Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara diklasifikasikan menjadi dua yaitu negara kesatuan (unitary state, eenheidsstaat ) dan negara serikat (federal, bonds-staat). 1 Sejarah mencatat berdasarkan perjuangan yang panjang untuk melahirkan negara Indonesia, merupakan suatu proses pengorbanan dari seluruh elemen bangsa yang bersatu dan memiliki rasa nasionalisme tinggi untuk menentang, mengakhiri penjajahan kolonialisme, dan imperealisme. Bangsa ini terlahir dari perbedaan dan perdebatan yang panjang dari para pendiri, namun menghasilkan kesepakatan untuk merdeka dan mendirikan negara Indonesia. Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 yang menghasilkan kesepakatan menjadi Negara Kesatuan nyatanya tidak mudah, pemerintah kolonial kembali mengganggu dengan merubah bentuk negara menjadi Negara Republik Indonesia Serikat pada tahun 1949. Diketahui Negara Republik Indonesia Serikat berdiri dari 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950 yang merupakan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) di Deen Haag yang terdiri dari : Negara Kesatuan Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, dan Sembilan satuan kenegaraan yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan Timur. Berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat merupakan cara Belanda untuk menunjukan kepada dunia bahwa negara Indonesia sudah runtuh, namun faktanya berhubung pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat bukan merupakan kehendak seluruh bangsa Indonesia pada akhirnya para pendiri bangsa bersepakat untuk kembali, dengan cara membubarkan Negara Republik Indonesia Serikat dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia yang 1 Dossy Iskandar Prasetyo dan Bernard L, 2005, Ilmu Negara, Surabaya: Srikandi, hlm. 33.
29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

Apr 30, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bentuk negara diklasifikasikan menjadi dua yaitu negara kesatuan

(unitary state, eenheidsstaat) dan negara serikat (federal, bonds-staat).1

Sejarah mencatat berdasarkan perjuangan yang panjang untuk melahirkan

negara Indonesia, merupakan suatu proses pengorbanan dari seluruh elemen

bangsa yang bersatu dan memiliki rasa nasionalisme tinggi untuk menentang,

mengakhiri penjajahan kolonialisme, dan imperealisme. Bangsa ini terlahir

dari perbedaan dan perdebatan yang panjang dari para pendiri, namun

menghasilkan kesepakatan untuk merdeka dan mendirikan negara Indonesia.

Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 yang menghasilkan kesepakatan

menjadi Negara Kesatuan nyatanya tidak mudah, pemerintah kolonial kembali

mengganggu dengan merubah bentuk negara menjadi Negara Republik

Indonesia Serikat pada tahun 1949.

Diketahui Negara Republik Indonesia Serikat berdiri dari 27 Desember

1949 sampai 17 Agustus 1950 yang merupakan hasil Konferensi Meja Bundar

(KMB) di Deen Haag yang terdiri dari : Negara Kesatuan Republik Indonesia,

Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara

Madura, Negara Sumatera Timur, Negara Sumatera Selatan, dan Sembilan

satuan kenegaraan yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau, Kalimantan

Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara, dan Kalimantan

Timur. Berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat merupakan cara Belanda

untuk menunjukan kepada dunia bahwa negara Indonesia sudah runtuh, namun

faktanya berhubung pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat bukan

merupakan kehendak seluruh bangsa Indonesia pada akhirnya para pendiri

bangsa bersepakat untuk kembali, dengan cara membubarkan Negara Republik

Indonesia Serikat dan kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

1 Dossy Iskandar Prasetyo dan Bernard L, 2005, Ilmu Negara, Surabaya: Srikandi, hlm. 33.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

2

dan berkedudukan di Yogyakarta sebagai Ibukota.2 Bubarnya Negara Republik

Indonesia Serikat dan kembali pada bentuk Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) ini didasari atas pertimbangan bahwa negara kesatuan

adalah bentuk negara yang paling representatif dan dipandang paling terbaik

untuk mewadahi persatuan bangsa yang begitu majemuk.

Negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat tentu memiliki suatu

konstitusi, dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1) menyatakan

bahwa “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”,

sebagai negara kesatuan dan memiliki konstitusi yang jelas tentu kewajiban

negara adalah memperkuat bentuk negara, cara memperkuat bentuk negara

tersebut dinyatakan pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 37 ayat (5) bahwa

“Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat

dilakukan perubahan”. Hal ini jelas dimaksudkan untuk mengaktualisasikan

tujuan nasional yang tertuang pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejateraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia. Negara kesatuan (unitary state) memiliki dua sistem yaitu:

sistem sentralisasi (unitary state by centralization) dan sistem desentralisasi

(unitary state by decentralization). Dijelaskan untuk negara kesatuan dengan

sistem sentralisasi, semua urusan pemerintahan menjadi kewenangan

pemerintah pusat dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat. Pada negara

kesatuan dengan sistem desentralisasi diketahui sebagian urusan pemerintah

yang bersifat tidak pokok diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah

daerah otonom, serta urusan pemerintahan yang bersifat pokok tetap menjadi

wewenang pemerintah pusat.

Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi memiliki lima macam

varian model yaitu : a. Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi yang

2 Rozali Abdullah, 2003, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, hlm 45.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

3

sentralistik; b. Negara kesatuan sistem desentralisasi yang desentralistik; c.

Negara kesatuan sistem desentralisasi yang proporsional; d. Negara kesatuan

sistem desentralisasi yang federalistik; dan e. Negara kesatuan sistem

desentralisasi yang konfederalistik.3 Pertama, negara kesatuan dengan sistem

desentralisasi yang sentralistik yaitu negara kesatuan yang pemerintah

pusatnya mempunyai kewenangan lebih besar dari pada pemerintah daerah

seperti negara kesatuan Perancis. C.F Strong mengatakan, France.. is a highly

centralized states is which very little responsibility is thrown upon local

authorities.4 Kedua, negara kesatuan dengan sistem desentralisasi yang

desentralistik adalah negara kesatuan, dimana pemerintah daerahnya

mempunyai kewenangan lebih besar dari pada pemerintah pusat misalnya

negara kesatuan Inggris. C.F. Strong mengatakan, Great Britain for example,

is a localized state because local government play a large part in the political

life of the community.5 Ketiga, negara kesatuan dengan sistem desentralisasi

yang proporsional yakni negara kesatuan, dimana pemerintah pusat dan

pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang seimbang misalnya negara

kesatuan Belanda. Keempat, negara kesatuan dengan sistem desentralisasi yang

federalistik yakni negara kesatuan yang bercirikan negara federal karena

mengadopsi asas desentralisasi dengan titik berat pada otonomi daerah,

mengadopsi asas dekonsentrasi sangat terbatas, dan mengadopsi asas federasi

dari negara serikat dalam penyelenggaraan negara kesatuan misalnya NKRI

ketika berlakunya UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 32 Tahun 2004.

Kelima, negara kesatuan dengan sistem desentralisasi yang konfederalistik

yakni negara kesatuan yang bersifat konfederalistik karena mengadopsi asas

desentralisasi dengan penekanan pada otonomi daerah, mengadopsi asas

dekonsentrasi sangat terbatas, namun contohnya hingga saat ini belum ada.

3 Astin Riyanto, 2006, Aktualisasi Negara Kesatuan Setelah Perubahan Atas Pasal 18 Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bandung: Disertasi Universitas Padjajaran, hlm. 73. 4 C.F. Strong, 1966, Modern Political Constitution; An Introduction to the Comparatif Study of Their History and Existing Form, London: Sidwick & Jackson Limited, hlm. 64. 5 Ibid., hlm. 64.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

4

Dari lima macam varian model diatas, ternyata Indonesia pernah menggunakan

desentralisasi federalistik yang dijalankan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999

dan UU Nomor 32 Tahun 2004.6

Setelah diputuskannya bentuk negara adalah negara kesatuan, maka

amanat selanjutnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 Bab I Bentuk dan Kedaulatan menyatakan pada Pasal 1 ayat (3) bahwa

“Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Hal ini merupakan landasan

konstitusional yang begitu kuat dan menjelaskan bahwa Indonesia adalah

negara yang berdiri diatas landasan hukum, dimana hukum diposisikan sebagai

aturan tunggal dalam menjalani kehidupan dan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara.7 Menurut Julius Strahl sarjana Hukum Tata Negara dari Jerman, ciri

sebuah negara hukum, yaitu : a. Adanya perlindungan terhadap hak asasi

manusia; b. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan; c. Pemerintahan

berdasarkan peraturan perundang-undangan (wetmatigsheid van bestuur); d.

Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).8

Upaya menerjemahkan ciri sebuah negara hukum, maka negara

Indonesia pasca reformasi menguatkan sistem pemisahan kekuasaan

(separation of power) dan pembagian kekuasaan (distribution of power).

Prinsip pembagian kekuasaan merupakan konsistensi atas penerapan prinsip

Negara hukum Indonesia diatur sepenuhnya dalam UUD 1945. Penerapan

pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri menjadi dua bagian yaitu,

pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara

vertikal. Pembagian kekuasaan secara horizontal yaitu pembagian kekuasaan

menurut fungsi lembaga-lembaga tertentu (legislatif, eksekutif, dan yudikatif),

sedangkan pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian

6 Mahmuzar, 2020, Model Negara Kesatuan Republik Indonesia di Era Reformasi, Jurnal Hukum dan Pembangunan, Vol. 50, No. 2, hlm. 313. 7 Muhamad Junaidi, 2016, Ilmu Negara Sebuah Konstruksi Ideal Negara Hukum, Malang: Setara Pres, hlm. IX. 8 Akil Moctar, 2009, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Mahkamah Konstitusi, hlm. 18.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

5

kekuasaan menurut tingkatnya, yaitu pembagian kekuasaan antara

pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.

Memperbincangkan hubungan pusat dan daerah dalam bingkai negara

kesatuan sangat menarik untuk dibahas secara mendalam. Masalah yang timbul

dalam praktiknya yaitu mengenai tarik menarik kepentingan jelas merupakan

hal yang tidak dapat dihindarkan. Untuk negara kesatuan, upaya pemerintah

pusat untuk selalu memegang kendali atas berbagai urusan pemerintahan

sangat jelas. Kelaziman negara yang berbentuk kesatuan pemegang otoritas

pemerintahan adalah pusat dan kewenangan yang diberikan oleh pusat kepada

daerah sangat terbatas.9 Pembagian kekuasaan secara vertikal muncul sebagai

konsekuensi dari diterapkannya asas desentralisasi otonomi daerah di Negara

Kesatuan Republik Indonesia, sehingga pemerintah pusat menyerahkan

sebagaian wewenang pemerintahan kepada pemerintahan daerah otonom

(provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan

pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, sebagaimana

dibunyikan dalam UUD NRI 1945 pada Bab VI Pemerintahan Daerah Pasal 18

dan selanjutnya diatur lebih detail di dalam undang-undang.

Sepanjang Indonesia merdeka sejak tahun 1945-2015 telah diberlakukan

delapan undang-undang otonomi daerah. Adapun undangundang otonomi

daerah yang pernah berlaku di Indonesia adalah : a. Undang- Undang RI

Nomor 1 Tahun 1945; b. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 1948; c.

Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1957; d. Undang-Undang RI Nomor 18

Tahun 1965; e. Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1974; f. Undang-Undang

RI Nomor 22 Tahun 1999; g. Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004; h.

Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014.10 Diketahui bahwa Undang-

Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 masih berlaku dan sudah melakukan dua

kali perubahan.

9 Ni’matul Huda, 2010, Hukum Pemerintahan Daerah, Bandung: Nusamedia, hlm. 1. 10 Moh. Kusnardi dan Bintan Saragih, 2008, Ilmu Negara, Jakarta: Gaya Media Pratama, hlm. 207- 209.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

6

Kebijakan pemerintah yang telah memberikan tugas pembagian

kewenangan antara pusat dan daerah merupakan amanat Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana dilakukan pembaharuan pada Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan tujuan

mempercepat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dengan

memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk

menyelenggarakan otonomi daerah. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

telah memberikan kewenangan, namun begitu terbatas dan terlihat tidak mudah

bagi pemerintah untuk merelakan kekuasaan “devolusi” kepada daerah.11

Otonomi daerah dapat dikatakan sebagai sebuah instrument untuk memelihara

negara kesatuan untuk mewujudkan pemerataan kemakmuran, kesejahteraan,

dan keadilan di berbagai bidang.12

Kesempatan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah

menjadi satu keinginan kuat dari masyarakat untuk membentuk daerah otonom

baru di Provinsi Banten yaitu terbentuknya Kota Serang yang berdasarkan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang di

Provinsi Banten, dengan tujuan untuk memacu perkembangan dan kemajuan

Provinsi Banten pada umumnya dan Kabupaten Serang pada khususnya, serta

adanya aspirasi yang berkembang dalam masyarakat, perlu dilakukan

peningkatan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan

pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

dan diharapkan akan dapat mendorong peningkatan pelayanan dalam bidang

pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta dapat memberikan

kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah.13

Kota Serang memiliki luas wilayah 266,74 km2 yang terdiri dari 6

Kecamatan yaitu : Kecamatan Serang, Kecamatan Cipocok Jaya, Kecamatan

11 Achmad Fauzi, 2019, Otonomi Daerah Dalam Kerangka Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Yang Baik, Jurnal Spektrum Hukum, Vol. 16, No.1, hlm 121. 12 Danetta Leoni, 2020, Penyelenggaraan Otonomi Daerah Bidang Pendidikan Berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Jurnal Ilmu Hukum Kyadiren, Vol. 5, No. 20, hlm. 22. 13 Unsur Menimbang UU Nomor 32 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Serang.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

7

Kasemen, Kecamatan Taktatakan, Kecamatan Curug, dan Kecamatan

Walantaka serta memiliki 67 Kelurahan.14 Kota Serang memiliki peranan yang

fundamental, selain merupakan pusat pemerintahan Provinsi Banten, jarak dari

Kota Jakarta yang hanya sekitar 70 km, menjadikan Kota Serang sebagai

daerah alternatif dan penyangga (hinterland) Ibukota Negara dan memiliki

posisi strategis untuk menunjang pertumbuhan perekonomian yang didukung

oleh infrastruktur perhubungan darat yaitu terbentangnya Jalan Tol Jakarta-

Merak dengan dua pintu keluar di bagian timur dan barat Kota Serang, serta

berbatasan langsung dengan padatnya lalu lintas laut jawa dapat dimanfaatkan

bagi kepentingan daerah. Berdasarkan RTRW Nasional dan RTRW Provinsi

Banten, wilayah Kota Serang merupakan Pusat Kegiatan Nasional (PKN).

Kota Serang sebagai daerah otonom memiliki kewenanganberdasarkan

Pasal 9 ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah yang disebut dengan urusan pemerintahan konkuren dimana

defisininya adalah urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat

dan Daerah. Urusan pemerintahan konkuren berdasarkan Pasal 11 ayat (1)

dijelaskan urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal

9 ayat (3) yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas urusan pemerintahan

wajib dan urusan pemerintahan pilihan serta dijelaskan pula dalam Pasal 11

ayat (2) urusan pemerintahan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri

atas urusan pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan

pemerintahan yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar.

Diketahui untuk urusan yang berkaitan dengan pelayanan dasar

diantaranya :15 a. Pendidikan; b. Kesehatan; c. Pekerjaan umum dan penataan

ruang; d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman; e. Ketenteraman,

ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat; dan f. Sosial. Urusan yang

tidak berkaitan dengan pelayanan dasar diantaranya :16 a. Tenaga kerja; b.

Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; c. Pangan; d. Pertanahan; e.

14 RPJMD Kota Serang, 2020, hlm. II-1. 15 Pasal 12 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 16 Pasal 12 ayat (2) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

8

Lingkungan hidup; f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil; g.

Pemberdayaan masyarakat dan desa; h. Pengendalian penduduk dan keluarga

berencana; i. Perhubungan; j. Komunikasi dan informatika; k. Koperasi, usaha

kecil, dan menengah; l. Penanaman modal; m. Kepemudaan dan olah raga; n.

Statistik; o. Persandian; p. Kebudayaan; q. Perpustakaan; dan r. Kearsipan.

Sedangkan urusan pilihan diantaranya :17 a. Kelautan dan perikanan; b.

Pariwisata; c. Pertanian; d. Kehutanan; e. Energi dan sumber daya mineral; f.

Perdagangan; g. Perindustrian; dan h. Transmigrasi.

Kewenangan yang telah diberikan untuk Kota Serang berdasarkan

undang-undang sekaligus sebagai daerah berstatus Ibukota Provinsi Banten

ternyata belum terlihat kemajuannya dan belum begitu membanggakan, hal ini

diamini oleh Hasan Basri selaku Wakil Ketua DPRD Kota Serang 2019-2024

yang mengatakan “Memang belum ideal untuk disebut menjadi Ibukota

Provinsi Banten, bahkan menyebutkan kalau daerahnya ini masih belum

sepadan jika harus dibandingkan dengan daerah ibukota provinsi lain di

Indonesia”.18 Tentunya ini perlu adanya evaluasi dalam penyelenggaraan di

pemerintahan Kota Serang yang merupakan ibukota provinsi, seyogyanya

menjadi etalase kota yang harus berbenah diri dari berbagai aspek. Hal ini

begitu sangat penting dikarenakan berdasarakan sumber informasi, bahwa

Gubernur Banten mengaku malu mendengar keluhan kalau ibukota Provinsi

Papua lebih baik ketimbang ibukota Provinsi Banten.19

Secara garis besar permalahan pokok di Kota Serang menurut penulis

dibagi menjadi empat pokok permasalahan yaitu : a. Belum optimalnya kondisi

dan ketersediaan infrastruktur wilayah; b. Belum optimalnya inovasi dan

rendahnya daya saing perekonomian daerah; c. Belum optimalnya

penyelenggaraan tata kelola pemerintahan; dan d. Belum optimalnya kualitas

sumber daya manusia khsususnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan

17 Pasal 12 ayat (3) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 18 Website: https://www.republika.co.id/berita/q2e19d430/kota-serang-dinilai-belum-layak-jadiibu-kota-provinsi, diakses 14 Maret 2021 Jam 14.20 Wib. 19 Website: https://www.republika.co.id/berita/q54lww377/kota-tak-ideal-pemkot-

serangsalahkan-provinsi-banten, diakses 05 Juni 2021 Jam 17.50 Wib.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

9

sosial di Kota Serang. Diketahui penulis akan menjelaskan point a hingga c

secara umum, kemudian untuk point d, penulis akan menjelaskan secara

mendalam. Untuk itu diperlukan dukungan dan sinergitas antara pemerintah

dengan pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak lain yang terlibat dalam

membantu penyelenggaraan pemerintahan di Kota Serang berdasarkan urusan

konkuren. Penelitian menggunakan teknik purposive sampling yang membahas

khusus bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang, sehingga data

yang dimiliki nantinya akan lebih valid dan harapannya kedepan harus lebih

dioptimalkan mengenai status sebagai Ibukota Provinsi Banten. Berdasarkan

hal tersebut, penulis terdorong untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan

judul “PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DALAM

URUSAN KONKUREN BIDANG PELAYANAN DASAR (STUDI

KASUS DI KOTA SERANG)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penulis

merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Bagaimana implementasi dari penyelenggaraan urusan konkuren bersifat

wajib dalam pelayanan dasar khusus bidang pendidikan, kesehatan, dan

sosial di Kota Serang ?

b. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi implementasi penyelenggaraan

urusan konkuren bersifat wajib dalam pelayanan dasar khusus bidang

pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam tesis ini sebagai berikut :

a. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa implementasi

dari penyelenggaraan urusan konkuren bersifat wajib dalam pelayanan

dasar khusus bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang;

b. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa permasalahan

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi dari

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

10

penyelenggaraan urusan konkuren bersifat wajib dalam pelayanan dasar

khusus bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis yang penulis uraikan sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

a. Pengembangan ilmu pengetahuan dan arsip kepustakaan khususnya

dibidang HAN/HTN yaitu hukum pemerintahan daerah dan umumnya

dalam kajian ilmu hukum;

b. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pemahaman bagi

penulis, pembaca, dan pemerintah daerah, serta memberikan jawaban

secara komprehensif atas permasalahan mengenai penyelenggaraan

urusan konkuren bersifat wajib dalam pelayanan dasar khusus bidang

pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang.

2. Secara Praktis

a. Memberikan sumbangsih pemikiran dan informasi untuk bidang

HAN/HTN spesifik hukum pemerintahan daerah dan khususnya bagi

Kota Serang, sehingga kedepan pembangunan di daerah memiliki arah

yang lebih efektif dan efisien;

b. Penelitian ini diharapkan menjadi masukan dan menjadi evaluasi bagi

pemerintah daerah atas permasalahan mengenai penyelenggaraan

urusan konkuren bersifat wajib dalam pelayanan dasar khusus bidang

pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang.

E. Landasan Teori

1. Teori Negara Kesatuan

Negara adalah tanda kehidupan sepanjang sejarah manusia yang

begitu dinamis. Konsep negara berkembang mulai dari bentuknya yang

paling sederhana sampai ke yang paling kompleks di zaman sekarang. Teori

mengenai susunan organisasi negara yang selama berabad-abad dipahami

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

11

terdiri atas tiga kemungkinan bentuk, yaitu negara kesatuan (unitary state

atau eenheidsstaat), negara serikat atau federal (bondstaat), dan negara

konfederasi (confederation).20 Kemudian berkembang di zaman sekarang

bentuk negara diklasifikasikan menjadi dua yaitu negara kesatuan (unitary

state, eenheidsstaat) dan negara serikat (federal, bonds-staat) saja.21

Pasca kemerdekaan Indonesia para founding fathers memperdebatkan

tentang bentuk negara, dimana muncul dua pilihan utama terkait bentuk

negara yaitu kesatuan dan federal. Beberapa tokoh seperti Ir. Soekarno, Mr.

Soepomo, Moh. Yamin, dan lainnya lebih memilih negara yang integralistik

atau negara kesatuan. Sedangkan Moh. Hatta berbeda pandangan, beliau

lebih menyetujui bentuk negara federal. Hatta menyatakan bahwa Indonesia

terdiri dari masyarakat yang majemuk, sehingga membutuhkan bentuk

negara federal bagi Indonesia untuk mempersatukan segenap bangsa

Indonesia dan tumpah darah Indonesia.22 Dijelaskan dalam bentuk negara

federal atau negara serikat adalah negara yang tersusun dari beberapa negara

yang semula berdiri sendiri-sendiri dan kemudian negara-negara tersebut

mengadakan ikatan kerjasama yang efektif. Disamping itu, negara-negara

tersebut masih ingin mempunyai wewenang-wewenang yang dapat diurus

sendiri. Jadi disini tidak semua urusan diserahkan kepada pemerintah

gabungannya (pemerintah federal), tetapi masih ada beberapa urusan yang

diserahkan oleh pemerintah negara-negara bagian kepada pemerintah

federal, yaitu urusan-urusan yangmenyangkut kepentingan bersama

misalnya urusan keuangan, pertahanan, angkatan bersenjata, hubungan luar

negeri, dan sebagainya.23

20 Jimly Asshiddiqie, 2016, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI, hlm. 6. 21 Sri Nur Hari, 2019, Desentralisasi Asismetris dalam Konteks Negara Kesatuan, Jurnal Administrative & Law Governance Vol. 2 No. 4, November, hlm. 633. 22 Mahmuzar, Model Negara Kesatuan Republik Indonesia di Era Reformasi, Jurnal Hukum dan Pembangunan Vol. 50, No. 2, 2020, hlm. 303. 23 Indah Sari, 2015, Federal Versus Kesatuan: Sebuah Proses Pencarian Terhadap Bentuk Negara Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara Vol. 5 No. 2 Maret, hlm. 45.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

12

Negara federal ditandai oleh fakta bahwa negara bagian memiliki

suatu derajat otonomi konstitusional, yaitu bahwa organ legislatif dari

masing-masing negara bagian berkompeten dalam masalah-masalah

menyangkut konstitusi dari masyarakat ini, sehingga perubahan-perubahan

dalam konstitusi dari negara-negara bagian dapat dilakukan melalui undang-

undang dari negara-negara bagian itu sendiri. Otonomi konstitusional dari

negara-negara bagian ini terikat oleh prinsip-prinsip konstitusional tertentu

dari konstitusi federasi misalnya, menurut konstitusi federal, negara-negara

bagian dapat diwajibkan untuk mempunyai Konsitusi Republik-

Demokratis.24 C.F. Strong menyatakan bahwa terdapat tiga ciri dari negara

federal yaitu : a. Adanya supermasi daripada konstitusi di mana federal itu

terwujud; b. Adanya pembagian kekuasaan antara negara-negara federal

dengan negara-negara bagian; dan c. Adanya satu lembaga yang diberi

wewenang untuk menyelesaikan suatu perselisihan antara pemerintah

federal dengan pemerintah negara-negara bagian.25

Selanjutnya adalah negara kesatuan, menurut CF. Strong negara

kesatuan adalah negara yang diorganisir di bawah satu pemerintah pusat.

Hakikat negara kesatuan adalah negara yang kedaulatannya tidak terbagi,

atau dengan kata lain, negara yang kekuasaan pemerintah pusatnya tidak

terbatas karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui adanya badan

pembuat undang undang selain badan pembuat undang-undang pusat.26

Terdapat dua sifat penting negara kesatuan menurut CF. Strong, yaitu : a.

Supremasi parlemen pusat dan b. Tidak adanya badan berdaulat tambahan.27

Negara kesatuan ditinjau dari segi susunannya bersifat tunggal, maksudnya

negara kesatuan ini tidak tersusun dari beberapa negara, melainkan hanya

24 Hans Kelsen, 2011, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, terjemahan dari buku General Theory Of Law and State diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien cetakan ke-6, Bandung: Nusa Media, hlm. 449. 25 C. F. Strong, 1960, Modern Political Constitution, An Introduction to Comparative Study of their History and Excisting From, London: Sidwich and Jackson Ltd, hlm. 100. 26 Strong, C.F, 2004, Modern Political Constitustions: An Introduction to the Comparative study of Their History and Existing Form edisi bahasa Indonesia, Bandung: Nuansa dan Nusa Media, hlm. 115. 27 Ibid., hlm. 87.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

13

terdiri atas satu negara, sehingga tidak ada negara di dalam negara.

Dijelaskan bahwa dalam negara kesatuan telah diatur sebagaimana

ketentuannya hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintah pusat yang

mempunyai kekuasaan serta wewenang tertinggi dalam bidang

pemerintahan negara, menetapkan kebijaksanaan pemerintahan, dan

melaksanakan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah yang

menyatakan bergabung dalam negara kesatuan.28

Diketahui negara kesatuan memiliki dua sistem: system sentralisasi

(unitary state by centralization) dan sistem desentralisasi (unitary state by

decentralization). Dalam hal ini akan ditekankan pada negara kesatuan

sistem desentralisasi, sebagaimana menurut C.F. Strong mengemukakan

tiga ciri negara kesatuan yang desentralistis, sebagai berikut :29

a. Adanya supremasi dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Pusat dalam negara kesatuan hanya ada satu lembaga

legislatif atau pembentuk undang-undang yaitu Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) Pusat. Dewan ini mempunyai

supremasi dalam menjalankan fungsi perundang-undangan

(regelgeving), sehingga produk yang dibuatnya merupakan

produksi hukum yang berderajat lebih tinggi dibanding

dengan produk hukum yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat di Daerah;30

b. Tidak adanya badan-badan lainnya yang berdaulat. Ciri ini

menegaskan bahwa dalam negara kesatuan tidak ada

lembaga lain yang memegang kedaulatan selain dewan

perwakilan rakyat yang berkedudukan di pusat. Daerah

hanya menjalankan kewenangan yang diberikan oleh pusat;

c. Kekuasaan tertinggi ada di Pemerintah Pusat. Negara

kesatuan yang didesentralisasikan, meskipun kekuasaan

pemerintah dapat dilimpahkan kepada pemerintah daerah

namun keputusan terakhir tetap berada di pemerintah pusat.

Dalam negara kesatuan hanya ada satu, ialah pemerintah

pusat. Pemerintah daerah dibentuk hanya untuk

memudahkan dan mengoptimalkan pelaksanaan urusan

28 Soehino, 2002, Ilmu Negara, Yogyakarta, Liberty Yogyakarta, hlm. 224. 29 Bagir Manan, 1993, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945, Jakarta: UNISKA, hlm. 3, dalam Ni'matul Huda, Ibid..., hlm. 8. 30 Adnan Buyung Nasution, 2007, Arus Pemikiran Konstitusionalisme, Jakarta: Kata Hasta Pustaka, hlm.131, dalam Ni'matul Huda, Ibid..., hlm. 9.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

14

pemerintah yang ada di daerah agar lebih sesuai dengan

kebutuhan masyarakat daerah.

Negara Indonesia sebagai negara yang berdaulat menyatakan dalam

konstitusinya adalah Negara Kesatuan (unitary state, eenheidsstaat), dalam

perjalananya mengenai perdebatan bentuk negara baru bisa menemui titik

terang ketika diperdebatan masa sidang kedua (10 17 Juli 1945) BPUPKI.

Atas usul Ir. Soekarno menawarkan menawarkan kepada anggota Panitia

Perancang untuk dilakukan pemungutan suara yang menghasilkan suara

yang menyetujui negara kesatuan (unitary state, eenheidsstaat) sebanyak 17

orang, sedangkan yang setuju dengan negara serikat (federal, bonds-staat)

hanya 2 orang.31 Dengan hasil kesepakatan suara terbanyak menyetujui

negara kesatuan (unitary state, eenheidsstaat) dan atas hal tersebut

Indonesia resmi menjadi negara kesatuan. Mengenai termenologi kesatuan

dalam negara kesatuan diungkapkan oleh Jimly Asshiddiqie, bahwa istilah

kesatuan yang bersifat persatuan itu harus dikembalikan kepada bunyi

rumusan sila ketiga dalam Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia bukan

Kesatuan Indonesia yang dimana menurut jimly, persatuan istilah filsafat

dan prinsip bernegara, sedangkan kesatuan adalah istilah bentuk negara

yang bersifat teknis dan telah termaktub dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (1)

yaitu “Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk

Republik”. Negara kesatuan merupakan konsepsi tentang bentuk negara dan

republik adalah konsepsi mengenai bentuk pemerintahan yang dipilih dan

telah ditetapkan pada UUD 1945.32

2. Teori Desentralisasi

Ide dasar kelahiran desentralisasi tidak dapat dipisahkan dari gerakan

demokratisasi di berbagai belahan dunia. Desentralisasi menjadi pusat

perhatian pada tahun 1950-an dan 1960-an ketika Inggris dan Perancis

31 Kusuma RM. A.B, 2004, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hlm. 25. 32 Jimly Asshiddiqie, 2006, Konstitusi dan Konstitualisme, Jakarta: Konstitusi Press, hlm. 213.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

15

mempersiapkan kemerdekaan bagi negeri-negeri jajahannya dengan

memberikan devolusi tanggungjawab pengelolaan program tertentu. Hal ini

terus berlangsung sehingga mulai periode 1980-an desentralisasi menjadi

agenda global dalam pembangunan negara maju dan berkembang, seiring

dengan menguatnya isu good governance. Good governance menuntut

keterlibatan seluruh elemen masyarakat dan hanya bisa diwujudkan

manakala pemerintah didekatkan dengan yang diperintah. Pemerintah yang

lebih dekat dengan rakyat akan mampu mengenali kebutuhan, masalah,

harapan, dan kepentingannya.

Desentralisasi sebenarnya dapat diartikan sebagai pengalihan

tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya dari pemerintahan

pusat ke pemerintah daerah.33 Di kalangan ahli hukum Indonesia, definisi

desentralisasi beragam. Menurut RDH Koesoemahatmadja, secara harfiah

kata desentralisasi berasal dari dua penggalan kata bahasa latin yakni : de

yang berarti lepas, dan centrum yang berarti pusat. Arti harfiah dari

desentralisasi adalah menjauh dari pusat. Dalam makna ketatanegaraan,

desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan pemerintahan dari pusat kepada

daerah-daerah. desentralisasi merupakan staatkundige decentralisatie

(desentralisasi ketatanegaraan atau lebih sering disebut dengan

desentralisasi politik.34 Amrah Muslimin membedakan desentralisasi

menjadi tiga macam, yaitu : desentralisasi politik, fungsional, dan

kebudayaan.35 Desentralisasi politik yaitu pelimpahan kewenangan dari

pemerintah pusat, menimbulkan hak mengurus kepentingan rumah tangga

sendiri untuk badan-badan politik di daerah, yang dipilih oleh rakyat dalam

daerah tertentu. Desentralisasi fungsionil adalah pemberian hak dan

33 Sukarna Wiranta, 2013, Keuangan Daerah dan Pelayanan Publik Dalam Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, Jakarta: P3DI Setjen DPR Republik Indonesia dan Azza Grafika, hlm. 5. 34 RDH Koesoemahatmadja, Pengantar Kearah Sistem Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Bina Cipta, Bandung. 1979. Dikutip kembali oleh M. Laica Marzuki Dalam Berjalan-Jalan Di Ranah Hukum. Sekretariat Jenderal Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta. 2006, hlm. 151. Kemudian dikutip kembali Ni’matul Huda, Problematika Pembatalan Peraturan Daerah... Op.Cit., hlm. 33. 35 Amrah Muslimin, 1986, Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah, Bandung: Alumni, hlm. 5

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

16

kewenangan pada golongan-golongan mengurus suatu macam atau

golongan kepentingan pada masyarakat, baik terikat ataupun tidak.

Desentralisasi kebudayaan memberikan hak pada golongan-golongan kecil

dalam masyarakat (minoritas) menyelenggarakan kebudayannya sendiri

(mengatur pendidikan, agama, dll). Kemudian definisi desentralisasi

menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah penyerahan Urusan

Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan

Asas Otonomi. Diketahui bahwa desentralisasi menghasilkan pemerintahan

lokal, disana terjadi “...a superior government-one encompassing a large

jurisdiction-assigns responsibility, authority, or function to lower‟

govenment unit-one cencompassing a smaller jurisdiction-that is assumed

to have some degree of authonomy.”.36 Adanya pembagian kewenangan

serta tersedianya ruang gerak yang memadai untuk memaknai kewenangan

yang diberikan kepada unit pemerintahan pemerintah lokal atau daerah,

merupakan perbedaan terpenting antara konsep desentralisasi dan

sentralisasi. Beberapa faktor yang melatarbelakangi perlunya desentralisasi

khususnya di negara-negara berkembang termasuk Indonesia muncul dari

dua segi yaitu dari dalam dan dari luar negara yang dapat dirangkum sebagai

berikut :37

a. Untuk mempercepat terwujudnya keadilan yang merata dan

mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat miskin serta

memperluas partisipasi dalam proses pembuatan kebijakan

pembangunan;

b. Untuk mengintegrasikan daerah-daerah yang beragam kondisi

sosial ekonominya, pengembangan sumber daya dalam rangka

mengatasi persoalan kemiskinan di daerah;

c. Desentralisasi merupakan strategi untuk mendemokratisasikan

sistem politik, sedangkan otonomi daerah merupakan bentuk

pemerintahan yang akan datang;

d. Tidak ada pemerintah dari negara yang luas akan mampu

secara efektif membuat public policies disegala bidang

36 Bagir Manan, 2005, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, hlm. 29. 37 Yusril Yunus, 2006, Desentralisasi dalam Kerangka Demokratisasi dan Good Governance, Jurnal

Demokrasi, Vol. V, No. 1, hlm. 82.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

17

ataupun mampu melaksanakan public policies secara efisien

di seluruh wilayah negara tersebut;

e. Derajat otonomi daerah tidak tergantung pada bentuk negara

melainkan tergantung pada pola pemerintahan yang dianut

negara tersebut.

Perwujudan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan

merupakan penerapan konsep areal division of power yang membagi

kekuasaan suatu negara secara vertical menjadi kekuasaan pemerintahan

pusat dan pemerintahan daerah. Pengejawantahan desentralisasi yaitu

otonomi daerah dan daerah otonom, baik itu dalam definisi daerah otonom

maupun otonomi daerah yang mengandung elemen wewenang mengatur

dan mengurus merupakan substansi otonomi daerah. Menurut Syaukani

pada dasarnya tujuan penyelenggaraan desentralisasi antara lain :38 a. Dalam

rangka peningkatan efisien dan efektifitas penyelenggaraan sebagai wahana

pendidikan politik masyarakat di daerah; b. Untuk mewujudkan demokrasi

dalam penyelenggaraan pemerintahan; c. Berguna memberikan peluang

bagi masyarakat untuk membentuk karir; d. Sebagai wahana yang

diperlukan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses perencanaan

dan pelaksanaan pemerintah.; e. Sebagai sarana yang diperlukan untuk

mempercepat pembangunan di daerah. Kelebihan desentralisasi menurut

Josef Riwu Kaho sebagai berikut :39 a. Mengurangi bertumpuknya pekerjaan

di pusat pemerintahan; b. Dalam menghadapi masalah yang mendesak yang

membutuhkan tindakan cepat, daerah tidak perlumenunggu instruksi lagi

dari pemerintah pusat; c. Dapat mengurangi birokasi dalam arti buruk

karena setiap keputusan dapat segera dilaksanakan; d. Mengurangi

kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat; dan e. Dapat

memberikan kepuasan bagi daerah karena sifatnya lebih langsung.

Kelemahan desentralisasi menurut Josef Riwu Kaho sebagai berikut:40 a.

38 Syaukani, Afan Gaffar, dan Ryas Rasyid, 2002, Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 7-8. 39 Krishna D. Darumurti S.H. Umbu Rauta, 2000, Otonomi Daerah Perkembangan Pemikiran dan Pelaksanaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 12-13. 40 Ibid., hlm. 12-13.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

18

Karena besarnya organ-organ pemerintah, maka struktur pemerintah

bertambah kompleks yang mempersulit koordinasi; b. Keseimbangan dan

keserasian antara bermacam-macam kepentingan dan daerah dapat lebih

mudah terganggu; c. Dapat mendorong timbulnya fanatisme daerah; d.

Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama; dan e. Diperlukan

biaya yang lebih banyak.

Menurut Osborne dan Gaebler, dilihat dari pelaksanaan fungsi

pemerintahan, desentralisasi atau otonomi itu idealnya menunjukkan :41 a.

Satuan-satuan desentralisasi (otonomi) lebih fleksibel dalam memenuhi

berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat; b. Satuan-satuan

desentralisasi dapat melaksanakan tugas dengan efektif dan efisien; c.

Satuan-satuan desentralisasi lebih inovatif; d.Satuan-satuan desentralisasi

mendorong tumbuhnya sikap moral yang lebih tinggi, komitmen yang lebih

tinggi dan lebih produktif. Berdasarkan pada pandangan Osborne dan

Gaebler tersebut, aspek fleksibilitas, efektifitas dan efisiensi menjadi ukuran

ideal pelaksanaan otonomi, sehingga pembagian urusan pemerintahan

konkuren antar tingkat pemerintahan daerah harus dilakukan dengan sangat

hati-hati dan mempertimbangkan aspek-aspek fleksibilitas, efektifitas dan

efisiensi. Desentralisasi yang telah berjalan semenjak tahun 2001 diakui

telah banyak memberikan banyak perubahan dan kemajuan di setiap daerah.

Dalam beberapa tahun terakhir daerah-daerah telah banyak belajar untuk

mengelola dan menjalankan urusan pemerintahannya sendiri. Harus diakui

menjalankan desentralisasi bukan pekerjaan yang mudah, sehingga

desentralisasi di Indonesia begitu sering mengalami pasang suru karena

mengalami berbagai kendala yang harus dihadapi oleh setia pemerintah

daerah yang memiliki keterbatasan dan minimnya potensi daerah sehingga

kadangkala sering tidak sejalan dengan tujuan pemerintah.

41 David Osborne-Ted Gaebler, 1993, Reinventing Government, New York: A Plume Book, hlm. 252. dalam Ni’matul Huda, Otonomi Daerah: Filosofi, Sejarah Perkembangan dan Problematika, cet-3, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hlm. 89

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

19

3. Kewenangan Pemerintah Daerah

Menurut F.P.C.L. Tonnaer “Overheidsbevoegdheid wordt in dit

verband opgevat als het vermogen im positief recht vast te stellen en Aldus

rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te

scheppen” (Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai

kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu, dapat

diciptakan hubungan hukum antara pemerintah dengan warga

negara).42 Ibrahim, dalam tulisannya yang berjudul “Penggunaan

Wewenang Menurut Hukum” menjelaskan bahwa kewenangan adalah

kekuasaan hukum untuk mematuhi aturan hukum dalam lingkup

menjalankan kewajiban publik. Wewenang dalam konsep hukum

menjelaskan bahwa ada tiga komponen kewenangan yaitu : pengaruh, dasar

hukum, dan konformitas hukum, yang dimana komponen pengaruh ialah

penggunaan wewenang dimaksud untuk mengendalikan perilaku subjek

hukum. Komponen hukum ialah wewenang itu harus selalu dapat ditunjuk

dasar hukumnya, sedangkan komponen konformitas mengandung makna

adanya standar wewenang yaitu standar umum dan standar khusus.43

Jika dicermati dari konsep otonomi daerah, wewenang yang ada pada

pemerintah daerah untuk mengurus dan mengatur rumah tangganya sendiri

adalah merupakan wewenang delegasi, dalam hal ini Plilipus M. Hadjon

menyatakan otonomi daerah pada dasarnya adalah wewenang delegasi.

Secara teoritis dalam penyerahan wewenang oleh Pemerintah kepada

pemerintah daerah dikenal sebagai sistem rumah tangga daerah. Sistem

rumah tangga daerah adalah tatanan yang bersangkutan dengan cara

membagi wewenang, tugas, dan tanggung jawab mengatur, mengurus

urusan pemerintahan antara pusat dan daerah.44 Menurut Bagir Manan,

wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan (macht).

Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak berbuat.

42 Ridwan Hr, 2006, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT. Raja Grafindo, hlm. 101. 43 Ibrahim, 2011, Penggunaan Wewenang Menurut Hukum, Yogyakarta: Liberty Press, hlm. 10. 44 Philipus Hadjon M. dkk, 2005, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Yogyakarta: Cetakan IX, Gajah Mada University Press, hlm. 79.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

20

Dalam hukum wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en

plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung

pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola

sendiri (zelfbesturen), sedangkan kewajiban secara horizontal berarti

kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya.

Vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu

tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.45

Upaya menerjemahkan ciri sebuah negara hukum maka negara

Indonesia pasca reformasi menguatkan sistem pemisahan kekuasaan

(separation of power) dan pembagian kekuasaan (distribution of power).

Prinsip pembagian kekuasaan yang merupakan konsistensi dari penerapan

prinsip Negara hukum Indonesia diatur sepenuhnya dalam UUD 1945.

Penerapan pembagian kekuasaan di Indonesia terdiri atas dua bagian, yaitu

pembagian kekuasaan secara horizontal dan pembagian kekuasaan secara

vertikal. Menurut Jimly Asshiddiqie, sebenarnya pemisahan kekuasaan dan

pembagian kekuasaan itu sama-sama merupakan konsep mengenai

pemisahan kekuasaan (separation of power) yang secara akademis

dibedakan antara pengertian sempit dan pengertian luas. Dalam pengertian

luas, konsep pemisahan kekuasaan (separation of power) itu juga mencakup

pengertian pembagan kekuasaan yang biasa disebut dengan istilah division

of power. Pemisahan kekuasaan merupakan konsep hubungan kekuasaan

yang bersifat horizontal, sedangkan konsep pembagian kekuasaan bersifat

vertikal. Secara horizontal, kekuasaan negara dapat dibagi ke dalam

beberapa cabang kekuasaan yang dikaitkan dengan fungsi lembaga-lembaga

negara tertentu, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Sedangkan dalam

konsep pembagian kekuasaan (distribution of power atau division of power)

kekuasaan negara dibagikan secara vertikal dalam hubungan atas-bawah.46

45 Ibid., hlm. 102. 46 Subardjo, 2008, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Penerapan Sistem Bikameral dalam Lembaga Perwakilan Indonesia, Yogyakarta: Disertasi Pasca Sarjana UII, hlm. 98.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

21

Kewenangan diberikan secara atribusi kepada pemerintah daerah

dalam penelitian ini dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 tentang Pemerintahan Daerah khususnya Bagian Ketiga urusan

konkuren Pasal 11 dan 12. Urusan pemerintahan kokuren merupakan salah

satu unsur dari klasifikasi urusan pemerintahan, sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Definisi tentang urusan pemerintahan yang bersifat konkuren adalah urusan

pemerintahan diluar urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

sepenuhnya pemerintah, yang diselenggarakan bersama oleh pemerintah,

pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupaten/kota.47

Urusan pemerintah konkuren merupakan landasan hukum pelaksanaan

otonomi daerah dan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah

pusat dan daerah yaitu provinsi, kabupaten/kota.

Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib

diselenggarakan oleh pemerintahan daerah yang terkait dengan pelayanan

dasar (basic services) bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar, kesehatan,

lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan, dan sebagainya. Urusan

pemerintahan yang bersifat pilihan adalah urusan pemerintahan yang

diprioritaskan oleh pemerintahan daerah untuk diselenggarakan yang terkait

dengan upaya mengembangkan potensi unggulan (core competence) yang

menjadi kekhasan daerah.48 Pemahaman kekuasaan dalam aspek hukum,

dimaknai sebagai sebuah wewenang, tetapi kekuasaan dalam pengertian ini

bukanlah suatu kekuasaaan yang dapat berdiri sendiri, melainkan

keberadaan kekuasaan tidak dapat dipisah dari lembaganya. Oleh karena itu,

kekuasaan dalam arti wewenang dikatakan sebagai suatu kekuasaan yang

telah dilembagakan.49

4. Teori Efektivitas Hukum

47 PP Nomor 38 Tahun 2007 Pasal 2 ayat (3) penjelasan. 48 PP Nomor 38 Tahun 2007 Bagian Umum. 49 Jeddawi Murtir H., 2011, Negara Hukum Good Governance dan Korupsi di Daerah, Yogyakarta: Total Media, hlm. 5.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

22

Efektivitas mengandung arti keefektifan pengaruh efek keberhasilan

atau kemanjuran/kemujaraban, membicarakan keefektifan hukum tentu

tidak terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik dua variable terkait

yaitu : karakteristik atau dimensi dari obyek sasaran yang dipergunakan.50

Efektivitas hukum adalah suatu kemampuan hukum untuk menciptakan atau

melahirkan keadaan atau situasi yang dikehendaki oleh hukum atau

diharapkan oleh hukum.51

Suatu produk hukum dikatakan efektif apabila produk hukum tersebut

telah dilakukan atau dilaksanakan dalam praktiknya. Seperti Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang

merupakan produk hukum yang begitu dinamis dan begitu berdampak bagi

sistem pemerintahan daerah. Teori efektivitas hukum menurut Soerjono

Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh

5 (lima) faktor, yaitu :52 a. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang); b.

Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum; c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung

penegakan hukum; d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum

tersebut berlaku atau diterapkan; dan e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai

hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa. Kelima faktor

tersebut saling berkaitan satu sama lain, oleh karena merupakan esensi

penegakan hukum serta merupakan tolok ukur daripada efektivitas

penegakan hukum.

Hukum mempunyai pengaruh langsung atau pengaruh yang tidak

langsung di dalam mendorong terjadinya perubahan sosial. Cara-cara untuk

memengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan

50 Barda Nawawi Arief, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana ctk Ketiga, Bandung: Citra Aditya, hlm. 67. 51 W. Yudho dan H. Tjandrasari, 1987, Efektivitas Hukum dalam Masyarakat, Jakarta: Majalah Hukum dan pembangunan, UI Press, hlm. 59. 52 Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hlm. 8.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

23

terlebih dahulu dinamakan social engineering atau social planning.53 Agar

hukum benar-benar dapat memengaruhi perlakuan masyarakat, maka

hukum harus disebarluaskan, sehingga melembaga dalam masyarakat.

Adanya alat-alat komunikasi tertentu merupakan salah satu syarat bagi

penyebaran serta pelembagaan hukum. Komunikasi hukum tersebut dapat

dilakukan secara formal yaitu, melalui suatu tata cara yang terorganisasi

dengan resmi. Dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, bahwa suatu sikap

tindak perilaku hukum dianggap efektif, apabila sikap, tindakan atau

perilaku lain menuju pada tujuan yang dikehendaki, artinya apabila pihak

lain tersebut mematuhi hukum.54 Undang-undang dapat menjadi efektif jika

peranan yang dilakukan pejabat penegak hukum semakin mendekati apa

yang diharapkan oleh undangundang dan sebaliknya menjadi tidak efektif

jika peranan yang dilakukan oleh penegak hukum jauh dari apa yang

diharapkan undang-undang.55

Efektivitas hukum menurut Atho Mudzhar yang merupakan salah satu

cendekiawan muslim Indonesia. Atho Mudzhar mengutarakan beberapa hal

yang dibutuhkan untuk menunjang efektivitas suatu aturan, yaitu sebagai

berikut :

1. Attribute of Authority;

Untuk berjalan secara efektif hukum harus diterbitkan oleh pihak

atau lembaga yang memiliki kewenangan di dalam masyarakat.

Peraturan yang dibuat bukan oleh lembaga atau pejabat dapat

dibatalkan atau batal demi hukum. Putusan-putusan tersebut

ditujukan untuk mengatasi dan mengatur masyarakat.56 Masing

masing lembaga, baik institusi negara maupun organisasi

53 Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 115. 54 Ibid., hlm. 115 55 Soerjono Soekanto, 2005, Faktor-faktor yang Memengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, hlm. 9. 56 Maria Farida Indrati S., 2007, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hlm. 258.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

24

masyarakat memiliki kewenangan sendiri, yang mana pada

penerapannya pun berlaku pada lingkup masing-masing.

2. Attribute of Universal Application;

Aturan hukum harus memiliki keluasan dan berdaya jangkau

untuk masa depan. Oleh karenanya, setiap peraturan yang dibuat

hendaknya memerhatikan faktor filosofis, yuridis, maupun

sosiologis. Dengan demikian, aturan tersebut mencakup semua

segmentasi yang dituju, artinya peraturan tidak boleh hanya

berlaku bagi kalangan tertentu saja, hal tersebut membuat aturan

tidak berjalan efektif karena menimbulkan kecemburuan sosial

dan bertentangan dengan prinsip bahwa semuanya adalah sama di

hadapan hukum.

3. Attribute of Obligation;

Dalam sebuah aturan haruslah jelas apa perintahnya, berupa

perintah atau larangan. Hal tersebut merupakan salah satu

substansi sebuah peraturan. Peraturan yang menimbulkan

ambiguitas dalam instruksi hanya akan memunculkan

kebingungan dalam penerapan dan pelaksanaannya sehingga

tidak bisa berjalan secara efektif.

4. Attribute of Sunction.

Hal yang tidak kalah penting adalah sanksi daripada sebuah

aturan. Sanksi tersebut dibuat agar tata tertib dalam masyarakat

tetap terpelihara, namun dalam kenyataan tidaklah semua orang

mau menaati kaidah-kaidah hukum itu. Peran sanksi dalam suatu

aturan atau hukum adalah sebagi unsur penguatan yang memaksa

supaya orang menaatinya.57 Sebagai cendekiawan muslim, Atho

Mudzhar juga berbicara tentang fatwa yang merupakan salah satu

produk hukum Islam di kalangan masyarakat. Menurutnya, suatu

fatwa tidak terlepas dari faktor faktor sosial-politik yang

57 Atho Mudzhar, 2015, Konstruksi Fatwa dalam Islam, Jakarta: Peradilan Agama Edisi 7 Tahun, hlm. 144.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

25

berkembang di masyarakat. Fatwa adalah nasihat agama hasil

ijtihad yang disampaikan kepada umat atas kebutuhan umat itu

sendiri. Menurut Atho, fatwa berbeda dengan putusan, karena

fatwa sifatnya tidak mengikat dalam arti bahwa peminta nasihat

tidak wajib mengikuti fatwa tersebut.58

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini

menggunakan tipologi penelitian hukum yuridis normatif dan yuridis

sosiologis melalui pendekatan perundang-undangan dengan spesifikasi sifat

penelitian deskrisptif analitis berdasarkan data kualitatif. Untuk menjelaskan

metode penelitian tersebut, penulis menguraikannya sebagai berikut :

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan penulis dalam penulisan tesis

ini yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis sosiologis.

Pendekatan yuridis normatif mengacu kepada perundang-undangan yang

berlaku, praktik administrasi, yurisprudensi, serta norma-norma hukum

yang ada dalam masyarakat. Pendekatan yuridis empiris atau sosiologi

hukum adalah pendekatan dengan melihat sesuatu kenyataan berdasarkan

hukum positif terhadap masyarakat.59

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian deskriptif analitis,

meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang

dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna suatu aturan

hukum yang dijadikan rujukan dalam penyelesaian permasalahan huku

yang menjadi objek kajian.60 Penelitian ini akan memberikan gambaran

atas pelaksanaan undang-undang dan melakukan analisis atas identifikasi

58 d., 114. 59 Suratman dan Philips Dillah, 2013, Metode Penelitian Hukum, Bandung: Alfabeta, hlm. 38. 60 Zainuddin Ali, M, 2013, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 107.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

26

permasalahan antara implementasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi,

baik itu yang memperkuat, mendorong, maupun yang menghambat dan

memperlemah penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam urusan

konkuren bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Penelitian Kepustakaan

Yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan dengan meneliti

data dari kepustakaan yang bersumber dari peraturan-

perundangundangan, buku, jurnal, disertasi, tesis, media masa/online,

dan dokumen resmi lainnya.

b. Penelitian Lapangan

1) Observasi

Merupakan pengamatan langsung terhadap tempat yang

menjadi objek penelitian yang berada di Pusat Pemerintahan

Kota Serang yang dimana studi ini dilakukan dengan cara

mengumpulkan data dari hasil observasi.

2) Wawancara

Wawancara diperlukan bertujuan untuk memperoleh

informasi atau data secara langsung terhadap para pihak yang

terkait dengan penelitian penulis.61 Pihak-pihak yang dimaksud

adalah Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Dinas Sosial,

yang menggunakan sampel data purposive sampling yaitu

sampel yang diambil dari hal yang paling mengetahui tentang

masalah yang akan diteliti.

4. Sumber Data

Data yang digunakan dalam tesis ini terdiri dari :

a. Data Primer

61 Cholid Narbuka dan Abu Ahmadi, 2007, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Bumi Aksara, hlm.

83.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

27

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya,

melalui observasi yang dilakukan di Pusat Pemerintahan Kota Serang.

b. Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari peraturan

perundang-undangan, buku, jurnal, disertasi, tesis, medi masa/online,

dan dokumen resmi lainnya. Data sekunder dibagi menjadi :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu, bahan-bahan yang mengikat

terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait yaitu

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan, Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan

Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar

Pelayanan Minimal, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019

tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dan peraturan-

perundangundangan lainnya yang terkait.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder terdiri dari buku-buku hukum

termasuk, tesis, disertasi hukum, dan jurnal-jurnal hukum. Bahan-

bahan hukum tersebut memiliki kegunaan untuk memberikan

kepada peneliti semacam petunjuk khususnya tentang

penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan urusan

konkuren.

5. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam penulisan tesis ini bertempat di Pusat

Pemerintahan Kota Serang.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

28

6. Analisis Data

Data yang sudah berhasil dikumpulkan, selanjutnya penulis olah

berdasarkan analisis kualitatif normatif dengan definisi analisis data

kualitatif, upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan data yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola,

menemukan apa yang penting dari dokumen tersebut, dan memutuskan

apa yang dapat disampaikan kepada orang lain, karena proses analisis data

dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber

yang sesuai dengan penelitian.62 Penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling karena lebih terarah dan lebih mengetahui tentang

masalah yang akan diteliti.63 Penelitian membahas khusus bidang

pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang dengan teknik purposive

sampling, dimana data yang dimiliki nantinya akan lebih valid

dikarenakan telah mewawancarai Pimpinan Dinas Pendidikan, Dinas

Kesehatan, dan Dinas Sosial, ditambah dengan pengambilan sumber data

dari dinas tersebut yang telah diolah dan ditampilkan. Diketahui bahwa

dengan teknik purposive sampling dirasa tidak perlu lagi menggunakan

teknik snowball sampling dikarenakan data yang telah didapatkan begitu

valid tanpa harus mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai

sumber data untuk menjawab rumusan masalah penelitian. Penulis juga

menggunakan pendekatan matriks Strengths (Kekuatan), Weakness

(Kelemahan), Opportunities (Peluang), dan Threats (Ancaman).

Selanjutnya dilakukan pengeditan secukupnya untuk mengetahui apakah

data tersebut sudah benar-benar lengkap atau masih ada kekurangan yang

harus disempurnakan, sehingga nantinya dapat dipertanggungjawabkan.

62 Lexy J. Moleong, 2012, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, hlm. 248. 63 Sugiyono, 2014, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, hlm. 218.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bentuk negara ...

29

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis yang penulis susun sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Penulis menguraikan Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Landasan Teori,

Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II KAJIAN TEORI

Penulis akan menguraikan mengenai teori yang berkaitan dengan

penelitian yaitu Teori Negara Kesatuan, Teori Desentralisasi,

Kewenangan Pemerintahan Daerah, dan Teori Efektivitas

Hukum.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini membahas metodelogi penelitian dalam menjelaskan

tentang : Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam Urusan

Konkuren Bidang Pelayanan Dasar (Studi Kasus di Kota Serang).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penulis membahas tentang implementasi dari penyelenggaraan

urusan konkuren bersifat wajib dalam pelayanan dasar khusus

bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang dan

faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi penyelenggaraan

urusan konkuren bersifat wajib dalam pelayanan dasar khusus

bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang.

BAB V PENUTUP

Penulis membuat simpulan dan saran sebagai jawaban atas

identifikasi masalah dan rekomendasi yang dianggap perlu,

nantinya berguna bagi perkembangan Ilmu Hukum (Hukum

Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara) serta menjadi

bahan masukan/evaluasi mengenai permasalahan tentang urusan

konkuren bersifat wajib dalam pelayanan dasar khusus bidang

pendidikan, kesehatan, dan sosial di Kota Serang.