Top Banner
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Perbincangan mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI) hampir selalu menarik perhatian karena masalah tersebut menyangkut salah satu bagian sejarah perjalanan Bangsa Indonesia. Ketika membahas masalah PKI, minimal ada tiga tema yang saling terkait, pertama mengenai ideologi komunis serta para penganutnya, kedua tentang Gerakan 30 September (G30S) 1 , dan ketiga tentang para korban. Mengenai komunisme, Orde Baru mendefinisikannya sebagai faham yang anti tuhan, musuh orang-orang beragama, anti demokrasi dan menghalalkan segala cara. Penganut komunisme digambarkan sebagai orang-orang yang anti bahkan memusuhi agama, orang-orang komunis digambarkan sebagai orang yang kejam dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Dalam wacana Orde Baru, kekacauan yang terjadi pada tahun 60-an bukan hanya karena Bung Karno gagal dalam membangun Indonesia dan terlalu mementingkan bangunan politik daripada ekonomi. Lebih dari itu, konflik yang terjadi pada masa itu juga karena ulah orang-orang komunis yang mau menang sendiri, suka meneror, menyerobot tanah orang lain serta memusuhi orang-orang yang taat beragama. Walau sebenarnya komunisme masuk ke Indonesia sebelum Indonesia merdeka, titik tolak yang biasa dijadikan pijakan dalam membahas komunisme adalah Peristiwa G30S tahun 1965, karena dalam peristiwa tersebut bertemu dua label, penjahat dan pahlawan. Melalui berbagai medium, Orde Baru berhasil 1 Dalam wacana Orde Baru biasanya memakai akronim G30S/PKI, namun dalam penelitian ini penggunaan akronim Gerakan 30 September (G30S) tanpa embel-embel PKI karena dinilai lebih netral.
9

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang · PDF fileyang anti tuhan, musuh orang-orang ... sosial, menyediakan wilayah ... subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan

Feb 18, 2018

Download

Documents

trinhdung
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang · PDF fileyang anti tuhan, musuh orang-orang ... sosial, menyediakan wilayah ... subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Perbincangan mengenai Partai Komunis Indonesia (PKI) hampir selalu

menarik perhatian karena masalah tersebut menyangkut salah satu bagian sejarah

perjalanan Bangsa Indonesia. Ketika membahas masalah PKI, minimal ada tiga

tema yang saling terkait, pertama mengenai ideologi komunis serta para

penganutnya, kedua tentang Gerakan 30 September (G30S)1, dan ketiga tentang

para korban. Mengenai komunisme, Orde Baru mendefinisikannya sebagai faham

yang anti tuhan, musuh orang-orang beragama, anti demokrasi dan menghalalkan

segala cara. Penganut komunisme digambarkan sebagai orang-orang yang anti

bahkan memusuhi agama, orang-orang komunis digambarkan sebagai orang yang

kejam dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Dalam wacana Orde

Baru, kekacauan yang terjadi pada tahun 60-an bukan hanya karena Bung Karno

gagal dalam membangun Indonesia dan terlalu mementingkan bangunan politik

daripada ekonomi. Lebih dari itu, konflik yang terjadi pada masa itu juga karena

ulah orang-orang komunis yang mau menang sendiri, suka meneror, menyerobot

tanah orang lain serta memusuhi orang-orang yang taat beragama.

Walau sebenarnya komunisme masuk ke Indonesia sebelum Indonesia

merdeka, titik tolak yang biasa dijadikan pijakan dalam membahas komunisme

adalah Peristiwa G30S tahun 1965, karena dalam peristiwa tersebut bertemu dua

label, penjahat dan pahlawan. Melalui berbagai medium, Orde Baru berhasil 1 Dalam wacana Orde Baru biasanya memakai akronim G30S/PKI, namun dalam penelitian ini

penggunaan akronim Gerakan 30 September (G30S) tanpa embel-embel PKI karena dinilai lebih netral.

Page 2: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang · PDF fileyang anti tuhan, musuh orang-orang ... sosial, menyediakan wilayah ... subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan

mendefinisikan bagaimana terjadinya Gerakan 30 September, siapa pelaku dan

siapa yang menjadi pahlawan. Dalam wacana Orde Baru, G30S adalah percobaan

kudeta untuk merebut kekuasaan yang disertai penyiksaan dan pembunuhan

terhadap para jenderal. Pelakunya adalah orang-orang Partai Komunis Indonesia

(PKI) serta tentara yang telah diperdaya sehingga bersedia menjadi antek-antek

komunis. Sedangkan pihak yang tampil sebagai pahlawan adalah Angkatan Darat

(AD) dan Soeharto. Petinggi AD ini digambarkan sebagai orang yang paling

berjasa karena berhasil mengagalkan pemberontakan PKI, memulihkan keamanan

dan berhasil membangun kembali Indonesia dengan mengutamakan perbaikan

bidang ekonomi.

Tentang para korban, yang ditonjolkan dalam wacana Orde Baru sebagai

korban adalah tujuh orang jenderal yang dibunuh oleh orang-orang PKI dalam

kudeta G30S. Dalam buku-buku pelajaran digambarkan bagaimana kekejaman

PKI, bahkan dalam sebuah film produksi Orde Baru digambarkan bagaimana

anggota Gerwani, salah satu underbow PKI, dengan sadis menyiksa tubuh para

jenderal. Selain para jenderal, pihak lain yang menjadi korban adalah rakyat yang

tanahnya diserobot, diteror, dianiaya bahkan dibunuh. Namun Orde Baru tidak

pernah bercerita tentang korban dari pihak yang dituduh sebagai PKI. Ratusan

ribu orang dibunuh karena dituduh sebagai PKI, ditahan tanpa proses pengadilan,

dikebiri hak-hak politiknya, dibatasi lapangan ekonominya dan dikucilkan dari

pergaulan masyarakat.

Kebenaran wacana sebenarnya bukan sebuah kebenaran mutlak, masih ada

sisi lain kepingan realitas yang tidak terangkat sehingga menjadi wacana yang

2

Page 3: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang · PDF fileyang anti tuhan, musuh orang-orang ... sosial, menyediakan wilayah ... subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan

terpinggirkan. Karena kebenaran wacana terkait erat dengan kekuasaan dan

pendefinisi kebenaran adalah penguasa, wacana didefinisikan sedemikian rupa

melalui berbagai cara agar tetap menguntungkan penguasa, sebagai penopang dan

melanggengkan kekuasaan serta sebagai basis legitimasi bagi kekuasaan yang

dibangunnya. Demikian juga halnya dengan wacana komunisme, karena Orde

Baru lahir lewat keberhasilannya mendefinisikan Partai Komunis Indonesia

sebagai penjahat dan Orde Baru sebagai pahlawan, maka wacana komunisme

yang menguntungkan penguasa terus diawetkan. Pada sisi lain, Orde Baru juga

terus berusaha mengubur dalam-dalam wacana lain yang dinilai bisa mengancam

legitimasi kekuasaannya. Hasil penelitian Cornell Paper tentang G30S tidak boleh

dipublikasikan di Indonesia karena dalam laporannya mengungkap kemungkinan

keterlibatan Angkatan Darat (AD) dalam G30S.

Wacana tentang PKI dan komunisme versi Orde Baru dipakai sebagai alat

kontrol psikologis bagi rakyat. Dengan merujuk pada masa suram tahun 60-an,

Orde Baru menanamkan dalam memori rakyat Indonesia tentang bahaya laten

komunisme melalui berbagai perangkat, misalnya lewat pidato kenegaraan, buku

pelajaran maupun media massa. Setiap tanggal 30 September diputar film

pemberontakan G30S/PKI untuk mengingatkan kembali betapa kejam dan

bahayanya PKI. Masyarakat juga selalu diingatkan bahwa komunis bisa muncul

setiap saat dalam berbagai bentuk. Pada tahun 80-an, hantu komunisme

digambarkan dalam ikon “Organisasi Tanpa Bentuk” (OTB) dan hanya negara

3

Page 4: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang · PDF fileyang anti tuhan, musuh orang-orang ... sosial, menyediakan wilayah ... subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan

yang bisa melindungi rakyat dari bahaya tersebut.2 Melalui liputan media secara

luas, peringatan tentang bahaya komunisme kembali membayangi memori

masyarakat. Dalam realitasnya, penggunaan label seperti OTB, bahaya laten

komunis, ekstrim kiri serta label lain lebih diarahkan sebagai senjata untuk

menyingkirkan lawan politik serta membungkam pihak-pihak yang kritis terhadap

kebijakan-kebijakan Orde Baru.

Pentingnya peran media massa dalam kehidupan sosial politik membuat

Orde Baru tidak membiarkan media bertindak di luar kontrolnya. Sebagai salah

satu perangkat ideologi (Ideological State Apparatus), media terus ditekan dan

diawasi secara sistematis. Secara regulatif media dikendalikan lewat Surat Ijin

Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), pengawasan juga masuk dalam dalam ruang

redaksi dan pada individu wartawan, misalnya lewat telepon maupun pemanggilan

secara langsung oleh pejabat maupun aparat keamanan. Dampak dari ketatnya

kontrol penguasa adalah media massa menjadi jinak, melakukan swa sensor dan

hanya memuat informasi sesuai kepentingan penguasa, sedangkan borok penguasa

ditutupi atau ditampilkan secara samar, misalnya melalui penghalusan bahasa atau

eufimisme.3

Dalam konteks ini agaknya cukup relevan untuk melihat media massa dari

sudut pandang Cultural Studies. Menurut pandangan ini, media massa dilihat 2 Michael van Langenberg, “Negara Orde Baru : Bahasa, Ideologi, Hegemoni,” dalam Yudi Latif

dan Idi Subandi Ibrahim (ed) Bahasa dan Kekuasaan, Politik Wacana di Panggung Orde Baru, Bandung: Mizan, 1996., hal: 230

3 Menurut Mochtar Lubis, eufimisme sebenarnya lebih sebagai gejala perusakan bahasa, bahkan bersifat menyesatkan. Dilihat dari segi informasi, eufimisme merupakan bentuk paling sederhana dari ketidakjujuran informasi. Penggunaannya akan menghalangi kita untuk melihat dengan jernih dan tajam. Kita terbawa untuk menghindari fakta-fakta yang menyakitkan dan menjadi tidak realistis melihat kenyataan. Menipu diri sendiri dan lebih buruk lagi bisa menipu orang banyak. Dalam Mochtar Lubis, “Media Massa dan Bahasa yang Terus terang”, Prisma no.1 Tahun XVIII/1989, penerbit LP3ES, Jakarta. Hlm.48

4

Page 5: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang · PDF fileyang anti tuhan, musuh orang-orang ... sosial, menyediakan wilayah ... subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan

sebagai bagian dari budaya industri yang berpengaruh penting dan mempunyai

kontribusi dalam pembentukan kesadaran khalayak melalui bahasa, kode simbolik

dan budaya di mana media membingkai dunia dengan cara pandang tertentu.

Media tidak dilihat sebagai institusi netral yang melayani kebutuhan publik secara

independen, bukan sebagai ‘pilar keempat’ demokrasi maupun ‘anjing penjaga,’

tapi sebagai institusi yang dilekatkan dalam pola hubungan sosial yang sudah ada

dan bersama institusi lain mereproduksi hubungan sosial di mana kekuasaan

mereka ditanamkan.4 Media beroperasi dalam ranah konstruksi makna secara

sosial, menyediakan wilayah di mana masyarakat menjadi sadar dengan dunianya,

mengerti orang lain dan masuk dalam dialektika perjuangan melalui makna.5 Dari

sudut pandang ini kita dapat pahami posisi dilematis media massa, satu sisi

berfungsi sebagai institusi yang turut membentuk kesadaran masyarakat dan pada

sisi lain tidak bisa lepas dari jejaring kekuasaan.

Mengenai masalah PKI, kita tidak heran jika media massa secara langsung

maupun tak langsung turut mereproduksi wacana komunisme yang diproduksi

oleh Orde Baru, sebab Soeharto memang tidak pernah melepaskan media massa

dari genggaman kekuasaannya. Media massa hampir tidak punya pilihan lain,

wacana tentang PKI dan komunisme versi Orde Baru digelontorkan ke dalam

media massa sebagai kebenaran tunggal. Akses terhadap wacana alternatif

mengenai masalah PKI juga sangat dibatasi atau bahkan tertutup, orang-orang eks

PKI tidak boleh bicara, akses mereka terhadap media massa juga dibatasi, bahkan

4 Lihat Chris Newbold, “Approach to Cultural Hegemony within Cultural Studies,” dalam, Oliver

Boyd-Barrett and Chris Newbold (ed), Approaches to Media, A Reader Arnold: London. New York. Sydney. Auckland. 1995. hlm. 328

5 Stuart Hall, “Ideology and Communication Theory,” dalam Brenda Dervins et al. (ed) Rethinking Communication: Paradigm Issues. Newbury Park: Sage Publication, 1986, hal.48-49.

5

Page 6: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang · PDF fileyang anti tuhan, musuh orang-orang ... sosial, menyediakan wilayah ... subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan

hampir sama sekali tidak ada. Tema seputar masalah PKI dan komunisme menjadi

tabu untuk diangkat media massa kecuali versi pemerintah, media juga tidak

berani menampilkan nara sumber dari orang-orang eks PKI karena sangat

beresiko.

Setelah Orde Baru runtuh, hampir tidak ada lagi batasan struktural yang

menghalangi kerja pers. Namun fenomena lain yang muncul dalam pers pasca

reformasi adalah pers tidak bisa melepaskan diri dari jerat kapitalisme global yang

mengutamakan ekspansi dan akumulasi modal. Situasi tersebut tidak sepenuhnya

berkorelasi positif dengan proses demokratisasi di Indonesia, karena kepentingan

akumulasi modal berpotensi mempengaruhi kualitas kebebasan pers di tanah air.

Tekanan pasar dan kepentingan ekspansi serta akumulasi modal bisa mendorong

media hanya memuat isu-isu yang memenuhi selera publik dan menghilangkan isu

lain yang tidak menguntungkan bagi media.

Bagaimana nasib wacana tentang Partai Komunis Indonesia dalam pers

pasca Orde Baru? Apakah media massa masih membangun wacana komunisme

sebagaimana definisi Orde Baru? terjerat dalam jaring kapitalisme atau sebaliknya

berfungsi sebagai ruang publik6 yang menampung keragaman wacana sehingga

mampu memberi titik terang pada bagian sejarah Indonesia yang masih kelam

tersebut. 6 Ruang publik didefinisikan sebagai ruang yang di dalamnya warga negara bisa berunding

mengenai kepentingan-kepentingan politik mereka dan berupaya menentukan aksi-aksi apa yang dilakukan untuk mencapai kebaikan bersama. Dalam ruang ini setiap individu bisa melibatkan diri dalam diskursus tentang permasalahan bersama untuk mencapai konsensus di antara mereka serta untuk megontrol negara dan pasar. Media massa menempati posisi sentral sebagai pemasok dan menyebarluaskan informasi yang diperlukan untuk menentukan sikap. Media massa menjadi wadah pembentukan opini publik secara independen mengenai tema-tema menyangkut kepentingan bersama dibicarakan. Lihat Susan Smith Reilly, Geo Politik, Media, dan Ruang Publik, Jurnal ISKI No.4/Oktober 1999, hal. 104.

6

Page 7: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang · PDF fileyang anti tuhan, musuh orang-orang ... sosial, menyediakan wilayah ... subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan

Ada dua peristiwa yang bisa dipakai untuk melihat wacana tentang Partai

Komunis Indonesia dalam media massa pasca reformasi. Moment pertama muncul

pada tahun 2000 ketika Presiden Gus Dur mengusulkan pencabutan Tap nomor

XXV/MPRS/1966 tentang komunisme. Moment kedua muncul pada tahun 2004

saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa orang-orang eks PKI berhak

menjadi calon anggota legislatif dalam pemilu 2009.

Penelitian ini mengambil surat kabar Kompas dan Republika sebagai

subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan karakteristik serta

sirkulasi kapital yang berbeda, Kompas telah eksis saat peristiwa G30S terjadi

sedangkan Republika lahir di tengah kekuasaan Orba. Kedua media juga

mempunyai kecenderungan ideologis yang berbeda. Meskipun tidak berafiliasi

secara langsung dengan partai tertentu, Kompas dekat dengan kelompok Katolik

sedang Republika memposisikan diri sebagai surat kabar Islam. Perbedaan

tersebut diasumsikan mempengaruhi orientasi pemberitaan kedua media dan akan

menghasilkan wacana yang berbeda.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Surat Kabar Kompas dan Republika mewacanakan tentang Partai

Komunis Indonesia dalam berita mengenai Usulan Pencabutan TAP MPRS

Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 2000 dan Keputusan Mahkamah Konstitusi

tentang Caleg Eks PKI Tahun 2004?

2. Mengapa Kompas dan Republika dalam berita mengenai Usulan Pencabutan

TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 2000 dan Keputusan Mahkamah

7

Page 8: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang · PDF fileyang anti tuhan, musuh orang-orang ... sosial, menyediakan wilayah ... subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan

Konstitusi tentang Caleg Eks PKI Tahun 2004 menghasilkan wacana tertentu

tentang Partai Komunis Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Ingin mengetahui wacana tentang Partai Komunis Indonesia dalam Surat

Kabar Kompas dan Republika berkenaan dengan berita mengenai Usulan

Pencabutan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 2000 dan

Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Caleg Eks PKI Tahun 2004

2. Ingin mengetahui mengapa Kompas dan Republika dalam berita mengenai

Usulan Pencabutan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 2000 dan

Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Caleg Eks PKI Tahun 2004

menghasilkan wacana tertentu tentang Partai Komunis Indonesia.

D. Signifikansi Penelitian

1. Penelitian ini sebagai wujud sumbangan bagi penelitian ilmu komunikasi

terutama dalam perspektif kritis dan diharapkan bisa merangsang pihak lain

untuk melakukan penelitian sejenis dengan lebih konprehensif.

2. Sebagai kritik terhadap pola pemberitaan media massa, terutama Kompas dan

Republika dalam mengangkat isu-isu penting dalam masyarakat.

3. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan penyadaran bagi masyarakat dalam

mengkonsumsi berita. Sebagai produk media massa, berita bukan cermin

realitas karena penyusunannya melibatkan aspek individu, organisasi dan

kondisi sosial politik tertentu sehingga tidak sepenuhnya bersifat obyektif

8

Page 9: BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang · PDF fileyang anti tuhan, musuh orang-orang ... sosial, menyediakan wilayah ... subyek penelitian karena kedua media punya latar belakang dan

E. Sistematika Penulisan

Agar dapat melihat gambaran utuh dari penelitian ini, perlu disampaikan

sistematika penulisannya dalam bab-bab secara keseluruhan. BAB I berisi latar

belakang pengambilan tema Partai Komunis Indonesia sebagai subyek penelitian,

rumusan masalah, tujuan serta signifikansi dari penelitian yang dilakukan. BAB II

meninjau beberapa teori tentang media massa dan teori serta perkembangan pers

Indonesia yang dianggap relevan dengan penelitian ini. BAB III membahas

metode, karakteristik metode dan ruang lingkup penelitian. BAB IV merupakan

pembahasan yang didahului dengan kajian mengenai Partai Komunis Indonesia,

setelah itu dilakukan analisis teks berita mengenai PKI dan analisis konteks sosial

yang mempengaruhi produksi wacana tentang PKI. BAB V menjadi penutup yang

berisi kesimpulan dan rekomendasi.

9