4. Bagi Akademik
Memberi masukan dan menambah wawasan mengenai ketepatan waktu
pelaporan keuangan.
5. Bagi Penulis
Menambah pengetahuan gambaran data dan bukti-bukti empiris tentang
pengaruh ukuran perusahaan, opini audit, reputasi auditor, leverage, dan
laba/rugi perusahaan terhadap audit delay pada perusahaan publik di
Indonesia, terutama untuk perusahaan manufaktur dan sebagai referensi
untuk penelitian dimasa yang akan datang.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Pengertian laporan keuangan menurut Hery (2009) adalah hasil dari
proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk mengkomunikasikan
data keuangan atau aktivitas perusahaan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan. Dengan kata lain, laporan keuangan ini berfungsi sebagai alat
informasi yang menghubungkan perusahaan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan, yang menunjukkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan
dan kinerja perusahaan.
Sedangkan menurut Kartika (2009):
“Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
Pelaporan keuangan salah satu sumber informasi yang mengkomunikasikan
keadaan keuangan dari hasil operasi perusahaan dalam periode tertentu kepada
pihak-pihak yang berkepentingan, sehingga manajemen mendapatkan
informasi yang bermanfaat”.
Menurut Halim (2001:47) Laporan keuangan merupakan hasil akhir
dari proses akuntansi yang menyajikan informasi yang berguna untuk
pengambilan keputusan oleh berbagai pihak. Laporan keuangan yang utama
terdiri dari atas neraca, laporan laba/rugi, dan laporan aliran kas. Laporan
keuangan tersebut disajikan oleh manajemen perusahaan.
Menurut Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI, 2007) dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia, laporan keuangan
merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang
lengkap meliputi: neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan
(yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti: laporan arus kas), catatan dan
10
laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari
laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan
yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan sebagai
segmen dan geografis serta pengaruh pengungkapan perubahan harga.
Laporan keuangan menurut Harahap (2007:201) merupakan output dan
hasil akhir dari proses akuntansi. Laporan keuangan inilah yang menjadi bahan
informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses
pengambilan keputusan. Di samping sebagai informasi, laporan keuangan juga
sebagai pertanggungjawaban atau accountability. Sekaligus menggambarkan
indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan merupakan hasil dari proses pencatatan yang merupakan suatu
ringkasan dari transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku
bersangkutan, yang berguna bagi pemakai laporan keuangan dalam
pengambilan keputusan. Laporan keuangan ini dibuat oleh manajemen
dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugas yang dibebankan
kepadanya oleh para pemilik perusahaan. Disamping itu laporan keuangan
dapat juga digunakan untuk memenuhi tujuan-tujuan lain yaitu sebagai
laporan kepada pihak-pihak luar perusahaan yang membutuhkannya,
diantaranya kreditur, investor, serta pihak lainnya yang digunakan sebagai
dasar pertimbangan sebelum memutuskan untuk melakukan investasi di
perusahaan tersebut.
11
2. Tujuan Laporan Keuangan
Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi keuangan
kepada para pemakainya untuk dipakai dalam proses pengambilan keputusan
(Harahap, 2007:66).
Sedangkan menurut Heri dan Imelda (2007) laporan keuangan
bertujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat
bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Tujuan umum laporan keuangan menurut Rudianto (2009;18) adalah
sebagai berikut:
a. Untuk memberikan informasi keuangan yang dapat dipercaya mengenai
sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal suatu perusahaan.
b. Untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya mengenai perubahan
dalam sumber-sumber ekonomi suatu perusahaan yang timbul dalam
aktivitas usaha dalam rangka memperoleh laba.
c. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai
laporan keuangan mengestimasi potensi perusahaan guna menghasilkan
laba di masa mendatang.
d. Untuk memberikan informasi keuangan yang membantu para pemakai
laporan keuangan dalam mengestimasi potensi perusahaan guna
menghasilkan laba.
e. Untuk memberikan informasi penting lainnya mengenai perubahan dalam
sumber-sumber ekonomi dan kewajiban, seperti informasi mengenai aktiva
pembelanjaan dan investasi
12
f. Untuk mengungkapkan sejauh mungkin informasi yang berhubungan
dengan laporan keuangan yang relevan untuk kebutuhan pengguna laporan,
seperti informasi mengenai kebijaksanaan akuntansi yang dianut
perusahaan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) No. 1, tujuan laporan
keuangan adalah sebagai berikut:
a. Tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
b. Laporan keuangan yang disusun untuk tujuan ini memenuhi kebutuhan
bersama sebagian besar pemakai. Namun demikian, laporan keuangan tidak
menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dalam
pengambilan keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan
pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk
menyediakan informasi nonkeuangan.
c. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen,
atau pertanggungjawaban manajemen atau sumber daya yang dipercayakan
kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau
pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat
membuat keputusan ekonomi, keputusan ini mungkin mencakup misalnya,
keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam perusahaan
atau keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.
Tujuan keseluruhan dari pelaporan keuangan adalah untuk
memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor dalam
13
pengambilan keputusan investasi dan kredit. Jenis keputusan yang dibuat oleh
pengambil keputusan sangatlah beragam, begitu juga dengan metode
pengambilan keputusan yang mereka gunakan dan kemampuan mereka untuk
memproses informasi. Pengguna informasi akuntansi harus dapat memperoleh
pemahaman mengenai kondisi keuangan dan hasil operasional perusahaan
lewat pelaporan keuangan. Investor sangat berkepentingan terhadap laporan
keuangan yang disusun investee terutama dalam hal pembagian deviden,
sedangkan kreditor berkepentingan dalam hal pengambilan jumlah pokok
pinjaman berikut bunganya. Investor dan kreditor terutama sangat tertarik
terhadap arus kas investee/debitur di masa mendatang (Hery, 2009:39).
3. Karakteristik Laporan Keuangan
Menurut Rudianto (2009:19) setiap perusahaan memiliki bidang usaha
dan karakteristik yang berbeda satu sama lain sehingga rincian laporan
keuangan satu perusahaan dengan perusahaan lainnya dapat berbeda, tetapi
setiap laporan keuangan yang dihasilkan oleh setiap institusi harus memenuhi
beberapa standar kualitas berikut ini agar bermanfaat:
a. Relevan
Setiap jenis laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan harus sesuai
dengan maksud penggunaannya sehingga dapat bermanfaat. Karena itu,
dalam proses penyusunan laporan keuangan akuntan harus memfokuskan
kepada tujuan umum pemakai laporan keuangan.
b. Dapat dimengerti
Laporan keuangan harus disusun dengan istilah dan bahasa yang
sesederhana mungkin sehigga dapat dimengerti oleh pihak yang
14
membutuhkannya. Laporan keuangan yang tidak dapat dimengerti tidak
akan ada manfaatnya sama sekali.
c. Daya uji
Informasi keuangan yang dihasilkan suatu perusahaan harus dapat diuji
kebenarannya oleh seseorang pengukur yang independen dengan
menggunakan metode pengukuran yang sama.
d. Netral
Informasi keuangan harus ditunjukkan kepada tujuan umum pengguna,
bukan ditunjukkan kepada pihak tertentu saja. Laporan keuangan tidak
boleh berpihak pada salah satu pengguna laporan keuangan tersebut.
e. Tepat waktu
Informasi keuangan harus disajikan sedini mungkin agar dapat digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan perusahaan. Laporan keuangan yang
terlambat penyajiannya akan membuat pengambilan keputusan perusahaan
menjadi tertunda dan tidak relevan lagi dengan waktu dibutuhkannya
informasi tersebut.
f. Daya banding
Laporan keuangan suatu perusahaan harus dapat dibandingkan dengan
laporan keuangan perusahaan itu sendiri ada periode-periode sebelumnya,
atau dengan perusahaan lain yang sejenis pada periode yang sama.
g. Lengkap
Informasi keuangan harus menyajikan semua fakta keuangan yang penting
sekaligus menyajikan fakta-fakta tersebut sedemikian rupa, sehingga tidak
akan menyesatkan pembacanya. Maka harus terdapat klasifikasi, susunan
serta istilah yang layak dalam laporan keuangan. Demikian pula fakta atau
15
informasi tambahan yang dapat mempengaruhi perilaku dalam pengambilan
keputusan, harus diungkapkan dengan jelas.
B. Audit
1. Pengertian Audit
Menurut Halim (2001:1) definisi yang sangat terkenal adalah definisi
yang berasal dari ASOBAC (A Statement of Basic Auditing Concepts) yang
mendefinisikan sebagai berikut:
“Auditing adalah suatu proses sistematik untuk menghimpun dan mengevaluasi
bukti-bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan
dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-
asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaikan
hasilnya kepada para pemakai yang berkepentingan.”
Dari definisi tersebut dapat diuraikan 7 elemen yang harus
diperhatikan dalam melaksanakan audit, yaitu:
a. Proses sistematik
Auditing merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis,
struktur dan terorganisir.
b. Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif
Proses sistematik yang dilakukan tersebut merupakan proses untuk
menghimpun bukti yang mendasari asersi yang dibuat oleh individu
maupun entitas.
c. Asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi
Asersi merupakan suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan secara
keseluruhan, oleh pihak yang bertanggung jawab atas pernyataan tersebut.
d. Menentukan tingkat kesesuaian (degree of correspondence)
16
Hal ini berarti menghimpun dan mengevaluasi bukti dimaksudkan untuk
menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya asersi dengan kriteria yang
telah ditetapkan.
e. Kriteria yang ditentukan
Kriteria yang ditentukan merupakan standar pengukur untuk
mempertimbangkan asersi atau representasi.
f. Menyampaikan hasil-hasilnya
Hal ini berarti hasil audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang
mengindikasikan tingkat kesesuaian antara asersi dan kriteria yang telah
ditentukan.
g. Para pemakai yang berkepentingan
Para pemakai yang berkepentingan merupakan para pengambil keputusan
yang menggunakan dan mengandalkan temuan yang diinformasikan melalui
laporan audit, dan laporan lainnya.
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ada tiga elemen
fundamental dalam auditing, yaitu:
1) Seseorang auditor harus independen
2) Auditor bekerja mengumpulkan bukti (evidence) untuk mendukung
pendapatnya
3) Hasil pekerjaan auditor adalah laporan (report)
Menurut American Accounting Association (AAA) dalam (Rahayu, 2010:1)
“Auditing merupakan suatu proses yang sistematis untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan dengan
asersi-asersi tentang tindakan-tindakan dan peristiwa-peristiwa
ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi
tersebut dan kriteria yang ditetapkan”.
17
Auditing menurut Arens, Alder, dan Beasley (2010:4) adalah sebagai berikut:
“Auditing is the accumulation an evaluation of evidence about
information to determine and report on the degree of correspondence
between the information and estabilished criteria. Auditing should be
done by a competent, independent person”.
Artinya auditing adalah pengumpulan dan penilaian bukti mengenai informasi
untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesuksesan antara informasi tersebut
dan kriteria yang ditetapkan. Auditing harus dilakukan oleh orang yang
kompeten dan independen.
Sedangkan menurut Mulyadi (2002:9) pengertian auditing sebagai berikut:
“Auditing adalah proses yang sistematis dalam memperoleh dan
mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan dengan
pernyataan-pernyataan tentang tindakan-tindakan dan kejadian-
kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat hubungan antara
pernyatan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan dan
mengkomunikasikan hasilnya dengan pihak-pihak yang
berkepentingan”.
Dari ketiga definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa auditing
adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai informasi tingkat kesesuaian antara tindakan
atau peristiwa ekonomi dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta
melaporkan hasilnya kepada pihak yang membutuhkan, dimana audit harus
dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.
2. Jenis Audit
Jenis audit terbagi atas tiga, yaitu audit laporan keuangan, audit
operasional, dan audit ketaatan (Arens, Elder, dan Beasley, 2010:13):
a. Audit Laporan Keuangan
Audit laporan keuangan menentukan apakah laporan keuangan secara
keseluruhan telah disajikan sesuai dengan kriteria-kriteria tertentu.
18
Umumnya, kriteria itu adalah Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum.
Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di Indonesia dimuat dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK).
Asumsi dasar dari suatu audit laporan keuangan adalah bahwa laporan
tersebut yang berbeda. Oleh karena itu, jauh lebih efisien mempekerjakan
satu auditor untuk melaksanakan audit dan membuat kesimpulan yang dapat
diandalkan oleh semua pihak daripada membiarkan masing-masing pihak
melakukan audit sendiri-sendiri.
b. Audit Operasional
Audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari
prosedur dan metode operasi suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan
efektivitasnya. Umumnya, pada saat selesainya audit operasional, auditor
akan membiarkan sejumlah saran kepada manajemen untuk memperbaiki
jalannya operasi perusahaan. Karena lingkup evaluasi efektivitas operasi
begitu luas, maka tidak mungkin untuk menentukan ciri pelaksanaan audit
operaisonal dengan pasti. Di dalam suatu organisasi, bisa jadi auditor
mengevaluasi apakah manajemen telah menggunakan informasi yang tepat
dan mencukupi dalam pengambilan keputusan pembelian aktiva tetap yang
baru, sedangkan dalam organisasi yang berbeda mungkin akan
mengevaluasi efisiensi administrasi penjualan. Dalam audit professional,
tinjauan yang dilakukan tidak terbatas pada masalah-masalah akuntansi,
tetapi juga meliputi evaluasi terhadap struktur organisasi, pemanfaatan
komputer, metode produksi, pemasaran, dan bidang-bidang lain yang sesuai
dengan keahlian auditor.
19
Pelaksanaan audit operasional dan hasil yang dilaporkan lebih sulit untuk
didefinisikan daripada jenis audit lainnya. Efisiensi dan efektivitas operasi
suatu organisasi jauh lebih sulit pengevaluasiannya secara objektif
dibandingkan penerapan dan penyajian laporan sesuai dengan Prinsip
Akuntansi yang Berlaku Umum. Kriteria yang digunakan untuk evaluasi
informasi terukur dalam audit operasional cenderung subyektif. Pada
praktiknya, auditor operasional cenderung memberikan saran perbaikan
prestasi kerja dibandingkan melaporkan keberhasilan prestasi kerja yang
sekarang. Auditor operasional merupakan konsultasi manajemen daripada
audit.
c. Audit Ketaatan
Audit ketaatan memepertimbangkan apakah audit (klien) telah mengikuti
prosedur atau aturan yang telah ditetapkan pihak yang memiliki otoritas
lebih tinggi. Suatu audit ketaatan pada perusahaan swasta, dapat termasuk
penentuan apakah para pelaksana akuntansi telah mengikuti prosedur yang
telah ditetapkan oleh perusahaan, peninjauan tingkat upah untuk
menentukan kesesuaian dengan peraturan upah minimum, atau pemeriksaan
surat perjanjian dengan bank atau kreditor lain untuk memastikan bahwa
perusahaan tersebut telah memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Dalam
audit atas badan-badan pemerintah makin banyak audit ketaatan yang
dilakukan oleh karena banyaknya aturan yang dibuat oleh pihak yang
berwenang. Di hampir semua organisasi swasta dan nirlaba, selalu terdapat
kebijakan, dan kewajiban hukum yang membutuhkan suatu audit ketaatan.
Hasil audit biasanya tidak dilaporkan kepada pihak luar, tetapi kepada pihak
tertentu dalam organisasi. Pimpinan perusahaan adalah pihak yang paling
20
berkepentingan atas dipatuhinya prosedur dan aturan yang telah ditetapkan.
Oleh sebab itu, mereka sering memperkerjakan auditor untuk melakukan
tugas itu. Tetapi terdapat beberapa pengecualian, misalnya dalam hal
perjanjian yang melibatkan dua pihak atau lebih. Apabila suatu pihak
hendak memastikan apakah pihak lain benar-benar menaati perjanjian
sesuai ketentuan yang berlaku, maka auditor akan dipekerjakan oleh
organisasi yang mengeluarkan ketentuan. Contoh dalam kasus ini adalah
audit atas seorang wajib pajak untuk memastikan apakah dia telah
mematuhi undang-undang perpajakan yang beralaku.
3. Jenis Auditor
Auditor merujuk pada seseorang yang melakukan audit. Dalam
praktiknya, sekarang terdapat beberapa tipe auditor. Tipe yang umum adalah
akuntan publik terdaftar, auditor pemerintah, auditor pajak, serta auditor
internal (Arens, Elder, dan Beasley, 2010:15)
a. Akuntan Publik Terdaftar
Kantor akuntan publik sebagai auditor independen bertanggung jawab atas
audit laporan keuangan historis dari seluruh perusahaan publik dan
perusahaan besar lainnya. Penggunaan laporan keuangan yang diaudit di
Indonesia dunia usaha dan pasar modal. Umumnya masyarakat menyebut
kantor akuntan publik sebagai auditor atau auditor independen, meskipun
masih terdapat auditor-auditor lain diluar akuntan publik terdaftar. Di
Indonesia, penggunaan gelar akuntan terdaftar diatur oleh undang-undang
No. 34 tahun 1954. Persyaratan menjadi seorang akuntan publik terdaftar di
atur oleh Menteri keuangan, terakhir dengan keputusan No. 763 tahun 1986.
21
b. Auditor Pemerintah
Di Indonesia terdapat beberapa lembaga atau badan yang bertanggung
jawab secara fungsional atas pengawasan terhadap kekayaan atau keuangan
Negara. Pada tingkat tertinggi terhadap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
kemudian terdapat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP) dan Inspektorat Jendral (Itjen) pada departemen-departemen
pemerintah. Di Amerika Serikat sendiri terdapat General Office (GAO).
Sebagai tugas-tugas BPKP tidak berbeda dengan tugas kantor akuntan
publik. Sebagian besar informasi keuangan yang dibuat oleh berbagai badan
pemerintah telah dianut oleh BPKP. Disamping audit atas laporan
keuangan, pada masa sekarang BPKP seringkali melakukan evaluasi efisien
dan efektivitas operasi berbagai pelaksanaan komputerisasi suatu badan
pemerintah. Dalam hal ini para auditor dapat meninjau dan menganalisis
segala aspek sistem komputerisasi tersebut, tetapi penekanan utamanya
adalah pada penilaian terhadap kelayakan peralatan, efisiensi operasi,
kecukupan dan kegunaan keluaran, serta hal-hal lainnya guna melihat
kemungkinan perolehan layanan yang sama dengan biaya yang lebih
rendah.
c. Auditor Pajak
Direktorat Jendral Pajak (DJP) yang berada dibawah Departemen Keuangan
RI, bertanggung jawab atas penerimaan negara dari sektor perpajakan dan
penegakan hukum dalam pelaksanaan ketentuan perpajakan. Aparat
pelaksanaan DJP di lapangan adalah KPP (Kantor Pelayanan Pajak) dan
kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak (Karikpa). Karikpa mempunyai
auditor-auditor khusus. Tanggung jawab Karikpa adalah melakukan audit
22
terhadap para wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi
ketentuan perundangan perpajakan. Audit semacam ini sesungguhnya
adalah ketaatan.
Pekerjaan audit untuk menilai ketaatan terhadap undang-undang perpajakan
sepertinya merupakan hal yang mudah, tetapi pada kenyataannya tidak
demikian. Undang-undang perpajakan merupakan hal yang rumit dan
seringkali ditafsirkan dengan berbagai cara. Demikian juga dengan surat
pemberitahuan pajak yang dapat berwujud laporan yang sederhana dari
seorang wajib pajak perorangan dan dapat berupa laporan yang rumit dari
sebuah perusahaan multinasional. Selain itu , terdapat masalah yang
berkaitan dengan pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak
pertambahan nilai (PPN), dan pajak pertambahan nilai atas barang mewah
(PPnBM). Auditor yang melibatkan diri dalam audit ini harus memiliki
pengetahuan yang mencukupi mengenai hal-hal tersebut.
d. Auditor Internal
Auditor intern bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi
kepentingan manajemen perusahaan, seperti halnya auditor pemerintah bagi
pemerintah. Bagian audit dari suatu perusahaan bisa beranggotakan lebih
dari seratus orang dan biasanya bertanggung jawab langsung kepada
presiden direktur, direktur eksekutif, atau kepada komite audit dari dewan
atau komisaris. Pada BUMN, auditor intern berada dibawah SPI (Satuan
Pengawas Intern). Tugas auditor intern tergantung pada atasannya. Ada
bagian audit yang hanya terdiri dari satu atau dua orang, yang sebagian
besar tugasnya melakukan audit ketaatan secara rutin. Bagian audit lainnya
barangkali berjumlah beberapa staf yang mempunyai tugas yang berbeda-
23
beda, termasuk juga hal-hal di luar akuntansi. Pada tahun-tahun terakhir,
banyak auditor intern yang terlibat dalam kegiatan audit operasional.
Untuk menjalankan tugas dengan baik, auditor intern harus berada di luar
fungsi lini suatu organisasi, tetapi tidak terlepas dari hubungan bawahan
atasan seperti lainnya. Auditor intern wajib memberikan informasi yang
berharga bagi manajemen untuk pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan operasi perusahaan. Biasanya pihak-pihak ekstern enggan
memanfaatkan informasi dari auditor intern karena independennya yang
terbatas. Keterbatasan independensi ini merupakan perbedaan utama antara
auditor intern dengan akuntan publik.
4. Perlunya Laporan Keuangan di Audit
Di dalam laporan keuangan dapat terjadi kemungkinan adanya
”information risk”, risiko ini menunjukkan kemungkinan informasi yang
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan usaha yang tidak tepat.
Risiko informasi tersebut disebabkan karena adanya kemungkinan ketidak
akuratnya laporan keuangan organisasi yang besangkutan. Selain itu kondisi
masyarakat yang kompleks menjadi penyebab terdapatnya kemungkinan
pengambil keputusan memperoleh informasi yang tidak dapat dipercaya dan
tidak dapat diandalkan (Rahayu, 2010:5).
Menurut Rahayu (2010:5) penyebab information risk adalah jauhnya
sumber informasi, motif penyedia informasi, banyaknya data, kompleksitas
transaksi dan perbedaan kepentingan.
24
a. Jauhnya sumber informasi
Informasi yang diperoleh pengambil keputusan sulit untuk didapatkan
secara langsung dari partner usaha, biasanya diperoleh dari pihak lain, hal
ini akan menimbulkan ketidaktepatan informasi.
b. Motif penyedia informasi
Adanya motif tertentu pihak penyedia informasi yang bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan dari penyajian informasi. Penyebab dari hal ini
adalah karena adanya kepercayaan yang sangat tinggi mengenai harapan
masa depan dan juga karena adanya unsur kesengajaan memberi kesan baik
pada pihak lain.
c. Banyaknya data
d. Luasnya usaha organisasi membuat semakin kompleks dan banyaknya
transaksi usaha. Jika setiap departemen yang ada dalam organisasi tersebut
tidak memiliki prosedur yang tepat dalam menjalankan usahanya,
kemungkinan kesalahan baik kecil, maupun besar tidak dapat terdeteksi
sehingga menyebabkan menumpuknya kesalahan yang akan berefek pada
ketidaktepatan pencatatan iformasi dan laporan keuangan.
e. Kompleksitas transaksi
Perkembangan perusahaan yang pesat membuat transaksi keuangan
semakin kompleks dan semakin sulit untuk dicatat dengan baik. Peraturan
akuntansi yang bersinggungan dengan entitas lain membuat masalah
menjadi penting dan sulit.
f. Perbedaan kepentingan
Manajemen akan berusaha agar laporan keuangan memperlihatkan kinerja
yang baik dengan meningkatkan laba dan merubah perlakuan akuntansi.
25
Menurut Halim (2001:48) ada empat alasan kapan audit atas laporan
keuangan diperlukan. Keempat alasan tersebut adalah:
a. Perbedaan kepentingan
Ada perbedaan kepentingan yang dapat menimbulkan konflik antara
manajemen sebagai pembuat dan penyaji laporan keuangan dengan para
pemakai laporan keuangan. Manajemen mempunyai kepentingan untuk
mempertahankan jabatannya. Untuk itu manajemen akan berusaha agar
laporan keuangan perusahaan yang dipimpinnya memperlihatkan kinerja
yang baik, misalnya dengan mengubah metode perlakuan akuntansi
sehingga menjadi lebih besar. Di pihak lain, antara para pemakai laporan
keuangan sendiri pun mempunyai berbagai kepentingan yang berbeda
terhadap laporan keuangan perusahaan. Pemegang saham lebih senang
kebijakan dividen yang liberal yang memberi dividen lebih besar. Kreditor
seperti bank lebih senang bila tidak ada dividen.
Para pemakai mengharapkan kepastian dari auditor independen bahwa
laporan keuangan bebas dari pengaruh konflik kepentingan terutama
kepentingan manajemen. Laporan keuangan perlu diaudit untuk
menentukan kewajaran dan kenetralan laporan keuangan. Auditor
independen juga diharapkan mempertimbangkan setiap kebutuhan dari
berbagai kelompok pemakai laporan keuangan. Dengan demikian, audit
laporan keuangan diperlukan untuk meningkatkan keyakinan pemakai
laporan keuangan bahwa laporan keuangan bersifat netral, sehingga tingkat
reliabilitasnya dapat ditingkatkan.
26
b. Konsekuensi
Laporan keuangan merupakan informasi yang sangat penting bagi pemakai,
investor, kreditor, dan para pembuat keputusan ekonomi lainnya sangat
mengandalkan laporan keuangan yang dipublikasikan. Mereka
meningkatkan agar laporan keuangan berisi sebanyak mungkin informasi
yang relevan untuk mengambil keputusan. Mereka menginginkan adanya
pengungkapan (disclosure) yang memadai. Para pemakai lapora keuangan
mengandalkan auditor independen untuk memastikan bahwa laporan
keuangan disusun sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan berisi
pengungkapan yang diperlukan bagi para pemakai yang berkepengetahuan
dan mengerti tentang laporan keuangan.
c. Kompleksitas
Dunia bisnis yang selalu berkembang pesat mengakibatkan permasalahan
akuntansi dan proses penyajian laporan keuangan semakin kompleks.
Peningkatan kompleksitas ini mengakibatkan semakin tingginya risiko
kesalahan interprestasi dan penyajian laporan keuangan. Hal ini
menyulitkan para pemakai keuangan dalam mengevaluasi kualitas laporan
keuangan. Oleh karena itu, mereka mengandalkan laporan auditor
independen atas laporan keuangan yang diaudit untuk memastikan kualitas
laporan keuangan yang bersangkutan.
d. Keterbatasan akses
Pemakai laporan keuangan pada umumnya mempunyai keterbatasan akses
terhadap data akuntansi. Ada jarak antara pemakai dengan aktivitas
perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan. Jika para pemakai ingin
mengakses data secara langsung, maka mereka akan menghadapi kendala
27
waktu, biaya, ketelitian, dan tenaga. Oleh karena itu, mereka
mempercayakan pemeriksaan kepada pihak ketiga yaitu auditor independen.
Sedangkan menurut Harahap (1991) dikutip oleh Halim (2001:49) di
Indonesia umumnya audit dilaksanakan hanya karena terpaksa dengan keadaan
seperti:
a. Ketentuan Bank dalam pemberian kredit.
b. Ketentuan Badan Pengawas Pasar Modal bagi perusahaan yang go public.
c. Ketentuan-ketentuan tender, penawaran, pendaftaran rekanan.
d. Keadaan terpaksa karena terjadinya kecurangan .
e. Ketentuan Organisasi yang diatur dalam anggaran dasar.
Bagi perusahaan, audit masih merupakan komoditi mahal yang tidak perlu
dilaksanakan, sehingga pelaksanaan audit dilapangan terkadang dipersulit.
Perusahaan menganggap kompetensi auditor hanya untuk menemukan kecurangan
yang dianggap dapat merugikan perusahaan, bahkan perusahaan menganggap
auditor sebagai kaki tangan pemerintah untuk menemukan kecurangan dibidang
perpajakan.
5. Tujuan Audit
Tujuan umum audit adalah untuk menyatakan pendapat atas
kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha
serta kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Untuk mencapai
tujuan ini, auditor perlu menghimpun bukti kompeten yang cukup. Untuk
menghimpun bukti kompeten yang cukup, auditor perlu mengidentifikasikan
dan menyusun sejumlah tujuan audit spesifik untuk setiap akun laporan
keuangan. Dengan melihat tujuan spesifik tersebut, auditor akan dapat
28
mengidentifikasikan bukti apa yang dapat dihimpun, dan bagaimana cara
menghimpun bukti tersebut (Halim, 2001:135).
Sedangkan menurut (Rahayu, 2010:93) tujuan umum audit terhadap
laporan keuangan adalah untuk memberikan pernyataan pendapat apakah
laporan keuangan yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar, dalam segala
hal yang bersifat materil, sesuai dengan prinsip-prinsip akutansi yang lazim.
Ada lima tipe pokok laporan audit yang diterbitkan auditor
menurut Standar Professional Akuntan Publik:
a. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified
opinion report).
b. Laporan yang berisi pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa
penjelasan (unqualified opinion report with explanatory language).
c. Laporan yang berisi pendapat wajar dengan pengecualian (qualified
opinion report).
d. Laporan yang berisi pendapat tidak wajar (adverse opinion report).
e. Laporan yang didalamnya auditor tidak menyatakan pendapat (disclaimer
of opinion report).
6. Standar Audit
Merupakan pedoman untuk membantu auditor dalam memenuhi
tanggung jawab profesinya untuk melakukan audit atas laporan keuangan.
Standar audit mencerminkan ukuran mutu pekerjaan audit laporan keuangan.
Menurut Rahayu (2010:41) standar audit terbagi atas sepuluh
standar, dan terbagi dalam tiga kelompok yaitu:
a. Standar umum
1) Keahlian dan kompetensi teknis yang memadai
29
2) Sikap mental yang independen
3) Kemahiran profesional dengan cermat dan seksama
b. Standar pekerjaan lapangan
Merupakan pedoman auditor dalam melaksanakan prosedur audit. Standar
pekerjaan lapangan antara lain:
1) Perencanaan dan supervisi audit.
Perencanaan merupakan pengembangan strategi menyeluruh
pelaksanaan dan lingkup audit yang diharapkan, yang meliputi
penentuan: (i) Sifat, luas, dan pelaksanaan audit, (ii) Program audit.
Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan
audit atau penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi
adalah: (i) memberikan instruksi kepada asisten, (ii) menjaga informasi
masalah-masalah penting yang dijumpai dalam audit, (iii) mereview
pekerjaan yang dilaksanakan, (iv) menyelesaikan perbedaan pendapat
diantara staf audit kantor akuntan, (v) pemahaman memadai atas
pengendalian intern
Auditor harus memperoleh pemahaman tentang pengendalian intern
yang memadai untuk merencanakan audit, menentukan sifat, saat dan
ruang lingkup pengujian dengan melaksanakan prosedur untuk
memahami desain pengendalian yang relevan dengan audit atas
laporan keuangan, dan apakah pengendalian intern tersebut
dioperasikan.
30
2) Bukti kompeten yang cukup
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan.
c. Standar Pelaporan
Merupakan pedoman auditor yang membuat laporan audit. Standar
pelaporan terdiri dari 4 jenis antara lain:
1) Pernyataan kesesuaian laporan keuangan dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum Standar pelaporan pertama berbunyi: ”Laporan
audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia”.
2) Pernyataan ketidakkonsistenan penerapan prisip akuntansi yang
berlaku umum. Standar pelaporan kedua berbunyi:
”laporan auditor harus menunjukkan, jika ada ketidakkonsistennan
penerapan prisnip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan
periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam periode sebelumnya”.
3) Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan. Standar pelaporan
ketiga berbunyi: ”pengungkapan informatif dalam laporan keuangan
harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lapin dalam laporan
auditor”.
4) Pernyataan pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan.
Standar pelaporan keempat berbunyi sebagai berikut:
”laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
31
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada dan tingkat tanggung
jawab yang dipikul auditor”.
C. Audit Delay
Menurut Halim (2002), Kartika (2009) dan Utami (2006) pengertian audit
delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal
penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan audit.
Sedangkan menurut Newton and Ashton (1989) pengertian audit delay
adalah: “The number of calendar days the from the financial statement date to the
audit report date”.
Menurut Lawrence dan Briyan (1988) dalam Yugo Trianto (2006) Audit
Delay adalah lamanya hari yang dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan
pekerjaan auditnya, yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal
diterbitkannya laporan keuangan audit.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa audit
delay adalah lamanya waktu penyelesaian audit terhitung mulai dari tanggal
penutupan tahun buku sampai dengan tanggal diterbitkannya laporan audit.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan rata-rata audit delay yang
berbeda-beda pada setiap negara. Perbedaan ini dapat dimaklumi karena adanya
peraturan dan kebijakan pasar modal yang berbeda antar negara. Penelitian yang
dilakukan Andi Kartika (2009) di indonesia yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta periode 2001–2005 menunjukkan audit delay rata-rata 69 hari.
32
Sedangkan hasil penelitian Hossain dan Taylor (1998) di Pakistan menunjukkan
rata-rata audit delay yang lebih panjang yaitu 143 hari.
Kartika (2009) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi audit delay di Indonesia dengan menggunakan sampel perusahaan
LQ 45 yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2001-2005. Variabel
independen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ukuran perusahaan,
laba/rugi perusahaan, opini auditor dan tingkat profitabilitas. Dari hasil penelitian
dapat diambil kesimpulan faktor ukuran perusahaan, lab/rugi operasi, mempunyai
pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit delay. Opini auditor
mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap audit delay. Faktor
profitabilitas tidak mempunyai pengaruh terhadap audit delay.
Halim (2000), melakukan penelitian dengan menggunakan sampel 287
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1997 menunjukkan
bahwa audit delay rata-rata 84.45 hari. Variabel yang digunakan antara lain total
revenue, jenis industri, bulan penutupan buku tahunan, lamanya menjadi klien
KAP, rugi/laba operasi, tingkat profitabilitas dan jenis opini. Hasil penelitian
multivariate menunjukkan bahwa ke tujuh faktor tersebut secara serentak sangat
berpengaruh terhadap audit delay, namun yang konsisten berpengaruh adalah
tahun buku dan pelaporan kerugian.
Rachmawaty (2008) melakukan penelitian tentang faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi audit delay dan timeliness di Indonesia dengan
menggunakan sampel 287 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada
tahun 2003-2005. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain profitabilitas, solvabilitas, internal auditor, ukuran perusahaan dan
ukuran kantor akuntan publik. Dari hasil penelitian, faktor internal yang
33
mempengaruhi audit delay adalah ukuran perusahaan dan faktor eksternal ukuran
akuntan publik. Sedangkan variabel profitabilitas, solvabilitas, internal auditor
tidak mempunyai pengaruh terhadap audit delay. Faktor internal yang
mempunyai pengaruh terhadap timeliness adalah ukuran perusahaan, solvabilitas
dan faktor eksternal ukuran akuntan publik, sedangkan profitabilitas dan internal
auditor tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap timeliness. Faktor
internal dan eksternal perusahaan seperti profitabilitas, solvabilitas, internal
auditor, ukuran perusahaan dan ukuran akuntan publik secara bersama-sama
memiliki pengaruh yang signifikan baik terhadap audit delay maupun timeliness.
Ubaidillah (2008) melakukan penelitian beberapa faktor yang berdampak
pada perbedaan audit delay, dengan menggunakan sampel 337 perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode tahun 2005 menunjukkan bahwa audit
delay rata-rata 88 hari. Variabel yang digunakan adalah opini audit, tingkat
profitabilitas, leverage, dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel tingkat leverage dan opini audit berpengaruh terhadap audit delay
dan mempunyai hubungan tanda yang positif, sedangkan variabel ukuran
perusahaan dan tingkat profitabilitas tidak berpengaruh terhadap audit delay pada
perusahaan manufaktur.
Utami (2006) melakukan penelitian tentang analisis determinan audit
delay di Bursa Efek Jakarta. Variabel yang digunakan adalah ukuran perusahaan,
jenis industri, lamanya perusahaan menjadi klien sebuah kantor akuntan publik,
jenis opini audit, laba/rugi, dan rasio hutang terhadap ekuitas. Sampel yang
digunakan berjumlah 90 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara empiris determinan audit delay meliputi
faktor lamanya emiten menjadi klien sebuah kantor akuntan publik, emiten
34
mengalami kerugian tahun berjalan, dan laporan keuangan mendapat opini selain
unqualified dari akuntan publik. Sedangkan secara simultan seluruh variabel
berpengaruh terhadap audit delay.
Carslaw dan Kaplan (1991), melakukan penelitian mengenai audit delay
pada perusahaan publik di New Zealand. Variabel yang digunakan adalah ukuran
perusahaan, jenis opini akuntan publik, auditor, tahun buku perusahaan,
kepemilikan total asset. Variabel yang berpengaruh terhadap audit delay adalah
ukuran perusahaan dan perusahaan melaporkan kerugian.
D. Ukuran Perusahaan
Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan (Schwartz dan
Soo:1996; Owusu dan Ansah:2000). Hasil penelitian kontradiksi ditemukan pada
penelitian di Indonesia dimana ukuran perusahaan tidak berpengaruh kuat
terhadap ketepatan waktu pelaporan keuangan (Naim: 1998; Budi: 2000).
Halim (2000) di Indonesia tidak berhasil membuktikan ukuran perusahaan
yang menggunakan proksi yang sama yaitu total revenue mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap audit delay. Hasil penelitian Halim (2000) sejalan dengan
penelitian Na’im (1998) seperti yang dikutip dari Halim (2000) yang menyatakan
bahwa ukuran perusahaan tidak berpegaruh kuat terhadap audit delay, namun arah
hubungannya positif.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Carslaw dan Kaplan (1991) di New
Zealand yang menggunakan total asset sebagai proksi ukuran perusahaan
menunjukkan bahwa audit delay mempunyai hubungan yang berkebalikan dengan
ukuran perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan yang lebih besar mempunyai
pengendalian internal yang lebih kuat yang akan mengurangi kecenderungan
35
kesalahan pelaporan keuangan yang mungkin terjadi dan memampukan auditor untuk
mengendalikan pengendalian yang lebih luas dan untuk melakukan pekerjaan intern.
Selain itu juga berkaitan dengan pelayanan yang lebih baik, untuk klien yang lebih
besar oleh firma untuk memastikan kepuasan dari klien.
Selain itu penelitian-penelitian yang telah dilakukan seperti Courtis (1976),
Gilling (1977), Ashton dan Elliot (1987) yang dikutip oleh Halim (2000) menyatakan
bahwa faktor ukuran perusahaan dengan indikator total aktiva memiliki pengaruh yang
besar terhadap audit delay. Pengaruh ini ditunjukkan dengan semakin besar nilai
aktiva perusahaan maka semakin pendek audit delay dan sebaliknya. Menurut Dyer
dan McHugh (1975) seperti yang dikutip oleh Halim (2000) bahwa perusahaan besar
diduga akan menyelesaikan proses auditnya lebih cepat dibandingkan perusahaan
kecil. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu manajemen perusahaan yang
berskala besar cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay,
dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor,
pengawas permodalan dan pemerintah. Pihak-pihak ini sangat berkepentingan
terhadap informasi yang termuat dalam laporan keuangan. Oleh karena itu,
perusahaan-perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan eksternal yang
lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal.
E. Opini Audit
Auditor sebagai pihak yang independen di dalam pemeriksaan laporan
keuangan suatu perusahaan, akan memberikan pendapat atas kewajaran laporan
keuangan yang diauditnya. Ada lima kemungkinan pernyataan pendapat
independen (Mulyadi, 2002:19) yaitu:
36
1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
Laporan keuangan dianggap menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil
usaha suatu organisasi, sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia jika memenuhi kondisi berikut ini:
a. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia digunakan untuk
menyusun laporan keuangan.
b. Perubahan penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
c. Informasi dalam catatan-catatan yang mendukungnya telah digambarkan
dan dijelaskan dengan cukup dalam laporan keuangan, sesuai dengan
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan tambahan bahasa penjelasan
(unqualified opinion report with explanatory language).
Jika terdapat hal-hal yang memerlukan bahasa penjelasan, namun
laporan keuangan menyajikan secara wajar posisi keuangan dan hasil usaha
perusahaan klien, auditor dapat menambahkan laporan hasil auditnya dengan
bahasa penjelas.
Berbagai penyebab paling penting adanya tambahan bahasa penjelas:
a. Adanya ketidakpastian yang material.
b. Adanya keraguan atas kelangsungan hidup perusahaan.
c. Auditor setuju dengan penyimpangan terhadap prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
3. Pendapat wajar dengan pengecualian (qualified opinion)
Pendapat wajar dengan pengecualian akan diberikan oleh auditor jika
dijumpai hal-hal sebagai berikut:
a. Lingkup audit dibatasi oleh klien.
37
b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau tidak dapat
memperoleh informasi penting karena kondisi-kondisi yang berada di luar
kekuasaan klien maupun auditor.
c. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
d. Prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yang digunakan dalam
penyusunan laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten.
e. Pendapat tidak wajar (adverse opinion)
Auditor akan memberikan pendapat tidak wajar jika laporan keuangan
klien tidak disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia sehingga tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas dan arus kas perusahaan klien. Selain auditor memberikan
pendapat tidak wajar jika ia tidak dibatasi lingkup auditnya, sehingga auditor
dapat mengumpulkan bukti kompeten yang cukup untuk mendukung
pendapatnya.
Jika laporan keuangan diberi pendapat tidak wajar, maka informasi
yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan sama sekali tidak dapat
dipercaya, sehingga tidak dapat dipakai oleh pemakai informasi untuk
pengambilan keputusan.
4. Pernyataan tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion)
Jika auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit, maka laporan audit ini disebut dengan laporan tanpa pendapat (no
opinion report). Kondisi yang menyebabkan auditor tidak memberikan
pendapat adalah:
a. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkup audit.
38
b. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan kliennya.
Perbedaan antara pernyataan tidak memberikan pendapat dengan
pendapat tidak wajar adalah pendapat tidak wajar diberikan dalam keadaan
auditor mengetahui adanya ketidakwajaran laporan keuangan pendapat karena ia
tidak cukup memperoleh bukti mengenai kewajaran laporan keuangan yang
diaudit.
F. Reputasi Auditor
Auditor Empat Besar (The Big Four Auditors) adalah kelompok empat firma
jasa profesional dan akuntansi internasional terbesar, yang menangani mayoritas
pekerjaan audit untuk perusahaan publik maupun perusahaan tertutup.
Menurut Yuliana dan Aloysia (2004) Kantor Akuntan Publik di Indonesia dibagi
menjadi KAP the big four dan Kantor Akuntan Publik non the big four. Kantor Akuntan
Publik yang masuk kategori KAP the big four di Indonesia adalah:
1. Kantor Akuntan Publik Price Water House Cooper, yang bekerja sama dengan
Kantor Akuntan Publik Drs. Hadi Susanto dan rekan.
2. Kantor Akuntan Publik KPMG (Klynfeld Peat Marwick Goedelar), yang
bekerjasama dengan Kantor Akuntan Publik Sidharta dan Wijaya.
3. Kantor Akuntan Publik Ernst dan Young, yang bekerja sama dengan Kantor
Akuntan Publik Drs. Sarwoko dan Sanjoyo.
4. Kantor Akuntan Publik Delloite Tauche Thomatshu, yang bekerja sama dengan
Kantor Akuntan Publik Drs. Hans Tuanokata.
Menurut Supriyati Yuliastri Rolinda (2007) Kantor Akuntan Publik
internasional atau yang di kenal dengan the Big Four dianggap dapat melaksanakan
auditnya secara efisien dan memiliki jadwal waktu yang lebih tinggi untuk
39
menyelesaikan audit tepat pada waktunya. Kantor Akuntan Publik yang besar
memperoleh insentif yang tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya lebih cepat
dibandingkan Kantor Akuntan Publik lainnya. Waktu audit yang lebih cepat adalah cara
bagi Kantor Akuntan Publik besar untuk mempertahankan reputasinya, karena jika tidak
menyelesaikan audit dengan cepat maka untuk tahun yang akan datang mereka akan
kehilangan kliennya.
Pemilihan kantor akuntan publik yang berkompeten kemungkinan dapat
membantu waktu penyelesaian audit menjadi lebih segera atau tepat waktu.
Penyelesaian waktu audit secara tepat waktu kemungkinan dapat meningkatkan reputasi
kantor akuntan publik dan menjaga kepercayaan klien untuk memakai jasanya kembali
untuk waktu yang akan datang. Dengan demikian besar kecilnya Ukuran Kantor
Akuntan Publik kemungkinan dapat mempengaruhi waktu penyelesaian audit laporan
keuangan.
G. Leverage
Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya sehari-hari
pasti membutuhkan modal. Modal tersebut berasal dari modal sendiri maupun
modal yang berasal dari pinjaman. Perusahaan yang menggunakan sumber dana
dari luar untuk membiayai operasional perusahaan baik yang merupakan sumber
pembiayaan jangka pendek maupun jangka panjang merupakan penerapan dari
kebijakan leverage.
Arti leverage menurut Sularto dan Sudarmadji (2007) sacara harfiah adalah
pengungkit. Pengungkit biasanya digunakan untuk membantu mengangkat beban
yang berat. Dalam keuangan leverage juga mempunyai maksud yang serupa, yaitu
leverage bisa digunakan untuk meningkatkan tingkat keuntungan yang
40
diharapkan. Istilah leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan
kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai
beban tetap (fixed cost assets or funds) untuk memperbesar tingkat penghasilan
(return) bagi pemilik perusahaan.
Pengertian leverage menurut Ria (2008) adalah usaha untuk menggunakan
sesuatu yang akan membawa konsekuensi beban tetap. Terdapat 2 macam leverage
yaitu :
1. Operating Leverage
Operating leverage adalah penggunaan suatu kekayaan atau aktiva tertentu
yang akan mengakibatkan beban tetap bagi perusahaan seperti mesin-mesin,
gedung dan sebagainya. Dalam hal ini beban tetapnya akan berupa biaya
depresiasi.
2. Financial Leverage
Financial leverage adalah peggunaan sumber dana tertentu yang akan
mengakibatkan beban tetap yang berupa biaya bunga. Sumber dana ini dapat
berupa utang obligasi, kredit dari bank dan sebagainya.
Dengan memperbesar tingkat leverage maka hal ini akan berarti bahwa
tingkat ketidakpastian (Uncertainty) dari return yang akan diperoleh akan semakin
tinggi pula, tetapi pada saat yang sama hal tersebut juga akan memperbesar
jumlah return yang akan diperoleh. Tingkat leverage ini bisa saja berbeda-beda
antara perusahaan yang satu dengan yang lainnya, atau dari satu periode ke periode
lainnya di dalam satu perusahaan, tetapi yang jelas semakin tinggi tingkat leverage
akan semakin tinggi tingkat resiko yang di hadapi serta semakin besar
tingkat return atau penghasilan yang diharapkan. Istilah resiko (risk) disini
dimaksudkan dengan ketidakpastian (Uncertainty) dalam hubungannya dengan
41
kemampuan perusahaan membayar kewajiban-kewajiban tetapnya (fixed payment
obligation) (Sularto dan Sudarmadji, 2007).
Menurut Ubaidillah (2008) leverage yang tinggi memberikan arti bahwa
perusahaan tersebut sangat tergantung dari pinjaman dari luar, sebaliknya bila
tingkat leverage rendah maka permodalan tersebut lebih banyak didanai oleh
pemilik perusahaan tersebut. Tingkat leverage yang dihasilkan sebuah perusahaan
dapat dijadikan informasi sekaligus sebagai sinyal kepada publik untuk
mendapatkan gambaran mengenai kondisi perusahaan. Sinyal tersebut bisa berupa
good news ataupun bad news.
H. Laba/Rugi Perusahaan
Laba menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan. Sehingga dapat dikatakan bahwa laba merupakan berita baik.
Perusahaan tidak akan menunda penyampaian informasi yang berisi berita baik.
Dengan demikian perusahaan yang meraih laba cenderung akan lebih tepat
waktu dalam pelaporan keuangannya dibandingkan dengan perusahaan yang
mengalami kerugian (Hassanudin, 2002).
Menurut Carslaw dan Kalpan (1991) apabila perusahaan rugi maka
perusahaan akan meminta auditornya untuk menjadualkan pengauditan lebih
lambat dari biasanya, sehingga menunda untuk mengumumkan “bad news” kepada
publik. Auditor akan bertindak lebih berhati-hati dan cermat selama proses audit
dalam memberikan jawaban apakah peningkatan kerugian yang dialami oleh
perusahaan diakibatkan oleh kegagalan atau disebabkan oleh kecurangan
manajemen. Sementara pada perusahaan yang memiliki profitabilitas tinggi
cenderung mengharapkan penyelesaian audit secepat mungkin, sehingga mampu
42
mengumumkan laporan keuangan auditan ke publik lebih awal. Wirakusuma
(2004) mengutip temuan Dye dan Sridhar (1995) bahwa perusahaan yang memiliki
good news akan melaporakan lebih tepat waktu dibandingkan dengan perusahaan
yang operasionalnya gagal (bad news).
Penelitian Halim (2000), membuktikan audit delay dipengaruhi secara
positif oleh adanya pengumuman rugi/laba usaha. Perusahaan yang mengumumkan
rugi cenderung mengalami audit delay yang lama dibandingkan dengan perusahaan
yang mengumumkan laba. Menurut Na’im (1998) tingkat profitabilitas yang
rendah memacu kemunduran publikasi laporan keuangan.
I. Keterkaitan Antar Variabel
1. Ukuran Perusahaan dengan Audit Delay
Penelitian yang dilakukan oleh Carslaw dan Kaplan (1991) di New
Zelland yang menggunakan total asset sebagai proksi ukuran perusahaan
menunjukkan bahwa audit delay mempunyai hubungan yang berkebalikan
dengan ukuran perusahaan. Hal ini terjadi karena perusahaan yang lebih besar
mempunyai pengendalian internal yang lebih kuat yang akan mengurangi
kecenderungan kesalahan pelaporan keuangan yang mungkin terjadi dan
membuat auditor lebih mampu untuk mengendalikan pengendalian yang lebih
luas dan untuk melakukan pekerjaan intern. Selain itu juga berkaitan dengan
pelayanan yang lebih baik, untuk klien yang lebih besar oleh firma untuk
memastikan kepuasan dari klien.
Hasil penelitian Kartika (2009) di Indonesia menunjukkan bahwa
total asset mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap audit
delay perusahaan. Semakin besar total asset yang dimiliki oleh suatu
43
perusahaan maka semakin kecil audit delay-nya. Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dyer dan Mc Hugh dalam
penelitian Subekti dan Widiyanti (2004). Manajemen dengan skala besar
cenderung diberikan insentif untuk mempercepat penerbitan laporan keuangan
auditan disebabkan perusahaan berskala besar dimonitor secara ketat oleh
investor, pengawas permodalan dan pemerintah sehingga cenderung
menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan laporan
auditan lebih awal. Namun, hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Halim (2000) yang menunjukkan bahwa semakin besar
ukuran perusahaan yang diaudit maka audit delay-nya akan semakin lama.
Ini berkaitan dengan semakin banyaknya sampel yang harus diambil dan
semakin luas prosedur audit yang harus ditempuh. Jadi, ukuran perusahaan
tidak berpegaruh kuat terhadap audit delay, namun arah hubungannya positif.
Selain itu menurut Dyer dan Mc Hugh (1975) seperti yang dikutip oleh
Halim (2000) menyatakan bahwa manajemen dari perusahaan yang berskala besar
cenderung diberikan insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan
perusahaan-perusahaan tersebut dimonitor secara ketat oleh investor, pengawas
permodalan dan pemerintah. Dengan demikian perusahaan berskala cenderung
menghadapi tekanan eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan laporan
audit lebih awal.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa
terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap audit delay. Oleh karena itu
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha1 : Ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit
delay
44
2. Opini Audit dengan Audit Delay
Penelitian yang dilakukan oleh Ubaidillah (2005) di Indonesia
menunjukkan bahwa opini auditor secara parsial berpengaruh terhadap lamanya
pelaporan keuangan setelah audit (audit delay). Sama halnya dengan hasil
penelitian ini, hasil penelitian Whitteredpun (1980) yang terdapat pada
penelitian Subekti dan Widiyanti (2003) ternyata membuktikan bahwa audit
delay akan lebih panjang dialami oleh perusahaan yang menerima opini wajar
dengan pengecualian.
Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2009) menunjukkan bahwa
opini auditor independen mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan
terhadap audit delay perusahaan. Perusahaan yang menerima opini wajar tanpa
pengecualian (unqualified opinion) mempunyai waktu audit yang lebih cepat
dibandingkan perusahaan yang menerima opini wajar dengan pengecualian
(qualified opinion). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Soetedjo (2006). Perusahaan yang tidak menerima opini audit
standar unqualified opinion diperkirakan mengalami audit delay yang lebih
panjang. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut memandang sebagai bad
news dan akan memperlambat proses audit. Namun penelitian ini tidak
konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Na’im (1998) yang
menemukan bahwa opini audit tidak berpengaruh terhadap ketidaktepatan
pelaporan keuangan. Hal ini dikarenakan perusahaan yang tidak memenuhi
ketepatan pelaporan keuangan umumnya memperoleh unqualified opinion dari
auditor, tidak berbeda dengan perusahaan yang memenuhi ketepatan pelaporan
keuangan.
45
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa
terdapat pengaruh opini audit terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat
drumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha2 : Opini audit perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
audit delay
3. Reputasi Auditor dengan Audit Delay
Penelitian yang dilakukan Heri dan Imelda (2007) menemukan
bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four akan mempunyai
audit delay yang lebih pendek dari pada perusahaan yang diaudit oleh KAP
Non Big Four. Hasil ini mendukung penelitian Subekti dan Widiyanti (2004).
Hal ini disebabkan karena kantor akuntan publik yang besar akan
menyelesaikan auditnya dengan tepat waktu, karena pengalaman mereka dan
dapat melaksanakan audit secara lebih efisien dari pada kantor akuntan publik
yang kecil. Di samping itu, kantor akuntan publik yang besar memperoleh
insentif yang lebih tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya lebih cepat
dibandingkan dengan kantor akuntan publik lainnya. Waktu audit yang lebih
cepat juga merupakan cara kantor akuntan publik besar untuk
mempertahankan reputasi mereka, jika tidak untuk tahun yang akan datang
mereka akan kehilangan kliennya.
Tetapi hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Kartika (2009) dengan hasil bahwa reputasi auditor mempunyai
pengaruh yang negatif, tetapi pengaruh ini tidak signifikan.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa
terdapat pengaruh reputasi auditor terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat
drumuskan hipotesis sebagai berikut:
46
Ha3 : Reputasi auditor secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit
delay
4. Leverage dengan Audit Delay
Penelitian yang dilakukan Meiden dan Wenny (2007) menemukan
bahwa leverage mempunyai pengaruh yang signifikan dengan audit delay.
Semakin tingginya tingakat leverage, semakin tinggi pula resiko perusahaan,
karena masih banyak kewajiban kepada kreditur yang harus dilunasi.
Perusahaan yang memiliki banyak hutang pada struktur keuangannya, maka
perusahaan tersebut memiliki resiko yang cukup besar, sehingga bias menunda
publikasi laporan keuangan tahunan.
Penelitian yang dilakukan oleh Ubaidillah (2008) menemukan bahwa
leverage mempunyai hubungan yang positif dengan audit delay. Tingkat
leverage yang rendah memberikan arti bahwa permodalan perusahaan lebih
banyak didanai oleh pemilik perusahaan tersebut, sebalikanya bila tingkat
leverage yang tinggi maka perusahaan tersebut sangat tergantung dari pinjaman
dari luar perusahaan dan akan menghadapi tingginya tingkat resiko. Hal ini
mempengaruhi tingkat resiko yang diaudit maka audit delay-nya akan
semakin lama. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Weston dan
Copelan (1995) yang terdapat dalam penelitian Halim (2000), hasil penelitian
ini sekali lagi memberikan tambahan bukti di Indonesia mengenai variabel lain
yang mempengaruhi audit delay, dimana variabel ini belum diteliti oleh Subekti
dan Widiyanti (2004).
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa
terdapat pengaruh Leverage terhadap audit delay. Oleh karena itu dapat
drumuskan hipotesis sebagai berikut:
47
Ha4 : Leverage secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit delay.
5. Laba/Rugi dengan Audit Delay
Penelitian yang dilakukan oleh Caslaw dan Kaplan (1991)
menemukan bahwa rugi perusahaan mempunyai hubungan yang positif dengan
audit delay. Hasil dari penelitian ini konsisten dengan penelitian Ashton (1987).
Penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh Halim (2000) juga
memberikan hasil yang sama bahwa perusahaan yang mengalami rugi akan
mengalami audit delay yang lebih panjang.
Penelitian yang dilakukan oleh Utami (2006) dan Sejati (2007) juga
memberikan hasil yang sama bahwa perusahaan yang mengalami rugi akan
mengalami audit delay yang lebih besar. Beberapa faktor yang mengkaitkan
pelaporan rugi dengan audit delay adalah : pertama, ketika rugi terjadi
perusahaan akan cenderung menunda berita buruk. Sebuah perusahaan yang
mengalami rugi akan meminta auditor untuk menjadual audit lebih dari
biasanya misalnya terlambat memulai proses audit atau memperlama proses
audit. Kedua, seorang auditor akan lebih berhati-hati dalam melakukan proses
audit pada perusahaan yang rugi jika auditor meyakini bahwa kerugian
perusahaan kemungkinan disebabkan karena kegagalan keuangan atau
kecurangan manajemen.
Penelitian yang dilakukan oleh Kartika (2009) menunjukkan bahwa
laba rugi operasi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan berpengaruh
terhadap audit delay. Ini berkaitan dengan ketidakstabilan kondisi ekonomi saat
ini, dimana kebanyakan perusahaan yang mengalami kerugian diabaikan dalam
pelaporan keuangannya karena kerugian dianggap sebagai hal yang biasa.
48
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas penulis menduga bahwa
terdapat pengaruh laba/rugi perusahaan terhadap audit delay. Oleh karena itu
dapat drumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha5 : Laba/rugi perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
audit delay
Ha6 : Ukuran perusahaan, opini audit, reputasi auditor, leverage, dan
laba/rugi perusahaan berpengaruh signifikan secara simultan
terhadap audit delay.
J. Kerangka Pemikiran
Menurut Hamid (2007:26) mendefinisikan kerangka karangan berfikir
sebagai berikut:
“Kerangka pemikiran adalah merupakan sintesa dari serangkaian teori yang
sistematis dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternative dari
serangkaian masalah yang ditetapkan”.
Informasi sebagai bukti yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi
keputusan individual. Namun demikian, informasi baru akan bermanfaat bagi
pemakainya apabila informasi tersebut disampaikan sedini mungkin agar dapat
digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi dan untuk
menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut dalam (Scott, 2003)
yang dikutip oleh (Rachmawati, 2008).
Ketepatwaktuan tidak menjamin relevansi, tetapi relevansi informasi tidak
mungkin tanpa ketepatwaktuan informasi mengenai kondisi dan proses perusahaan
harus cepat dan tepat sampai kepada pengguna laporan keuangan (Rachmawati,
2008).
49
Ada dua logika yang mendasari hubungan antara ukuran perusahaan
dengan audit delay. Pertama, perusahaan besar akan menyelesaikan proses
auditnya lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu manajeman yang berskala besar cenderung diberikan
insentif untuk mengurangi audit delay dikarenakan perusahaan besar dimonitor
secara ketat oleh investor, pengawas permodalan dan pemerintah. Oleh karena
itu, perusahaan-perusahaan berskala besar cenderung menghadapi tekanan
eksternal yang lebih tinggi untuk mengumumkan audit lebih awal. Disamping
itu perusahaan besar pada umumnya memiliki sistem pengendalian internal
yang lebih baik sehingga memudahkan auditor menyelesaikan pekerjaannya.
Kedua, bahwa semakin besar perusahaan maka waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan audit lebih lama. Hal ini berkaitan dengan semakin banyaknya
sampel yang harus diambil dan semakin luas prosedur audit yang harus
ditempuh. Sehingga ukuran perusahaan dengan indikator total asset memiliki
pengaruh positif terhadap audit delay.
Perusahaan yang tidak menerima opini audit standar unqualified opinion
diperkirakan mengalami audit delay yang lebih panjang, hal ini dikarenakan
perusahaan tersebut memandang sebagai bad news dan akan meperlambat
peroses audit. Opini selain wajar tanpa pengecualian (unqualified opinion)
merupakan opini yang tidak diharapkan oleh semua manajemen. Semakin tidak
baik opini yang diterima oleh perusahaan maka semakin lama laporan keuangan
auditan dipublikasikan. Laporan keuangan yang disampaikan tidak tepat waktu
mencerminkan ketidakpatuhan perusahaan terhadap peraturan yang.
Kualitas audit diukur dengan Ukuran Kantor Akuntan Publik yang
dibedakan menjadi kantor akuntan publik yang masuk empat besar, dalam hal ini
50
the big four dan kantor akuntan publik non the Big Four. Dimana Kantor akuntan
publik empat besar cenderung untuk lebih cepat menyelesaikan tugas audit yang
mereka terima dan mengeluarkan pendapat yang going concern. Kantor akuntan
publik the big four lebih menginginkan untuk mengambil sikap yang tepat dan
mengeluarkan pendapat yang sesuai standar dan memiliki kemampuan teknis untuk
mendeteksi going concern perusahaan, kantor akuntan publik besar cenderung
menyajikan audit yang lebih cepat dibandingkan dengan kantor akuntan publik non
the big four karena mereka memiliki nama baik yang dipertaruhkan (Prabandi dan
Rustiana, 2007:31).
Kantor akuntan publik the big four umumnya mempunyai sumber daya
yang lebih besar sehingga dapat melakukan audit lebih cepat dan efisien. Hal ini
membuktikan pendapat bahwa perusahaan yang diaudit oleh kantor akuntan publik
the big four cenderung lebih cepat menyelesaikan auditnya bila dibandingkan
dengan perusahaan yang diaudit oleh kantor akuntan publik non the big four.
Supriyati Yuliasri Rolinda (2007:123) telah membuktikan bahwa Ukuran Kantor
Akuntan Publik berpengaruh terhadap Audit Delay studi empiris pada perusahaan
manufaktur dan finansial di Indonesia pada tahun 2004-2005 hal ini dikarenakan
sebagian besar perusahaan sudah menggunakan jasa audit Kantor Akuntan Publik
the big four yang dapat melakukan auditnya dengan cepat dan efisien.
Semakin tingginya tingakat leverage, semakin tinggi pula resiko
perusahaan, karena masih banyak kewajiban kepada kreditur yang harus dilunasi
(Meiden dan Weni, 2007).
Perusahaan yang melaporkan kerugian akan meminta auditor untuk
mengatur waktu auditnya lebih lama dibandingkan biasanya. Sebaliknya jika
perusahaan melaporkan laba yang tinggi maka perusahaan akan mempercepat
51
auditnya, sehingga good news tersebut segera dapat disampaikan kapada para
investor dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan. Sehingga laporan
laba/rugi perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap audit delay. Kerangka
pemikiran dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
K. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis penelitian ini adalah :
Ha1 : Ukuran perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit
delay
Ha2 : Opini audit perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
audit delay
Ukuran Perusahaan
(Utami, 2006)
Opini Auditor
(Ubaidillah, 2008)
Audit Delay
Laba/Rugi Perusahaan
(Utami, 2006)
Reputasi Auditor
(Subekti dan Widiyanti, 2004)
Leverage
(Ubaidillah, 2008)
52
Ha3 : Reputasi auditor secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit
delay
Ha4 : Leverage secara parsial berpengaruh signifikan terhadap audit delay
Ha5 : Laba/rugi perusahaan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
audit delay
Ha6 : Ukuran perusahaan, opini auditor, lamanya menjadi klien KAP, leverage,
dan laporan laba/rugi perusahaan secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap audit delay
53
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini meliputi audit delay pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia baik perusahaan berskala kecil maupun besar pada tahun 2008
sampai dengan tahun 2010. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji
Hipotesis untuk mengetahui pengaruh Ukuran Perusahaan, Opini Audit, reputasi
auditor, Leverage, dan Laba/Rugi Perusahaan terhadap Audit Delay. Jenis penelitian ini
adalah penelitian Kausalitas yaitu bentuk penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
B. Metode Penentuan Sampel
Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), Metode penentuan
sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
berdasarkan penilaian subjektif peneliti dengan karakteristik tertentu yang
dianggap mempunyai sangkut paut dengan karakteistik populasi yang sudah
diketahui sebelumnya dengan pertimbangan tertentu (Iskandar, 2009:76). Kriteria
yang diperlukan adalah:
1. Perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan selama tahun 2008- 2010.
2. Perusahaan tersebut mempunyai data yang lengkap.
3. Laporann Opini Auditor.
54
C. Metode Pengumpulan Data
Menurut Hamid (2007:33) metode pengumpulan data dapat dilakukan
dengan berbagai cara, salah satunya dilakukan melalui studi pustaka, terutama
yang berhubungan dengan data-data sekunder. Sementara itu data primer dapat
dilakukan melalui studi lapangan, berupa eksperimen, observasi dan wawancara
dengan metode kuesioner.
Data pada penelitian ini bersumber dari data sekunder. Sumber data
sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada
pengumpul, misalnya melalui orang lain atau melihat dokumen. Data diperoleh
dari:
1. Laporan keuangan tahunan perusahaan publik tahun 2008-2010
2. IDX Fact Books Desember tahun 2008-2010 atau akses di website BEI
(www.idx.co.id).
D. Metode Analisis
1. Metode Analisis
Statistik deskriftif digunakan untuk menggambarkan data dalam
bentuk kuantitatif dengan tidak menyertakan pengambilan keputusan melalui